HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan
Serat Sisal (Agave sisalana Perr.) Serat sisal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari serat sisal kontrol dan serat sisal yang mendapatkan perlakuan mekanis berupa pengolahan dengan ring flaker. Serat sisal kontrol dipotong dengan pemotong kertas secara manual sepanjang 2 cm. Menurut Syamani et al. (2008a), serat sisal sepanjang 2 cm menghasilkan papan sisal dengan sifat kuat pegang sekrup yang lebih baik dibandingkan serat sisal sepanjang 1 cm atau 3 cm, sifat keteguhan patah yang lebih baik dari serat sisal sepanjang 1 cm dan sifat keteguhan rekat yang lebih baik dari serat sisal sepanjang 3 cm. Pengolahan serat sisal menggunakan ring flaker memerlukan panjang serat sekitar 10 cm untuk mendapatkan serat rata-rata sepanjang 2 cm. Serat sisal yang telah diproses dengan ring flaker berbentuk serat yang lebih halus dan lebih pendek, dibandingkan dengan sisal kontrol. Serat sisal merupakan bundles of fiber (Gambar 17), yang terdiri dari banyak sel serat individu. Tebal dinding sel serat individu sisal antara 3.0 ~ 4.0 μm dengan diameter lumen antara 4.0 ~ 17.0 μm (Munawar 2008). Pengolahan serat menggunakan ring flaker memecah bundel sisal, seperti terlihat dalam Gambar 18. Semakin banyak putaran pengolahan ring flaker, jumlah sel yang terpecah semakin banyak.
Gambar 17. Fotografi SEM penampang melintang bundel serat sisal dengan pembesaran 1000x (Munawar, 2008)
34
Kontrol
Ring Flaker 1x
Ring Flaker 2x
Ring Flaker 4x
Gambar 18. Anatomi sel serat sisal sebelum dan setelah diproses dalam ring flaker (pembesaran 400 kali) Pengolahan menggunakan ring flaker terjadi secara mekanis, di mana serat sisal dipotong dan digesek dengan pisau yang terpasang pada piringan dalam ring flaker. Gambar 19 memperlihatkan wujud serat sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran, 2 putaran dan 4 putaran. Sisal R4 (Gambar 19D) telah terpotong dan terurai membentuk serat yang lebih pendek dan lebih halus dibandingkan dengan sisal kontrol.
A
B
C
D
Keterangan : A = Sisal Kontrol, B = Sisal R1, C = Sisal R2, D = Sisal R4
Gambar 19. Serat sisal sebelum dan setelah diproses dengan ring flaker (pembesaran 30 kali)
35
Hasil pengukuran panjang serat sisal dari 100 contoh uji tiap kelompok serat, disajikan pada Gambar 20. Serat sisal kontrol mempunyai rata-rata panjang sebesar 22,52 mm, tidak berbeda dengan serat sisal R1 yang mempunyai rata-rata panjang 23,63 mm, berbeda dengan serat sisal R2 (14,87 mm) dan berbeda dengan serat sisal R4 (6,42 mm). Uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap panjang serat sisal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 20. Histogram frekuensi panjang serat sisal Dari histogram distribusi frekuensi panjang serat sisal, terlihat bahwa sisal kontrol dan sisal R4 memiliki distribusi yang lebih seragam dibandingkan dengan sisal R1 atau sisal R2. Sisal kontrol didapatkan dari serat sisal panjang yang dipotong sepanjang 2 cm menggunakan pemotong kertas secara manual sehingga panjang seratnya dapat dikendalikan. Sisal R1 memiliki distribusi panjang yang
36
paling beragam karena pengolahan serat sisal panjang 10 cm dengan ring flaker sebanyak 1 putaran belum mampu memotong semua serat. Sisal R4 didapatkan dari serat sisal berukuran 10 cm yang diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran sehingga panjang serat sisal lebih seragam dibandingkan dengan sisal R1 atau sisal R2. Selain mengukur panjang serat, dilakukan pula pengukuran slenderness ratio serat. Slenderness ratio (SR) adalah perbandingan antara panjang dan tebal partikel penyusun papan yang mempengaruhi sifat papan, terutama kekuatan papan (Maloney 1993). Hasil pengukuran slenderness ratio (SR) dari 30 contoh uji tiap kelompok serat, disajikan pada Gambar 21. Serat sisal kontrol mempunyai rata-rata SR sebesar 84,98, tidak berbeda dengan serat sisal R1 yang mempunyai rata-rata SR 97,19, berbeda dengan serat sisal R2 (71,79) dan berbeda dengan serat sisal R4 (65,67).
Gambar 21. Histogram frekuensi slenderness ratio serat sisal
37
Dengan nilai SR sebesar 84,98 sisal kontrol dengan rata-rata panjang 22,52 mm (22520,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 265,0 μm. Sisal R1 dengan nilai SR sebesar 97,19 dan rata-rata panjang 23,63 mm (23630,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 243,1 μm. Sisal R2 dengan nilai SR sebesar 71,79 dan rata-rata panjang 14,87 mm (14870,0 μm), memiliki rata-rata tebal sebesar 207,1 μm. Sisal R4 dengan nilai SR sebesar 65,67 dan rata-rata panjang sebesar 6,42 mm (6420,0 μm) memiliki tebal rata-rata sebesar 97,76 μm. Dari data SR, panjang dan tebal serat sisal seperti yang dikemukan di atas, terlihat bahwa perlakuan mekanis menggunakan ring flaker telah memotong serat sisal menjadi lebih pendek dan memecah bundel serat sisal menjadi sel individu, ditunjukkan dengan ketebalan serat sisal yang berkurang setelah diproses dengan ring flaker. Sisal R1 dengan nilai SR tertinggi, diharapkan dapat menghasilkan papan dengan kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisal kontrol, sisal R2 atau sisal R4. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap SR serat sisal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Bahan Pelapis Bahan pelapis yang digunakan terdiri dari vinir kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.), anyaman bambu betung (Dendrocalamus asper Backer) dan lembaran formika. Hasil pengukuran ketebalan dan kerapatan bahan pelapis disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Spesifikasi bahan pelapis No. 1 2 3
Jenis bahan pelapis Vinir kayu karet Anyaman bambu betung Formika
Tebal (mm) 2,22 1,52 0,76
Berat pelapis ukuran 25 cm x 25 cm (g) 78,13 50,70 55,64
Kerapatan (g/cm3) 0,57 0,53 1,17
Hasil pengujian keteguhan patah bahan pelapis menunjukkan bahwa nilai keteguhan patah (MOR) formika lebih tinggi dibandingkan dengan MOR vinir kayu karet, yaitu sebesar 94,0 N/mm2. Sedangkan hasil pengujian modulus elastisitas (MOE) bahan pelapis menunjukkan bahwa vinir kayu karet dengan arah sejajar serat, mempunyai nilai MOE paling tinggi, di antara bahan pelapis yang
38
digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 7360 N/mm2. Sedangkan MOE vinir kayu karet dengan arah serat tegak lurus panjang vinir adalah yang paling rendah, yaitu sebesar 89 N/mm2. Nilai MOR dan MOE untuk tiap jenis bahan pelapis disajikan pada Gambar 22.
