21
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Demografi Responden 1.
Umur Responden
Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Umur (Tahun) 16 – 25 26 – 35 36 – 45 Total
2.
Frekuensi 27 77 21 125
Persentase (%) 21,6 61,6 16,8 100,0
Pekerjaan Responden
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan atau mata pencaharian berbedabeda. Hasilnya seperti pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Atau Mata Pencaharian Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pekerjaan Pegawai Negeri Wiraswasta Mahasiswa/Pelajar Ibu Rumah Tangga Karyawan Buruh Petani Total
Frekuensi 8 17 1 82 9 7 1 125
21
Persentase (%) 6,4 13,6 0,8 65,6 7,2 5,6 0,8 100,0
22
3. Pendapatan Rata-rata Per Bulan Distribusi responden berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan. Hasilnya seperti pada tabel 5. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-Rata Per Bulan Dalam Pengumpulan Data Kuesioner Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pendapatan < Rp. 250.000 Rp. 250.000 - < Rp. 500.000 Rp. 500.000 - < Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 - < Rp. 2.000.000 > Rp. 2.000.000 Tidak bekerja Total
Frekuensi 9 11 11 9 2 83 125
Persentase (%) 7,2 8,8 8,8 7,2 1,6 66,4 100,0
Data demografi responden menunjukkan bahwa responden terbanyak yaitu berusia antara 26-35 tahun sebanyak 77 responden (61,6%). Dimasa ini seorang wanita memulai kodratnya sebagai seorang wanita yaitu hamil, bersalin dan menyusui bayinya (Kusumawati, 2010). Sesuai dengan kriteria responden dalam penelitian ini yaitu ibu-ibu yang memiliki anak balita. Hasil penelitian menurut pekerjaan menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 82 responden (65,6 %). Ibu rumah tangga lebih banyak mempunyai waktu lebih banyak untuk bersosialisasi dengan ibu-ibu balita yang mengikuti posyandu, kegiatan RT dan RW, arisan PKK sehingga dapat saling bertukar pengetahuan dan pengalaman tentang pengobatan pada balita. Sebagian besar responden tidak berpenghasilan karena responden terbanyak sebagai ibu rumah tangga.
23
B. Gambaran Penggunaan Obat 1. Tindakan bila Mendapati Anak Berbadan Panas Tindakan Ibu bila mendapati anak berbadan panas dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Tindakan Bila Mendapati Anak Berbadan Panas Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Membawanya ke dokter/puskesmas/RS Memberi obat Mengompres dahinya Memberi madu Memberi banyak minum Total
Frekuensi 77 39 5 2 2 125
Persentase (%) 61,6 31,2 4,0 1,6 1,6 100,0
Tindakan ibu bila mendapati anak berbadan panas atau demam yaitu membawanya ke dokter/puskesmas/rumah sakit sebanyak 77 responden (61,6%). Ini berbeda dengan hasil penelitian Purwoko (2003) yang menunjukkan bahwa alasan terbanyak Ibu bila mendapati anak demam yaitu memberinya obat. Kekhawatiran ibu terhadap akibat buruk dari demam yang menyebabkan ibu segera mambawa anaknya ke dokter/puskesmas/rumah sakit bila anaknya demam, ini juga didukung adanya fasilitas puskesmas di Kecamatan Juwiring ataupun mudahnya akses ke tenaga kesehatan lain diluar Juwiring.
2.
Tempat Mendapatkan Obat Tempat mendapatkan obat demam yang dipilih oleh responden dapat
dilihat dalam tabel 7.
24
Apotek adalah tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (Anief, 1997). Data menunjukkan bahwa responden memilih apotek sebagai tempat untuk mendapatkan obat demam, sebanyak 94 responden (75,2%). Tabel 7. Tempat Mendapatkan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tempat Apotek Toko Obat Warung Dokter Puskesmas Bidan Total
Frekuensi 94 17 9 1 1 3 125
Persentase (%) 75,2 13,6 7,2 0,8 0,8 2,4 100,0
Hasil penelitian berbeda dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar sumber obat diperoleh dari tetangga. Informasi mengenai aturan penggunaan obat tentu saja sangat kurang.
3.
