HASIL DAN PEMBAHASAN Konfirmasi Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Pemeriksaan terhadap kultur starter sebelum diolah menjadi suatu produk sangatlah penting. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa kultur starter yang akan digunakan tidak terkontaminasi oleh kapang, khamir ataupun oleh mikroorganisme lain.
Kemurnian suatu kultur starter dapat dibuktikan melalui
pemeriksaan morfologi menggunakan pewarnaan Gram dan pengujian sifat katalase menggunakan hidrogen peroksida (H202). Pewarnaan Gram merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling penting dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian suatu bakteri. Pada pewarnaan Gram ini, bakteri dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan susunan dinding selnya yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczar dan Chan, 2007). Pemeriksaan kultur starter yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas bakteri L. plantarum (Lp D-01) dan L. lactis (Ll D-01) yang merupakan isolat asal dadiah susu kerbau, L. acidophilus (La Y-01) dan B. longum (Bl Y-01) yang merupakan isolat dari produk olahan susu sapi (Maheswari, 2008) serta bakteri patogen indikator yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923, dan S. Typhimurium ATCC 14028. Pemeriksaan kultur starter dengan bantuan metode pewarnaan Gram didapatkan hasil bahwa kultur starter memiliki bentuk yang seragam (tidak terdapat kontaminasi) dan tergolong ke dalam bakteri Gram positif untuk kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 serta bakteri Gram negatif untuk kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Karakteristik dan bentuk morfologi masing-masing kultur starter dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Bakteri Patogen Indikator Bakteri L. plantarum D-01
Pewarnaan Gram Positif
Morfologi Bentuk dan Susunan Batang tunggal dan
Sifat Katalase Negatif
berantai pendek
L. lactis D-01
Positif
Bulat berantai
Negatif
pendek
B. longum Y-01
Positif
Batang tunggal dan
Negatif
berantai pendek
L. acidophilus
Positif
Y-01
Batang tunggal dan
Negatif
berantai pendek
S. aureus ATCC
Positif
25923
Bulat tunggal dan
Positif
berbentuk anggur
E. coli ATCC
Negatif
Batang tunggal
Positif
25922
S. Typhimurium ATCC 14028
Negatif
Batang tunggal dan
Positif
berkoloni
Kultur starter L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01, L. acidophilus Y-01 dan S. aureus ATCC 25923 tergolong kedalam bakteri Gram positif disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan warna ungu yang berasal dari zat pewarna kristal violet meskipun sudah diberi alkohol 95% dan setelah diberi pewarna tandingannya yaitu safranin.
Pelczar dan Chan (2007) 25
menjelaskan bahwa bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan ketika ditetesi oleh alkohol 95%, dinding sel mengalami dehidrasi, poripori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun sehingga membuat zat pewarna kristal violet tidak dapat keluar dari sel dan ketika ditetesi dengan zat pewarna safranin, warna merah yang berasal dari safranin tidak berpengaruh (tidak masuk ke dalam dinding sel). Fardiaz (1992) juga menambahkan bahwa bakteri Gram positif dapat mempertahankan warna ungu disebabkan pada bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tebal dengan ukuran dari 18 sampai 80 nm. Tebal dinding sel sangat bergantung pada peptidoglikan asam teikoat yaitu polimer dari ribitol fosfat yang dihubungkan dengan N asetilglukosamin. Bakteri Gram postif tersusun atas dua lapisan dinding selnya yaitu 90% lapisan peptidoglikan yang dapat mempertahankan warna ungu dan 10% lapisan tipis yakni asam teikoat. Kultur starter E. coli ATCC 25922 dan S. Typhimurium ATCC 14028 tergolong ke dalam bakteri Gram negatif, disebabkan bakteri tersebut tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet ketika diberi alkohol 95%. Pelczar dan Chan (2007) mengatakan bahwa bakteri Gram negatif tidak dapat mempertahankan zat pewarna kristal violet disebabkan ketika ditetesi dengan alkohol 95%, lipid dari dinding sel terekstraksi, pori-pori mengembang sehingga membuat zat pewarna kristal violet keluar dari sel dan membuat sel menjadi tidak berwarna. Sel bakteri yang tidak berwarna tersebut apabila ditetesi dengan safranin maka sel tersebut akan menyerap zat pewarna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah ketika dilihat di bawah mikroskop.
Fardiaz (1992) juga menambahkan
bahwa dinding sel bakteri Gram negatif terdiri dari peptidoglikan dengan ukuran 10 sampai 15 nm sehingga dinding selnya lebih tipis. Bakteri Gram negatif ini dikelilingi oleh membran luar yang terpisah dari tubuh bakteri dengan suatu ruang periplasmik yaitu terdiri atas bagian dalam fosfolipid dan bagian luar lipopolisakharida. Pengamatan morfologi terhadap L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa bakteri tersebut berbentuk batang dan mempunyai susunan tunggal dan berantai pendek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (1992) yakni L. plantarum dan L. acidophilus berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek serta pernyataan Wahyudi dan Samsundari (2008) yaitu
26
B. longum berbentuk batang. Hasil pengamatan morfologi L. lactis D-01 didapatkan hasil bahwa bakteri tersebut berbentuk bulat berantai pendek dan hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu L. lactis termasuk ke dalam famili Streptococcaceae yang memiliki bentuk bulat berantai pendek. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa bakteri E. coli dan S. Typhimurium memiliki bentuk morfologi batang, sedangkan bakteri S. aureus memiliki bentuk morfologi bulat dengan susunan tunggal maupun berbentuk anggur. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yaitu E. coli ATCC 25922 berbentuk batang dengan susunan tunggal, S. Typhimurium ATCC 14028 berbentuk batang dengan susunan tunggal dan berkoloni serta S. aureus ATCC 25923 berbentuk bulat dengan susunan tunggal dan berbentuk anggur. Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan enzim katalase yang terdapat pada kultur starter bakteri. Produksi enzim katalase dapat diketahui dengan cara larutan H2O2 diteteskan di atas preparat bakteri yaitu apabila terbentuk gelembung-gelembung gas hal ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut melepaskan gas O2 dan dinyatakan sebagai bakteri katalase positif. Bakteri yang tidak menghasilkan gas O2 setelah ditetesi H2O2 menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki enzim peroksidase yang dapat mencegah produksi gas O2 dan bakteri tersebut dinyatakan sebagai bakteri katalase negatif (Surono, 2004). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kultur starter indigenous dadiah yakni L. plantarum D-01, L. lactis D-01 serta BAL produk olahan susu sapi yaitu L. acidophilus Y-01 dan B. longum Y-01 tidak menghasilkan gelembunggelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H202 sehingga digolongkan sebagai bakteri katalase negatif sedangkan kultur bakteri patogen indikator yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028 menghasilkan gelembung gas O2 setelah ditetesi dengan H2O2 sehingga digolongkan sebagai bakteri katalase positif. Hal ini sesuai dengan Buckle et al. (2007) yang menyatakan bahwa L. plantarum, L. lactis, L. acidophilus dan B. longum tergolong ke dalam bakteri katalase negatif sedangkan E. coli, S. aureus dan S. Typhimurium tergolong ke dalam bakteri katalase positif.
27
Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu bakteri dapat dikatakan sebagai bakteri probiotik apabila bakteri tersebut masih aktif pada kondisi asam lambung. Stress yang pertama terjadi pada sel bakteri yang memasuki saluran pencernaan adalah terpapar pada asam lambung. Pada kondisi pH rendah, BAL tidak hanya tumbuh lambat tetapi mungkin juga mengalami kerusakan asam dan menurun viabilitasnya jika sel bakteri berada pada kondisi pH rendah. Surono (2004) mengatakan bahwa pH lambung dalam keadaan istirahat sangatlah rendah yaitu sekitar 2. Pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap kondisi keasaman lambung in vitro dilakukan pada pH medium 2; 2,5; 3,2 dan 7,2 selama 180 menit. Penentuan nilai pH yang berbeda berdasarkan pada kondisi keasaman saluran pencernaan pada lambung yang selalu berubah yaitu pH lambung dalam keadaan istirahat atau kosong sangatlah rendah sekitar 2,0, berubah menjadi 2,5 ketika enzim pepsin menghidrolisis protein (Surono, 2004), meningkat menjadi 3,2 ketika asam lambung disekresikan dan berada sekitar 7,2 ketika mulai memasuki usus (Mitsuoka, 1990). Waktu yang diperlukan mulai saat bakteri masuk sampai keluar lambung adalah sekitar 90 menit (Berrada et al., 1991). Waktu yang digunakan dalam penelitian ini lebih panjang yaitu 180 menit disebabkan bakteri untuk mencapai usus halus memerlukan waktu dan selama perjalanan menuju usus pH pencernaan masih berada pada kondisi yang asam. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada keasaman lambung yang berbeda selama 180 menit dapat dilihat Tabel 3. Bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan populasi ketika berada pada pH 2, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan beradapatasi ketika berada pada pH 2 (Tabel 3). Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan populasi sebesar 1,51 log10 cfu/ml dan L. lactis D-01 mengalami penurunan sebesar 1,27 log10 cfu/ml (P<0,01). Meskipun kedua bakteri tersebut mengalami penurunan populasi, kedua bakteri tersebut masih tetap memiliki ketahanan yang baik dibuktikan dengan populasi yang mampu hidup sebesar >80%. Menurut Jacobsen et al. (1999) semua 28
bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah, maka bakteri tersebut dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap asam, sehingga walaupun penurunan jumlah koloni lebih dari 1 log cfu/ml bukan berarti bakteri tersebut tidak tahan terhadap pH 2, kecuali BAL tersebut memang tidak mampu bertahan pada pH 2, ditunjukkan oleh tidak dijumpai populasi bakteri pada kondisi tersebut. Tabel 3. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Populasi BAL (log10 cfu/ml) No.
Lama inkubasi
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
1
pH 2,0 P0 menit
A
7,98 ± 0,13 B
A
7,15 ± 0,29
7,06 ± 0,12
B
7,72 ± 0,24
P180 menit
6,47 ± 0,09
6,45 ± 0,20
7,31 ± 0,33
7,15 ± 0,13
(P180 - P0)*
-1,51 ±1,07
-1,27 ± 0,90
0,16 ± 0,11
0,09 ± 0,06
2
pH 2,5 a
P0 menit
7,52 ± 0,12
7,24 ± 0,45
7,36a ± 0,09
7,25 ± 0,02
P180 menit
6,01b ± 0,31
6,49 ± 0,30
7,62b ± 0,06
7,54 ± 0,12
(P180 - P0)*
-1,51 ± 1,07
-0,75 ± 0,53
0,26 ± 0,18
0,29 ± 0,21
3
pH 3,2 A
P0 menit
7,81 ± 0,28
7,04 ± 0,12
7,50 ± 0,33
7,12a ± 0,03
P180 menit
6,37B ± 0,23
6,89 ± 0,34
7,92 ± 0,29
7,43b ± 0,08
(P180 - P0)*
-1,44 ± 1,02
-0,15 ± 0,11
0,42 ± 0,30
0,31 ± 0,22
4
pH 7,2 P0 menit
7,93 ± 0,29
7,43 ± 0,08
7,01a ± 0,17
7,45a ± 0,08
P180 menit
8,48 ± 0,13
7,86 ± 0,17
7,45b ± 0,15
7,81b ± 0,14
(P180 - P0)*
0,55 ± 0,39
0,43 ± 0,30
0,44 ± 0,31
0,36 ± 0,25
Keterangan :*hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan kondisi pH yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada menit ke-0 dengan ke-180 menit
Pada perlakuan pH 2,5 (Tabel 3) dapat dilihat bahwa bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah koloni, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan pada kondisi keasaman
29
lambung tersebut. Bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan jumlah populasi sebesar 1,51 log10 cfu/ml pada pH 2,5, sedangkan bakteri B. longum Y-01 mampu tumbuh dan meningkatkan jumlah populasi sebesar 0,26 log10 cfu/ml pada kondisi yang sama. Bakteri L. plantarum D-01 tetap dikatakan mampu bertahan hidup di media dengan pH 2,5 meskipun mengalami penurunan populasi disebabkan bakteri tersebut masih dapat mempertahankan jumlah populasinya sebesar 79%. Pada pH 3,2, bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami peningkatan jumlah populasi. Bakteri
L. acidophilus Y-01
mengalami peningkatan sebesar 0,31 log10 cfu/ml serta bakteri L. plantarum D-01 mengalami penurunan sebesar 1,44 log10 cfu/ml. Bakteri L. plantarum D-01 tetap dikatakan mampu bertahan pada pH 3,2 disebabkan sebagian besar bakteri (81%) mampu bertahan pada pH rendah, meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan bakteri tersebut tahan terhadap pH (Jacobsen et al., 1999). Pada pH 7,2, keempat BAL yang diuji dapat tumbuh serta memiliki ketahanan yang sangat baik dan tidak mengalami penurunan jumlah populasi. Populasi B. longum Y-01 mampu meningkatkan sebesar 0,44 log10 cfu/ml dan L. acidophilus sebesar 0,36 log10 cfu/ml ketika ditumbuhkan pada pH 7,2. Bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik pada kondisi keasaman lambung yang berbeda baik pada pH 2, 2,5, 3,2 serta 7,2 disebabkan jumlah persentase bakteri yang hidup lebih dari 75% yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Persentase BAL yang Hidup pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda Perlakuan
Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum D-01
L. lactis D-01
B. longum Y-01
L. acidophilus Y-01
pH 2
81,12b ± 2,31
83,69b ± 3,85
102,32a ± 0,46
101,27 a ± 1,00
pH 2,5
79,91 b ± 3,04
89,76 ab ± 1,42
103,51 ab ± 1,34 104,00 a ± 1,89
pH 3,2
81,61 B ± 4,59
97,97 A ± 6,46
105,67 A ± 4,00 104,36A ± 1,39
pH 7,2
107,01 ± 3,65
105,78 ± 1,13
106,29 ± 3,57
104,83 ± 1,76
Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
30
Pada pH 2 dan 2,5, persentase bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni bakteri B. longum Y-01 mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar pada pH 2 yang nilainya tidak berbeda dengan L. acidophilus Y-01. Pada pH 2,5 jumlah persentase bakteri hidup terbesar adalah L. acidophilus Y-01 yang nilainya tidak berbeda dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada pH 3,2, persentase kemampuan BAL yang hidup secara nyata sangat berbeda yaitu B. longum Y-01 mempunyai jumlah persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda dengan L. lactis D-01 dan L. acidophilus Y-01. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki persentase bakteri hidup lebih besar dibandingkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 (Tabel 4) disebabkan Bifidobacteria dan L. acidophilus merupakan mikroba yang berkarakteristik mampu mencapai dan hidup dalam keadaan utuh di dalam usus dengan jumlah yang cukup tinggi (Nakazawa dan Hosono, 1992).
Pada
penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan dan tumbuh, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 5. Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada kondisi keasaman lambung yang berbeda. Grafik pertumbuhan L. plantarum D-01 menunjukkan bahwa pada menit ke-0 sampai ke-90 bakteri tersebut mampu tumbuh dan bertahan pada kondisi keasaman lambung yang berbeda, namun setelah menit ke-90 sampai menit ke-180 bakteri tersebut secara bertahap mulai mengalami penurunan jumlah populasi pada pH 2; 2,5 dan 3,2 sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut dapat tumbuh normal dan mengalami peningkatan jumlah populasi sampai pada menit ke-180. Hal ini menandakan bahwa pada pH 2; 2,5 dan 3,2 bakteri L. plantarum D-01 mampu bertahan sampai menit ke-90, sedangkan pada pH 7,2 bakteri tersebut mampu tumbuh ditunjukkan oleh populasi akhir yang lebih besar dari populasi awal.
31
, , , , , ,
=
, , , , , ,
=
, , , , , ,
=
, , , , , ,
=
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi pada Kondisi Keasaman Lambung yang Berbeda dengan pH 2 ( ), pH 2,5 ( ), pH 3,2 ( ) dan 7,2 ( ) 32
Grafik bakteri B. longum Y-01 dan L. lactis D-01 menunjukkan pertumbuhan yang statis selama 180 menit. Hal ini menandakan bahwa kedua bakteri tersebut mampu bertahan pada kondisi asam lambung, namun peningkatan populasinya tidak nyata terlihat. Grafik bakteri L. acidophilus Y-01 (Gambar 5) menunjukkan pertumbuhan yang fluktuatif dan pada pengamatan menit ke-180 populasinya mengalami peningkatan bila dibandingkan pada menit ke-0. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. acidophilus mampu bertahan dan tumbuh pada kondisi keasaman lambung yang berbeda. Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa kondisi yang sangat asam dapat mengakibatkan kerusakan membran dan lepasnya komponen intraseluler yang dapat menyebabkan kematian. Bakteri yang tahan asam memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap kerusakan membran akibat penurunan pH ekstraseluler dibandingkan dengan bakteri yang tidak tahan terhadap asam. Toleransi BAL yang cukup tinggi terhadap asam biasanya juga disebabkan bakteri tersebut mampu mempertahankan pH sitoplasma lebih basa daripada pH ekstraseluler. Pertahanan pH sitoplasma yang lebih basa, terjadi bila sel memiliki membran yang merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa/proton. Komposisi asam lemak dan protein penyusun membran yang beragam di antara spesies bakteri juga diduga mempengaruhi keragaman ketahanan bakteri terhadap pH rendah. Surono (2004) menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap asam. Peptidoglikan merupakan molekul besar yang disusun oleh senyawa gula dan asam amino.
Dua
gula
penyusunnya
adalah
N-acetylglucosamin
(NAG)
dan
N-acetymuramic acid (NAM). Lapisan peptidoglikan tunggal saling berikatan dengan lapisan lainnya melalui bagian rantai asam aminonya, sehingga membentuk suatu ikatan silang yang kuat menutupi seluruh sel. Masuknya asam ke dalam sel dapat melalui beberapa cara antara lain melalui asam teikoat yang hanya ditemui pada dinding sel dan membran dinding sel dari Gram positif. Asam teikoat diketahui mempunyai muatan negatif sehingga dapat membatasi macam substansi yang akan diikat dan diteruskan dalam sel. Selain itu dapat melalui adsorbsi yang mempengaruhi permeabilitas dan porositas dinding sel yang menyebabkan terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna
33
karena tidak mengandung peptidoglikan dan dinding selnya hanya meliputi membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel bakteri mudah mengalami lisis apalagi bakteri Gram negatif yang kandungan peptidoglikannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan bakteri Gram positif, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan kematian sel. Nannen dan Hutkins (1991) juga menjelaskan bahwa untuk bertahan di lingkungan asam, suatu BAL harus mampu mempertahankan pH intraseluler yang lebih tinggi dibandingkan pH ekstraseluler. Bakteri yang tidak tahan terhadap asam akan menjaga pH intraseluler mendekati netral, sedangkan BAL yang lebih tahan terhadap asam secara dinamis akan mengubah pH intraseluler seiring dengan penurunan pH ekstraseluler, sehingga tidak terjadi gradien proton yang besar. BAL dengan gradien proton yang besar tidak menguntungkan dikarenakan translokasi proton menggunakan banyak energi. Selain itu gradien proton yang besar mengakibatkan akumulasi anion, asam organik dalam sitosol yang bersifat toksik bagi sel tersebut. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Garam Empedu Salminen et al. (2004) menjelaskan bahwa suatu BAL dapat dikatakan bakteri probiotik apabila mampu bertahan dan tumbuh pada saluran pencernaan terutama ketika BAL memasuki bagian atas saluran usus yaitu tempat garam empedu disekresikan di dalam usus. Surono (2004) juga menambahkan bahwa asam empedu terbentuk dalam hati dan disalurkan ke usus melalui usus dua belas jari. Asam empedu mengandung padatan seperti garam empedu, terbanyak garam Na dan segmen empedu seperti bilirubin glukuronida, sulfat steroid dan senyawa racun lainnya serta mengandung sejumlah lipid seperti fosfolipid dan kolesterol. Asam empedu akan diserap kembali dari ileum bagian bawah dan kembali ke hati untuk disekresikan kembali ke empedu. Asam empedu yang tidak diserap kembali dan lolos ke usus besar didekonjugasi oleh bakteri usus menjadi asam empedu sekunder. Semua mikroba yang berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA yang ditambah 0,3% ox gall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Konsentrasi garam empedu sebesar 0,3% merupakan konsentrasi yang kritikal, nilai yang cukup tinggi untuk melakukan seleksi terhadap isolat yang resisten terhadap garam empedu (Zavaglia et al., 1998). 34
Waktu pengamatan ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap garam empedu dilakukan selama 24 jam. Menurut Surono (2004), lamanya bakteri hidup di dalam usus adalah sekitar 4-6 jam. Namun, bakteri yang telah melewati garam empedu harus mampu mengkolonisasi pada saluran usus bagian bawah agar dapat dikatakan bakteri probiotik, sehingga waktu pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini diperpanjang hingga 24 jam. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 tumbuh atau bertahan pada garam empedu selama 24 jam dapat dilihat Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu Populasi BAL (log10 cfu/ml) No.
Lama inkubasi
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
1.
Kontrol (Tanpa Garam Empedu) P0 jam
7,31 ± 0,11
7,34A ± 0,05
7,37 ± 0,10
7,92 ± 0,13
P24 jam
7,43 ± 0,11
7,98B ± 0,06
7,62 ± 0,15
8,18 ± 0,06
(P24 - P0)*
0,12 ± 0,09
0,64 ± 0,45
0,25 ± 0,18
0,26 ± 0,18
2.
Garam empedu A
P0 jam
7,85 ± 0,83
7,99 ± 0,07
8,41a ± 0,03
7,54a ± 0,10
P24 jam
6,37 ± 0,63
6,05B ± 0,12
8,51b ± 0,01
7,78b ± 0,07
(P24 - P0)*
-1,48 ± 1,05
-1,94 ± 1,37
0,10 ± 0,07
0,24 ± 0,17
Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan populasi pada jam ke-0 dengan ke-24 jam
Keempat BAL yang diuji mampu tumbuh pada media PBS dengan pH 7,2 yang tidak diberi garam empedu (Tabel 5). Bakteri L. lactis D-01 mengalami peningkatan populasi secara nyata sebesar 0,64 log10 cfu/ml (P<0,05) ketika ditumbuhkan pada media PBS.
Walaupun tidak terdapat zat penghambat dan
ditumbuhkan pada suhu dan pH yang sesuai, namun di dalam media PBS nutrisi yang diperlukan oleh BAL tidak terpenuhi sehingga pertumbuhan BAL tidak dapat meningkat secara maksimal. Buckle et al. (2007) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba terdiri atas ketersediaan nutrisi, pH, 35
suhu, oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Media PBS tidak terdapat nutrisi disebabkan di dalam media PBS hanya terdiri dari bahan-bahan kimia yang dapat menstabilkan pH diantaranya NaCl, KCl dan Na2HP04 x 2 H20. Bakteri asam laktat indigenous dadiah mengalami penurunan populasi sebesar ± 1,5 log10 cfu/ml untuk L. plantarum D-01 dan ± 2,0 log10 cfu/ml untuk L. lactis D-01 (P<0,01) pada kondisi lingkungan saluran pencernaan dengan garam empedu, sebaliknya bakteri asam laktat asal produk olahan susu sapi yakni B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dapat bertahan dan meningkat populasinya (P<0,05). Bakteri L. lactis D-01 tetap memiliki ketahanan yang baik disebabkan sebagian besar bakteri (75%) mampu bertahan pada garam empedu, sehingga meskipun mengalami penurunan tetap dikatakan bakteri tersebut tahan terhadap garam empedu (Jacobsen et al., 1999). Persentase BAL yang hidup pada media tanpa atau dengan penambahan garam empedu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Garam Empedu Perlakuan
Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
B
A
B
Kontrol
101,71 ± 2,49 108,72 ± 0,61
103,39 ± 1,01 103,25B ± 1,19
Garam Empedu
81,22 ab ± 5,71 75,75 b ± 1,42
101,19 ab ± 0,30 103,20 a ± 1,94
Keterangan : Superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pada perlakuan penambahan garam empedu, persentase bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak berbeda dengan L. plantarum D-01 dan B. longum Y-01. Pada media tanpa penambahan garam empedu, persentase BAL yang hidup secara nyata sangat berbeda (P<0,01), yaitu bakteri L. lactis D-01 mempunyai jumlah persentase bakteri terbesar. Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 6. 36
, , , ,
=
, , , ,
=
, , , ,
=
, , , ,
=
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu dengan Garam Empedu ( ) atau tanpa Garam Empedu ( )
37
Keempat BAL yang diuji baik L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu (Gambar 6).
L. plantarum D-01 dan B. longum Y-01 menunjukkan
pertumbuhan yang fluktuatif pada media tanpa adanya penambahan garam empedu sedangkan keberadaan garam empedu menyebabkan pertumbuhan yang statis. Pertumbuhan L. plantarum D-01 pada media tanpa penambahan garam empedu menunjukkan kurva yang fluktuatif sampai jam ke-17 dan setelah jam ke-17 populasinya secara bertahap mengalami peningkatan. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. plantarum mampu berkembang biak setelah jam ke-17. Kurva pertumbuhan L. lactis D-01 (Gambar 6) menunjukkan bahwa tanpa atau dengan garam empedu bakteri mengalami pertumbuhan yang statis. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. lactis hanya mampu bertahan pada garam empedu namun tidak dapat tumbuh. Grafik L. acidophilus Y-01 menunjukkan bahwa tanpa atau dengan garam empedu bakteri tersebut mengalami pertumbuhan yang hampir statis, namun jumlah populasi akhir bakteri tersebut lebih besar daripada populasi awal. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. acidophilus Y-01 mampu bertahan dan tumbuh pada media tanpa atau dengan garam empedu. Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik terhadap garam empedu. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 disebabkan kedua bakteri tersebut tidak mengalami penurunan jumlah populasi ketika diberi perlakuan garam empedu. Susanti et al. (2007) menjelaskan bahwa garam empedu berpengaruh terhadap permeabilitas sel bakteri. Pada BAL yang tahan terhadap garam empedu apabila diinkubasi pada larutan penyangga yang mengandung garam empedu masih dapat tumbuh dan tidak akan mengalami lisis. Namun, BAL tersebut tetap mengalami kebocoran materi intraseluler. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sifat permeabilitas sel pada membran sel bakteri. Pada bakteri yang tidak tahan terhadap garam empedu, perubahan permeabilitas sel dan kebocoran materi intraseluler lebih besar, sehingga sel bakteri akan mati karena lisis. Perubahan struktur membran sel dan sifat permeabilitas sel dapat terjadi akibat
38
enzim lipolitik yang disekresikan pankreas bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma bakteri. Keragaman struktur asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya, sehingga mungkin mempengaruhi ketahanannya terhadap garam empedu. Surono (2004) juga menambahkan bahwa lapisan peptidoglikan yang dimiliki oleh bakteri Gram positif juga mempengaruhi ketahanan bakteri terhadap garam empedu. Bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel tipis akan lebih mudah mengalami lisis dan mengakibatkan kematian apabila terkena garam empedu, sedangkan bakteri Gram positif yang memiliki dinding sel lebih tebal dapat mempertahankan hidupnya dan tidak mengalami lisis apabila terkena garam empedu. Ketahanan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah terhadap Antibiotik Berbeda Widodo (2002) menyatakan bahwa salah satu syarat BAL yang bermanfaat sebagai probiotik adalah memiliki ketahanan terhadap antibiotik. Antibiotik merupakan musuh paling berbahaya bagi mikroba. Antibiotik akan menyapu bersih populasi bakteri di dalam usus tanpa pandang bulu, sehingga untuk sesaat usus menjadi bersih tanpa adanya bakteri. BAL yang memiliki ketahanan terhadap antibiotik tidak akan mati ketika diberi antibiotik, sehingga di dalam usus manusia keseimbangan mikrobanya masih dapat terjaga. Keefektifan suatu antibiotik sangat tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Pengujian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap antibiotik berbeda dilakukan pada antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol. Antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol merupakan antibiotik berspektrum luas yang aktif terhadap banyak bakteri Gram positif dan Gram negatif. Kedua antibiotik tersebut juga sering dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga antibiotik tersebut dipilih untuk diujikan pada penelitian. Kemampuan L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 untuk bertahan dan tumbuh dalam media yang mengandung antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol selama 24 jam dapat dilihat Tabel 7.
39
Tabel 7. Jumlah Populasi BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik Populasi BAL (log10 cfu/ml) No. Lama
L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
inkubasi 1
Kontrol (Tanpa Antibiotik) P0 jam
7,89 ± 0,03
7,72A ± 0,05
7,79A ± 0,04
7,83A ± 0,03
P24 jam
11,26B ± 0,05
9,59B ± 0,05
9,89B ± 0,02
9,31B ± 0,04
3,37 ± 2,38
1,87 ± 1,32
2,10 ± 1,48
1,48 ± 1,05
(P24 - P0)*
A
2
Antibiotik Amoksisilin P0 jam
7,86 ± 0,43
7,68A ± 0,22 B
7,65 ± 0,13
7,82 ± 0,79
P24 jam
7,53 ± 0,60
6,10 ± 0,10
7,82 ± 0,10
8,20 ± 0,37
(P24 - P0)*
-0,33 ± 0,23
-1,58 ± 1,12
0,17 ± 0,12
0,38 ± 0,27
3
Antibiotik Kloramfenikol a
P0 jam
7,89 ± 0,02
7,93a ± 0,02
7,92A ± 0,03
7,73a ± 0,05
P24 jam
8,21b ± 0,06
8,20b ± 0,08
8,12B ± 0,03
8,23b ± 0,11
(P24 - P0)*
0,32 ± 0,23
0,27 ± 0,19
0,20 ± 0,14
0,50 ± 0,35
Keterangan : *hasil P yang (-) menunjukkan adanya kematian BAL Superskrip (A,B) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Superskrip (a,b) pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Uji t dilakukan dengan membandingkan jumlah populasi jam ke-0 dengan ke-24 jam
Pertumbuhan bakteri L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media tanpa antibiotik (Tabel 7) mengalami peningkatan jumlah populasi dari jam ke-0 sampai jam ke-24. BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi tumbuh dengan baik dan nyata meningkat populasinya (P<0,01) sebesar 1,5 – 3 log10 cfu/ml selama 24 jam inkubasi dalam media MRSB tanpa penambahan antibiotik, dengan peningkatan populasi tertinggi didapatkan pada L. plantarum D-01. Keempat BAL yang diuji tersebut mampu tumbuh dan berkembang biak pada media MRSB disebabkan pada media MRSB terdapat nutrisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri diantaranya sumber karbohidrat yaitu dextrose. Selain mengandung nutrisi, kondisi lingkungan pengujian yang sangat mendukung seperti pH dan suhu yang sesuai serta tidak terdapat zat penghambat membuat keempat
40
BAL yang diuji mampu tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Buckle et al. (2007) yang mengatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan nutrisi, pH, suhu, ketersediaan oksigen, adanya zat penghambat dan adanya persaingan dengan mikroba lainnya. Pada media yang diberi antibiotik amoksisilin, bakteri L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami penurunan jumlah populasi, sedangkan bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu mempertahankan jumlah populasinya (Tabel 7). Bakteri L. lactis D-01 mengalami penurunan populasi sebesar 1,58 log10 cfu/ml. Bakteri L. lactis D-01 tetap dikatakan mampu hidup pada media yang telah diberi antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi disebabkan menurut Jacobsen et al. (1999) semua bakteri yang berhasil bertahan pada kondisi yang telah diberi antibiotik dinyatakan bersifat tahan/resisten terhadap antibiotik meskipun jumlah populasinya mengalami penurunan. Hasil penelitian ketahanan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap antibiotik kloramfenikol (Tabel 7) menunjukkan bahwa keempat BAL yang diuji mampu mempertahankan jumlah populasinya meskipun telah diberi antibiotik kloramfenikol. BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi mampu bertahan dan meningkatkan populasi (P<0,05) sebesar 0,32 log10 cfu/ml untuk L. plantarum D-01, 0,27 log10 cfu/ml untuk bakteri L. lactis D-01, 0,50 log10 cfu/ml untuk bakteri L. acidophilus Y-01 serta meningkatkan populasi (P<0,01) sebesar 0,20 log10 cfu/ml untuk bakteri B. longum Y-01 pada kondisi lingkungan saluran pencernaan dengan antibiotik kloramfenikol. Keempat BAL yang diuji tetap dikatakan tahan terhadap antibiotik meskipun L. lactis D-01 secara signifikan mengalami penurunan jumlah populasi. Hal ini disebabkan oleh jumlah persentase bakteri yang hidup masih lebih dari 90% yang dapat dilihat pada Tabel 8.
41
Tabel 8. Persentase BAL yang Hidup pada Media tanpa atau dengan Penambahan Antibiotik Perlakuan
Kontrol Amoksisilin Kloramfenikol
Persentase BAL yang Hidup (%) L. plantarum
L. lactis
B. longum
L. acidophilus
D-01
D-01
Y-01
Y-01
a
142,70 ± 0,44
ab
ab
124,22 ± 1,19 126,96 ± 0,63 118,88b ± 0,50
95,78 ± 5,39
91,71 ± 13,55
102,23 ± 2,76 105,48 ± 10,29
ab
ab
102,53b ± 0,66 106,45a ± 1,82
104,06 ± 1,06
103,40 ± 0,90
Keterangan : Superskrip (a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Pada media tanpa antibiotik, persentase bakteri hidup L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 secara nyata berbeda-beda, yakni persentase bakteri hidup terbesar adalah L. plantarum D-01 yang nilainya tidak signifikan dengan L. lactis D-01 dan B. longum Y-01. Pada media dengan antibiotik kloramfenikol, jumlah bakteri yang mampu hidup secara nyata sangat berbeda, yaitu bakteri L. acidophilus Y-01 mempunyai persentase bakteri hidup terbesar yang nilainya tidak signifikan dengan L. plantarum D-01 dan L. lactis Y-01. Pada penelitian ini selain mengetahui jumlah populasi dan persentase bakteri yang dapat bertahan, juga diamati perubahan populasi selama perlakuan yang dapat dilihat pada Gambar 7. Bakteri L. plantarum D-01, L. Lactis D-01, B. longum Y-01, dan L. acidophilus Y-01 memiliki ketahanan yang baik untuk tumbuh pada antibiotik yang berbeda. Kurva kontrol keempat BAL selalu mengalami peningkatan dari jam ke-0 sampai jam ke-24. Hal ini menandakan bahwa tanpa diberi perlakuan (tanpa diberi antibiotik) keempat BAL tersebut mampu tumbuh dengan baik. Pada kurva kontrol (Gambar 7) dapat dilihat fase-fase pertumbuhan bakteri yaitu fase adaptasi, fase logaritmik dan fase stasioner. Fase adaptasi berlangsung pada 0-3 jam inkubasi untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 0-2 jam inkubasi untuk bakteri L. plantarum D-01, serta 0-4 jam inkubasi untuk bakteri L. acidophilus Y-01. Fase logaritmik terjadi pada 3-10 jam inkubasi untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum Y-01, 2-12 jam inkubasi untuk bakteri L. plantarum D-01, serta 4-12 jam inkubasi untuk bakteri L. acidophilus Y-01. Fase stasioner berlangsung setelah jam inkubasi ke-10 untuk bakteri L. lactis D-01 dan B. longum 42
Y-01 serta setelah jam inkubasi ke-12 untuk bakteri L. plantarum D-01 dan L. acidophilus Y-01.
.
, , , , , , , , , , , ,
, , , , , , , , , , , ,
C B
A =
C B A =
, , , , , , , , , , ,
, , , , , , , , , , , ,
C B A =
C B A =
Keterangan : A = fase adaptasi; B = fase logaritmik; C = fase stasioner
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Kultur Starter BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi dengan Antibiotik Amoksisilin ( ), Kloramfenikol ( ) dan tanpa Antibiotik ( )
43
Kecepatan pertumbuhan bakteri berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam sifat-sifat sel suatu organisme dan mekanisme pertumbuhannya. Pada umumnya semakin kompleks suatu organisme, semakin lama dibutuhkan oleh sel untuk membelah. Waktu generasi untuk L. plantarum D-01, L. lactis D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 dalam media PBS tanpa antibiotik masingmasing adalah 0,45; 0,15; 0,17 dam 0,34 menit. Buckle et al., (2007) juga menjelaskan bahwa pada fase logaritmik, sel-sel bakteri akan tumbuh dan membelah diri sampai jumlah maksimum, sehingga pada fase ini disarankan untuk dilakukan pemanenan. Pemanenan dilakukan pada fase logaritmik bertujuan agar saat menumbuhkan kembali, sel bakteri tidak mengalami fase adaptasi yang terlalu lama bila ingin digunakan sebagai kultur starter. Pada
media
dengan
antibiotik
amoksisilin,
pertumbuhan
bakteri
L. plantarum D-01 dan L. lactis D-01 mengalami sedikit penurunan. Hal ini berarti kedua bakteri tersebut kurang bisa tumbuh atau berkembangbiak dengan baik pada media yang diberi antibiotik amoksisilin disebabkan amoksisilin bekerja dengan cara bakterisidal. Bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 pada kondisi yang sama menunjukkan pertumbuhan yang hampir statis. Hal ini menandakan bahwa kedua bakteri tersebut dapat hidup pada media yang telah diberi antibiotik amoksisilin. Namun, perkembangbiakan kedua bakteri tersebut terjadi secara bertahap disebabkan antibiotik amoksisilin mampu menghambat perkembangbiakan bakteri. Pada media dengan antibiotik kloramfenikol, pertumbuhan bakteri L. lactis D-01 mengalami peningkatan terutama setelah jam ke-11. Hal ini menandakan bahwa L. lactis D-01 pada jam ke-0 sampai jam ke-11 berusaha melakukan adaptasi dan setelah jam ke-11 bakteri tersebut mampu berkembang biak secara cepat di dalam media yang telah diberi antibiotik. Kurva bakteri yang diberi antibiotik kloramfenikol juga dapat dilihat bahwa bakteri B. longum Y-01 mengalami pertumbuhan yang statis, sedangkan bakteri L. plantarum D-01 dan L. acidophilus Y-01 mengalami peningkatan perlahan-lahan. Hal ini menandakan bahwa bakteri L. plantarum D-01, B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01 mampu bertahan hidup dan berkembang biak di dalam media yang diberi antibiotik kloramfenikol, tetapi perkembangbiakannya terjadi secara bertahap.
44
Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dapat dilihat bahwa BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap antibiotik kloramfenikol daripada antibiotik amoksisilin. Hal ini terjadi disebabkan antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara mengeluarkan tindakan mematikan (bakterisida) terhadap bakteri yang berada di sekitarnya, sedangkan antibiotik kloramfenikol bekerja secara bakteriostatis
yakni dengan cara
menghambat pertumbuhan atau pembiakan bakteri, sehingga memungkinkan bakteri yang telah diberi antibiotik kloramfenikol mampu berkembang biak kembali (Volk dan Wheeler, 1993). Antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol sama-sama memiliki spektrum yang luas. Kedua antibiotik tersebut aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Siswandono (2000) menjelaskan bahwa antibiotik amoksisilin digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti H. Influenza, E. coli, P. mirabilis, Salmonella serta untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti : S. pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing
staphylococci,
Listeria.
Antibiotik
kloramfenikol
biasanya hanya digunakan untuk infeksi yang gawat yang disebabkan oleh suatu bakteri anaerob penyebab meningitis H. influenza dan tifus (Volk dan Wheeler, 1993). Antibiotik amoksisilin bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan cara mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Sitoplasma yang dilapisi dengan membran sitoplasma terdapat di dalam sel. Sitoplasma tersebut merupakan tempat berlangsungnya proses biokimia sel. Dinding sel bakteri terdiri dari beberapa lapisan. Pada bakteri Gram tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal dan dikelilingi lapisan asam teikoat, sedangkan dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis serta dikelilingi lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein. Perbedaan lapisan peptidoglikan ini menentukan ketahanan bakteri terhadap tekanan osmotik (Siswandono, 2000). Antibiotik kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein yakni dengan cara mengeluarkan efek bakteriostatis yang bereaksi pada ribosom 50S
45
yakni tempat antibiotik menghalangi enzim peptidil transferase. Enzim inilah yang melaksanakan tiga langkah dengan membentuk ikatan peptida antara asam amino baru, yang masih melekat pada tRNA-nya dan asam amino terakhir peptida yang sedang berkembang. Sebagai akibat penghalangan ini, semua sintesis protein terhenti seketika (Volk dan Wheeler, 1993). Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah terhadap Bakteri Patogen Salah satu kriteria yang diinginkan dari BAL yang digunakan sebagai kultur probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat bakteri patogen sehingga mampu berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mempertahankan keseimbangan mikroflora normal usus (Salminen et al., 2004). Pada penelitian ini digunakan tiga spesies bakteri patogen yaitu E. coli ATCC 25922, S. aureus ATCC 25923 dan S. Typhimurium ATCC 14028. Ketiga bakteri patogen tersebut digunakan dalam penelitian ini disebabkan ketiga jenis patogen ini sering menyerang manusia, sehingga dengan melakukan penelitian ini dapat diketahui spesies BAL yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen tersebut. Aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. Typhimurium ATCC 14028 No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm)
1.
L. plantarum D-01
11,84C ± 0,34
2.
L. lactis D-01
9,73 D ± 0,02
3.
B. longum Y-01
13,13B ± 0,19
4.
L. acidophilus Y-01
15,35A ± 0,28
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Keempat BAL yang diuji memiliki aktivitas antagonistik yang cukup besar terhadap S. Typhimurium (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan pernyataan Fuller (1997) yakni lactobacilli, bifidobacteria dan L. lactis mampu menghambat secara langsung bakteri S. Typhimurium. Berdasarkan hasil analisis ragam juga dapat dilihat bahwa jenis BAL yang berbeda sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap
46
bakteri S. Typhimurium. Pada hasil uji lanjut ditunjukkan bahwa diameter penghambatan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi berbeda-beda yakni zona penghambatan terbesar dihasilkan oleh bakteri L. acidophilus Y-01 sebesar 15,35 mm, sedangkan zona penghambatan terkecil dihasilkan oleh bakteri L. lactis D-01 yaitu sebesar 9,73 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 8.
a
Gambar 8.
b
c ..
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap S. Typhimurium ATCC 14028
Pada penelitian ini aktivitas antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri E. coli ATCC 25922. Zona penghambatan yang dihasilkan oleh keempat BAL dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap E. coli ATCC 25922 No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm)
1.
L. plantarum D-01
12,64B ± 0,28
2.
L. lactis D-01
10,81C ± 0,17
3.
B. longum Y-01
14,72A ± 0,45
4.
L. acidophilus Y-01
15,16A ± 0,32
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Keempat BAL yang diuji memiliki diameter penghambatan yang cukup besar terhadap bakteri E. coli. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu spesies dan strain dari Lactobacillus sp., Leuconostoc sp., Pediococcus sp. serta Streptococcus sp. mampu menghambat pertumbuhan E. coli. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa spesies dari Bifidobacteria juga mampu menghambat secara langsung pertumbuhan bakteri E. coli. Hasil analisis ragam menunjukkan 47
bahwa keempat jenis BAL sangat mempengaruhi diameter penghambatan terhadap bakteri E. coli. Pada uji lanjut dapat dilihat bahwa diameter hambat masing-masing BAL berbeda-beda kecuali bakteri B. longum Y-01 dan L. acidophilus Y-01. Bakteri L. acidophilus Y-01 memiliki diameter penghambatan yang paling besar yaitu 15,16 mm, namun secara numerik tidak signifikan dengan diameter penghambatan B. longum Y-01. Diameter penghambatan yang paling kecil dihasilkan oleh bakteri L. lactis D-01 yakni sebesar 10,81 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 9.
a
Gambar 9.
b
c
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap E. coli ATCC 25922
Pada penelitian aktivitas uji antagonistik BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi juga dilakukan pada bakteri Gram postif yaitu S. aureus. Diameter penghambatan yang dihasilkan BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi terhadap bakteri S. aureus ATCC 25923 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Aktivitas Antagonistik BAL Indigenous Dadiah dan Produk Olahan Susu Sapi terhadap S. aureus ATCC 25923 No
Kultur Bakteri
Diameter penghambatan (mm) 11,32ab ± 1,32
1.
L. plantarum D-01
2.
L. lactis D-01
9,40 b ± 0,52
3.
B. longum Y-01
13,80 a ± 0,47
4.
L. acidophilus Y-01
12,53 a ± 0,18
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
48
Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa keempat BAL yang diuji memiliki diameter penghambatan yang cukup besar terhadap S. aureus ATCC 25923 yaitu antara 9-12 mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Surono (2004) yaitu Lactobacillus dan Lactococcus mampu menghambat pertumbuhan S. aureus. Fuller (1997) juga menambahkan bahwa Bifidobacteria memiliki kemampuan untuk menghambat secara langsung bakteri S. aureus. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa keempat galur BAL yang berbeda mempengaruhi diameter penghambatan bakteri S. aureus. Pada hasil uji lanjut dapat dilihat bahwa zona penghambatan yang dihasilkan L. lactis D-01 berbeda dengan zona penghambatan yang dihasilkan oleh B. longum Y-01. Bakteri B. longum Y-01 memiliki zona penghambatan paling besar yakni sebesar 13,80 mm, sedangkan L. lactis D-01 memiliki zona penghambatan paling kecil yakni sekitar 9,40 mm. Penampakan zona hambat yang dihasilkan oleh BAL indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi dapat dilihat pada Gambar 9.
a
Gambar 10.
b
c
d
Zona penghambatan (a) L. plantarum D-01, (b) L. lactis D-01, (c) B. longum Y-01, (d) L. acidophilus Y-01 terhadap S. aureus ATCC 25923
Bakteri asam laktat indigenous dadiah dan produk olahan susu sapi mampu menghambat ketiga bakteri patogen indikator disebabkan BAL tersebut menghasilkan asam organik. Surono (2004) menjelaskan bahwa efek antimikroba dari asam organik merupakan akibat dari turunnya nilai pH. Pada hasil penelitian supernatan BAL yang dihasilkan memiliki pH yang asam yaitu pH supernatan L. plantarum D-01 sebesar 4,155, L. lactis D-01 sebesar 4,243, B. longum Y-01 sebesar 4,058, serta L. acidophilus Y-01 sebesar 4,277. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa asam laktat yang dihasilkan oleh keempat BAL tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Buckle et al. (2007) yaitu pH optimum bakteri patogen adalah sekitar 6,5 sampai
49
7,5, sehingga dengan pH supernatan yang asam menghasilkan zona penghambatan. Salminen dan Wright (1998) juga menjelaskan bahwa selain asam organik, BAL juga menghasilkan beberapa senyawa yang bersifat antimikroba, diantaranya diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan senyawa protein yang lebih dikenal dengan sebutan bakteriosin. Asam laktat dan asam asetat merupakan salah satu senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh BAL. Selain itu, BAL juga menghasilkan hidrogen peroksida yang cukup besar. Akumulasi senyawa tersebut terdapat di dalam sel dikarenakan BAL tidak menghasilkan enzim katalase. Pelczar dan Chan (2008) juga menambahkan bahwa mekanisme aktivitas penghambatan antimikroba dilakukan dengan cara merusak dinding sel bakteri. Selain itu penghambatan antimikroba juga dapat dilakukan dengan cara penghambatan pembentukan dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrien di dalam sel, denaturasi protein sel serta perusakan sistem metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler. Pembentukan dinding sel dapat terganggu oleh aktivitas antimikroba disebabkan oleh adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel, sehingga mengakibatkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Akumulasi senyawa antimikroba ini dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi yaitu rendahnya nilai pH. Bentuk tak terdisosiasi suatu komponen antimikroba akan mengakibatkan proton lebih cepat masuk ke dalam sel. Jika pH diturunkan (asam) maka proton yang masuk ke dalam sitoplasma sel akan semakin banyak, sehingga semakin banyak energi yang diperlukan untuk mengeluarkan proton. Pengeluaran proton ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen-komponen sel, sehingga apabila bakteri tidak cukup energi maka akan mengakibatkan kematian. Bakteri Gram positif umumnya memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel lebih tebal, sehingga akumulasi senyawa antimikroba yang masuk ke dalam membran sel tidak terlalu banyak.
50