8000
100
94.0
7360
87.1
MOE (N/mm2)
MOR (N/mm2)
80 60 40
6000 4263 4000
2000
20
13.1 2.1
0
89
303
VT
B
0 VS
VT
B
F
Bahan Pelapis
VS
F
Bahan Pelapis
Keterangan : VS = vinir dengan arah serat sejajar panjang VT = vinir dengan arah serat tegak lurus panjang B = anyaman bambu betung F = formika
Gambar 22. Histogram MOR dan MOE bahan pelapis Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3 dan 5), pada taraf kepercayaan 95%, jenis pelapis berpengaruh terhadap MOR dan MOE bahan pelapis. Uji lanjut dengan perbandingan berganda Duncan terhadap nilai MOR bahan pelapis (Lampiran 4) menunjukkan bahwa MOR formika adalah yang tertinggi yaitu 94,02 N/mm2, tidak berbeda dengan MOR vinir pada arah serat sejajar panjang vinir (87,07 N/mm2), berbeda dengan MOR anyaman bambu betung (13,11 N/mm2) dan berbeda dengan MOR vinir pada arah serat tegak lurus panjang vinir (3,52 N/mm2). Formika memiliki nilai MOR tertinggi dibandingkan anyaman bambu dan vinir kayu karet, yaitu sebesar 94,02 N/mm2. Nilai MOR formika yang tinggi dipengaruhi oleh kerapatan formika (1,17 g/cm3) yang lebih tinggi dibandingkan dengan vinir kayu karet (0,57 g/cm3) maupun anyaman bambu betung (0,53 g/cm3). Hasil uji lanjut perbandingan berganda Duncan terhadap nilai MOE bahan pelapis (Lampiran 6) menunjukkan bahwa MOE vinir pada arah serat sejajar panjang vinir adalah yang paling tinggi, yaitu 7360 N/mm2, berbeda dengan MOE
39
formika (4264 N/mm2), berbeda dengan MOE anyaman bambu betung (303 N/mm2) dan MOE vinir pada arah serat tegak lurus panjang vinir (89 N/mm2). Hasil uji perbandingan Duncan untuk keteguhan patah dan modulus elastisitas bahan pelapis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 6. Vinir kayu karet pada arah serat sejajar panjang vinir, memiliki nilai MOE sebesar 7360 N/mm2, dan nilai MOR-nya adalah sebesar 87,07 N/mm2. Menurut Lemmmens et al. (1995), kayu karet pada kadar air 12% memiliki nilai modulus elastisitas (MOE) sebesar 6070-9240 N/mm2 dan nilai modulus patah (MOR) sebesar 59-74 N/mm2. Kadar air vinir kayu karet pada saat pengujian adalah sebesar 8,61%, lebih rendah dari kondisi pengujian oleh Lemmens et al. (1995). Kondisi inilah yang menyebabkan vinir kayu karet pada penelitian ini mempunyai nilai MOR yang lebih tinggi. Menurut Hadjib dan Karnasudirdja (1986) modulus elastisitas bambu betung adalah sebesar 53173 kgf/cm2 atau 5214 N/mm2. Rosalita (2009) menguji modulus elastisitas bilah bambu betung, nilai MOE yang didapatkan adalah antara 5515,68 kgf/cm2 ~ 13934,07 kgf/cm2 atau 540,90 N/mm2 ~1366,47 N/mm2. Hasil pengukuran modulus elastisitas anyaman bambu betung pada penelitian ini adalah 303 N/mm2, jauh lebih rendah dari nilai modulus elastisitas bambu betung utuh. Pengujian dilakukan pada anyaman bambu yang berupa anyaman lepas, tidak direkat dengan perekat. Ketika pengujian bending dilakukan, pembebanan pada permukaan anyaman bambu menyebabkan bilah-bilah bambu bergeser dan “keutuhan” anyaman bambu terganggu. Karena itu nilai MOE yang terukur menggambarkan deformasi anyaman bambu yang lebih cepat terjadi dibandingkan bambu utuh atau bilah bambu tunggal. Setiap jenis bahan pelapis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki respon yang berbeda terhadap perekat isosianat. Untuk menggambarkan respon bahan pelapis terhadap perekat isosianat dilakukan uji keterbasahan. Menurut Marra (1992), keterbasahan adalah kondisi permukaan suatu bahan yang mempengaruhi absorpsi, adsorpsi, penetrasi dan penyebaran perekat pada permukaan bahan tersebut. Ukuran keterbasahan suatu permukaan adalah sudut kontak yang terbentuk antara cairan perekat dengan permukaan yang datar. Sudut kontak antara perekat isosianat dan bahan pelapis disajikan pada Gambar 23.
40
A
B
C
Gambar 23. Sudut kontak antara isosianat dengan vinir kayu karet(A), formika(B), anyaman bambu betung (C) Formika memiliki sudut kontak yang lebih kecil yaitu 47,4º dibandingkan anyaman bambu betung (57,50º) atau vinir kayu karet (66,5º). Dengan demikian, perekat isosianat lebih mudah mengalir pada permukaan formika. Hal ini disebabkan karena permukaan formika lebih halus, mengingat pada proses pembuatan formika, pengempaan panas akan menghasilkan permukaan formika yang halus. Isosianat adalah perekat berbasis pelarut organik dengan polaritas rendah. Formika merupakan lembaran kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin dan bersifat hidrofobik. Dengan demikian perekat isosianat lebih mudah bereaksi dengan formika.
Sifat Fisis Papan Komposit Sisal
Kerapatan Papan Target kerapatan papan komposit yang dibuat dalam penelitian ini adalah 0,6 g/cm3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan sisal antara 0,59 g/cm3 sampai 0,68 g/cm3 dengan rata-rata sebesar 0,64 g/cm3. Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan
41
interaksi keduanya mempengaruhi kerapatan papan (Lampiran 7). Kerapatan untuk tiap jenis papan disajikan pada Gambar 24. K
1.0
R1
R2
R4
JIS A 5908
Kerapatan (g/cm 3)
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : K = papan dari sisal kontrol R1 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran R2 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran R4 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran
Gambar 24. Histogram kerapatan papan komposit sisal Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 8), diketahui bahwa sisal R1 memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan papan dibandingkan dengan sisal R4, sisal R2 atau sisal kontrol. Sisal R4 dan sisal R2 memberikan pengaruh yang sama terhadap kerapatan papan, namun berbeda dengan sisal kontrol. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 9), diketahui bahwa papan sisal tanpa pelapis memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kerapatan papan dari papan sisal dengan pelapis vinir, anyaman bambu atau formika. Dalam proses pembuatan papan komposit, berat total bahan (sisal dan perekat) yang digunakan untuk setiap papan adalah sama. Dengan demikian perbedaan kerapatan disebabkan oleh perbedaan ketebalan papan. Meskipun untuk mencapai target ketebalan papan digunakan stop bar setebal 1 cm, papan komposit yang dihasilkan memiliki ketebalan yang bervariasi. Perbedaan ketebalan papan disebabkan adanya efek spring back, yaitu aksi partikel dalam
42
komposit (internal stress) untuk kembali ke keadaan semula setelah tekanan kempa dihilangkan selama masa pengkondisian. Maloney (1993) menyatakan bahwa kerapatan sangat mempengaruhi sebagian besar sifat-sifat papan komposit. Peningkatan kerapatan akan memperbaiki hampir semua sifat papan komposit kecuali stabilitas dimensi. Meskipun kerapatan papan komposit yang dihasilkan pada penelitian ini bervariasi, tetapi dalam analisis lebih lanjut, pengaruh kerapatan papan dihilangkan dengan menggunakan data terkoreksi berdasarkan kerapatan masingmasing papan. Dengan demikian nilai sifat fisis dan mekanis papan dianalisis pada kerapatan yang seragam yaitu 0,6 g/cm3.
Kadar Air Papan Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar air papan sisal antara 7,49 % sampai 11,95 % dengan rata-rata sebesar 10,60 %. Nilai kadar air papan partikel yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah antara 5% sampai 13%, dengan demikian seluruh papan yang dibuat dalam penelitian ini telah memenuhi standar tersebut. Berdasarkan analisis ragam pada taraf kepercayaan 95%, kadar air papan komposit sisal dipengaruhi oleh perlakuan mekanis terhadap serat sisal, jenis pelapis dan interaksi keduanya (Lampiran 10). Data nilai kadar air untuk setiap jenis papan disajikan pada Gambar 25. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa sisal R1 dan sisal R2 memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan, sisal R2 dan sisal R4 memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan, namun sisal kontrol memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air papan dibandingkan dengan sisal R1, sisal R2 atau sisal R4. Jika dilihat dari nilai rataan kadar air tiap papan, maka perbedaan kadar air antar papan akibat pengaruh perlakuan mekanis sebenarnya tidak besar. Nilai kadar air papan yang dibuat dari sisal R1 rata-rata adalah sebesar 10,86%, kadar air papan yang dibuat dari sisal R2 rata-rata adalah sebesar 10,76%, kadar air papan yang dibuat dari sisal R4 rata-rata adalah sebesar 10,64% dan kadar air papan yang dibuat dari sisal kontrol adalah sebesar 10,13%. Secara umum, ditinjau dari standar deviasinya, kisaran nilai kadar air papan sudah cukup
43
seragam. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R1 adalah 1,18. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R2 adalah 0,88. Standar deviasi kadar air papan dari sisal R4 adalah 0,91 dan standar deviasi kadar air papan dari sisal kontrol adalah 1,69. K
15
R1
R2
R4
JIS A 5908
Kadar Air (%)
12
9
6
3
0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : K = papan dari sisal kontrol R1 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 1 putaran R2 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran R4 = papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker sebanyak 4 putaran
. Gambar 25. Histogram kadar air papan komposit sisal Perekat yang digunakan dalam pembuatan papan komposit sisal ini adalah isosianat yang merupakan perekat berbasis pelarut organik, bukan berbasis air. Dengan demikian variasi kadar air papan tidak dipengaruhi oleh perekat yang digunakan. Uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 12) menunjukkan pelapis formika memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air papan, dibandingkan dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung. Sedangkan pelapis vinir dan anyaman bambu memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar air papan. Variasi kadar air papan sisal dengan pelapis dapat disebabkan oleh sifat bahan pelapis. Vinir dan anyaman bambu cenderung lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan formika. Vinir dan anyaman bersifat hidrofilik karena memiliki gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin, yang
44
dapat menarik molekul air dari udara, selama penyimpanan papan dengan pelapis vinir atau anyaman bambu di udara terbuka. Papan komposit sisal dengan pelapis formika memiliki nilai kadar air yang paling kecil di antara papan komposit sisal dengan pelapis vinir atau anyaman bambu. Permukaan formika lebih rapat, karena formika merupakan lapisan kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin yang bagian atasnya dilindungi melamin. Selain itu, kerapatan formika (1,17 g/cm3) lebih tinggi dari vinir kayu karet (0,57 g/cm3) dan anyaman bambu betung (0,53 g/cm3), sehingga air lebih sulit menembus lapisan formika. Dengan karakteristik tersebut, lapisan formika mampu mempertahankan kadar air papan sisal di kisaran 7,49% sampai 9,39%. Daya Serap Air Papan Pengukuran daya serap air papan sisal dilakukan setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam. Perendaman papan komposit dalam air selama 2 jam menyebabkan papan komposit menyerap sejumlah air. Papan komposit dari sisal kontrol dapat menyerap air sebesar 20,01% sampai 88,65%. Sedangkan papan komposit dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker dapat menyerap air sebesar 13,71% sampai 34,17%. Papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet dapat menyerap air sebesar 13,71% sampai 20,01%, papan sisal dengan pelapis formika menyerap air sebesar 14,52% sampai 24,74% dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung dapat menyerap air sebesar 16,51% sampai 39,09%. Perendaman papan komposit dilanjutkan sehingga total waktu perendaman adalah 24 jam. Papan komposit dari sisal kontrol dapat menyerap air sebesar 57,15% sampai 112,59%. Sedangkan papan komposit dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker dapat menyerap air sebesar 34,15% sampai 70,24%. Papan komposit sisal dengan pelapis vinir karet dapat menyerap air sebesar 34,15% sampai 57,15%, papan sisal dengan pelapis formika menyerap air sebesar 42,78% sampai 76,84% dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung dapat menyerap air sebesar 47,68% sampai 79,82%. Daya serap air papan sisal setelah perendaman selama 24 jam disajikan pada Gambar 26.