Alasan Melakukan Pengobatan Sendiri
Alasan ibu melakukan pengobatan sendiri pada demam balita dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Alasan Melakukan Pengobatan Sendiri Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Alasan Menghemat biaya Cepat mengatasi penyakit Penyakit masih cukup ringan Obat mudah didapat Total
Frekuensi 19 39 57 10 125
Persentase (%) 15,2 31,2 45,6 8,0 100,0
Alasan terbanyak responden melakukan pengobatan sendiri karena merasa penyakit demam masih cukup ringan sehingga akan membaik dengan
25
pemberian obat yaitu sebanyak 57 responden (45,6%). Hasil penelitian tidak berbeda dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar alasan responden melakukan pengobatan sendiri adalah karena penyakitnya masih ringan.
4.
Pertimbangan dalam Memberikan Obat Demam
Berbagai alasan atau pertimbanagan Ibu dalam memilih obat demam balitanya, dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Pertimbangan Ibu Dalam Memberikan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pertimbangan Obat tersebut pernah diresepkan Informasi dari petugas apotek Iklan Informasi dari teman, tetangga Dokter Total
Frekuensi 65 35 13 11 1 125
Persentase (%) 52 28 10,4 8,8 0,8 100,0
Berdasar tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar responden memilih obat demam karena obat tersebut pernah diresepkan atau diberikan dokter atau petugas kesehatan, sebanyak 65 responden (52%).
5.
Tindakan bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Tindakan
yang
dilakukan
bila
pengobatan
belum
memberikan
kesembuhan dapat dilihat pada tabel 10. Tindakan responden bila pengobatan sendiri belum memberikan kesembuhan yaitu pergi ke dokter/puskesmas/RS sebanyak 123 responden (98,4%) dan pergi ke pengobatan tradisional misal tukang pijat sebesar 2 responden (1,6%). Hasil penelitian tidak berbeda
26
dengan penelitian Nurulita dan Siswanto (2003) yaitu sebagian besar yang dilakukan responden jika pengobatan sendiri tidak berhasil adalah pergi ke dokter. Tabel 10. Tindakan Bila Pengobatan Belum Memberikan Kesembuhan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Pergi ke dokter/puskesmas/RS Pergi ke pengobatan tradisional (tukang pijat) Total
6.
Frekuensi 123 2 125
Persentase (%) 98,4 1,6 100,0
Lama Melakukan Pengobatan Sendiri
Lama pengobatan sendiri yang dilakukan responden terlihat pada tabel 11. Tabel 11. Lama Melakukan Pengobatan Sendiri Pada Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Lama < 2 hari 2-5 hari > 5 hari Total
Frekuensi 84 17 3 125
Persentase (%) 67,2 13,6 2,4 100,0
Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 84 responden (67,2%) melakukan pengobatan sendiri pada balita selama kurang dari 2 hari, sebanyak 17 responden (13,6%) melakukan selama 2-5 hari dan 3 responden (2,4%) melakukan selama lebih dari 5 hari. Pengobatan sendiri bisa dilakukan dalam waktu terbatas, lebih kurang 34 hari. Jika tidak sembuh maka dianjurkan untuk segera mencari pertolongan petugas medik profesional (Sukasediati, 1996).
27
7.
Efek Samping Penggunaan Obat Demam
Efek samping yang timbul setelah minum obat demam terlihat pada tabel 12. Tabel 12. Efek Samping Penggunaan Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Efek Samping Tidak ada Mengantuk Muntah Total
Frekuensi 54 68 3 125
Persentase (%) 43,2 54,4 2,4 100,0
Efek samping yang biasa timbul setelah meminum obat demam yaitu mengantuk sebesar 54,4% dan muntah sebesar 2,4%. Sebesar 43,2% menyatakan tidak ada efek samping dari penggunaan obat demam balita.
8.
Tindakan bila Terjadi Efek Samping
Tindakan yang dilakukan bila terjadi efek samping seperti pada tabel 13. Tabel 13. Tindakan bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Tindakan Menghentikan pengobatan Pergi ke dokter Membiarkannya Mengganti dengan obat lain Total
Frekuensi 56 45 18 6 125
Persentase (%) 44,8 36,0 14,4 4,8 100,0
Berdasarkan tabel 13 tindakan yang dilakukan responden bila terjadi efek samping sebagian besar yaitu menghentikan pengobatan 56 responden (44,8%) dan yang paling sedikit yaitu menggantinya dengan obat lain sebanyak 6 responden (4,8%).
28
9.
