HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen Kultur starter koumiss yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bakteri Lc. lactis D-01, Lb. acidophilus Y-01 dan khamir S. cereviceae. Bakteri patogen yang digunakan berupa S. Typhimurium ATCC 14028 dan M. tuberculosis H37RV. Pemeriksaan kultur starter koumiss bertujuan untuk mempelajari karakteristik dinding sel (pewarnaan Gram), morfologi (bentuk dan susunan), sifat katalase dan keberadaan kontaminasi dengan mikroorganisme lain yang tidak diinginkan. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kultur starter koumiss dan bakteri patogen memiliki koloni yang homogen dan menunjukkan kesesuaian karakteristik morfologi dari masing-masing bakteri dan khamir serta tidak terdapat kontaminasi. Bakteri Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 berdasarkan pewarnaan Gram termasuk ke dalam kelompok bakteri asam laktat Gram positif, sesuai dengan Chandan et al. (2008) dan Holt et al. (1994) yang menyatakan bahwa bakteri Lc. lactis dan Lb. acidophilus tergolong ke dalam bakteri Gram positif. Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 tergolong ke dalam bakteri Gram positif karena dapat mempertahankan warna ungu dari kristal violet setelah diberikan pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal dari pada bakteri Gram negatif, sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel. Dinding sel bakteri Gram positif terdiri atas lapisan peptidoglikan 90% dengan ketebalan 18-80 nm dan lapisan tipis yakni asam teikoat 10% yang merupakan polimer dari ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N asetilglukosamin sehingga mampu menyerap warna ungu lugol dan tetap mempertahankan warna tersebut ketika dicuci dengan alkohol (Fardiaz, 1992). Bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 termasuk ke dalam kelompok Gram negatif karena tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga menyerap pewarna tandingan safranin. Bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95%, komponen lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori sel mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak bewarna tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sebagai pewarna tandingan sehingga akan tampak berwarna merah (Pelczar 30
dan Chan, 2007). Karakteristik kultur starter koumiss dan bakteri patogen disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen Mikroorganisme
Pewarnaan
Morfologi
Sifat katalase
Keberadaan kontaminan
Gram positif
bulat, berantai, pendek
negatif
tidak ada, koloni homogen
Gram positif
batang, berantai, pendek
negatif
tidak ada, koloni homogen
-
Oval tunggal
td
tidak ada, koloni homogen
Gram negatif
batang, tunggal, berkoloni
positif
tidak ada, koloni homogen
td
tidak ada, koloni homogen
Lc. lactis D-01
Lb. acidophilus Y-01
Sc. Cereviceae
S. Typhimurium ATCC 14028
M. tuberculosis H37RV
Ziehl-Neelsen
batang bengkok, berkoloni
keterangan: td = tidak diuji
31
Dinding sel bakteri Gram negatif terdiri atas peptidoglikan dengan ukuran 10-15 nm sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri Gram negatif ini dikelilingi membran luar yang terpisah dengan suatu ruang periplasmik yang terdiri atas bagian dalam fosfolipid dan bagian luar lipopolisakarida (Fardiaz, 1992). Morfologi kultur starter koumiss berupa Lc. lactis D-01 menunjukkan bahwa bakteri ini berbentuk bulat, berantai pendek sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yang menjelaskan bahwa Lc. lactis termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek. Lb. acidophilus Y-01 berbentuk batang berantai pendek. Khamir Sc. cereviceae berbentuk oval dan tunggal, sesuai dengan Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa Sc. cereviceae memiliki bentuk oval dengan serta memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan bakteri. Morfologi bakteri S. Typhimurium ATCC 14028 mempunyai bentuk batang pendek dan berkoloni sesuai dengan Holt et al. (1994) bahwa S. Typhimurium merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek, Gram negatif, anaerob fakultatif dan memiliki flagela peritrikat. Pemeriksaan untuk bakteri M. tuberculosis H37RV berbeda dengan pemeriksaan starter koumiss dan S. Typhimurium ATCC 14028 yaitu menggunakan
pewarnaan
Ziehl-Neelsen.