45
120 K
R1
R2
R4
Daya Serap Air (%)
100 80 60 40 20 0 Polos
Bambu
Formika
Vinir
Jenis Pelapis
Gambar 26. Histogram daya serap air papan sisal setelah perendaman 24 jam Di dalam JIS A 5908-2003, nilai daya serap air (DSA) tidak ditetapkan. Nilai daya serap air menunjukkan besarnya pertambahan berat papan setelah perendaman selama 2 jam dan 24 jam, dibandingkan dengan berat awalnya. Setelah perendaman selama 24 jam, sisal kontrol tanpa pelapis menghasilkan papan komposit yang paling banyak menyerap air, yaitu sebesar 112,59%, sedangkan papan komposit yang paling sedikit menyerap air adalah papan komposit yang dibuat dari sisal R1 dengan pelapis vinir kayu karet (DSA 34,15%). Berdasarkan analisis ragam, setelah perendaman air selama 2 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi daya serap air papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 13). Demikian juga untuk nilai daya serap air papan sisal setelah perendaman selama 24 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi daya serap air papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 16). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, setelah perendaman selama 24 jam, papan komposit yang terbuat dari serat sisal R1, mempunyai DSA lebih baik dari sisal R2 (DSA = 50,29%) maupun sisal R4 (DSA = 55,96%), namun tidak berbeda dengan sisal R2 yaitu rata-rata sebesar 49,23% (Lampiran 17). Dengan demikian perlakuan mekanis dengan menggunakan ring flaker dapat memperbaiki nilai daya serap papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai DSA rata-rata sebesar 81,60%.
46
Sisal R1 menghasilkan papan dengan nilai daya serap air yang lebih baik dibandingkan dengan sisal R2, sisal R4 atau sisal kontrol. Seperti telah diuraikan sebelumnya, perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker telah memecah bundel serat sisal. Pada sisal kontrol, perekat hanya menyelimuti permukaan luar bundel serat sisal, dan tidak dapat menembus masuk ke dalam semua lumen sel bundel serat sisal. Pada sisal R1, perekat mampu menutup permukaan serat sisal yang lebih luas dengan lebih efisien sehingga perekatan terjadi lebih optimal. Perekatan yang optimal mampu menghalangi penyerapan air untuk masuk ke dalam lumen sel sisal. Sisal R2 atau sisal R4 memiliki permukaan yang lebih luas, sedangkan jumlah perekat yang digunakan untuk membuat setiap papan dalam penelitian ini adalah sama. Dengan demikian berat perekat per luas permukaan sisal R2 atau sisal R4 lebih rendah dibandingkan sisal R1, sehingga dengan jumlah perekat yang sama tidak mampu menutup seluruh permukaan sisal R2 atau sisal R4. Kontak antara sisal dan perekat yang tidak sempurna menyebabkan air lebih mudah mengisi celah yang ada. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, setelah perendaman selama 24 jam, papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet memiliki DSA lebih baik yaitu rata-rata sebesar 45,99%, berbeda dari papan sisal dengan pelapis formika (DSA = 53,30%) atau pelapis anyaman bambu (DSA = 59,38%) (Lampiran 18). Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet dapat memperbaiki nilai daya serap papan, karena papan komposit dari sisal tanpa pelapis mempunyai DSA rata-rata sebesar 78,40%. Daya serap air papan komposit sisal terutama dipengaruhi oleh daya serap sisal yang terkandung dalam papan komposit. Serat sisal merupakan bundel serat dengan banyak lumen, mempunyai kemampuan penyerapan air yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pelapisnya. Vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis papan memiliki berat sekitar 78,13 gram, lebih besar dibandingkan dengan formika (55,64 gram) atau anyaman bambu (50,70 gram). Dengan demikian berat sisal pada papan sisal dengan pelapis vinir lebih sedikit dibandingkan papan dengan pelapis anyaman bambu atau formika, sehingga penyerapan air oleh sisal lebih terbatas.
47
Papan sisal dengan pelapis formika memiliki kemampuan menyerap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir. Walaupun formika bersifat hidrofob, tahan terhadap air, namun lapisan formika tidak cukup menghalangi penyerapan air oleh papan sisal dengan pelapis formika. Papan sisal menyerap air dari berbagai arah, baik dari permukaan papan maupun bagian tengah papan. Sisal pada bagian tengah papan memiliki kemampuan penyerapan air yang tinggi karena bersifat hidrofilik. Papan sisal dengan pelapis formika mengandung jumlah sisal yang lebih banyak dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir, sehingga dapat menyerap lebih banyak air dibandingkan papan sisal dengan pelapis vinir.
Pengembangan Tebal Papan Pengukuran pengembangan tebal papan dilakukan bersamaan dengan pengukuran daya serap air papan. Nilai pengembangan tebal papan dari sisal kontrol setelah direndam selama 2 jam adalah 6,74% sampai 36,30%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker adalah 3,40% sampai 17,45%. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis vinir setelah direndam selama 2 jam adalah 3,40% sampai 6,74%, papan sisal dengan pelapis formika adalah 4,90% sampai 10,23%,
sedangkan nilai
pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung adalah 5,40% sampai 13,58%. Nilai pengembangan tebal papan sisal dari kontrol setelah direndam selama 24 jam adalah 19,09% sampai 47,44%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker adalah 8,43% sampai 25,45%. Sebagian papan yang dibuat dari sisal setelah diproses dengan ring flaker telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 yang menetapkan nilai pengembangan tebal papan maksimal sebesar 12%. Terlihat bahwa perlakuan ring flaker dapat memperbaiki nilai pengembangan papan komposit sisal. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis vinir setelah direndam selama 24 jam adalah 8,43% sampai 19,09%, papan sisal dengan pelapis formika adalah 9,23% sampai 22,12%, sedangkan nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung adalah 10,44% sampai
48
24,31%. Nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam disajikan pada Gambar 27.
K
40
R1
R2
R4
30
20 JIS A 5908
Pengembangan Tebal (%)
50
10
0 Polos
Bambu
Formika
Vinir
Jenis Pelapis
Gambar 27. Pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam Berdasarkan analisis ragam, setelah perendaman selama 2 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi pengembangan tebal papan komposit pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 19). Demikian juga untuk nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai pengembangan tebal papan sisal, pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 22). Papan dengan nilai pengembangan tebal terbaik dimiliki papan sisal R4 dengan pelapis vinir kayu karet, yaitu sebesar 8,43%. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 23), setelah perendaman 24 jam, papan komposit yang dibuat dari serat sisal R4, mempunyai rata-rata nilai pengembangan tebal 11,83% lebih baik dan berbeda dengan papan yang dibuat dari sisal R2 (rata-rata TS = 14,07%) atau sisal R1 (rata-rata TS = 18,08%) (Gambar 28). Dengan demikian perlakuan ring flaker dapat memperbaiki nilai pengembangan tebal papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai nilai pengembangan tebal papan rata-rata sebesar 28,24%.