Alasan Pergi ke Dokter
Alasan membawa ke dokter bila terjadi efek samping seperti pada tabel 14. Tabel 14. Alasan Pergi Ke Dokter Bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Alasan Mencegah hal-hal yang lebih parah Mengetahui tindakan selanjutnya Mendapatkan obat baru Total
Frekuensi 86 30 9 125
Persentase (%) 68,8 24,0 7,2 100,0
Berdasarkan tabel 14 alasan pergi ke dokter sebagian responden adalah untuk mencegah hal-hal yang lebih parah sebanyak 86 responden (68,8%). 10. Alasan Mengganti Obat Lain Alasan mengganti obat lain bila terjadi efek samping seperti pada tabel 15. Tabel 15. Alasan Mengganti Obat Lain Bila Terjadi Efek Samping Obat Demam Balita Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten
Alasan Memilih obat lain yang tidak menimbulkan efek samping Obat kurang manjur Total
Frekuensi 62
Persentase (%) 49,6
63 125
50,4 100,0
Alasan ibu mengganti obat lain bila terjadi efek samping yaitu 63 responden (50,4%) beranggapan karena obat kurang manjur dan 62 responden (49,6%) memilih obat lain yang tidak menimbulkan efek samping.
11. Makanan / Minuman yang Diberikan Makanan atau minuman yang diberikan ibu untuk anak demam seperti pada tabel 16. Minuman yang banyak diberikan pada balita yang demam yaitu air putih.
29
Tabel 16. Makanan / Minuman Yang Diberikan Pada Balita Yang Demam Di wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Makanan/Minuman Sup panas Air kelapa Air jeruk Air putih Teh hangat Susu Bubur Madu
Frekuensi 44 9 1 82 17 13 1 1
12. Jenis Obat Demam yang Digunakan Tabel 17. Jenis Obat Demam Balita Yang Digunakan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten
Tunggal
Zat Aktif
Nama Dagang
Parasetamol
Parasetamol Termorex Uny baby cough Sanmol Ottopan Panadol Anak Cetamol Anacetine Bronchitin Proris Bodrexin Inzana Contrexyn Inzana dan Bodrexin
Ibuprofen Asetosal Kombinasi Asetosal Total
Frekuensi 69 8 5 2 1 1 1 1 1 4 20 6 1 5
Presentasi (%) 55,2 6,4 4,0 1,6 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 3,2 16,0 4,8 0,8 4,0
125
100
Obat di pasaran merupakan obat buatan pabrik. Jenis obat demam yang digunakan untuk mengobati demam balita seperti pada tabel 17. Ada obat yang digunakan secara tunggal dan digunakan secara kombinasi. Jenis obat demam yang digunakan secara tunggal paling banyak yaitu parasetamol yang tergolong obat generik. Obat demam yang digunakan
30
kombinasi yaitu Inzana dan Bodrexin. Kandungan yang terdapat pada kedua obat tersebut asetosal, sehingga pengobatan ini tidak tepat karena ada double therapy. Pengatasannya salah satu obat harus dihentikan penggunaannya. Efek samping dari asetosal (aspirin, asam asetilsalisilat) yaitu pada dosis terapeutik, aspirin dapat menyebabkan kesulitan pencernaan. Penggunaan dosis besar dapat menyebabkan penurunan kadar besi darah (dari pendarahan), leukopenia, trombositopenia, ruam, yang ditandai dengan pusing, muntah, diare, kebingungan, sistem saraf pusat (SSP) depresi, sakit kepala dan kelelahan. Seperti disebutkan di atas, pengobatan dengan aspirin harus dihindari dengan anak-anak untuk menghilangkan risiko Reye's syndrome (BNF, 2009). Efek samping dari bronchitin yaitu mengantuk sedangkan efek samping dari Anacetine yaitu mengantuk, gangguan gastrointestinal, gangguan psikomotorik, takikardi, aritmia, mulut kering. Kerusakan hati (dosis besar, jangka lama) (Anonimb, 2010). Penggunaan anacetine dan brochitin untuk anak demam diperbolehkan karena indikasinya bisa untuk gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, bersin-bersin yang disertai batuk.
13. Pengalaman dalam Pemberian Obat Lebih Dari Satu secara Bersamaan Tabel 18 menunjukkan apakah responden menggunakan obat demam lebih dari satu secara bersamaan.