Pewarnaan
ini
khusus
untuk
mengidentifikasi bakteri yang tahan asam. M. tuberculosis H37RV memiliki bentuk batang bengkok dan berkoloni, sesuai pernyataan Brooks et al. (2005) bahwa M. tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak bengkok. Kultur starter bakteri asam laktat koumiss berupa Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 memiliki sifat katalase negatif karena tidak melepaskan O2. Buckle et al. (2007) menyatakan bahwa Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01 termasuk ke dalam katalase negatif yang berarti bakteri tersebut memiliki enzim peroksidase yang dapat mencegah produksi gas O2. Bakteri patogen S. Typhimurium ATCC 14028 tergolong ke dalam katalase positif karena dapat melepaskan O2 sesuai dengan Surono (2004). Viabilitas Kultur Starter Koumiss dan Bakteri Patogen Kultur starter BAL, Lb. acidophilus Y-01 mempunyai populasi 1,16 × 108 cfu/ml, Lc. lactis D-01 sebanyak 2,21 × 108 cfu/ml dan khamir Sc. cereviceae 1,42 × 109 cfu/ml. Populasi BAL telah memenuhi standar jumlah minimal yang dibutuhkan dalam pembuatan susu fermentasi yaitu sebesar 108 cfu/ml (Makinen dan
32
Bigret, 1998). Populasi khamir sepuluh kali lebih banyak dari BAL, sehingga penggunaannya sebagai kultur starter harus diencerkan terlebih dahulu. Populasi S. Typhimurium ATCC 14028 dan M. tuberculosis H37RV sebesar 108 cfu/ml sesuai dengan standar 0,5 Mc. Farland (NCCLS,1991) untuk pengujian Aktivitas antimikroba. Karakteristik Koumiss Karakteristik Fisik Koumiss Bahan utama pembuatan koumiss adalah susu kuda yang memiliki karakteristik bewarna putih kebiruan, konsistensi cair dan rasa yang manis. Susu kuda menurut SNI 01-6054-1999 memiliki karakteristik berwarna putih kebiruan, beraroma khas dan berasa manis. Seydim et al. (2010) juga menyatakan bahwa susu kuda memiliki konsistensi cair, berwarna putih dan mengandung laktosa tinggi sehingga lebih manis bila dibandingkan dengan susu sapi atau susu kambing. Koumiss yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik berwarna putih, agak kental, dengan sedikit gelembung gas CO2 hasil fermentasi dari khamir. Koumiss juga memiliki rasa yang manis dan agak asam. Koumiss tetap memiliki rasa manis walaupun agak asam yang berasal dari hasil metabolisme bakteri asam laktat. Enzim β-galactosidase, glycolase dan lactate dehydrogenase yang diproduksi oleh kultur starter BAL akan mengubah laktosa menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan pH dan menyebabkan susu menjadi asam (Surono, 2004). Nilai pH dan TAT Koumiss Susu kuda pasteurisasi mengalami penurunan pH dan peningkatan TAT selama proses fermentasi. Penurunan pH dan peningkatan TAT terjadi karena akumulasi asam organik hasil metabolisme BAL. Penurunan pH disertai peningkatan TAT terjadi pada koumiss segar (H0) hingga hari ke-4 (H4) penyimpanan. Asam organik yang dihasilkan akan semakin tinggi karena laktosa terus dipecah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat (L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01) yang terkandung di dalam koumiss. Asam laktat adalah produk akhir dari fermentasi karbohidrat oleh Lactobacillus sp. Pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen terhambat akibat pH yang rendah dan konsentrasi asam organik yang tinggi (Cintas et al., 2001).
33
Penurunan pH tidak terlalu tinggi karena koumiss disimpan pada suhu 4 oC. Lee dan Wong (1998) menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat produksi asam hasil metabolisme dari bakteri asam laktat sehingga mencegah produk susu fermentasi menjadi terlalu masam. Nilai pH dan TAT disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai pH dan TAT Koumiss dengan berbagai Lama Penyimpanan pada Suhu 4 oC Lama Penyimpanan
pH
TAT (% asam laktat)
H0
3,97 ± 0,004
1,17 ± 0,089
H2
3,92 ± 0,028
1,34 ± 0,166
H4
3,84 ± 0,005
1,73 ± 0,102
H6
3,88 ± 0,011
2,06 ± 0,083
H8
3,87 ± 0,004
1,77 ± 0,032
Susu kuda pasteurisasi
6,29 ± 0,014
0,35 ± 0,035
Keterangan: H0 = koumiss segar; H2 = koumiss disimpan selama dua hari; H4 = koumiss disimpan selama empat hari; H6 = koumiss disimpan selama enam hari; H8 = koumiss disimpan selama delapan hari
Nilai TAT pada koumiss pada berbagai lama penyimpanan yang diperoleh pada penelitian ini (Tabel 6), masih memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-29811992 (1992) untuk susu fermentasi yaitu sebesar 0,5%-2%. TAT semakin meningkat dengan penyimpanan yang semakin lama hingga hari ke-6 (H6). Peningkatan pH diikuti dengan penurunan TAT terjadi pada koumiss penyimpanan hari ke-8 (H8). Khamir tumbuh pada pH rendah dengan pertumbuhan bakteri yang terhambat. Khamir tumbuh pada pH 2,5-8,5 dengan
pH optimum
tumbuh 4-5 (Fardiaz, 1992). Aktivitas khamir dalam susu fermentasi menghasilkan senyawa metabolit berupa alkohol, diasetil dan CO2 yang bersifat basa (Surono, 2004). Hal ini berakibat pada penurunan persentase asam laktat disertai dengan peningkatan pH. Karakteristik Mikrobiologis Koumiss Karakteristik mikrobiologis koumiss yang diamati pada penelitian ini berupa total koliform, total mikroorganisme (TPC), total bakteri asam laktat dan total