49
Keterangan : K2 = papan dari sisal kontrol, R22 = papan dari sisal R2,
R12 = papan dari sisal R1 R42 = papan dari sisal R4
Gambar 28. Pengembangan tebal papan sisal tanpa pelapis Nilai pengembangan tebal papan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan nilai pengembangan tebal papan sisal pada penelitian sebelumnya. Nilai pengembangan tebal papan sisal dengan perekat PF, UF dan MUF masih di atas 25% (Syamani et al. 2008a). Nilai pengembangan tebal papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, masih di atas 50% (Syamani et al. 2008b). Nilai pengembangan papan sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), bernilai 22,29%. Jumlah lumen sel dalam bundel serat sisal cukup banyak, menyebabkan perekat sulit masuk ke dalam semua lumen tersebut. Perekatan yang tidak sempurna memungkinkan air masuk ke dalam lumen yang belum dimasuki perekat, ketika papan direndam dalam air. Air yang telah berada dalam lumen sel kemudian akan berikatan dengan gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin yang ada pada dinding sel dan menyebabkan pengembangan tebal papan komposit. Serat sisal yang diproses dengan ring flaker telah terpecah dari bentuk bundel serat menjadi sel individu. Perekat lebih mudah menyelimuti permukaan sel sisal individu menyebabkan terjadinya perekatan yang baik sehingga dapat mencegah air masuk ke dalam lumen sel. Dengan terbatasnya air dalam lumen sel,
50
kesempatan air untuk berikatan dengan gugus OH bebas pada senyawa selulosa, hemiselulosa atau lignin pada dinding sel, juga terbatas dan pengembangan tebal papan dapat dicegah. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 24), setelah perendaman 24 jam, papan komposit sisal dengan pelapis vinir (Gambar 29) memiliki rata-rata nilai pengembangan tebal 12,87%, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (rata-rata TS = 14,76%) atau papan dengan pelapis anyaman bambu (rata-rata TS = 17,52%). Dengan demikian pelapisan papan
sisal
menggunakan
vinir
kayu
karet
dapat
memperbaiki
nilai
pengembangan tebal papan, karena papan komposit sisal tanpa pelapis mempunyai nilai pengembangan tebal papan rata-rata sebesar 27,07%.
Gambar 29. Pengembangan tebal papan sisal R4 berlapis vinir Nilai pengembangan tebal papan dipengaruhi oleh daya serap air papan komposit sisal. Sementara daya serap air oleh papan terutama dipengaruhi daya serap air oleh sisal yang terkandung dalam papan komposit. Serat sisal merupakan bundel serat dengan banyak lumen, mempunyai kemampuan penyerapan air yang lebih besar dibandingkan dengan bahan pelapisnya. Vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis papan memiliki berat 78,13 gram, lebih besar dibandingkan dengan formika (55,64 gram) atau anyaman bambu (50,70 gram). Dengan demikian jumlah sisal pada papan sisal dengan pelapis vinir lebih sedikit dibandingkan papan dengan pelapis anyaman bambu atau formika, sehingga penyerapan air oleh serat sisal yang dapat menyebabkan pengembangan tebal papan lebih terbatas. Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 24), terlihat bahwa rata-rata nilai pengembangan tebal papan sisal dengan pelapis formika (14,76%) lebih baik dibandingkan dengan papan berlapis anyaman bambu (17,52%). Walaupun anyaman bambu lebih tebal dibandingkan dengan formika,
51
namun permukaan formika lebih rapat dibandingkan dengan anyaman bambu yang mempunyai ikatan vaskular yang terdiri dari pori, saluran pembuluh yang bergabung dengan sel-sel dan serabut (Mohmod dan Liese di dalam Nuriyatin 2004). Dengan demikian papan dengan pelapis anyaman bambu lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan papan berlapis formika dan menyebabkan nilai pengembangan tebal papan berlapis anyaman bambu lebih tinggi dibandingkan dengan papan berlapis formika.
Sifat Mekanis Papan Komposit Sisal
Keteguhan Rekat Internal Papan Papan komposit, khususnya papan komposit lignoselulosa dibuat dari bahan yang mengandung lignoselulosa yang diikat dengan perekat melalui proses pengempaan pada kondisi tertentu. Kualitas papan komposit dipengaruhi oleh kualitas ikatan antar elemen penyusunnya, yang dinyatakan dengan keteguhan rekat internal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai keteguhan rekat internal papan komposit dari sisal kontrol adalah antara 0,32 N/mm2 sampai 0,40 N/mm2. Papan komposit dibuat dari sisal yang telah diproses dengan ring flaker adalah antara 0,20 N/mm2 sampai 0,58 N/mm2. Nilai keteguhan rekat internal yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 adalah minimal 0,15 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 0,2 N/mm2 untuk tipe 13 dan 0,3 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian semua papan yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan minimal nilai keteguhan rekat internal untuk papan partikel tipe 13. Hasil pengujian keteguhan rekat internal papan komposit sisal dengan pelapis vinir berkisar antara 0,34 N/mm2 sampai 0,58 N/mm2, papan komposit sisal dengan pelapis anyaman bambu berkisar antara 0,32 N/mm2 sampai 0,44 N/mm2 dan papan komposit sisal dengan pelapis formika berkisar antara 0,30 N/mm2 sampai 0,39 N/mm2. Nilai keteguhan rekat internal yang disyaratkan dalam JIS A 5908-2003 untuk papan partikel dengan pelapis vinir (veneered particleboard) adalah minimal 0,3 N/mm2. Dengan demikian semua papan komposit dengan pelapis yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi
52
standar. Nilai keteguhan rekat untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 30. K
R1
R2
R4
veneered PP
0.5 0.4 0.3 0.2
Tipe 8
Keteguhan Rekat (N/mm 2)
0.6
0.1 0.0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : Tipe 8 : batas minimal nilai keteguhan rekat untuk papan partikel Veneered particleboard : batas minimal nilai keteguhan rekat untuk papan dg pelapis vinir
Gambar 30. Histogram keteguhan rekat internal papan sisal Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada nilai keteguhan rekat internal (IB) papan komposit (Lampiran 25). Papan dengan nilai keteguhan rekat internal terbaik dimiliki papan sisal R2 dengan pelapis vinir kayu karet, yaitu sebesar 0,58 N/mm2. Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 26), diketahui bahwa papan komposit yang dibuat dari serat sisal R1, mempunyai nilai keteguhan rekat 0,44 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari sisal R4 (IB = 0,35 N/mm2) dan sisal kontrol, namun tidak berbeda dengan sisal R2 (IB = 0,42 N/mm2). Sisal R4 dan sisal kontrol memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai keteguhan rekat papan. Perlakuan ring flaker sedikit memperbaiki nilai keteguhan rekat papan, karena papan komposit dari sisal kontrol mempunyai nilai keteguhan rekat papan rata-rata sebesar 0,34 N/mm2. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker telah memecah bundel serat sisal. Sisal R1 merupakan serat sisal yang diproses dengan 1 putaran ring flaker, berwujud bundel serat sisal yang telah terpecah. Perekat yang pada bundel serat sisal kontrol, hanya menyelimuti permukaan luar bundel serat sisal, dapat lebih
53
mudah menyelimuti permukaan sel sisal R1 yang telah pecah akibat perlakuan ring flaker. Dengan demikian kontak antara perekat dan sisal R1 dapat terjadi dengan lebih intensif dan menghasilkan papan komposit dengan keteguhan rekat internal yang lebih baik. Sisal R4 menghasilkan papan komposit dengan nilai keteguhan rekat internal (0,35 N/mm2) yang lebih rendah dibandingkan dengan sisal R1 (0,44 N/mm2) dan sisal R2 (0,42 N/mm2). Keteguhan rekat internal menggambarkan kualitas rekatan antara elemen penyusun papan. Menurut Marra (1992) dengan berkurangnya dimensi elemen penyusun papan, maka luas permukaan elemen penyusun per satuan berat papan bertambah secara nyata. Setelah terpecah dengan perlakuan ring flaker sebanyak 4 putaran, permukaan sisal R4 menjadi lebih luas dibandingkan dengan sisal R1 atau R2. Karena itu dengan jumlah perekat yang sama, tidak seluruh permukaan sisal R4 dapat ditutup oleh perekat. Dengan demikian papan komposit yang dibentuk dari sisal R4 memiliki keteguhan rekat internal yang lebih rendah karena perekatan elemen penyusun papan tidak dapat terjadi dengan baik. Nilai keteguhan rekat papan pada penelitian ini sebanding dengan nilai keteguhan rekat papan sisal menggunakan perekat MUF yang bernilai 2,87 kg/cm2 (0,28 N/mm2) sampai 6,34 kg/cm2 (0,62 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), lebih baik dari nilai keteguhan rekat papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 1,5 kg/cm2 (0,15 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai keteguhan rekat sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 2,97 kg/cm2 (0,29 N/mm2). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 27), papan komposit yang dilapis vinir kayu karet, memiliki nilai keteguhan rekat lebih baik (0,47 N/mm2) dan berbeda dari papan dengan pelapis bambu (0,40 N/mm2), berbeda dari papan tanpa pelapis (0,35 N/mm2) dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (0,33 N/mm2). Keteguhan rekat internal menggambarkan kualitas ikatan antara partikel penyusun papan, dalam penelitian ini menggambarkan kualitas ikatan antara serat sisal. Perekatan antara sisal dengan isosianat pada papan sisal dengan pelapis formika terjadi kurang sempurna, disebabkan perekat isosianat lebih dulu
54
berikatan dengan formika dibandingkan dengan sisal. Hal ini terjadi karena formika merupakan bahan pelapis yang memiliki kesesuaian dengan isosianat yang lebih baik dibandingkan dengan sisal. Formika yang bersifat hidrofobik lebih sesuai dengan isosianat yang mempunyai polaritas rendah, dibandingkan dengan sisal yang bersifat hidrofilik. Jika dibandingkan dengan anyaman bambu atau vinir, formika memiliki kesesuaian dengan isosianat yang lebih baik, ditunjukkan dengan sudut kontak antara formika dengan isosianat yang lebih kecil. Dengan demikian nilai keteguhan rekat internal papan komposit sisal dengan pelapis formika pada penelitian ini adalah yang paling rendah di antara papan komposit sisal yang dilapis dengan vinir atau anyaman bambu.