31
Tabel 18. Pengalaman Dalam Pemberian Obat Lebih Dari Satu Secara Bersamaan Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pengalaman Ya Kadang-kadang Tidak Total
Frekuensi 5 10 110 125
Persentase (%) 4,0 8,0 88,0 100,0
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab tidak pernah menggunakan obat demam lebih dari satu secara bersamaan dengan jumlah 107 responden (85,6%). Responden yang menjawab kadang-kadang sebanyak 10 responden (8%) dan sisanya 8 responden (6,4%) menjawab pernah.
14. Perhatian terhadap Peringatan, Efek Samping dan Kontraindikasi Tabel berikut menunjukkan apakah responden memperhatikan adanya peringatan, efek samping dan kontraindikasi sebelum memberikan obat demam balita yang tertulis pada etiket atau kemasan obat. Tabel 19. Perhatian Terhadap Peringatan, Efek Samping Dan Kontraindikasi Di Wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten Pengalaman Ya Kadang-kadang Tidak Total
Frekuensi 109 11 5 125
Persentase (%) 87,2 8,8 4,0 100,0
Sebagian besar responden memperhatikan adanya peringatan, efek samping dan kontraindikasi sebelum memberikan obat demam balita yang tertulis pada etiket atau kemasan obat. Ditunjukkan dengan besarnya responden yaitu 109 responden (87,2%).
32
C. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Ketepatan Pemilihan Obat Demam Balita Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan ketepatan pemilihan obat demam balita digunakan uji Chi-Square. Berdasarkan hasil pengujian secara deskriptif pada hubungan antara tingkat pendidikan dengan ketepatan pemilihan obat demam balita, sebagian besar responden memperoleh nilai 60 yaitu sebanyak 15 responden (12 %). Nilai tertinggi yaitu 78 sebanyak satu responden, sedangkan nilai terendah yaitu 33 sebanyak satu responden. Hasil menunjukkan rata-rata responden melakukan tindakan dengan tepat. Banyaknya sumber informasi akan menambah pengetahuan seseorang yang lebih luas, sedangkan di era globalisasi ini pengetahuan mudah didapatkan melalui media elektronik maupun media cetak. Pendidikan dan pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tabel 20. Data Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Ketepatan
Pemilihan Obat Demam Balita Pendidikan
Ketepatan Total
Tidak Tepat
Tepat
Kurang dari SMA
2
73
75
SMA dan PT
0
50
50
Total
1
124
125
Rasio prevalensi ialah jumlah subyek dengan efek positif pada semua subyek dengan faktor resiko positif dibagi jumlah subyek dengan efek positif pada semua subyek dengan faktor resiko negatif. Rasio prevalensi, dengan
33
demikian, adalah angka yang menggambarkan prevalensi dari suatu penyakit dalam populasi yang berkaitan dengan faktor resiko yang dipelajari atau yang timbul sebagai akibat faktor resiko tertentu. RP (Rasio Prevalensi) = A/(A+B) dibagi C/(C+D) Keterangan: A = subyek dengan faktor resiko dan efek positif B = subyek dengan faktor resiko positif dan efek negatif C = subyek dengan faktor resiko negatif dan efek positif D = subyek dengan faktor resiko dan efek negatif (Praktiknya, 2009) RP (Rasio Prevalensi) = A/(A+B) : C/(C+D) = 50/(50+0) : 73/(73+1) = 1,02. RP = 1 berarti bahwa faktor resiko tidak ada pengaruhnya atau bersifat netral. Hal ini diperkuat dengan pengujian Chi-Square dengan tingkat ketelitian α = 5 % dan df = 1 menunjukkan bahwa Chi-Square tabel adalah 3,481 sehingga Chi-Square hitung < Chi-Square tabel (1,355 < 3,481). Berdasarkan probabilitas diperoleh probabilitas sebesar 0,244 sehingga dinyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap ketepatan pemilihan obat demam balita di wilayah Kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten. Ini berbeda dengan penelitian Susi Ari Kristina, bahwa faktor dominan yang paling berpengaruh terhadap perilaku pengobatan sendiri yang rasional
34
pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman adalah tingkat pendidikan (Kristina, 2008). Dengan banyaknya sumber informasi akan menambah pengetahuan seseorang yang lebih luas, sedangkan di era globalisasi ini pengetahuan mudah didapatkan melalui media elektronik maupun media cetak. Seperti yang dikatakan oleh Notoatmodjo (2009) pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang.