HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti adalah usia, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Masing-masing karakteristik dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok. Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diperoleh data frekwensi dari masing-masing kelompok, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Frekwensi Berdasarkan Karakteristik Responden Karakteristik Responden/Kelompok
Persen
I. Usia 1. < 20 tahun
12
2. 20 – 24 tahun
30
3. 25 – 29 tahun
40
4. ≥ 30 tahun
18
II. Tingkat Pendidikan 1. SD / M. Ibtidaiyah
13
2. SMP / M. Tsanawiyah
23
3. SMA / M. Aliyah
52
4. Perguruan Tinggi
12
III. Pekerjaan 1. Ibu Rumah Tangga / Tidak Bekerja
62
2. Buruh / Pedagang
10
3. Karyawan Negeri / Swasta
23
4. Guru / Dosen
5
Berdasarkan karakteristik usia, kelompok usia kurang dari 20 tahun merupakan kelompok yang jumlah respondennya paling sedikit yaitu hanya 12 orang atau 12 persen dari total 100 responden. Kelompok usia ini didominasi oleh ibu-ibu muda yang baru berumah tangga. Responden yang berasal dari kelompok usia 25–29 tahun yaitu sebanyak 40 orang atau 40 persen dari total 100 responden. Usia 25-29 tahun
merupakan kelompok yang terbanyak respondennya
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Kelompok responden yang berasal dari tingkat usia 30 tahun ke atas sebanyak 18 orang atau 18 persen dari total 100 responden. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok responden dari lulusan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah sejumlah 13 orang atau 13 persen dari total responden 100 orang. Responden yang lulus SMP/Madrasah Tsanawiyah sebanyak 23 orang atau 23 persen. Responden yang terbanyak dari karakteristik pendidikan yaitu kelompok lulusan SMA/Madrasah Aliyah yaitu sebanyak 52 orang atau 52 persen, sedangkan kelompok responden yang lulusan perguruan tinggi jumlahnya hanya 12 orang atau 12 persen dari total 100 responden. Kelompok responden yang lulus perguruan tinggi merupakan jumlah yang terkecil dari total 100 responden. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, kelompok ibu rumah tangga mendominasi jumlah responden dalam penelitian ini yaitu sebanyak 62 orang atau 62 persen dari total responden sebanyak 100 orang. Kelompok buruh dan pedagang memiliki responden sebanyak 10 orang atau 10 persen dari total 100 responden. Responden yang memiliki pekerjaan sebagai karyawan baik neeri maupun swasta sebanyak 23 orang atau 23 persen dari jumlah keseluruhan responden 100 orang. Sedangkan guru/dosen merupakan kelompok dari jenis pekerjaan responden yang jumlah respondennya paling sedikit yaitu 5 orang atau 5 persen saja. Berdasarkan hasil amatan tentang lingkungan rumah responden bahwa sebagian besar daerah pemukimannya merupakan hunian yang padat dengan status rumah sewa/kontrakan. Rumah-rumah pribadi yang dihuni oleh penduduk asli sebagian besar adalah jenis rumah yang kurang ventilasi dan pencahayaan serta cenderung berdekatan antar rumah. Responden yang tinggal di lingkungan perumahan seperti perumahan Puri Anggrek, Graha Pancoran Mas (Komplek Marinir) lebih tertata dengan baik dari sisi ventilasi, pencahayaan, sistem saluran air, sehingga tidak ada tempat-tempat yang dapat dipergunakan oleh nyamuk sebagai sarangnya maupun pertumbuhan jentik-jentik nyamuk Aedes Agypti.
Frekwensi Peubah Terpaan Pesan Frekwensi terpaan pesan diukur melalui frekwensi dan intensitas responden dalam proses penerimaan pesan. Pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang diterima oleh responden dilakukan melalui saluran televisi, kelompok Posyandu, dan tetangga. Tabel 4. Kategorisasi Terpaan Pesan Melalui Televisi, Kelompok Posyandu, Tetangga Kategori Rendah Sedang Tinggi
Televisi Kelompok Posyandu Tetangga Frekwensi Intensitas Frekwensi Intensitas Frekwensi Intensitas 34 33 39 30 53 38 39 32 31 37 21 33 27 35 30 33 26 29
Tabel 4 memberikan gambaran tentang frekwensi dan intensitas responden menerima pesan pencegahan bahaya demam berdarah melalui televisi, kelompok Posyandu, dan tetangga. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa terpaan pesan melalui televisi lebih dapat menarik perhatian ibu-ibu rumah tangga dibandingkan dengan saluran yang lain. Meskipun frekwensi menonton televisi tidak terlalu tinggi namun ibu-ibu rumah tangga merasa lebih tertarik dalam memperhatikan isi pesan tentang pencegahan demam berdarah. Data tarik media televisi sedemikian besar sehingga ibu-ibu rumah tangga menjadikan media televisi sebagai panutan baru bagi kehidupan manusia. Media televisi menjadi alat atau sarana untuk memperoleh berbagai macam informasi termasuk informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah. Rangsangan yang ditimbulkan oleh televisi melalui program-programnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan media cetak. Karena, pada televisi gambar-gambarnya bersifat moving, sedangkan media cetak bersifat statis. Secara psikologis, gambar yang bergerak dapat “tertanam” dalam benak manusia dalam waktu yang lama sekali dan memberikan dampak. Makin besar daya pikatnya atau rangsangan yang ditimbulkannya, makin dalam pula dampak yang ditimbulkannya. Artinya, ibu-ibu rumah tangga akan sering teringat dan membayangkan pesan pencegahan bahaya demam berdarah. Proses komunikasi dalam kelompok Posyandu dapat berjalan dengan baik, hal ini ditandai dengan tingginya nilai frekwensi ibu-ibu rumah tangga menerima
pesan pencegahan bahaya demam berdarah dari kader-kader Posyandu. Nilai frekwensi yang tinggi diikuti dengan nilai intensitas yang tinggi pula yaitu sebesar 33 persen. Jika masing-masing anggota kelompok Posyandu memahami masingmasing perannya maka segala bentuk penyampaian pesan dapat berjalan dengan baik didukung oleh kemampuan komunikasi antarpribadinya. Peran yang pertama dalam komunikasi kelompok adalah peran tugas kelompok, dimana peran ini yang membuat kelompok Posyandu mampu untuk memfokuskan secara lebih spesifik dalam mencapai tujuan kelompok. Dalam menjalankan peran ini, anggota Posyandu tidak berbuat sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai bagian dari kelompok Posyandu. Peran yang kedua, peran membina dan mempertahankan kelompok sangat diperlukan karena kelompok Posyandu merupakan satu unit yang para anggotanya memiliki hubungan interpersonal yang beragam sehingga kelompok dan para anggotanya memerlukan dukungan interpersonal yang sama dan sesuai yang dibutuhkan anggotanya. Sedangkan peran yang ketiga, peran individual, dimana peran ini lebih mengarah pada peran yang kontra-produktif. Peran tersebut dapat menghambat kelompok dalam mencapai tujuannya dan lebih berorientasi pada individu ketimbang kelompok. Peran semacam ini sering diistilahkan dengan malfungsi, yang menghambat efektivitas kelompok baik dalam hal produktivitas maupun kepuasan pribadi. Kader-kader Posyandu lebih menekankan penyampaian pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan cara persuasif. Pada akhirnya proses komunikasi dalam suatu kelompok Posyandu sangat bergantung pada komunikasi interpersonal dari masing-masing anggota maupun kader-kader Posyandu, tujuan dan perannya di dalam kelompok serta norma-norma yang berlaku. Proses penyampaian pesan pencegahan bahaya demam berdarah melalui tetangga berdasarkan tingkat frekwensi dan intensitas dinilai kurang memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan penyampaian pesan melalui televisi dan
kader-kader
Posyandu.
Indikator
yang
paling
umum
untuk
mengklasifikasikan kemampuan komunikator dalam proses penyampaian pesan berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Pemanfaatan tetangga sebagai narasumber pesan pencegahan bahaya demam berdarah dinilai kurang efektif ditinjau dari kemampuan komunikator
dalam penguasaan materi pesan pencegahan bahaya demam berdarah. Jumlah komunikator pada komunikasi antar tetangga yang yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kota Depok berkisar satu sampai dua orang, dengan derajat kedekatan fisik yang tinggi. Kedekatan hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi tercermin pada jenis-jenis pesan atau respons nonverbal mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat dekat. Umpan balik terhadap pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang disampaikan oleh komunikator memberikan umpan balik yang segera setelah komunikan menerima pesan tesebut. Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Meskipun setiap pembicaraan, kenyataannya komunikasi antarpribadi bisa saja didominasi oleh suatu pihak.
Peubah Terpaan Pesan Berdasarkan Karakteristik Responden Frekwensi terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang dialami oleh responden dapat ditinjau berdasarkan karakteristik usia, pendidikan, dan pekerjaan ibu-ibu rumah tangga. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kategorisasi Terpaan Pesan Berdasarkan Karakteristik Responden Terpaan Pesan Berdasarkan Usia
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Terpaan Pesan Berdasarkan Pendidikan
Terpaan Pesan Berdasarkan Pekerjaan
< 20 th
20-24 th
25-29 th
≥ 30 th
SD
SMP
SMA
PT
Tdk Bkj
Buruh
Karywn
Guru
4 5 3
8 8 14
14 14 12
6 7 5
5 5 3
3 7 13
20 18 14
4 4 4
17 21 24
7 1 2
6 10 7
2 2 1
Pesan pencegahan bahaya demam berdarah lebih mudah menerpa ibu-ibu rumah tangga di kelompok usia 20-24 tahun, dengan tingkat pendidikan SMA dan pada ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Secara umum kelompok usia 20-24 tahun memang lebih mudah terterpa pesan. Hal ini dikarenakan keragaman dan usia ibu-ibu rumah tangga juga didukung oleh pendidikan yang dimiliki. Pada umumnya responden yang memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi cenderung lebih banyak memanfaatkan semua saluran komunikasi untuk memperoleh informasi. Meskipun demikian, ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja cenderung lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi yang tersedia untuk
pemenuhan kebutuhan informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah. Ketersediaan waktu menjadi salah satu nilai tambah dalam penyampaian pesan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor penentu dalam kesempatan mengakses informasi pencegahan bahaya demam berdarah adalah waktu luang yang tersedia bagi ibu-ibu rumah tangga. Televisi dan kader-kader Posyandu dianggap sebagai sumber informasi yang paling diyakini kebenarannya. Hal tersebut dikarenakan pada televisi, nilai aktualitas terhadap suatu liputan atau pemberitaan sangat cepat. Daya rangsang seseorang terhadap media televisi cukup tinggi, karena kekuatan suara dan gambarnya yang bergerak (ekspresif). Satu hal yang paling berpengaruh dari daya tarik televisi ialah bahwa informasi atau berita-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga ibu-ibu rumah tangga dari kelompok usia 20-24 tahun tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi. Hasil-hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa media massa memang memiliki potensi untuk mempengaruhi dan memperkuat perilaku seseorang. Isi pesan media televisi berasal dari sumber resmi yaitu pemerintah tentang sesuatu isu yang terjadi di masyarakat yaitu wabah penyakit demam berdarah. Pendapat sumber resmi ini apabila ditayangkan akan menimbulkan pendapat umum. Sifat komunikasi massa media televisi yang transitory menurut ibu-ibu rumah tangga bahwa: (1) isi pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang disampaikan singkat dan jelas; (2) cara penyampaian kata per kata benar; (3) intonasi suara dan artikulasi tepat dan baik. Kesemuanya itu tentu saja menekankan unsur isi pesan yang komunikatif sehingga ibu-ibu rumah tangga dapat mengerti secara tepat tanpa harus menyimpang dari pemberitaan yang sebenarnya (interpretasi berbeda). Pesan yang berasal dari kader-kader Posyandu dinilai oleh ibu-ibu rumah tangga dapat dipahami dan dimengerti dengan baik kecuali oleh kelompok usia kurang dari 20 tahun.. Salah satu komponen penting dalam membangun sebuah kelompok yang baik adalah adanya komunikasi yang efektif dalam kelompok tersebut. Komunikasi kelompok terjadi dalam suasana yang lebih berstruktur dimana anggota kelompok Posyandu lebih cenderung melakukan secara sengaja
dibandingkan dengan komunikasi antarpribadi, dan umumnya para pesertanya lebih sadar akan peranan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Berdasarkan penjelasan di atas media berfungsi antara lain 1) sebagai integrasi dan interaksi sosial, antara lain memperoleh pengetahuan tentang orang lain, membantu menjalankan peran sosial, dan memungkinan untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman, dan masyarakat; 2) sebagai hiburan, untuk mengisi waktu, dan memperoleh kenikmatan jiwa dan estetika. Peubah Sikap Berdasarkan Karakteristik Responden Indikator dari peubah sikap yang diukur dalam penelitian ini adalah kognitif, afektif, dan konatif berdasarkan pada pesan yang telah diterima oleh ibuibu rumah tangga dari televisi, kader-kader posyandu, dan tetangga. Data frekwensi peubah sikap dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kategorisasi Sikap Berdasarkan Karakteristik Responden Kategori < 20 th
Rendah Sedang Tinggi
Sikap Berdasarkan Pendidikan
Sikap Berdasarkan Usia 6 3 3
20-24 th 25-29 th
12 9 9
13 14 13
Sikap Berdasarkan Pekerjaan
≥ 30 th
SD
SMP
SMA
PT
Tdk Bkj
Buruh
Karywn
Guru
6 5 7
7 3 3
8 7 8
19 17 16
3 4 5
24 18 20
5 3 2
5 9 9
3 1 1
Sikap ibu-ibu rumah tangga yang terbentuk dengan baik dan berada pada kategori tinggi sesuai isi pesan pencegahan bahaya demam berdarah pada usia 2529 tahun, ibu-ibu yang berlatar belakang pendidikan SMA dan mereka tidak bekerja. Hal yang perlu diwaspadai yaitu adanya kelompok ibu-ibu rumah tangga dari kelompok yang sama yaitu usia 25-29 tahun dengan latar belakang pendidikan SMA dan tidak bekerja juga berada pada kategori rendah. Penyebaran pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang tidak merata menjadi salah satu faktor penyebabnya disamping faktor kesempatan ibu-ibu rumah tangga dalam menerima pesan. Ibu-ibu rumah tangga yang berada di kategori tinggi terindikasi lebih banyak menggunakan media, dan mempunyai kesempatan berinteraksi dengan kelompok posyandu maupun tetangganya untuk memenuhi kebutuhan kognitif, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan informasi, pengetahuan, dan pemahaman. Ibu-ibu rumah tangga pada kategori tinggi merasa pengetahuannya
bertambah sehingga reaksi emosi dan perilaku yang terbentuk dalam suatu sikap positif berdasarkan isi pesan. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok ibu-ibu yang berada di kategori rendah, faktor kesempatannya lebih rendah untuk menerima pesan pencegahan bahaya demam berdarah baik melalui media, kelompok posyandu maupun tetangganya. Jenjang pendidikan SMA merupakan suatu tingkatan yang dianggap dapat mengelola suatu pesan dengan baik kemudian mengimplementasikannya dalam suatu bentuk sikap sesuai dengan isi pesan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebanyak 16 orang ibu-ibu rumah tangga dengan tingkat pendidikan menengah atas ini mempunyai sikap yang sesuai dengan isi pesan. Daya tangkap dan penalaran seseorang tentang suatu kasus sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga (tidak bekerja) merasa lebih mudah untuk melakukan pencegahan bahaya demam berdarah. Kegiatan yang biasa dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dari kelompok tidak bekerja seperti melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat air (gentong air besih, bak mandi, tatakan pot tanaman), menguras bak mandi, melakukan penyemprotan nyamuk minimal satu kali sehari, tidak membiasakan menggantung pakaian di kamar tidur, membuang barang-barang bekas (seperti ban, aki, botol, kaleng, plastic yang dapat digenangi air) sehingga memungkinkan dijadikan tempat bersarang serta berkembang biak nyamuk Aedes Aegypti. Dibandingkan dengan jenis pekerjaan lainnya, maka ibu rumah tangga yang tidak bekerja mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan sendiri kegiatan pencegahan bahaya demam berdarah. Ibu-ibu rumah tangga yang bekerja lebih banyak mendelegasikan upaya pencegahan bahaya demam berdarahnya pada orang lain seperti pembantu rumah tangga maupun anggota keluarga lainnya. Ibu-ibu rumah tangga cenderung terbentuk sikap untuk melakukan pencegahan bahaya demam berdarah setelah ada tetangga terdekat maupun anggota keluarga yang terjangkit demam berdarah. Hal tersebut dapat mengakibatkan angka penularan penyakit demam berdarah tetap tinggi, terutama pada musim pancaroba.
Hubungan antara Terpaan Pesan dengan Sikap Secara umum, ibu-ibu rumah tangga sering mengakses pesan-pesan tentang pencegahan bahaya demam berdarah baik melalui media televisi, kaderkader posyandu maupun tetangga mereka. Selain frekwensi pesan yang menerpa responden maka intensitas mereka dalam memahami isi pesan juga sangat penting. Ibu-ibu rumah tangga memiliki ketertarikan dan kemauan untuk memahami isi pesan. Semakin sering ibu-ibu rumah tangga terterpa pesan kemudian mereka tertarik dan dapat memahami isi pesan dengan baik maka sikapnya juga akan terbentuk sesuai dengan isi pesan. Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan antara peubah terpaan pesan dan peubah sikap diperoleh hasil seperti yang terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Korelasi antara Terpaan Pesan dengan Sikap Sikap Terpaan Pesan melalui Televisi
0,778
Terpaan Pesan melalui Kelompok Posyandu
0,608
Terpaan Pesan melalui Tetangga
0,554
Terdapat hubungan yang nyata antara terpaan pesan secara umum dengan sikap ibu-ibu rumah tangga. Tingkat hubungan antara terpaan pesan secara umum dengan sikap ibu-ibu rumah tangga termasuk dalam kelompok kuat. Keeratan hubungan yang tercipta dapat memberikan suatu gambaran bahwa frekwensi dan intensitas terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah berhubungan nyata dengan sikap ibu-ibu rumah tangga. Artinya, besar kecilnya perubahan peubah sikap dipengaruhi oleh nilai peubah terpaan pesan, demikian juga sebaliknya. Arah dari perubahan bersifat positif, artinya semakin tinggi nilai terpaan pesan maka nilai peubah sikap juga semakin tinggi (Gambar 6).
150.00
140.00
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
Pesan
Gambar 6. Plot Hubungan antara Terpaan Pesan dengan Sikap Gambar 6 memperlihatkan adanya pola tertentu antara terpaan pesan secara umum dengan sikap ibu-ibu rumah tangga. Nilai yang terbentuk dari peubah pesan dan sikap berdasarkan jawaban ibu-ibu rumah tangga tergambar dengan jelas pada Gambar 6. Semakin tinggi nilai untuk peubah terpaan pesan, semakin tinggi pula nilai untuk sikap. Artinya, sikap ibu-ibu rumah tangga akan semakin menunjukkan adanya suatu perubahan sesuai dengan isi pesan apabila semakin sering dan intens mereka terterpa pesan. Aspek pertama dalam pembentukan proses pembentukan sikap yaitu keinginan responden untuk menambah pengetahuan/informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah mendorong untuk mencari informasi tersebut. Responden merasa membutuhkan pesan tersebut sehingga mereka melakukan pencarian informasi dengan cara yang paling mudah yaitu melalui media televisi, tetangga terdekat baru kemudian dilengkapi oleh kader-kader posyandu sebagai orang yang dianggap paling tahu tentang informasi tersebut. Aspek kedua yang mendukung terbentuknya sikap yaitu reaksi emosi responden yang muncul berdasarkan pesan yang menerpanya, seperti rasa takut/khawatir jika diri dan keluarganya terjangkit penyakit demam berdarah, rasa sedih melihat korban yang berjatuhan akibat penyakit tersebut, rasa senang jika keluarga dan tetangga disekitarnya ikut serta dalam program 3 M. Aspek ketiga adalah perilaku responden untuk melakukan
program pencegahan bahaya demam berdarah seperti di dalam pesan yang menerpanya, dapat terlaksana setelah pengetahuannya lengkap serta didukung oleh reaksi emosi yang kuat. Hubungan antara terpaan pesan melalui televisi dengan sikap ibu-ibu rumah tangga sebesar 0,778. Tingginya nilai hubungan antara terpaan pesan melalui televisi dengan sikap ibu-ibu rumah tangga cukup kontras bila dibandingkan dengan terpaan pesan melalui kelompok posyandu dan tetangga. Televisi merupakan media yang memiliki cakupan terluas serta paling mudah diakses oleh seluruh ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Depok. Format pesan untuk media elektronika yaitu televisi dikemas lebih singkat dengan menampilkan tokoh/artis yang sudah dikenal oleh masyarakat dengan baik seperti Gubernur DKI sehingga dapat menjadi daya tarik tersendiri dalam penyampaian pesan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan media massa seperti televisi juga dapat mempengaruhi pemahaman dan opini masyarakat. Tingkat keeratan hubungan antara peubah terpaan pesan melalui televisi dengan sikap berhubungan nyata. Gambar 7 memperlihatkan pola hubungan yang terjadi antara terpaan pesan melalui televisi dengan sikap ibu-ibu rumah tangga. 150.00
140.00
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
25
30
35
40
45
50
Televisi
Gambar 7. Plot Hubungan Terpaan Pesan melalui Televisi dengan Sikap Hubungan nyata yang tercipta antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam bedarah melalui televisi dengan sikap ibu-ibu rumah tangga bermakna positif. Artinya, semakin tinggi terpaan pesan melalui televisi maka sikap ibu-ibu rumah tangga dapat terbentuk dengan baik. Dengan demikian, semakin sering dan intens ibu-ibu rumah tangga terterpa pesan pencegahan bahaya demam berdarah
melalui televisi maka semakin tinggi pula sikapnya (aspek kognitif, afektif, dan konatif). Meningkatnya penggunaan televisi di kalangan ibu-ibu rumah tangga dalam memperoleh informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah menyebabkan munculnya reaksi emosi/afektif dan konatifnya. Hal yang sama juga terjadi pada terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah melalui kelompok posyandu. Hubungan nyata yang terbentuk antara peubah terpaan pesan melalui kelompok posyandu dengan sikap memiliki tingkat keeratan yang kuat yaitu sebesar 0.608, meskipun tidak seerat terpaan pesan melalui televisi. Gambar 8 memperlihatkan pola yang terbentuk antara terpaan pesan melalui kelompok posyandu dengan sikap.
150.00
140.00
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
20
25
30
35
40
Posyandu
Gambar 8. Plot Hubungan Terpaan Pesan melalui Kelompok Posyandu dengan Sikap Pada Gambar 8 terlihat bahwa tingginya frekwensi dan intensitas ibu-ibu rumah tangga menerima pesan pencegahan bahaya demam berdarah dari kaderkader posyandu maka semakin tinggi pula sikap yang terbentuk sesuai dengan isi pesan. Proses komunikasi dalam suatu kelompok sangat bergantung pada komunikasi interpersonal dari masing-masing anggota maupun pemimpin kelompok, tujuan dan perannya di dalam kelompok serta norma-norma yang berlaku.
Antara
komunikasi
kelompok
dengan
komunikasi
antarpribadi
sebenarnya tidak perlu ditarik suatu garis pemisah, kedua bidang tersebut bertumpang tindih dan banyak situasi tatap muka dapat diungkapkan dalam berbagai cara sesuai dengan perhatian dan tujuan si pengamat. Kesamaannya: komunikasi kelompok dan komunikasi antarpribadi melibatkan dua atau lebih individu yang secara fisik berdekatan dan yang menyampaikan serta menjawab pesan-pesan baik secara verbal maupun non verbal. Hubungan antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah melalui tetangga dengan sikap ibu-ibu rumah tangga memiliki tingkat keeratan hubungan yang sedang yaitu sebesar 0.554 dan bermakna positif. Artinya semakin sering dan intens ibu-ibu rumah tangga terterpa pesan pencegahan bahaya demam berdarah dari tetangganya maka sikapnya pun terbentuk dengan baik sesuai dengan isi pesan. Gambar 9 memperlihatkan pola keeratan hubungan antara terpaan pesan melalui tetangga dengan sikap. 150.00
140.00
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
20
25
30
35
40
Tetangga
Gambar 9. Plot Hubungan Terpaan Pesan melalui Tetangga dengan Sikap Komunikasi antarpribadi biasanya dikaitkan dengan pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Format pesan untuk saluran komunikasi interpersonal dan kelompok dikemas dengan gaya yang informal. Hal tersebut disebabkan proses penyampaian pesan banyak disampaikan dari mulut ke mulut. Hubungan dalam komunikasi antarpribadi dapat dikembangkan dengan baik, salah satu peubah yang paling penting dan paling banyak ditelaah adalah
daya tarik (attraction) pesan pencegahan bahaya demam bedaah. Hasil penelitian dan teori telah mengidentifikasi lima faktor utama yang mempengaruhi daya tarik ini yaitu (1) daya tarik fisik, kebanyakan ibu-ibu rumah tangga lebih menyukai orang yang secara fisik menarik ketimbang orang yang secara fisik tidak menarik, dan mereka lebih menyukai orang yang memiliki kepribadian menyenangkan ketimbang yang tidak. Umumnya, ibu-ibu rumah tangga melekatkan karakteristik (citra) positif kepada orang yang menurut mereka menarik dan karakteristik (citra) negatif kepada orang yang dianggap tidak menarik. (2) Kedekatan, hal tersebut diartikan sebagai orang-orang yang tinggal atau bekerja di dekat ibu-ibu rumah tangga. Jarak fisik paling penting pada tahap-tahap awal interaksi. Pengaruh kedekatan ini berkurang (tetapi selalu tetap penting) dengan meningkatnya peluang untuk berinteraksi dengan mereka yang berjarak lebih jauh. (3) Pengukuhan, ibu-ibu rumah tangga menyukai orang yang menghargai atau mengukuhkan mereka. Penghargaan atau pengukuhan dapat bersifat sosial (misalnya, komplimen atau pujian) atau bersifat material (misalnya, hadiah atau promosi). Tetapi penghargaan dapat berakibat sebaliknya. Bila berlebihan, penghargaan kehilangan efektivitasnya dan dapat menimbulkan reaksi negatif. Ibu-ibu rumah tangga juga menjadi tertarik kepada orang yang mau menghargai pendapat maupun keterbatasan pengetahuan dan sikap mereka tentang pencegahan bahaya demam berdarah.. Hal tersebut berdampak pada rasa suka kepada orang yang telah membantu mereka. Ibu-ibu memberikan penghargaan kepada seseorang karena mereka menyukainya. (4) Kesamaan, ibu-ibu rumah tangga umumnya menyukai orang yang sama dengan kita dalam hal kebangsaan, suku bangsa, kemampuan, karakteristik fisik, kecerdasan, khususnya sikap dan selera. Hipotesis kecocokan menjelaskan bahwa orang-orang akan bergaul dan membina hubungan dengan orang-orang yang mirip dengan mereka sendiri dalam hal daya tarik. Meskipun pada kenyataannya tidaklah selalu demikian. Status kekayaan, kecerdasan, kekuasaan, dan berbagai karakteristik kepribadian lain merupakan contoh nyata kualitas yang dapat mengimbangi kekurangan daya tarik fisik. (5) Sifat saling melengkapi, walaupun banyak orang berpendapat bahwa “orangorang yang mempunyai kepentingan yang sama akan bersatu” ada pula orang lain yang berpendapat bahwa “kutub yang berlawanan saling tarik menarik.”
Ancangan ini mengikuti prinsip saling melengkapi. Prinsip saling melengkapi meramalkan bahwa orang akan tertarik pada orang lain yang tidak serupa dengannya. Orang tertarik kepada orang lain yang tidak serupa hanya dalam situasi-situasi tertentu. Pada komunikasi antarpribadi, yang menjadi saluran maupun sumber komunikasi adalah pemrakarsa komunikasi. Arus pesan yang terjadi pada komunikasi antarpribadi cenderung dua arah dalam konteks komunikasi tatap muka, meskipun saat ini banyak yang memanfaatkan alat bantu dalam berkomunikasi sehingga umpan baliknya tinggi sebagai akibat dari pesan diterima oleh komunikan. Hal yang sering terjadi pada komunikasi antarpribadi, si penerima pesan mampu mengatasi tingkat selektivitas terutama terpaan selektif (selective exposure). Kecepatan jangkauan pesan terhadap khalayak jika mempergunakan komunikasi antarpribadi relatif lambat. Efek yang mungkin terjadi jika mempergunakan komunikasi antarpribadi adalah perubahan sikap. Meskipun ibu-ibu rumah tangga di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Depok sebagian besar memiliki akses informasi melalui televisi, namun saluran komunikasi antar individu (tetangga) dan peran dari kader-kader posyandu turut diperhitungkan pula. Peran tetangga dan kunjungan ke rumah-rumah oleh tetangga dan kader-kader posyandu serta pertemuan rutin bulanan di kelompok posyandu masih dapat dipilih dalam penyebaran pesan sosial seperti pencegahan bahaya demam berdarah. Dengan demikian, komunikasi interpersonal sebenarnya merupakan peluang sekaligus tantangan bagi penyebaran informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah. Kondisi-kondisi di atas, menunjukkan bahwa pengembangan materi kampanye pencegahan bahaya demam berdarah yang terintegrasi guna menunjang upaya peningkatan sikap (aspek kognitif, afektif, dan konatif) masih sangat diperlukan. Kegiatan yang terintegrasi ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami tentang gejala demam berdarah, penularan, pengobatan dan pencegahannya.
Hubungan Terpaan Pesan Dengan Sikap Berdasarkan Karakteristik Responden Konsep penyampaian pesan akan menjadi lebih efektif dan tepat sasaran jika memperhatikan karakteristik khalayak seperti usia, pendidikan, dan pekerjaan sehingga dapat terjadi perubahan sikap sesuai dengan isi pesan. Berdasarkan hasil uji statistik, hubungan antara peubah terpaan pesan dan peubah sikap berdasarkan karakteristik responden diperoleh hasil seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Hubungan Terpaan Pesan dengan Sikap Berdasarkan Karakteristik Responden Hubungan Terpaan Pesan dengan Sikap
Nilai Hubungan
berdasarkan kelompok usia < 20 tahun berdasarkan kelompok usia 20-24 tahun berdasarkan kelompok usia 25-29 tahun berdasarkan kelompok usia ≥ 30 tahun berdasarkan tingkat pendidikan SD berdasarkan tingkat pendidikan SMP berdasarkan tingkat pendidikan SMA berdasarkan tingkat pendidikan PT berdasarkan kelompok tidak bekerja berdasarkan kelompok buruh/pedagang berdasarkan kelompok karyawan berdasarkan kelompok guru/dosen
0,902 0,746 0,866 0,796 0,910 0,701 0,866 0,758 0,768 0,776 0,844 0,880
Hubungan Terpaan Pesan Dengan Sikap Berdasarkan Usia Hubungan antara terpaan pesan dengan sikap jika memperhitungkan karakteristik responden maka terlihat nilai hubungan yang berbeda-beda pada setiap kelompoknya. Usia merupakan salah satu karakteristik responden yang ikut diperhitungkan dalam menilai hubungan antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap. Pada kelompok usia kurang dari 20 tahun memiliki tingakat keeatan hubungan yang sangat kuat yaitu sebesar 0,902. Ibu-ibu rumah tangga yang berada di kelompok usia kurang dari 20 tahun terdiri dari ibu-
ibu muda yang baru menikah. Mereka lebih mudah terkena terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah, hal ini dikarenakan ibu-ibu tersebut berusaha banyak belajar dan mencari pengetahuan yang sebanyak-banyak tentang berumah tangga. Keinginan yang kuat dari ibu-ibu untuk terus menggali pengetahuan termasuk tentang pencegahan bahaya demam berdarah menyebabkan hasil ujinya menunjukkan nilai yang sangat tinggi. Ibu-ibu rumah tangga di kelompok usia kurang dari 20 tahun lebih sering terterpa pesan pencegahan bahaya demam berdarah dari semua saluran dan intensitasnya lebih tinggi dalam memahami isi pesan dibandingkan kelompok usia lainnya sehingga sikap yang terbentukpun semakin baik sesuai dengan isi pesan. nyata dengan tingkat keeratan hubungan yang sangat kuat, gambaran keeratan hubungannya dapat dilihat pada gamabar 10. Mereka memiliki keinginan dan kemauan yang kuat untuk melakukan tindakan pencegahan bahaya demam berdarah seperti menguras, membuang barang-barang bekas yang sekiranya dapat menjadi sarang nyamuk, menutup tempat-tempat air bersih, memakai obat nyamuk. Obat nyamuk yang biasa mereka pergunakan adalah obat nyamuk oles (lotion) dengan cara pemakaian seperti yang mereka lihat di televisi. Hal ini menunjukkan bahwa penyampaian pesan pencegahan bahaya demam berdarah dapat membentuk suatu sikap sesuai dengan isi pesan di kelompok usia kurang dari 20 tahun. Hasil uji hubungan antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap ibu-ibu rumah tangga pada kelompok usia 20-24 tahun diperoleh nilai sebesar 0,746. Angka tersebut menunjukkan tingkat keeratan hubungan yang kuat. Ibu-ibu rumah tangga pada kelompok usia 20-24 tahun terindikasi memiliki tingkat frekwensi dan intensitas yang tinggi terhadap pesan pencegahan bahaya demam berdarah sehingga sikap pencegahan sesuai dengan isi pesan dapat terbentuk dengan baik. Ibu-ibu rumah tangga pada kelompok usia 2024 tahun dapat menerima pesan melalui semua saluran yang tersedia, kemudian membentuk
sikap sesuai dengan isi pesan. Gambar 10 memperlihatkan pola
keeratan hubungan antara terpaan pesan dengan sikap berdasarkan kelompok usia.
Usia 150.00
< 20 tahun 20-24 th 25-29 th
140.00
>= 30 th
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
Pesan
Gambar 10. Plot Hubungan Terpaan Pesan dengan Sikap Berdasarkan Usia Gambar 10 memperlihatkan adanya pola tertentu antara terpaan pesan dengan sikap berdasarkan usia ibu-ibu rumah tangga. Semakin tinggi nilai untuk peubah terpaan pesan yang didasarkan pada usia khalayak maka semakin tinggi pula
nilai
untuk
peubah
sikap.
Artinya,
penyampaian
pesan
dengan
memperhatikan kondisi usia khalayak melalui semua saluran komunikasi diperoleh hasil yang signifikan dalam proses pembentukan sikap pencegahan bahaya demam berdarah.. Terpaan suatu pesan menentukan seberapa dalam dan jauh pengaruh pesan terhadap komunikan, khususnya mengingat adanya sifat manusia yang mudah lupa. Hal ini terjadi karena pada dasarnya komunikasi dianggap sebagai suatu tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan khalayak, seperti menjelaskan pesan tentang pencegahan bahaya demam berdarah kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan tindakan pencegahan seperti kegiatan pemberantasan sarang nyamuk melalui 3 M, penyeprotan dengan mempergunakan obat nyamuk, menjaga kebersihan lingkungan, maupun kegiatan pemberantasan lainnya. Ibu-ibu rumah tangga pada kelompok usia 25-29 tahun memperoleh nilai keeratan hubungan antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah
dengan sikap pencegahannya sebesar 0,866. Hal ini menunjukkan hubungan yang tercipta antara terpaan pesan dengan sikap pencegahan bahaya demam berdarah memiliki keeratan yang sangat kuat. Pesan-pesan pencegahan bahaya demam berdarah sangat sering menerpa ibu-ibu rumah tangga pada kelompok ini sehingga sikap pencegahan bahaya demam berdarah dapat terbentuk dengan baik sesuai isi pesan. Kelompok usia 25-29 tahun termasuk dalam kategori usia yang cukup matang, hal ini ditandai sebagian besar ibu-ibu rumah tangga telah memiliki pengalaman berumah tangga dengan memiliki anak lebih dari satu. Pengetahuan mereka tentang bahaya demam berdarah sudah cukup sehingga jika mereka terterpa pesan yang berulang-ulang dijadikan sebagai reminder. Kematangan usia turut menentukan pembentukan sikap khususnya pencegahan bahaya demam berdarah. Ibu-ibu rumah tangga yang berada di kelompok usia lebih dan sama dengan 30 tahun memperoleh nilai hubungan terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap sebesar 0,796. Nilai tersebut memiliki arti bahwa hubungan yang tercipta memiliki keeratan yang kuat bahkan cenderung sangat kuat.
Frekwensi dan intensitas terpaan pesan yang menerpa ibu-ibu pada
kelompok usia ini sangat mendukung untuk terbentuknya sikap pencegahan bahaya demam berdarah. Kegiatan pencegahan bahaya demam berdarah seperti 3M telah menjadi kegiatan rutin meraka sehari-hari, sekalipun ada juga yang mendelegasikan kegiatan ini pada pembantu rumah tangganya dan mereka tetap mengontrol hasil kegiatan tersebut.
Hubungan Terpaan Pesan Dengan Sikap Berdasarkan Pendidikan Pendidikan seringkali dijadikan ukuran kemampuan seseorang dalam menerima pesan, semakin tinggi tingkat/jenjang pendidikannya dianggap pemahaman terhadap suatu pesan juga tinggi begitu pula sebaliknya. Hasil perhitungan uji hubungan antara peubah terpaan pesan dengan sikap berdasarkan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) diperoleh angka 0,910. Hal ini menunjukkan bahwa pada jenjang pendidikan SD tingkat keeratan hubungan antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap ibu-ibu
rumah tangga sangat kuat, artinya, besar kecilnya perubahan nilai sikap ibu-ibu rumah tangga ditentukan oleh terpaan pesan yang didasarkan pada tingkat pendidikan SD, demikian juga sebaliknya. Arah dari perubahan bersifat positif, artinya semakin tinggi nilai peubah terpaan pesan maka nilai peubah sikap juga semakin tinggi berdasarkan tingkat pendidikan SD. Gambar 11 memperlihatkan adanya pola tertentu antara terpaan pesan dengan sikap ibu-ibu rumah tangga yang didasarkan pada tingkat pendidikan khalayak.
Pendidikan 150.00
SD SMP SMA
140.00
PT
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
Pesan
Gambar 11. Plot Hubungan Terpaan Pesan dengan Sikap Berdasarkan Pendidikan Gambar 11 menunjukkan bahwa karakteristik pendidikan dapat dijadikan pertimbangan untuk mengemas pesan kemudian menyampaikannya pada khalayak melalui saluran yang paling sesuai dengan target sasaran. Tingkat keeratan hubungan antara terpaan pesan dengan sikap berdasarkan pendidikan ibu-ibu rumah tangga memiliki nilai yang kuat terutama pada tingkat pendidikan SD. Hal ini berarti bahwa semakin sering dan intens ibu-ibu rumah tangga terutama yang berlatar belakang pendidikan SD terterpa pesan pencegahan bahaya demam berdarah maka sikapnya pun dapat terbentuk dengan baik sesuai isi pesan. Ibu-ibu rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan SD di lingkungan Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kota Depok sangat memperhatikan
pesan-pesan pencegahan baya demam berdarah dari semua saluran yang diteliti, yaitu melalui media televisi, kader-kader Posyandu, dan tetangga. Mereka sangat memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan oleh narasumber sebagai tambahan pengetahuan dan informasi agar keluarganya tidak terjangkit penyakit demam berdarah. Pengetahuan maupun informasi tentang pencegahan bahaya demam berdarah yang sudah diperoleh kemudian segera mereka melakukan tindakan pencegahan seperti menguras bak air, menutup tempat air bersih, membuang kaleng-kaleng bekas yang dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk aedes aegypti, serta melakukan pencegahan lainnya seperti memakai lotion anti nyamuk. Ibu-ibu rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan SMP dan perguruan tinggi memperoleh hasil keeratan hubungan yang kuat yaitu senilai 0,701 untuk SMP dan 0,758 untuk perguruan tinggi. Pada kedua jenjang pendidikan ini, ibu-ibu rumah tangga menjadikan pesan pencegahan bahaya demam berdarah sebagai informasi dan pengetahuan yang sudah biasa mereka peroleh terutama melalui media televisi. Pembentukan sikap pencegahan bahaya demam berdarah berdasarkan isi pesan berjalan dengan baik meskipun ada beberapa ibu-ibu rumah tangga yang tidak langsung menerapkan isi pesan pada kehidupan sehari-hari, hal ini ternyata sangat bergantung pada frekwensi dan intensitas terterpa pesan sehingga mereka tidak lupa untuk selalu melakukan pencegahan bahaya demam berdarah meskipun lingkungannya tidak terjangkit demam berdarah. Hal-hal yang membuat ibu-ibu rumah tangga dari kelompok pendidikan SMP dan perguruan tinggi untuk melakukan tindakan pencegahan demam berdarah setelah ada tetangga maupun keluarga yang terjangkit demam berdarah. Ibu-ibu rumah tangga pada jenjang pendidikan SMA memiliki tingkat keeratan hubungan yang sangat tinggi antara terpaan pesan pencegahan bahaya demam berdarah dengan sikap yang dapat terbentuk dan hasil yang diperoleh senilai 0,866. Pada bentuk hubungan seperti ini dapat dinyatakan bahwa semakin sering dan intens ibu-ibu rumah tangga yang berlatar belakang pendidikan SMA terterpa pesan maka sikap pencegahan pun dapat terbentuk dengan baik sesuai dengan isi pesan.
Hubungan Terpaan Pesan Dengan Sikap Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan ibu-ibu rumah tangga yang menjadi objek pada penelitian ini dikelompokkan dalam 4 kelompok yaitu ibu-ibu rumah tangga atau tidak bekerja, buruh maupun pedagang, karyawan, guru atau dosen. Ibu-ibu rumah tangga atau yang tidak bekerja di luar rumah, dinilai paling sering terterpa pesan tentang pencegahan bahaya demam berdarah. Hal ini dikarenakan ibu-ibu yang tidak bekerja lebih memiliki waktu luang dibandingkan dengan ibu-ibu yang bekerja. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh hasil bahwa ibu-ibu rumah tangga yang tidak bekerja maupun dari kelompok buruh dan pedagang memiliki keeratan hubungan yang kuat. Nilai hubungan yang diperoleh untuk kelompok ibu-ibu yang tidak bekerja adalah 0,768, sedangkan kelompok buruh dan pedagang memiliki nilai sebesar 0,776. Hubungan yang bermakna positif terbentuk karena tingginya nilai peubah terpaan pesan diikuti oleh tingginya nilai peubah sikap dengan memasukkan unsur pekerjaan ibu-ibu rumah tangga. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Pekerjaan 150.00
Tdk Bekerja Buruh/Pedagang Karyawan
140.00
Guru/Dosen
130.00
Sikap
120.00
110.00
100.00
90.00
80.00
70.00
80.00
90.00
100.00
110.00
120.00
130.00
Pesan
Gambar 12. Plot Hubungan Terpaan Pesan dengan Sikap Berdasarkan Pekerjaan Tingginya keeratan hubungan antara peubah terpaan pesan dengan sikap yang didasarkan pada pekerjaan ibu-ibu rumah tangga memberikan arti bahwa
semakin tinggi nilai peubah terpaan pesan yang bedasarkan pekerjaan khalayak, semakin tinggi pula nilai peubah sikapnya atau sikap dapat terbentuk dengan baik sesuai isi pesan. Ibu-ibu rumah tangga yang bekerja meskipun waktu luang untuk melakukan tindakan pencegahan demam berdarah lebih terbatas diperoleh hasil hubungan yang lebih tinggi yaitu 0,844 untuk kelompok karyawan dan 0,880 untuk kelompok guru/dosen dibandingkan kelompok ibu-ibu yang tidak bekerja dan buruh maupun pedagang. Tingkat frekwensi terterpa pesan pencegahan bahaya demam berdarah yang lebih tinggi ternyata tidak terlalu berdampak pada hasil hubungannya jika tidak didukung dengan intensitas terpaan pesan yang tinggi pula. Proses pemahaman terhadap isi pesan yang didukung oleh kemauan untuk bersikap terhadap pencegahan bahaya demamberdarah ternyata justru dapat meningkatkan nilai dan keeratan hubungan