Keteguhan Patah (Modulus of Rupture/MOR) Papan Keteguhan patah (MOR) merupakan indikator kekuatan papan menahan beban. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai MOR papan komposit dari sisal kontrol adalah antara 16,3 N/mm2 sampai 50,1 N/mm2. Papan dari sisal setelah diproses dengan ring flaker mempunyai kisaran nilai MOR sebesar 8,0 N/mm2 sampai 52,4 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat memiliki nilai MOR antara 48,7 N/mm2 sampai 52,4 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat memiliki nilai MOR antara 8,2 N/mm2 sampai 16,3 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai MOR antara 19,6 N/mm2 sampai 32,5 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki nilai MOR antara 25,8 N/mm2 sampai 35,5 N/mm2. Nilai MOR untuk masing-masing papan disajikan pada Gambar 31. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai MOR papan (Lampiran 28). Papan dengan nilai keteguhan patah terbaik dimiliki oleh papan sisal R1 dengan pelapis vinir kayu karet yang diuji pada arah sejajar serat, yaitu sebesar 52,4 N/mm2. Nilai MOR yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 8,0 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 13,0 N/mm2 untuk tipe 13 dan 18,0 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian hampir semua papan sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan minimal nilai MOR untuk papan partikel tipe 8.
55
K
Keteguhan Patah (N/mm 2)
60
R1
R2
R4
50 40
C
30 20
B 10
A
0 Polos
VSS
VTL
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : VSS = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat VTL = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat A = batas minimum keteguhan patah papan partikel tipe 8 JIS A 5908-2003 B = batas minimum keteguhan patah papan partikel berlapis vinir pada arah lebar C = batas minimum keteguhan patah papan partikel berlapis vinir pada arah panjang
Gambar 31. Histogram keteguhan patah papan sisal Nilai MOR papan pada penelitian ini sebanding dengan nilai MOR papan sisal menggunakan perekat MUF yang bernilai140 kg/cm2 (13,7 N/mm2) sampai 210 kg/cm2 (20,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), dan nilai MOR papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 84,73 kg/cm2 (8,31 N/mm2) sampai 179,98 kg/cm2 (17,65 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai MOR sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 174,12 kg/cm2 (17,08 N/mm2). Dengan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 29), papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, mempunyai nilai MOR sebesar 30,42 N/mm2, lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R1 (25,80 N/mm2), sisal R2 (22,97 N/mm2) atau sisal R4 (22,45 N/mm2). Perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker menghasilkan papan dengan nilai MOR yang lebih rendah dari papan sisal kontrol. Sisal kontrol menghasilkan papan dengan kekuatan yang lebih baik dibandingkan sisal setelah perlakuan mekanis dengan ring flaker. Berdasarkan hasil pengukuran slenderness ratio (SR), serat sisal kontrol memiliki nilai SR 84,98, lebih rendah namun tidak berbeda dengan sisal R1 (97,17), lebih tinggi dan
56
berbeda dibandingkan sisal R2 (71,79) atau sisal R4 (65,67). Serat sisal R2 dan sisal R4 yang diproses dengan ring flaker sebanyak 2 putaran dan 4 putaran telah terpotong menjadi serat yang lebih pendek, sehingga papan yang dihasilkan memiliki kekuatan yang lebih rendah dari sisal kontrol. Menurut Maloney (1993), geometri partikel berpengaruh pada sifat mekanis papan, peningkatan slenderness ratio akan diikuti dengan peningkatan kekuatan tekuk (bending) dan tekan (compressive) papan partikel sampai batas tertentu. Slenderness ratio ideal menurut Maloney (1993) adalah sebesar 150, namun secara umum, untuk mendapatkan sifat papan yang ideal juga perlu memperhatikan beberapa faktor lain, misalnya efisiensi penggunaan perekat. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan (Lampiran 30), papan komposit sisal dengan pelapis vinir dan diuji pada arah sejajar serat memiliki nilai keteguhan patah 50,70 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (30,15 N/mm2), lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis anyaman bambu (23,45 N/mm2). Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet meningkatkan sifat keteguhan patah papan, karena nilai keteguhan papan sisal tanpa pelapis adalah sebesar 11, 58 N/mm2. Nilai MOR yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 15,0 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah lebar contoh uji dan minimal 30,0 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah panjang contoh uji. Dengan demikian hanya papan komposit yang dilapis vinir dengan arah tegak lurus serat dalam penelitian ini yang belum memenuhi persyaratan minimal nilai MOR tersebut. Nilai MOR papan yang rendah disebabkan oleh nilai MOR vinir dengan arah tegak lurus serat yang rendah. Rendahnya nilai MOR vinir tersebut disebabkan oleh keberadaan retak kupas (lathe check). MOR vinir dengan arah tegak lurus serat adalah sebesar 3,52 N/mm2, sedangkan MOR vinir dengan arah sejajar serat adalah sebesar 87,07 N/mm2. Dengan demikian kekuatan vinir arah tegak lurus serat hanya 1/25 kali vinir arah sejajar serat. Penggunaan pelapis vinir dengan arah sejajar serat menghasilkan papan dengan rata-rata nilai MOR sebesar 50,70 N/mm2, berarti meningkatkan MOR sampai 4,38 kali lebih kuat dari papan tanpa pelapis. Papan dengan pelapis formika memiliki rata-rata MOR sebesar 30,15 N/mm2, berarti meningkatkan
57
MOR sampai 2,60 kali dari papan tanpa pelapis. Papan dengan pelapis anyaman bambu betung memiliki rata-rata MOR sebesar 23,45 N/mm2, berarti meningkatkan MOR sampai 2,03 kali dari papan tanpa pelapis. Namun vinir dengan arah sejajar serat tidak dapat meningkatkan kekuatan papan karena menghasilkan papan dengan MOR hanya sebesar 11,17 N/mm2, lebih kecil dari MOR papan tanpa pelapis yang sebesar 11,58 N/mm2. MOR papan sisal yang dilapis vinir dengan arah sejajar serat memiliki nilai MOR lebih baik dibandingkan papan sisal dengan pelapis formika, walaupun berdasarkan hasil pengujian, MOR formika lebih tinggi, yaitu sebesar 94,02 N/mm2 dibandingkan MOR vinir pada arah sejajar serat yang sebesar 87,07 N/mm2. Namun berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, MOR lembaran formika tidak berbeda dengan MOR vinir pada arah sejajar serat. Perbedaan kekuatan papan dilapis vinir dengan papan sisal dilapis formika disebabkan oleh perbedaan ketebalan bahan pelapis yang digunakan. Ketebalan vinir yang digunakan sebagai bahan pelapis adalah 2,22 mm sementara ketebalan formika hanya 0,76 mm. Rasio peningkatan kekuatan papan yang dihubungkan dengan tebal pelapis, menunjukkan bahwa penambahan vinir sebesar 44% dari tebal total papan, mampu meningkatkan kekuatan papan komposit sampai 338%. Sementara itu penggunaan pelapis formika dengan ketebalan hanya 15% dari tebal total papan, mampu meningkatkan kekuatan papan sampai 160%. Dengan demikian, jika ketebalan formika yang digunakan seimbang dengan ketebalan vinir, maka dapat dihasilkan papan dengan nilai MOR yang lebih tinggi. Selain dipengaruhi oleh ketebalan bahan pelapis, MOR papan juga dipengaruhi oleh sifat dari bahan pelapis. MOR papan dengan pelapis formika lebih rendah dari papan dengan pelapis vinir kayu karet disebabkan oleh sifat formika yang lebih getas (cepat patah) jika dibandingkan dengan vinir, ditunjukkan pada Gambar 32. Ketika papan sisal dengan pelapis formika pada permukaannya diberikan beban, kerusakan papan terjadi dengan cepat di bagian permukaan papan, yaitu pada pelapis formika. Sedangkan vinir pada permukaan papan sisal, dapat lebih lama menahan beban sebelum akhirnya rusak.
58
180
180
Max
A
160
140
140
120
120
100
100
Force(N)
Force(N)
160
80
B
80
60
60
40
40
20
20
Max
0
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
180
C
160
140
Force(N)
120
100
80
60 Max 40
20
0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3 3.5 Stroke(mm)
4
4.5
5
5.5
6
Gambar 32. Grafik deformasi vinir (A), formika (B) dan anyaman bambu (C) saat pengujian bending Anyaman bambu betung pada penelitian ini memiliki MOR yang lebih rendah yaitu 13,11 N/mm2, dibandingkan dengan vinir kayu karet (87,07 N/mm2) atau formika (94,02 N/mm2). Sifat keteguhan patah bahan pelapis mempengaruhi sifat keteguhan patah papan sisal yang dilapis. Papan dengan pelapis anyaman bambu pada penelitian ini memiliki nilai MOR 23,45 N/mm2 lebih rendah dari papan dengan pelapis formika (30,15 N/mm2) dan papan dengan pelapis vinir kayu karet dengan arah sejajar serat (50,70 N/mm2). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mensubtitusi vinir sebagai pelapis papan partikel dengan bahan lain. Sudijono dan Subyakto (2002) menggunakan bilah bambu tali dengan tebal 2 mm pada papan partikel dengan kerapatan 0,61 g/cm3, menggunakan perekat fenol formaldehida dengan kadar 5%. MOR dari papan tersebut adalah sebesar 232,8 kg/cm2 (22,8 N/mm2) pada arah panjang papan. Dibandingkan dengan MOR yang diperoleh dalam penelitian tersebut, maka papan sisal dengan pelapis vinir pada arah sejajar serat, papan sisal
59
dengan pelapis formika dan papan sisal dengan pelapis anyaman bambu betung menghasilkan MOR yang lebih baik. Modulus Elastisitas (MOE) Modulus elastisitas (MOE) merupakan salah satu parameter sifat mekanis bahan yang penting. MOE menunjukkan sifat kekakuan bahan sehingga semakin tinggi nilai MOE suatu bahan maka bahan tersebut semakin kaku. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai MOE papan komposit dari sisal kontrol berkisar antara 988 N/mm2 sampai 6614 N/mm2. Sedangkan nilai MOE papan yang terbuat dari sisal setelah diproses dalam ring flaker berkisar 657 N/mm2 sampai 6221 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat papan memiliki nilai MOE antara 5436 N/mm2 sampai 6614 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat memiliki nilai MOE antara 666 N/mm2 sampai 1045 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai MOE antara 2954 N/mm2 sampai 3700 N/mm2. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki nilai MOE antara 3080 N/mm2 sampai 4023 N/mm2. Nilai MOE untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 33. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis, jenis pelapis dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata pada nilai MOE papan komposit (Lampiran 31). Papan dengan nilai modulus elastisitas terbaik dimiliki oleh papan sisal kontrol dengan pelapis vinir kayu karet yaitu sebesar 6614 N/mm2. Nilai MOE yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 2000 N/mm2 untuk papan partikel tipe 8, 2500 N/mm2 untuk tipe 13 dan 3000 N/mm2 untuk tipe 18. Dengan demikian papan komposit sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini tidak dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE untuk papan partikel tipe 8.
60
K
Modulus Elastisitas (N/mm2)
7000
R1
R2
R4
6000 5000
C
4000 3000
B
2000
A
1000 0 Polos
VSS
VTL
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Keterangan : VSS = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah sejajar serat VTL = papan sisal dengan pelapis vinir diuji pada arah tegak lurus serat A = batas minimum modulus elastisitas papan partikel tipe 8 JIS A 5908-2003 B = batas minimum modulus elastisitas papan partikel berlapis vinir pada arah lebar C = batas minimum modulus elastisitas papan partikel berlapis vinir pada arah panjang
Gambar 33. Histogram modulus elastisitas papan sisal Menurut Munawar (2008), serat sisal mempunyai nilai tensile strength sebesar 375 ± 038 MPa dan modulus Young 9,1 ± 0,8 GPa. Papan yang dibuat dari sisal kontrol pada penelitian ini memiliki nilai MOE 3327 N/mm2, lebih rendah dari nilai modulus Young serat sisal. Menurut Maloney (1993), geometri partikel sangat mempengaruhi kualitas papan partikel yang dihasilkan, terutama sifat kekuatan tekuk (bending) papan. Slenderness ratio (SR) adalah panjang partikel dibandingkan dengan tebalnya. Semakin tinggi SR, maka partikel semakin ramping dan semakin mudah diatur untuk menghasilkan papan yang kuat. Ditinjau dari geometri bahan, sisal yang digunakan dalam pembuatan papan pada penelitian ini memiliki slenderness ratio (SR) lebih rendah dibandingkan dengan serat sisal yang diuji oleh Munawar, karena Munawar menguji modulus Young dari bundel serat yang panjangnya rata-rata lebih dari 300 mm, sedangkan sisal yang digunakan pada penelitian ini memiliki panjang lebih kurang 20 mm. Dengan demikian papan dari sisal kontrol pada penelitian ini memiliki MOE lebih rendah dibandingkan MOE serat sisal penyusunnya. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, mempunyai nilai MOE 3327 N/mm2, lebih
61
baik dan berbeda dengan papan dari sisal R4 (2992 N/mm2), berbeda dengan papan dari sisal R1 (2939 N/mm2), berbeda dengan papan dari sisal R2 (2690 N/mm2) (Lampiran 32). Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker terhadap serat sisal menurunkan nilai MOE papan sisal. Menurut Maloney (1993), geometri partikel berpengaruh pada sifat mekanis papan, peningkatan slenderness ratio akan diikuti dengan peningkatan kekuatan tekuk (bending) dan tekan (compressive) papan partikel sampai batas tertentu. Sisal R1 memiliki slenderness ratio (SR) sebesar 97,19, lebih tinggi dan tidak berbeda dengan SR sisal kontrol yang sebesar 84,98, lebih tinggi dan berbeda dengan SR sisal R2 yang sebesar 71,79 serta lebih tinggi dan berbeda dengan SR sisal R4 yang sebesar 65,67. Namun ternyata papan dari sisal kontrol atau papan dari sisal R4 memiliki MOE yang lebih baik dibandingkan dengan papan dari sisal R1. Hal tersebut disebabkan oleh geometri partikel pada sisal kontrol atau sisal R4 lebih yang paling seragam dibandingkan dengan geometri partikel sisal R1, ditunjukkan dengan deviasi slenderness ratio yang lebih kecil. Deviasi slenderness ratio sisal kontrol adalah 22,20, deviasi slenderness ratio sisal R4 adalah 27, 63, sedangkan deviasi slenderness ratio sisal R1 adalah 36,75. Nilai MOE papan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai MOE papan sisal menggunakan perekat MUF yang berkisar 13580 kg/cm2 (1331,7 N/mm2) sampai 19462 kg/cm2 (1908,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008a), dan nilai MOE papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 13023 kg/cm2 (1277,1 N/mm2) sampai 16831 kg/cm2 (1650,6 N/mm2) (Syamani et al. 2008b). Nilai MOE sisal dengan perekat 10% urea formaldehida, dilakukan oleh Munawar et al. (2004), adalah sebesar 21994 kg/cm2 (2156,9 N/mm2). MOE
merupakan
ukuran
ketahanan
terhadap
pemanjangan
atau
pemendekan suatu bahan karena tarikan atau tekanan (Damanik 2005) Dengan nilai MOE papan sisal yang rendah, pembebanan pada papan sisal menyebabkan papan melengkung atau terjadi deformasi namun dengan nilai MOR yang cukup tinggi (30,42 N/mm2), papan sisal masih dapat digunakan untuk keperluan menahan beban, sampai batas tertentu.
62
Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit sisal dengan pelapis vinir kayu karet yang diuji pada arah sejajar serat sejajar memiliki nilai MOE 6022 N/mm2, lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (3643 N/mm2), serta lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis anyaman bambu (3354 N/mm2). (Lampiran 33). Pelapisan terhadap papan sisal mampu meningkatkan nilai modulus elastisitas papan, karena nilai MOE papan sisal tanpa pelapis adalah sebesar 1074 N/mm2. Nilai MOE yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 2800 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah lebar contoh uji dan 4000 N/mm2 untuk papan partikel dilapis vinir, diuji pada arah panjang contoh uji. Dengan demikian papan sisal dilapis vinir dengan arah sejajar serat, papan sisal dilapis anyaman bambu dan papan sisal dilapis formika dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE yang ditetapkan JIS A 5908. Namun papan sisal dilapis vinir dengan arah tegak lurus serat dalam penelitian ini belum dapat memenuhi persyaratan minimal nilai MOE. Nilai MOE bahan pelapis memberikan kontribusi terhadap nilai MOE papan sisal dengan pelapis. Vinir yang diuji pada arah sejajar serat mempunyai nilai MOE tertinggi (7360 N/mm2) dibandingkan dengan bahan pelapis lain yang digunakan dalam penelitian ini, formika (4263 N/mm2), anyaman bambu betung (303 N/mm2) dan vinir yang diuji pada arah tegak lurus serat (89 N/mm2). Penggunaan pelapis vinir dengan arah serat sejajar contoh uji meningkatkan MOE sampai 5,61 kali lebih kaku dari papan tanpa lapisan, formika 3,39 kali, dan anyaman bambu betung 3,12 kali Namun vinir dengan arah serat tegak lurus contoh uji papan tidak dapat meningkatkan kekakuan papan (0,78 kali).
Kuat Pegang Sekrup Nilai kuat pegang sekrup (KPS) menunjukkan kemampuan papan menahan sekrup yang dinyatakan dengan besarnya gaya maksimal yang dibutuhkan untuk mencabut sekrup dari papan. Hasil pengujian menunjukan bahwa nilai kuat pegang sekrup papan komposit dari sisal kontrol antara 445 N sampai 529 N. Sedangkan kuat pegang sekrup papan yang dibuat dari sisal setelah perlakuan
63
mekanis menggunakan ring flaker antara 160 N sampai 446 N. Nilai kuat pegang sekrup untuk masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 34. K
R2
R4 veneered PP
R1
500 400
Tipe 8
Kuat Pegang Sekrup (N)
600
300 200 100 0 Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Gambar 34. Histogram kuat pegang sekrup papan sisal Berdasarkan analisis ragam, perlakuan mekanis dan jenis pelapis berpengaruh terhadap nilai KPS papan, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai KPS papan komposit (Lampiran 34). Papan dengan nilai kuat pegang sekrup terbaik dimiliki oleh papan dari sisal kontrol tanpa pelapis dengan nilai kuat pegang sekrup sebesar 529 N. Nilai KPS yang disyaratkan dalam JIS A 5908 adalah minimal 300 N untuk papan partikel tipe 8, 400 N untuk tipe 13 dan 500 N untuk tipe 18, untuk papan dengan ketebalan lebih dari 15 mm. Target ketebalan papan pada penelitian ini adalah sebesar 10 mm, namun semua papan komposit sisal tanpa pelapis dalam penelitian ini dapat memenuhi persyaratan minimal nilai KPS untuk papan partikel tipe 8. Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit yang dibuat dari serat sisal kontrol, memiliki nilai KPS rata-rata sebesar 476 N/mm2, lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R1 (356 N), lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R2 (310 N/mm2) serta lebih baik dan berbeda dengan papan dari sisal R4 (272 N) (Lampiran 35). Dengan demikian perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker menurunkan nilai KPS papan sisal.
64
Kemampuan papan menahan sekrup yang dicabut dipengaruhi oleh geometri partikel penyusun papan. Walaupun slenderness ratio sisal kontrol (84,98)lebih rendah dari slenderness ratio sisal R1 (97,19), sisal kontrol memiliki geometri partikel yang lebih seragam, sehingga kontak antar partikel terjadi lebih efisien dan papan yang dihasilkan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menahan sekrup dibandingkan dengan papan dari sisal R1. Nilai KPS papan pada penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan nilai KPS papan sisal menggunakan perekat PF, UF atau MUF yang berkisar 31 kgf (304 N) (Syamani et al. 2008a), dan nilai KPS papan sisal setelah perlakuan penguapan dengan perekat UF atau MF, yang berkisar 23,47 kgf (230,2 N) sampai 41,11 kg (403,2 N) (Syamani et al. 2008b). Berdasarkan uji lanjut perbandingan berganda Duncan, papan komposit dengan pelapis anyaman bambu memiliki nilai kuat pegang sekrup 416 N, lebih baik dan tidak berbeda dari papan tanpa pelapis (378 N), lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis vinir (359N) serta lebih baik dan berbeda dari papan dengan pelapis formika (259 N) (Lampiran 36). Nilai KPS yang disyaratkan dalam JIS A 5908 untuk papan partikel berlapis vinir dengan ketebalan papan minimal 15 mm adalah minimal 500 N. Dengan demikian semua papan sisal berlapis dalam penelitian ini tidak dapat memenuhi persyaratan minimal nilai KPS untuk papan partikel berlapis vinir. Hal tersebut disebabkan karena target ketebalan papan pada penelitian ini hanya sebesar 10 mm. Pada papan yang dibuat dari sisal kontrol, pelapisan justru menurunkan nilai KPS papan. Meskipun dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan profil kerapatan papan pada arah tebal papan, namun seperti yang dikemukakan oleh Haygreen dan Bowyer (1996), kerapatan tertinggi pada papan partikel adalah pada bagian dekat permukaan papan. Pembuatan papan komposit menggunakan kempa panas, di mana panas dari plat kempa merambat masuk ke dalam papan dari permukaan menuju bagian tengah papan. Karena itu bagian permukaan yang lebih dulu mengalami pemanasan, akan lebih dulu mengalami plastisasi, diikuti dengan proses densifikasi, yang menyebabkan kerapatan pada permukaan papan lebih tinggi (Maloney 1993). Pada papan sisal tanpa pelapis, bagian dekat permukaan,
65
seluruhnya adalah sisal yang mengalami proses pengempaan suhu tinggi. Hal tersebut menyebabkan papan tanpa pelapis dapat lebih kuat menahan sekrup yang dicabut. Pelapis formika justru menurunkan nilai kuat pegang sekrup papan yang dibuat dalam penelitian ini. Walaupun formika memiliki nilai MOE dan MOR yang tinggi, namun ternyata pelapisan menggunakan formika tidak dapat meningkatkan nilai KPS papan sisal. Formika yang digunakan sebagai bahan pelapis papan sisal memiliki sifat getas, mudah patah. Selain bersifat getas, tebal formika yang hanya 0,76 mm tidak cukup kuat untuk menahan sekrup yang dicabut. Kuat pegang sekrup papan adalah sifat yang perlu diperhatikan dalam pengerjaan papan jika ingin menggunakan papan partikel dalam perabotan atau lemari yang membutuhkan sekrup sebagai pengencang (fastening) sambungan.
Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis Papan Hasil analisis sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sifat di antara papan yang dibuat dari geometri serat, dan jenis pelapis yang berbeda. Tidak ada papan yang memiliki semua sifat terbaik dari parameter yang diuji. Maka untuk mempermudah melihat perbandingan kualitas dari setiap jenis papan, dilakukan perangkingan terhadap parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji. Perbandingan sifat dari setiap jenis papan disajikan dalam Tabel 5. Sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5, semua jenis papan tanpa pelapis memenuhi 5 parameter yang ditetapkan dalam JIS A 5908 yaitu kerapatan, kadar air, keteguhan rekat internal (internal bond), keteguhan patah dan kuat pegang sekrup. Tidak ada satupun papan tanpa pelapis yang memenuhi standar JIS dalam hal pengembangan tebal dan MOE. Papan tanpa pelapis dengan sifat fisis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal R2 sedangkan sifat mekanis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal kontrol. Semua jenis papan dengan pelapis memenuhi 3 parameter yang ditetapkan dalam JIS A 5908 yaitu kerapatan, kadar air dan keteguhan rekat internal (internal bond). Sisal R4 yang dilapis dengan vinir, anyaman bambu atau formika dapat
66
memenuhi standar JIS untuk nilai pengembangan tebal, yaitu maksimal 12%. Standar nilai pengembangan tebal juga dapat dipenuhi oleh papan sisal R2 yang dilapis dengan vinir. Pelapis vinir ternyata mampu meningkatkan MOE papan dari semua jenis serat yang diteliti. Namun tidak ada satupun papan dengan pelapis yang memenuhi standar JIS dalam hal kuat pegang sekrup. Papan dengan pelapis yang memiliki sifat fisis terbaik ditunjukkan oleh papan yang terbuat dari sisal R4 dilapis vinir. Pelapis vinir menghasilkan papan sisal dengan sifat pengembangan tebal, keteguhan rekat, MOE dan MOR terbaik. Pelapis anyaman bambu menghasilkan papan sisal dengan sifat kuat pegang sekrup terbaik. Secara keseluruhan, perangkingan dilakukan terhadap 4 sifat fisis dan 4 sifat mekanis untuk menjaga kesetaraan. Berdasarkan hasil perangkingan ternyata papan yang terbuat dari sisal R1dengan pelapis vinir kayu karet adalah yang terbaik.
3
57 5
14
11
83
Sisal Kontrol Lapis Lapis vinir bambu 0,68* 0,68* 10,5* 10,6* 20,01 39,09 10 15 57,15 79,82 10 15 6,74 13,58 10 14 19,09 24,31 11 14 0,34* 0,32* 8 9 50,1* 32,5* 3 6 6614* 3700 1 8 445 484 4 2 5 4
97
Tanpa lapis 0,66* 11,9* 88,65 16 112,59 16 36,30 16 47,44 16 0,40* 6 17,6* 13 1606 13 529* 1 5
10
76
Lapis formika 0,66* 7,5* 24,74 12 76,84 14 10,23 12 22,12 13 0,32* 9 35,5* 5 3729 7 445 4 4
12
87
Tanpa lapis 0,62* 11,6* 19,19 9 63,51 11 10,44 13 25,45 15 0,44* 4 12,7* 14 1247 14 357* 7 5
1
23 7
59
Sisal R1 Lapis Lapis vinir bambu 0,65* 0,63* 11,4* 11,5* 14,97 16,7 2 3 6 34,15 56,4 8 1 9 3,40 6,0 9 1 7 13,08 18,2 4 6 10 0,47* 0,44* 3 4 52,4* 20,9 1 10 6221* 310 1 2 10 359 44 6 6 3 5 3
4
56
Lapis formika 0,65* 8,9* 15,63 4 42,78 3 4,90 4 15,54 7 0,39* 7 31,5* 7 3080 11 260 13 4
13
92
Tanpa lapis 0,59* 11,5* 29,10 13 67,28 12 9,63 11 16,18 8 0,34* 8 8,0* 15 657 16 313* 9 5
2
25
8
61
Sisal R2 Lapis Lapis vinir bambu 0,65* 0,64* 11,0* 11,2* 13,71 16,51 1 5 42,73 47,68 2 5 4,14 6,26 3 9 10,87* 17,09 4 9 0,58* 0,43* 1 5 51,5* 20,8 2 11 5436* 2954 4 12 333 420 8 5 6 3
6
58
Lapis formika 0,62* 9,4* 14,52 2 43,48 4 6,25 8 12,14 5 0,31* 10 25,8 9 3739 6 172 14 3
15
107
Tanpa Lapis 0,60* 11,5* 34,17 14 70,24 13 17,45 15 19,22 12 0,20* 12 8,0* 15 788 15 311* 11 5
3
37
61 8
9
Lapis formika 0,62* 9,2* 18,06 8 50,10 7 5,37 5 9,23* 2 0,30* 11 27,7 8 4023* 5 160 15 5 65
Sisal R4 Lapis Lapis vinir bambu 0,64* 0,59* 11,0* 10,8 17,89 20,77 7 11 49,95 53,55 6 8 3,80 5,40 2 6 8,43* 10,44* 1 3 0,50* 0,40* 2 6 48,7* 19,6 4 12 5816* 3661 3 9 300 315 12 10 6 3
Keterangan : Parameter yang dicetak miring disyaratkan dalam JIS A 5908 2003, * memenuhi standar JIS A 5908-2003 Kisaran rangking 1-16 (paling baik = 1, paling buruk = 16), Pelapis vinir yang diperbandingkan adalah vinir dgn arah serat sejajar panjang Standar MOE (min 4000 N/mm 2) dan MOR (min 30 N/mm2 ) menggunakan standar pada arah panjang papan Papan tanpa pelapis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 tipe 8, Papan dengan pelapis mengacu pada standar JIS A 5908-2003 veneered particleboard
Kerapatan (g/cm ) Kadar air (%) DSA 2 jam (%) rangking DSA 24 jam (%) rangking TS 2 jam (%) rangking TS 24 jam (%) rangking 2 IB (N/mm ) rangking MOR (N/mm2) rangking MOE (N/mm2) rangking KPS (N) rangking Jmh parameter yg memenuhi standar Total nilai hasil rangking Peringkat
Parameter
Tabel 5. Perbandingan sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal dengan pelapis berdasarkan JIS A 5908-2003
67
68
Ketahanan Papan Sisal terhadap Serangan Rayap Coptotermes gestroi Hasil pengamatan terhadap kehilangan berat papan sisal akibat serangan rayap menunjukkan bahwa di antara papan sisal, papan sisal dengan pelapis anyaman bambu mengalami kehilangan berat paling tinggi dibandingkan papan sisal dengan pelapis vinir, formika atau tanpa pelapis. Nilai kehilangan berat masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 35.
Kehilangan Berat (%)
12 10 8 6 4 2 0
Polos
Vinir
Bambu
Formika
Jenis Pelapis
Gambar 35. Histogram presentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap Coptotermes gestroi Menurut
Weaver dan Owen (1992), salah satu kelebihan penggunaan
isosianat adalah meningkatkan ketahanan kayu terhadap deteriorasi akibat faktor biologis. Berdasarkan analisis ragam, jenis pelapis tidak berpengaruh pada nilai kehilangan berat papan akibat serangan rayap (Lampiran 37). Pengamatan secara visual memperlihatkan bahwa rayap lebih dulu menyerang melalui bidang tebal papan. Proses pembuatan papan komposit menggunakan pengempaan panas, telah lebih dulu menyebabkan terjadi pemadatan di bagian permukaan papan dibandingkan bagian tengah papan. Dengan demikian bagian tengah papan memiliki kerapatan yang lebih rendah dibandingkan bagian permukaan papan sehingga rayap lebih menyukai untuk menyerang mulai dari bagian tengah papan. Serangan rayap terhadap papan sisal dengan bahan pelapis pada permukaan atas dan bawah papan, juga lebih dulu terjadi pada bagian tengah papan. Telah
69
menjadi pengetahuan umum bahwa rayap menyerang kayu untuk mengkonsumsi selulosa. Menurut Mohanty AK, et al. dalam Mishra S, et al. (2004), kadar selulosa dalam serat sisal berkisar antara 67-78%, sedangkan kadar selulosa dalam bambu betung sekitar 52,9% (Gusmailina dan Sukmadiwangsa dalam Krisdianto et al. 2000). Karena itu rayap lebih dulu menyerang sisal pada bagian tengah papan, kemudian juga menyerang anyaman bambu betung yang merupakan bahan pelapis papan sisal. Bambu memiliki keawetan yang sangat rendah, mudah diserang mikroorganisme dan serangga, bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdianto et al. 2000). Tidak berbeda dengan bambu betung, walaupun kayu karet termasuk kelas kuat II – III namun kayu karet memiliki kelas awet rendah (kelas awet V) sehingga perlu usaha untuk memperpanjang umur pemakaiannya (Burgess 1966 dalam Martawijaya 1972). Dengan demikian anyaman bambu betung atau vinir kayu karet yang digunakan sebagai pelapis pada papan sisal memiliki ketahanan yang relatif sama terhadap serangan rayap Coptotermes gestroi. Pelapis formika merupakan beberapa lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin dan dilapis melamin (Wikipedia 2008). Lapisan melamin dan kerapatan formika yang tinggi menyebabkan rayap enggan untuk mengkonsumsi formika. Formika merupakan bahan pelapis yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan vinir kayu karet atau anyaman bambu betung, sehingga serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis formika lebih rendah dibandingkan pada papan dengan bahan pelapis lainnya, walaupun dengan analisis ragam, jenis pelapis tidak berpengaruh pada ketahanan papan terhadap serangan rayap. Kandungan sisal pada papan sisal dengan pelapis formika lebih banyak dibandingkan dengan papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung. Serangan rayap terutama terjadi di bagian tengah papan, yaitu bagian yang mengandung sisal. Rayap menyerang bagian tengah papan dengan membuat lubang dan masuk sampai ke bagian dalam papan. Perilaku ini merupakan perwujudan dari karakteristik rayap yang bersifat kriptobiotik yaitu sifat rayap yang cenderung menyembunyikan diri dan menghindari cahaya
70
(Prasetiyo dan Yusuf 2005). Gambar 36 memperlihatkan serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir kayu karet, anyaman bambu betung atau formika.
A
B
C
Gambar 36. Serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir (A), formika (B), anyaman bambu betung (C) Ketahanan papan komposit sisal terhadap serangan rayap juga dianalisis dengan mengamati tingkat mortalitas rayap selama 3 minggu. Tingkat mortalitas kumulatif rayap pada setiap jenis papan pada setiap minggu pengamatan disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan analisis ragam, jenis bahan pelapis memberikan pengaruh yang nyata pada presentase mortalitas rayap (Lampiran 38). Dengan uji lanjut Duncan, diketahui bahwa mortalitas rayap pada papan sisal dengan pelapis formika adalah yang paling tinggi berbeda dengan mortalitas rayap pada papan sisal dengan pelapis vinir atau anyaman bambu (Lampiran 39). Grafik tingkat mortalitas rayap pada masing-masing jenis papan disajikan pada Gambar 37. Tabel 6. Mortalitas rayap (%) pada pengamatan minggu I-III Jenis papan Tanpa pelapis Dengan pelapis vinir Dengan pelapis anyaman bambu Dengan pelapis formika
mortalitas rayap (%) minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 15.78 28.44 48.22 17.56 31.33 47.33 15.33 31.11 47.33 27.78 42.00 71.78
71
Polos
Vinir
Bambu
Formika
80
Mortalitas (%)
70 60 50 40 30 20 10 0
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Pengamatan
Gambar 37. Grafik tingkat mortalitas rayap (%) pada setiap minggu pengamatan Dari data dan gambar terlihat bahwa papan sisal dengan pelapis formika memiliki tingkat mortalitas rayap tertinggi mulai dari minggu pertama sampai minggu ke-3 pengamatan. Formika terdiri dari beberapa lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin, yang bagian atasnya dilindungi melamine, kemudian ditekan dan dimatangkan dengan menggunakan panas sehingga menghasilkan permukaan yang keras (Wikipedia 2008). Karakteristik formika yang keras dan padat tidak disukai oleh rayap. Dengan sumber makanan yang terbatas, ada kemungkinan
rayap
yang
kuat
memakan
rayap
yang
lemah
untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Menurut Rismayadi dan Arinana (2007), pada kondisi sumber makanan yang terbatas dan tidak berimbang dengan kebutuhan nutrisi koloni rayap, maka rayap kerap berperilaku kanibal pada anggota koloninya yang tidak produktif. Pengamatan terhadap kehilangan berat papan akibat serangan rayap menunjukkan bahwa papan sisal dengan pelapis formika mengalami kehilangan berat yang paling sedikit. Dengan demikian tingginya mortalitas rayap pada contoh uji papan dengan pelapis formika menyebabkan rendahnya kehilangan berat papan karena sedikitnya rayap yang melakukan aktifitas makan.