34
khamir. Pengamatan dilakukan pada susu kuda segar, susu kuda pasteurisasi, kultur starter koumiss dan koumiss dengan berbagai lama penyimpanan. Perubahan karakteristik mikrobiologis susu kuda segar, susu kuda pasteurisasi dan koumiss segar, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Karakteristik Mikrobiologis Susu Kuda Segar, Susu Kuda Pasteurisasi dan Koumiss Segar Produk
TPC
Koliform
BAL
Khamir
----------------------------(Log10 cfu/ml)-------------------Susu kuda segar
6,27
>3
SNI Susu Segar 01-3141-1992
6
1,3
Susu kuda pasteurisasi LTLT
6,12
>3
SNI Susu Pasteurisasi 01-3951-1995
4,48
1
Koumiss segar
9,67
<1
Min 7
1
Susu fermentasi 2981:2009
6,30
6,64
6,03
6,01
10,13
9,72
Keterangan: TPC = Total Plate Count, BAL = Bakteri Asam Laktat
Karakteristik mikrobiologis susu kuda segar yang diamati, memiliki TPC 6,27 log10 cfu/ml, koliform > 3 log10 cfu/ml, BAL 6,30 log10 cfu/ml dan khamir 6,64 log10 cfu/ml; belum sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 01-3141-1992 untuk TPC yaitu sebesar 6 log10 cfu/ml dan total koliform sebesar 1,3 log10 cfu/ml. Total koliform yang merupakan indikator sanitasi penanganan susu, kondisi pemerahan dan pengelolaan yang kurang higienis; dapat meningkatkan pencemaran bakteri koliform ke dalam susu. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penanganan susu kuda segar oleh peternak kurang dikelola dengan baik sehingga pencemaran koliform ditemukan masih tinggi. Salah satu bentuk penanganan susu adalah dengan pemanasan (pasteurisasi). Pemanasan dapat memberi daya tahan yang lebih lama terhadap susu dan menjamin kelayakan untuk dikonsumsi. Karakteristik mikrobiologis susu kuda pasteurisasi yaitu memiliki TPC 6,12 log10 cfu/ml, koliform > 3 log10 cfu/ml, BAL 6,03 log10 cfu/ml dan khamir 6,01 log10 cfu/ml. Nilai-nilai karakteristik mikrobiologis ini 35
mengalami penurunan jika dibandingkan dengan susu kuda segar, sehingga tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia 01-3951-1995 (1995). Standar Nasional Indonesia 01-3951-1995 (1995) menyatakan bahwa TPC susu pasteurisasi seharusnya mengalami penurunan dari 2 log10 cfu/ml menjadi 4,48 log10 cfu/ml. Total koliform susu kuda pasteurisasi mengalami penurunan setelah dipasteurisasi, tetapi belum memenuhi standar yang seharusnya turun menjadi 1 log10 cfu/ml, sehingga perlakuan pasteurisasi LTLT (Low Temperature Low Time) belum mampu untuk menekan jumlah bakteri koliform dan bakteri perusak lain. Karakteristik mikrobiologis koumiss segar pada penelitian ini memiliki TPC 9,67 log10 cfu/ml, koliform > 1 log10 cfu/ml, BAL 10,13 log10 cfu/ml dan khamir 9,72 log10 cfu/ml; masih sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 2981:2009 (2009). Standar Nasional Indonesia 2981:2009 (2009) menyatakan bahwa koumiss segar memiliki minimal total kultur starter 7 log10 cfu/ml dan total koliform 1 log10 cfu/ml. Penurunan total koliform terjadi karena koliform tidak dapat bertahan hidup pada koumiss dengan pH rendah. Wood (1999) menyatakan bahwa penurunan jumlah koliform pada produk susu asam disebabkan penurunan pH akibat produksi asam laktat. Akumulasi asam laktat dan asetat hasil metabolisme laktosa dari kultur starter dapat merusak sel-sel bakteri koliform karena proses pengasaman sitoplasma oleh difusi asam-asam terdisosiasi. Jumlah BAL dan khamir koumiss segar yang teridentifikasi pada penelitian ini melebihi standar TPC, karena media yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan media tumbuh selektif pada masing-masing bakteri dan khamir. BAL dapat tumbuh banyak pada media MRSA (de Man Rogosa Sharpe Agar) dan khamir pada media PDA (Potato Dextrose Agar), tetapi tumbuh sedikit pada media PCA (Plate Count Agar). Jumlah koloni BAL semakin menurun hingga penyimpanan hari ke-4 (H4) dan meningkat pada penyimpanan hari ke-6 (H6) dan hari ke-8 (H8). Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 11. Penurunan koloni disebabkan penurunan pH hingga 3,84 ± 0,005 (Tabel 6) yang menghambat pertumbuhan BAL. Surono (2004) menyatakan bahwa sejumlah besar asam laktat dalam bentuk tidak terdisosiasi akan menjadi racun bagi banyak bakteri, khususnya bakteri asam laktat; pada pH rendah. Koumiss mengandung BAL (Lc. lactis D-01 dan Lb. acidophilus Y-01) yang memiliki tingkat toleransi terhadap asam laktat yang berbeda. Bakteri Lc. lactis
36
lebih cepat menghasilkan asam laktat, namun akan mati akibat asam tersebut. Kondisi asam yang tinggi masih dapat ditoleransi oleh Lb. acidophilus sehingga bakteri tetap hidup. Lb. acidophilus tidak dapat bertahan lama karena akumulasi asam laktat yang semakin tinggi dan berakibat pada kematian bakteri tersebut (Wijaningsih, 2008).
Jumlah Koloni Log 10 cfu/ml
14 12,00
12
11,50
10,13
10
8,92
8
8,01
6 4 2 0 0
2
4
6
8
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 11. Pertumbuhan Koloni BAL ( Berbagai Lama Penyimpanan
) di dalam Koumiss pada
Jumlah koloni khamir semakin menurun hingga penyimpanan hari ke-4 (H4) dan mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-6 (H6) dan hari ke-8 (H8) Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 12. Khamir lebih tahan hidup pada pH asam dibanding bakteri (Fardiaz, 1992). Jumlah koloni khamir selama penyimpanan berkisar 9-11 log10 cfu/ml. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah koloni BAL selama penyimpanan berkisar 8-12
log10 cfu/ml. BAL dan khamir
tumbuh bersama-sama membentuk simbiosis di dalam koumiss seperti kefir grain. Khamir di dalam kefir grain berfungsi untuk memelihara integritas dan viabilitas populasi mikroflora. Asam amino dan faktor esensial pertumbuhan bakteri asam laktat diproduksi khamir, sedangkan senyawa metabolit dari BAL digunakan sebagai sumber energi. Simbiosis antara BAL dan khamir ini membuat produk kefir menjadi stabil (Farnworth dan Mainville, 2003).
37
Jumlah Koloni Log 10 cfu/ml
12
11,39 9,72
10
10,25
9,17
8
7,94
6 4 2 0 0
2
4
6
8
Lama Penyimpanan (hari)
Gambar 12. Pertumbuhan Koloni Khamir ( Berbagai Lama Penyimpanan
) di dalam Koumiss pada
Aktivitas Daya Hambat Antimikroba Koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 Pengujian daya hambat antimikroba koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 pada berbagai lama penyimpanan dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pour plate dan spread plate. Diameter penghambatan susu kuda pasteurisasi selama penyimpanan adalah 0 mm. Susu kuda pasteurisasi memiliki total BAL dan khamir berturut-turut sebesar 6,03 cfu/ml dan 6,01 cfu/ml (Tabel 7). Jumlah tersebut tidak dapat menghambat populasi S. Typhimurium ATCC 14028 pada kedua metode. Susu kuda memiliki antimikroba alami yaitu lisozim dan laktoferin sebesar 0,2-2 g/kg yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi, unta, kambing dan kerbau (Sheng dan Fang, 2009), tetapi belum dapat menghambat pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028. Filtrat adalah substrat antimikroba kasar dari BAL (L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01 hasil sentrifugasi koumiss 6.000 rpm selama 20 menit. Diameter penghambatan filtrat terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode pour plate semakin besar selama penyimpanan filtrat. Diameter penghambatan susu kuda pasteurisasi, filtrat dan koumiss pada metode pour plate dan berbagai lama penyimpanan disajikan pada Tabel 8. Senyawa metabolit yang bersifat antimikroba dan dihasilkan BAL terdiri atas senyawa metabolit primer (asam laktat, asam asetat dan hidrogen peroksida) dan 38
senyawa metabolit sekunder (bakteriosin, diasetil dan CO2) (Surono, 2004). Lama penyimpanan berpengaruh pada jumlah senyawa metabolit, yaitu semakin lama penyimpanan filtrat maka senyawa metabolit yang dihasilkan semakin banyak dan berakibat pada penghambatan pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028 yang semakin besar. Senyawa metabolit BAL menghambat berbagai bakteri patogen seperti E. coli, S. Typhimurium dan C. perfringens (Thanh et al., 2010). Diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode pour plate mengalami peningkatan hingga koumiss pada penyimpanan hari ke-2 (H2). Tabel 8. Diameter Penghambatan Susu Kuda Pasteurisasi, Filtrat dan Koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dengan Metode Pour Plate dan Spread Plate pada Berbagai Lama Penyimpanan Diameter (mm) Produk H0
H2
H4
H8
Pour Plate (populasi S. Typhimurium 106 cfu/ml) Susu kuda segar
0
0
0
0
Filtrat
5,77 ± 0,62
5,73 ± 0,97
6,04 ± 0,03
6,47 ± 0,37
Koumiss
7,99 ± 0,21
8,03 ± 0,19
7,52 ± 0,34
7,67 ± 0,66
Spread Plate (populasi S. Typhimurium 108 cfu/ml) Susu kuda segar
0
0
0
0
Filtrat
4,66 ± 0,09
4,82 ± 0,06
3,97 ± 0,59
6,50 ± 0,95
Koumiss
5,48 ± 0,27
6,30 ± 0,05
5,45 ± 1,78
6,65 ± 0,65
Keterangan: H0 = koumiss segar; H2 = koumiss disimpan selama dua hari; H4 = koumiss disimpan selama empat hari; H6 = koumiss disimpan selama enam hari; H8 = koumiss disimpan selama delapan hari
Peningkatan diameter penghambatan hingga penyimpanan hari ke-2 (H2) disebabkan kandungan subtrat antimikroba berupa asam laktat dan bakteriosin yang dihasilkan BAL dalam koumiss. Penghambatan tersebut dipengaruhi temperatur, faktor lingkungan antimikroba, kondisi keasaman dan ketersediaan makanan (Thanh, 2010). Produksi bakteriosin oleh bakteri asam laktat memperlihatkan efek bakterisidal. Bakteriosin dari Lactobacillus dapat menembus membran terluar bakteri
39
dan meningkatkan inaktivasi bakteri Gram negatif. Bakteriosin mengubah keseimbangan membran potensial dengan mengambil ion K+ sehingga sel tidak dapat menyeimbangkan pH intraseluler (Sezer dan Guven, 2009). Ray (2000) menyatakan bahwa aktivitas antimikroba terjadi akibat produksi asam yang tidak terdisosiasi dan terdisosiasi. Bentuk asam yang tidak terdisosiasi pada suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Nilai pH yang rendah akan mengakibatkan proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel semakin banyak, sehingga energi yang diperlukan semakin banyak untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga bakteri yang tidak memiliki cukup energi akan mati. Asam laktat yang dihasilkan dalam fermentasi mampu menurunkan pH dan mengganggu aktivitas enzim sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas metabolisme. Membran terluar bakteri Gram negatif menjadi permeabel dan memungkinkan bakteri S. Typhimurium menjadi sensitif. Kombinasi senyawa metabolit berupa bakteriosin dan asam laktat, memiliki penghambatan lebih besar dibandingkan senyawa metabolit tunggal (Thu et al., 2011). Penurunan diameter penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 terjadi pada koumiss pada penyimpanan hari ke-4 (H4). Penurunan terjadi karena metabolisme antimikroba itu sendiri yaitu berupa enzim yang dapat menghidrolisis protein dan karbohidrat sehingga berakibat pada penurunan daya hambat antimikroba (Murray, 1997). Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel lebih kompleks terutama lapisan luar peptidoglikan dan lapisan yang terdiri atas fosfolipida, polisakarida dan protein. Lipid dan polisakarida membentuk struktur yang khas yang disebut dengan lipopolisakarida atau LPS, sehingga mempunyai daya pertahanan yang lebih kuat terhadap bahan asing yang menembus ke dalam sel bakteri (Lay dan Hastowo, 1992). Peningkatan diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 terjadi pada hari penyimpanan ke-8 (H8). Koumiss tersebut memiliki pH sebesar 3,87 ± 0,004 dan TAT 1,77 ± 0,032. Nilai pH optimum untuk pertumbuhan S. Typhimurium adalah 6,5-7,5 (Cox, 2000), sehingga pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028 terhambat akibat pH koumiss yang terlalu rendah. Asam ini merupakan akumulasi asam laktat hasil metabolisme BAL dan hasil metabolisme
40
khamir seperti asam asetat, sitrat, dan suksinat yang dapat dikeluarkan
sel ke
medium (Walker, 1998). Pertumbuhan S. Typhimurium ATCC 14028 dapat juga dihambat hidrogen peroksida. Senyawa ini bereaksi dengan ion klorida di dalam sel dan membentuk hipoklorit yang meracuni sel mikroba. Hidrogen peroksida dapat secara efektif menghambat pertumbuhan mikroba bila tersedia dalam konsentrasi yang sangat tinggi dan melakukan kontak dengan mikroba dalam waktu yang cukup lama (Cords dan Dychdala, 1993). Efek dari asam laktat dalam menghambat S. Typhimurium tidak hanya disebabkan pH yang rendah dalam produk tetapi juga karena aktivitas intrasellular yang masuk ke dalam sel (Yessilik et al., 2011). Diameter penghambatan filtrat koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dengan metode spread plate mengalami peningkatan pada penyimpanan hari ke-2 (H2). Hal tersebut disajikan pada Tabel 8. Peningkatan penghambatan filtrat karena akumulasi senyawa metabolit yang bersifat antimikroba berakibat pada diameter penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 semakin besar. Bakteriosin adalah senyawa metabolit hasil metabolisme BAL, yang bersifat antimikroba. Senyawa ini diproduksi saat fase pertumbuhan logaritmik bakteri dan berhenti pada fase stationer (Savadogo et al., 2006). Penurunan diameter penghambatan terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 terjadi pada filtrat koumiss dengan penyimpanan hari ke-4 (H4). Hurst dan Hoover (1993) menyatakan bahwa semakin lama penyimpanan maka efektivitas bakteriosin semakin menurun. Peningkatan diameter kembali terjadi pada filtrat koumiss dengan penyimpanan hari ke-8 (H8). Peningkatan diameter karena jumlah substrat antimikroba kasar selama penyimpanan hari ke-8 (H8) lebih banyak dibandingkan dengan penyimpanan hari ke-6 (H6). Diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dengan metode spread plate mengalami peningkatan hingga penyimpanan hari ke-2 (H2). Peningkatan diameter penghambatan terjadi karena peran dari senyawa metabolit yang bersifat antimikroba, khususnya asam laktat. Tingkat keefektifan asam laktat lebih besar dibandingkan asam sitrat sehingga mampu memberikan aktivitas antimikroba yang membuat membran bakteri patogen menjadi tidak stabil (Ray, 2000). Diameter penghambatan koumiss terhadap S. Typhimurium ATCC
41
14028 dengan metode spread plate lebih kecil dibandingkan metode pour plate. Jumlah populasi S. Typhimurium ATCC 14028 pada metode spread plate yaitu 108 cfu/ml, sedangkan metode pour plate 106 cfu/ml. Aktivitas antimikroba yang dapat diamati pada uji difusi sumur dipengaruhi beberapa faktor, seperti: (1) tipe dan ukuran cawan, (2) tipe agar, pH dan kandungan garam, (3) kemampuan zat untuk berdifusi ke dalam agar, (4) karakteristik media dan (5) jenis bakteri uji yang digunakan (Branen, 1993). Penggunaan antibiotika pada manusia dilakukan untuk penyembuhan penyakit tipus yang disebabkan bakteri S. Typhimurium. Antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan S. Typhimurium adalah kloramfenikol dan ampisilin. Kloramfenikol merupakan antibiotika yang mempunyai spektrum luas dan aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, bakteriostatik. Kloramfenikol dapat melekat pada ribosom bakteri serta mengganggu pengikatan asam amino baru pada rantai peptida. Ampisilin merupakan antibiotika yang termasuk ke dalam golongan penisilin. Ampisilin tidak membunuh bakteri secara langsung tetapi dengan cara mencegah bakteri membentuk semacam lapisan kapsul yang melekat pada tubuh bakteri. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi tubuh bakteri. Dosis antibiotik kloramfenikol sebesar 40 mg/kg/hari digunakan pada
orang dewasa, sedangkan
dosis ampisilin sebesar dua g/hari (Kurniawan, 2007). Konsentrasi kloramfenikol dan ampisilin sebesar 30 µg memiliki zona sensitivitas terhadap bakteri Gram negatif masing-masing sebesar 21-27 mm dan 1622 mm (WH0, 2006). Zona penghambatan ini berada di atas rentang zona hambat antimikroba filtrat dan koumiss sebesar 5,7-6,4 mm dan 7,5-8,0 mm. Kategori zona hambat antimikroba secara umum adalah diameter > 5 mm yang dinyatakan lemah, 5-10 mm sedang (intermediet) dan >10-20 mm kuat serta >20-30 mm sangat kuat (sensitif) (Morales et al., 2002). Penghambatan filtrat dan koumiss berdasarkan kategori Morales et al. (2002) termasuk ke dalam kategori intermediet. Kategori intermediet adalah kategori dengan respon penghambatan terhadap bakteri patogen yang perlu ditangani dengan dosis antimikroba tinggi. Salah satu cara adalah dengan melakukan terapi berkala dengan menggunakan antimikroba tersebut.
42
Penetapan Konsentrasi Koumiss untuk Penghambatan M. tuberculosis H37RV Penetapan konsentrasi koumiss untuk penghambatan M. tuberculosis H37RV adalah untuk mencari konsentrasi koumiss yang sesuai dan tepat dalam menghambat M. tuberculosis H37RV sebelum pengujian penghambatan koumiss pada berbagai lama penyimpanan. Konsentrasi yang dimaksud adalah persentase penambahan koumiss ke dalam media Lowenstein Jensen sebagai media pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Penghambatan koumiss terhadap M. tuberculosis H37RV diilustrasikan pada Gambar 13.
k
5%
7%
10%
12%
14%
20%
Gambar 13. Penghambatan Koumiss pada kontrol, 5%, 7%, 10%, 12%, 14% dan 20% terhadap M. tuberculosis H37RV Koumiss yang ditambahkan ke dalam media Lowenstein Jensen yang dimodifikasi yaitu sebesar 5%, 7%, 10%, 12%, 14% dan 20% (v/v). Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV diamati setelah bakteri diinkubasi selama empat minggu. Bakteri M. tuberculosis H37RV dapat tumbuh pada media yang ditambahkan koumiss 5%, 7% dan 10%. Penghambatan terjadi pada media pertumbuhan M. tuberculosis H37RV yang mendapat perlakuan penambahan koumiss sebanyak 14% dan 20%. Kontrol adalah media yang tidak mendapat penambahan koumiss sehingga pertumbuhan M. tuberculosis H37RV ditemukan lebih banyak yaitu empat koloni, sedangkan sebanyak 3 dan 2 koloni ditemukan pada media dengan penambahan koumiss sebanyak 5% dan 7%. Hal ini menjelaskan bahwa penambahan koumiss dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV, tetapi persentase tersebut tidak dikehendaki karena bakteri masih tumbuh. 43
Media pertumbuhan dengan penambahan koumiss sebanyak 10% dan 12% memperlihatkan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV masing-masing sebanyak 4 dan 1 koloni kecil. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV tidak ditemukan pada media dengan penambahan koumiss sebanyak 14% dan 20%. Konsentrasi yang digunakan pada pengujian selanjutnya adalah penambahan koumiss sebanyak 14%. Penambahan koumiss dengan persentase 20% walaupun tidak memperlihatkan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV, membuat media Lowenstein Jensen hancur sehingga tidak digunakan dalam pengujian. Media yang baik untuk penanaman M. tuberculosis H37RV adalah media yang tidak kering, tidak mudah hancur dan tidak mengandung gelembung udara (Sjahrurachman, 2008). Penghambatan Koumiss terhadap M. tuberculosis H37RV pada berbagai Lama Penyimpanan Penghambatan koumiss pada berbagai lama penyimpanan dilakukan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Pengamatan dilakukan pada minggu ke-4, ke-6 dan ke-8. Bakteri M. tuberculosis tumbuh lambat, karena koloni tampak setelah lebih kurang dua minggu bahkan setelah 6-8 minggu pengamatan (Brooks et al., 2005). Sjahrurachman (2008) juga menyatakan bahwa pembacaan untuk pengujian resistensi M. tuberculosis dilakukan pada hari ke-28, apabila resisten (ditemukan pertumbuhan) maka
pembacaan ulang tidak perlu
dilakukan. Pembacaan dilanjutkan hingga hari ke-42 sampai hari ke-56 apabila tidak ditemukan pertumbuhan bakteri M. tuberculosis. Pengamatan pada minggu ke-6 dan ke-8 berfungsi sebagai alat kontrol. Hasil pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada kontrol dan berbagai lama penyimpanan koumiss pada pengamatan minggu ke-4. Kontrol memperlihatkan pertumbuhan M. tuberculosis dengan proporsi 1,00 yang berarti M. tuberculosis H37RV tumbuh pada media Lowenstein Jensen kontrol yang merupakan media asli pertumbuhan M. tuberculosis. Koumiss pada lama penyimpanan 0, 2, 4, 6 dan 8 hari tidak memperlihatkan pertumbuhan (hasil proporsi 0,00). Hasil analisis Cohran juga menjelaskan bahwa media kontrol sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap media yang telah mendapat penambahan koumiss pada berbagai lama penyimpanan. Koumiss dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-4, tetapi pengamatan harus tetap
44
dilakukan pada minggu ke-6 dan ke-8 untuk memastikan penghambatan terhadap pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV memperlihatkan hasil yang sangat nyata (P<0,01) antara kontrol dengan koumiss pada berbagai lama penyimpanan untuk pengamatan minggu ke-6. Kontrol memperlihatkan proporsi sebesar 1,00 yang berarti bakteri M. tuberculosis H37RV mengalami pertumbuhan. Bakteri M. tuberculosis H37RV tumbuh lebih banyak pada minggu ke-4. Hasil analisis Cohran menyatakan bahwa koumiss pada peyimpanan H0, H2, H4, H6, dan H8 tidak berbeda (P>0,05). Koumiss dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Penghambatan terjadi karena kandungan antimikroba di dalam koumiss. Kandungan antimikroba tersebut berupa asam organik, bakteriosin dan alkohol (Surono, 2004). Koumiss dengan lama penyimpanan 4, 6 dan 8 hari masing-masing memiliki pH 3,84;3,88 dan 3,87 dengan total asam tertitrasi (TAT) berturut-turut sebesar 1,74%; 2,06%; 1,3%. Penghambatan pertumbuhan M. tuberculosis H37RV diduga terjadi karena kandungan asam organik yang tinggi. Efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari nilai pH yang menurun dan bentuk molekul asam organik yang tidak terdisosiasi (Surono, 2004). Asam laktat merupakan senyawa metabolit utama yang dihasilkan susu fermentasi. Sejumlah besar asam laktat dalam bentuk tidak terdisosiasi meracuni banyak bakteri, terutama bakteri patogen. Terapi konsumsi koumiss memberikan hasil penurunan gejala penyakit tuberkolosis terbaik saat diberikan yaitu gejala pengurusan, nafas pendek, kelelahan, batuk berdahak, haemoptisis, keringat dingin, diare dan kelesuan (Burt, 2000). Koumiss dapat meningkatkan fungsi sirkulasi, metabolisme, sistem syaraf, pembentukan sel darah merah, fungsi ginjal, kelenjar endokrin dan sistem kekebalan tubuh. Koumiss efektif digunakan untuk terapi tuberkolosis paru dan sistem urogenital, kelelahan dan anemia. (Wang et al., 2008). Koumiss memiliki kandungan Ca : P yaitu 2 : 1 dan kandungan vitamin A,C, E, B1, B2, B12 serta antimikroba yang lebih tinggi dibandingkan susu kuda segar (Ping dan Li, 2009). Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-8 untuk perlakuan kontrol sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan penambahan koumiss pada lama penyimpanan nol hari (H0), empat hari (H4), enam hari (H6) dan delapan
45
hari (H8). Aditama (1999) menyatakan bahwa sifat penghambatan senyawa hasil fermentasi hanya bersifat bakteriostatik, karena M. tuberculosis masih dapat berkembang ketika sifat keasaman dihilangkan hingga mencapai pH netral. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada pengamatan minggu ke-8 disajikan pada Gambar 14. Perlakuan koumiss pada lama penyimpanan dua hari memperlihatkan hasil yang tidak berbeda. Bakteri M. tuberculosis H37RV merupakan bakteri tahan asam sehingga dapat tumbuh pada media yang asam walaupun terjadi secara lambat. Koumiss perlakuan H2 yang memiliki pH 3,92 dan TAT sebesar 1,34% ternyata belum dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV secara signifikan. Penelitian Rijatmoko (2003) menyatakan secara umum bahwa pertumbuhan M. tuberculosis pada media dengan penambahan susu kuda terfermentasi dengan pH netral membentuk koloni lebih sedikit dibandingkan media yang ditambahkan obat INH (isoniazid) ataupun Rifampisin. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tidak hanya antimikroba koumiss berupa asam organik yang dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Bakteriosin yang merupakan hasil metabolisme BAL ikut berperan dalam menghambat pertumbuhan M. tuberculosis H37RV. Bakteriosin merupakan suatu peptida yang kebanyakan bersifat bakterisidal yaitu membunuh bakteri patogen yang tidak hanya menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Surono, 2004). BAL yang digunakan dalam pembuatan koumiss pada penelitian ini yaitu Lb. acidophilus Y-01. BAL tersebut menghasilkan bakteriosin berupa asidofilin dan bakteri Lc. lactis D-01 penghasil nisin. Khamir pada koumiss menghasilkan senyawa natamisin yang berfungsi sebagai fungisidal. Hurst dan Hoover (1993) menyatakan bahwa nisin bekerja dengan cara melepaskan materi sitoplasmik sel sehingga terjadi lisis. Nisin memiliki efek penghambatan dalam melawan bakteri Gram negatif dengan merusak bagian luar membran sel bakteri (Rodriguez, 1996). Bakteriosin lain bekerja dengan cara menyebabkan membran sitoplasma kehilangan asam amino dan ion dengan cepat. Hal ini secara drastis akan menurunkan transport membran dari seluruh sel (Barefoot dan Nettles, 1993).
46
kontrol (n=6)
koumiss H0 (n=6)
koumiss H2 (n=6)
koumiss H4 (n=6)
koumiss H6 (n=6)
koumiss H8 (n=6)
Gambar 14. Pertumbuhan M. tuberculosis H37RV pada Koumiss dengan Penyimpanan Hari Ke-2 (H2), Ke-4 (H4), Ke-6 (H6) dan Ke-8 (H8)
47