66
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
Rata-rata usia responden petani kebun campuran adalah 52,03 tahun, sedangkan responden non petani kebun campuran sebesar 41,83 tahun. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Distribusi responden berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur (thn)
Petani Kebun Campuran
24-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 71-75 >75 Jumlah
1 2 1 6 6 4 2 2 3 1 2 30
Jumlah Responden Non Petani Persentase Kebun (%) Campuran 3,33 6 6,67 5 3,33 6 20,00 3 20,00 0 13,33 5 6,67 3 6,67 1 10,00 1 3,33 0 6,67 0 100,00 30
Persentase (%) 20,00 16,67 20,00 10,00 0,00 16,67 10,00 3,33 3,33 0,00 0,00 100,00
Bakir dan Maning dalam Widiarso (2005) menyatakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 thn. Jadi dapat dikatakan bahwa sebagian besar umur responden di desa penelitian masih termasuk dalam umur produktif. Umur mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, karena kemampuan kerja produktif akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia seseorang. Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD). Responden petani kebun campuran sebanyak 16 orang (53,33%) dan responden non petani kebun campuran sebanyak 12 orang (40%) memiliki tingkat pendidikan hanya sampai sekolah dasar atau sekolah rakyat. Secara keseluruhan tingkat pendidikan responden non petani kebun campuran lebih tinggi
67
dibandingkan responden petani kebun campuran. Tabel 10 menunjukkan bahwa 60% responden non petani kebun campuran melanjutkan ke jenjang yang yang lebih tinggi sedangkan responden petani kebun campuran hanya 36,67% yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena masih langkanya sarana pendidikan yang lebih tinggi di daerah tersebut dan kurangnya kesadaran petani akan pentingnya pendidikan. Tingkat pendidikan responden petani kebun campuran yang rendah menyebabkan mereka sulit mencari lapangan kerja, khususnya sektor formal yang umumnya menuntut pendidikan formal (ijazah) serta keterampilan tertentu. Tabel 10 Distribusi responden menurut tingkat pendidikan Jumlah Responden Tingkat Pendidikan Tidak sekolah Tidak tamat SD SD SMP SMA Perguruan Tinggi Total
Petani Kebun Campuran 2 1 16 2 5 4 30
Persentase (%)
Non Petani Kebun Campuran
Persentase (%)
6,67 3,33 53,33 6,67 16,67 13,33 100,00
0 0 12 2 11 5 30
0,00 0,00 40,00 6,67 36,67 16,67 100,00
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam pola berfikir. Tentu saja semakin tinggi tingkat pendidikan semakin matang dalam mengambil keputusan. Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat kemampuan menyerap informasi tentang lingkungan sekitarnya. Pengetahuan ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap persepsi mereka terhadap keberadaan kebun campuran dan manfaatnya. Tingkat pengetahuan masyarakat terukur dari tingkat pengetahuan terhadap keberadaan, fungsi, manfaat dan dampak ekologis kebun campuran.
68
Sebagian besar responden petani kebun campuran memiliki tingkat pengetahuan sedang (53,33%), sedangkan sebagian besar responden non petani kebun campuran memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi (66,67%). Data dan jumlah responden berdasarkan tingkat pengetahuan secara ringkas disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan Jumlah Responden Tingkat Pengetahuan Tinggi (75-55)
Petani Kebun Campuran 14
Persentase Non Petani (%) Kebun Campuran
Presentase (%)
46,67
20
66,67
Sedang (35-54)
16
53,33
10
33,33
Rendah (15-34)
0
0,00
0
0,00
Total
30
100,00
30
100,00
Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian
Petani Peternak Buruh tani Kuli Polisi Pensiunan Supir Mantri Wiraswasta/pedagang Pegawai swasta PNS Total
Petani Kebun Campuran 25 0 0 1 0 0 0 0 2 1 1 30
Jumlah Responden Non Petani Persentase Kebun (%) Campuran 83,33 0 0,00 1 0,00 4 33,33 2 0,00 1 0,00 2 0,00 1 0,00 1 6,67 9 3,33 5 3,33 4 100,00 30
Presentase (%) 0,00 3,33 13,33 6,67 3,33 6,67 3,33 3,33 30,00 16,67 13,33 100,00
Tabel 12 menunjukkan data distribusi responden berdasarkan mata pencaharian. Berdasarkan tabel diketahui bahwa mata pencaharian responden petani kebun campuran pada umumnya adalah bertani (83,33%). Sedangkan bagi
69
responden non petani kebun campuran, mata pencaharian sangat bervariasi dengan dominasi sebesar 30% sebagai wiraswasta/pedagang. Dari sektor mata pencaharian (Tabel 12) diketahui bahwa pendapatan responden di Desa Babakan berasal dari 2 sumber kegiatan yaitu kegiatan usahatani (sawah, kebun campuran dan pekarangan) dan kegiatan non usahatani (bukan kegiatan bertani). Bagi responden petani kebun campuran, pada umumnya pendapatan diperoleh dari kegiatan usaha tani dan non usahatani, sedangkan sebagian besar pendapatan responden non petani kebun campuran berasal dari kegiatan non usahatani. Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan Tingkat Pendapatan (Rp/bln) <1.000.000 1.000.000-3.000.000 >3.000.000 Total
Jumlah Responden Petani Non Petani Persentase Kebun Kebun (%) Campuran Campuran 11 36,67 10 14 46,67 17 5 16,67 3 30 100,00 30
Persentase (%) 33,33 56,67 10,00 100,00
Rata-rata tingkat pendapatan keluarga responden Desa Babakan sebesar Rp 1.000.000–3.000.00 per bulan dengan responden petani kebun campuran sebesar 46,67% dan responden non petani kebun campuran sebesar 56,67%. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kedua kelompok responden ini memiliki tingkat pendapatan yang tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukkan adanya kemerataan pendapatan walaupun pada dasarnya mata pencaharian kedua kelompok ini berbeda. Sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga rata-rata 3 orang. Distribusi berdasarkan jumlah anggota keluarga disajikan dalam Tabel 14.
70
Tabel 14 Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga 0 1 2 3 4 5 6 7 Total
Petani Kebun Campuran 0 4 4 10 7 3 0 2 30
Jumlah Responden Persentase Non Petani (%) Kebun Campuran 0,00 1 13,33 2 13,33 10 33,33 7 23,33 5 10,00 2 0,00 2 6,67 1 100,00 30
Presentase (%) 3,33 6,67 33,33 23,33 16,67 6,67 6,67 3,33 100,00
Besar kecilnya keluarga akan sangat mempengaruhi pendapatan rumah tangga karena besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga lebih banyak sehingga dituntut pemasukan yang lebih tinggi. Pengeluaran yang dikeluarkan biasanya hanya sebatas memenuhi kebutuhan pokok saja. Belum lagi memperhitungkan kebutuhan lain yang jarang diperhitungkan dengan biaya seperti konsumsi air sehari-hari.
Persepsi Masyarakat Terhadap Kebun Campuran
Kebun campuran yang diusahakan di Desa Babakan merupakan tradisi bertani yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat menganggap bahwa tradisi bertani ini merupakan warisan nenek moyang yang perlu dipertahankan, sehingga keberadaannya harus tetap dijaga dan dipertahankan untuk generasi selanjutnya sebagai warisan untuk anak cucu. Tidak hanya mewariskan lahan berupa kebun campuran tetapi juga mewariskan pengalaman dan pengetahuan bertanam untuk anak cucu. Umur kebun campuran yang telah berjalan dari generasi ke generasi ini memberikan rasa memiliki yang tinggi bagi si pemilik dan masyarakat. Di lain pihak tidak dapat dipungkiri kebun campuran di Desa Babakan merupakan asset utama ekonomi masyarakat. Bagi masyarakat, kebun campuran memiliki arti ekonomi penting dengan memberikan sumbangan yang besar bagi
71
perekonomian daerah setempat dan menjamin kesejahteraan sebagian besar rumah tangga. Manfaat ekonomi kebun campuran sangat memiliki arti penting bagi rumah tangga yang menerapkannnya. Alasan utama yang mendasari keputusan rumah tangga petani untuk menerapkan kebun campuran adalah keuntungan finansial dari hasilnya. Keanekaragaman jenis tanaman dengan periode panen yang beragam dan frekuensi panen kebun campuran yang relatif kontinu memberikan sumber pemasukan yang lebih besar dibandingkan lahan monokultur. Walaupun kuantitas hasil kebun sedikit namun jika dikumulatifkan hasil dari banyak sumber ini akan sangat besar. Selain itu, keragaman tanaman melindungi petani dari ancaman kegagalan panen salah satu jenis tanaman atau risiko perkembangan pasar yang sulit diperkirakan. Bagi responden yang memiliki kebun campuran, keberadaan kebun dapat memberikan jaminan bagi kelangsungan hidup mereka baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ataupun yang bersifat mendesak melalui kontribusi pendapatan dan pemenuhan kebutuhan pangan sepanjang tahun yang dapat dikonsumsi sendiri atau dijual. Selain itu kebun dianggap sebagai suatu investasi jangka panjang untuk tabungan hidup bekal di hari tua. Produksi kebun campuran yang relatif kontinu dan perawatan yang minim membuat mereka merasa aman karena tidak akan tergantung pada orang lain di masa tua mereka. Selain sebagai asset ekonomi, kebun campuran mempunyai arti penting lain bagi masyarakat yang dapat dilihat dari segi ekologi. Penampakan fisik dan komposisi kebun campuran yang didominasi tanaman kehutanan (buah-buahan dan kayu) menjadikannya sebagai suatu ekosistem yang mirip dengan ekosistem hutan sehingga kebun campuran dianggap lebih mampu melaksanakan fungsifungsi ekologis hutan dibandingkan dengan lahan monokultur yang hanya ditanami oleh jenis tanaman pertanian. Kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan kebun campuran dari segi ekologis dapat terlihat dari argumen-argumen mengenai pentingnya keberadaan kebun campuran yang dikemukakan diantaranya mencegah bencana alam seperti longsor dan banjir, mencegah terjadinya erosi tanah, menjaga kesuburan tanah, mendukung ketersediaan air serta perannya sebagai sumber
72
oksigen dan penyejuk bagi lingkungan sekitar. Bahkan beberapa orang memberikan ilustrasi tentang keadaan udara di desanya yaitu ketika kebun campuran diubah menjadi tegalan, lingkungan terasa gersang dengan udara yang sangat panas (tidak sejuk). Ilustrasi lain yang diberikan adalah ketika kebun campuran yang didominasi tanaman kehutanan di sekitar mata air ditebang, kuantitas dan kualitas air mengalami penurunan. Secara umum bagi masyarakat keberadaan kebun campuran menjadi salah satu usaha mereka untuk melestarikan alam dan lingkungan di sekitarnya.
Gambar 6 Kebun campuran masyarakat Desa Babakan Pada Gambar 6 dapat dilihat bentuk dan keanekaragaman jenis tanaman yang terdapat pada kebun campuran. Keanekaragaman jenis tanaman yang terdapat pada kebun campuran mempunyai segi keindahan dibandingkan lahan monokoltur. Masyarakat menyatakan bahwa kebun campuran lebih enak dipandang, selain itu keanekaragaman jenis tanaman menjadikan kebun campuran sebagai sarana untuk memelihara jenis-jenis tanaman sekaligus sebagai sarana pengetahuan dan sumber penelitian bagi orang lain. Kebun campuran juga memberikan nilai sosial yang sangat besar artinya dalam kehidupan sosial dan tumbuhnya rasa kekeluargaan yang ada di pedesaan. Hasil dari kebun campuran dapat membantu tetangga yang sedang dalam kesusahan. Beberapa responden yang bukan petani kebun campuran menyatakan bahwa keberadaan kebun campuran ikut dirasakan oleh mereka. Beberapa dari mereka ada yang bekerja sebagai buruh tani di kebun tetangganya, tidak jarang
73
juga mereka ikut merasakan hasil kebun baik itu diberi secara gratis atau membeli dengan harga yang lebih murah. Keanekaragaman jenis tanaman pada kebun campuran mampu memberikan peluang yang lebih besar untuk mewujudkan fungsi sosial tersebut dan biasanya hasil yang diperoleh lebih ditujukan untuk kepentingan ekonomi. Tidak hanya itu, kebun campuran di Desa Babakan seringkali digunakan sebagai tempat bermain anak-anak, bahkan sebagai sarana refreshing bersama (ngarumpul) dengan mengadakan acara liwetan (makan bersama) yang dihadiri oleh 2-3 keluarga. Acara ini tidak terbatas bagi yang memiliki kebun, masyarakat yang tidak memiliki kebun pun dapat melakukannya, biasanya pemilik kebun mengijinkan untuk menggunakan kebunnya. Manfaat-manfaat kebun campuran yang dirasakan masyarakat tersebut melatarbelakangi keinginan mereka untuk tetap melestarikan kebun campuran di masa yang akan datang sehingga keberadaan kebun campuran tersebut harus tetap dijaga dan dipertahankan. Tujuan dan orientasi pengusahaan kebun campuran tidak terfokus pada kepentingan ekonomi semata, melainkan ada orientasi lain yang menjadi harapan masyarakat baik pemilik maupun bukan pemilik kebun campuran.
Nilai Guna Langsung Kebun Campuran
Nilai guna langsung kebun campuran berupa nilai produksi dikaji melalui 30 responden yang memiliki lahan kebun campuran (petani kebun campuran) di Desa Babakan. Nilai produksi kebun campuran diukur melalui pemanfaatan produk yang berasal dari tanaman kehutanan (tanaman buah, tanaman kayu) dan tanaman pertanian yang terdapat dalam lahan kebun campuran. Skala Usahatani
Penguasaan lahan petani di desa penelitian diukur dengan menggunakan luasan lahan yang dimiliki responden petani kebun campuran. Luas lahan usahatani yang dikelola berkisar antara 0,04 – 2,7 Ha. Status kepemilikan lahan pada umumnya merupakan lahan milik sendiri atau tanah milik baik itu yang diperoleh dari warisan orang tua atau membeli dari orang lain. Rata-rata
74
kepemilikan lahan untuk lahan milik adalah 0,49 ha. Penggunaan lahan berupa sawah 20,33% dan 79,67% kebun campuran. Luasan lahan kebun campuran sendiri berkisar antara 0,04 sampai 2 Ha Kisaran dari rentangan ini menunjukkan keragaman skala usahatani kebun campuran yang ada. Semakin luas lahan yang dikelola maka dapat dikatakan semakin besar skala usahatani kebun campuran tersebut. Skala lahan yang luas biasanya ditanam dengan berbagai jenis tanaman. Semakin luas lahan semakin banyak jenis tanaman yang terdapat didalamnya. Data skala usahatani kebun campuran responden petani kebun campuran dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan skala usahatani kebun campuran Kelas Luas Lahan I (< 0,25 ha) II (0,25-0,5 ha) III (> 0,5 ha)
Luas Lahan Rata-rata (ha) 0,11 0,41 0,95
Total
Jumlah Responden Orang Persentase (%) 13 43,33 11 36,67 6 20,00 30 100
Pengelolaan Kebun Campuran Komposisi dan Komponen Kebun Campuran
Dari hasil risalah pada 30 petak kebun campuran responden diketahui terdapat 33 jenis tanaman kehutanan dengan 14 jenis yang dimanfaatkan kayunya dan 19 jenis yang dimanfaatkan buahnya serta 17 jenis tanaman pertanian. Adapun rata-rata luasan lahan dari 30 orang responden adalah 3.873m². Jenis-jenis tanaman kebun campuran Desa Babakan secara lengkap dapa dilihat pada lampiran 4. Tabel 16 Rata-rata jumlah komposisi jenis tanaman pada kebun campuran Kelas Luas Lahan I II II Rata-rata (%)
Jumlah Komposisi Jenis Tanaman Kehutanan Pertanian Kayu Buah 11 9 10 11 12 12 12 17 15 11 13 12 31,19 35,19 34,26
Jumlah 30 35 44 36 100
75
Tanaman kehutanan dengan jenis tanaman buah (35,19%) merupakan komponen yang penting dalam kebun campuran. Bila dilihat dari aspek teknis pembudidayaan, tanaman buah mudah ditanam, mudah dipelihara dan terbukti memiliki tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap hama dan penyakit. Dari aspek ekonomis tanaman buah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan pemiliknya, usia produktif yang relatif pendek serta periode panen yang juga pendek sehingga dalam setahun pemanenan dapat dilakukan secara kontinu. Tabel 17 Jenis tanaman buah yang banyak dibudidayakan oleh responden No 1 2 3 4 5
Jenis Manggis Durian Melinjo Pala Petai
Pemilik 29 23 23 21 20
% 96,66 76,66 76,66 70,00 66,66
Di daerah ini tanaman buah yang paling cocok ditanam adalah manggis yang memang merupakan sumber mata pencaharian utama di Desa Babakan. Hal ini terbukti karena jenis tanaman buah yang paling banyak ditanam adalah manggis (Garcinia mangostana) yang ditanam oleh 29 orang (96,66%). Tanaman manggis merupakan tanaman yang paling digemari, petani beranggapan kondisi iklim dan tanah daerah mereka sangat mendukung pertumbuhan buah manggis sehingga produktivitasnya sangat baik dengan kuantitas dan kualitas tinggi. Bibit manggis sangat mudah didapat dari lingkungan desa mereka mengingat pohon induk manggis yang banyak dibudidayakan berasal dari salah satu kebun campuran yang berada di Desa Babakan. Manggis yang berasal dari kebun campuran Desa Babakan telah menjadi ciri khas daerah dan merupakan primadona untuk ekspor. Sedangkan untuk jenis tanaman kehutanan penghasil kayu yang menjadi primadona di Desa Babakan adalah sengon. Semua responden (100%) memilih untuk membudidayakan tanaman kayu dengan jenis sengon. Jenis ini dipilih karena merupakan fast-growing species (cepat tumbuh), bibitnya mudah didapat,
76
serta relatif mudah dalam pemasarannya. Tanaman kayu sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan yang bersifat mendadak. Tabel 18 Jenis tanaman kehutanan yang banyak dibudidayakan oleh responden No 1 2 3 4 5
Jenis Sengon Kayu manis Suren Puspa Janitri
Pemilik 30 19 17 15 15
% 100,00 63,33 56,66 50,00 50,00
Jenis tanaman pertanian yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah pisang yang ditanam oleh 28 orang (93,33%) dan teh yang ditanam oleh 27 orang (90%). Tanaman ini sengaja ditanam untuk menambah keragaman isi kebun sekaligus sebagai sumber penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Produksi keduanya cukup tinggi dan tidak mengganggu terhadap perkembangan pohon manggis. Selain itu, pisang dan teh merupakan komoditi yang banyak dicari pembeli sehingga tidak akan mengalami kesulitan dalam pemasarannya. Tabel 19 Jenis tanaman pertanian yang banyak dibudidayakan oleh responden No 1 2 3 4 5
Jenis Pisang Teh Cengkeh Singkong Kopi
Pemilik 28 27 26 24 16
% 93,33 90,00 86,66 80,00 53,33
Pengadaan Bibit dan Penanaman
Petani di Desa Babakan biasanya memperoleh bibit yang akan ditanam di kebunnya melalui beberapa cara diantaranya berasal dari petani lain baik pemberian atau meminta, pemberian pemerintah, membeli, menemukan di lingkungan sekitar dan ada pula bibit yang berasal dari kebun sendiri. Beberapa responden bahkan memiliki persemaian sendiri. Upaya-upaya rekayasa untuk
77
mendapatkan bibit unggul masih dilakukan dengan cara-cara sederhana seperti cangkokan, stek dan sambung. Pada umumnya petani menanam jenis tanaman apapun asal tanaman tersebut bisa tumbuh dan menambah keanekaragaman jenis tanaman di kebun mereka. Penanaman dilakukan pada lahan yang masih terlihat kosong, mereka tidak mempertimbangkan apakah jenis yang ditanam berakibat buruk pada tanaman yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan bertanam petani mengenai jarak tanam sudah didapat dari pengalaman bertani yang diwariskan, ini dapat dilihat dari adanya jarak tanam yang teratur untuk beberapa tanaman pokok seperti manggis, sengon, teh, pisang, dan cengkeh. Penanaman pohon manggis sudah teratur dengan jarak tanam 10 x 10 m, sengon 2 x 3 m, teh 1 x 1 m, pisang 4 x 4 m dan cengkeh 7x 7 m. Sedangkan tanaman lain biasanya ditanam pada lahan yang dianggap masih kosong dengan jarak yang tidak teratur. Penanaman tanaman kehutanan diantara tanaman manggis bersama dengan cengkeh atau pada bagian lahan yang curam untuk mengurangi longsor. Jarang ditemui petani responden yang kebunnya benar-benar tidak teratur (sama sekali tidak menggunakan jarak tanam). Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang biasa dilakukan petani kebun campuran di Desa Babakan adalah penyiangan, pemupukan, penyulaman dan pemberantasan hama penyakit. Penyiangan
yang
dikenal
dengan
istilah
ngored
adalah
kegiatan
pemeliharaan kebun yang dilakukan secara rutin oleh semua responden dengan frekuensi 3 sampai 4 kali dalam setahun, hal ini tergantung kondisi kebun. Pembersihan kebun dari tumbuhan bawah secara selektif dilakukan untuk mengurangi atau membatasi perkembangan tumbuhan liar yang tidak dikehendaki sehingga dapat memberikan ruang tumbuh dan kesempatan memperoleh nutrisi yang lebih besar bagi tanaman budidaya. Dalam satu kali kegiatan untuk lahan seluas 0,5 ha, rata-rata dilakukan selama 4 hari oleh 2 orang tenaga kerja. Dengan biaya rata-rata untuk satu kali penyiangan Rp 150.000. Penyiangan dilakukan oleh pemilik kebun dengan melibatkan anggota keluarga maupun jasa tenaga orang lain, yang menggunakan
78
tenaga upah dengan upah Rp 15.000 – Rp 20.000 per hari. Untuk penyiangan sendiri alat yang digunakan berupa arit atau parang atau menggunakan bahan kimia yaitu ”round up”. Untuk kegiatan pemupukan tidak semua responden melakukannya. Sebanyak 12 orang petani yang tidak melakukan pemupukan menyatakan bahwa hasilnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pemupukan bahkan terkadang hasilnya lebih bagus tanpa pemupukan, mereka lebih percaya bahwa tanah dan cuaca yang lebih memiliki pengaruh terhadap keberhasilan tanaman terutama manggis. Beberapa responden beranggapan bahwa pembusukan serasah-serasah daun yang berjatuhan sudah cukup untuk memberikan tambahan hara bagi perkembangan kesuburan tanah tersebut. Tetapi ada juga petani yang melakukan pemupukan dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas kebun. Bahan-bahan yang diberikan biasanya adalah pupuk kimia dan pupuk kandang. Sebagian besar petani memilih menggunakan pupuk kandang untuk kebun campurannya karena harganya lebih murah dan lebih mudah untuk mendapatkannya. Jenis pupuk kimia sangat jarang digunakan karena pada satuan berat yang sama harganya relatif lebih mahal dibandingkan pupuk kandang. Pupuk kimia yang biasa digunakan urea, TSP, NPK dan KCL. Pemupukan pada pohon manggis pada umumnya menggunakan pupuk kandang karena adanya permintaan eksportir untuk manggis organik tanpa adanya bahan kimia. Dalam setahun hanya dilakukan satu sampai dua kali setahun, sebelum dan sesudah panen manggis untuk mempertahankan produktivitas. Untuk satu pohon manggis dibutuhkan dua karung pupuk kandang atau sekitar 40 kg dengan harga 2.500/karung, namun seringkali para petani mendapatkannya secara cuma-cuma dari tetangga yang memiliki kandang. Untuk kegiatan pemberantasan hama dan penyakit tidak terlalu mendapat perhatian dari pemilik kebun. Penanaman tanaman dengan variasi yang beragam, menurut mereka mampu mengurangi peluang terjangkitnya tanaman oleh hama dan penyakit yang menyerang seluruh tanaman dalam jumlah besar. Walaupun begitu mereka tetap menggunakan obat pemberantas hama ”decis” yang dapat digunakan sewaktu-waktu. Penggunaan ”decis” pada umumnya diperuntukkan untuk memberantas hama berupa ulat pada tanaman teh. Pada tanaman manggis,
79
hama yang banyak yang menyerang adalah tupai, untuk mengatasinya petani biasa menggunakan senapan untuk sekedar menakuti. Penyulaman adalah kegiatan penggantian tanaman yang mati atau rusak dengan bibit yang baru. Kegiatan penyulaman umumnya dilakukan pada semua tanaman yang terdapat pada kebun campuran dengan maksud untuk tetap mempertahankan produktivitas kebun campuran. Pemanenan Adanya berbagai macam tanaman yang mengisi kebun campuran dengan
tingkat produktivitas, usia tanaman, waktu penanaman serta periode panen yang berbeda menyebabkan kegiatan pemungutan hasil yang dilakukan oleh para responden petani tidak dilakukan secara bersamaan. Periode panen tanaman buah-buahan sangat dipengaruhi kondisi musim dan cuaca terlebih untuk tanaman lokal seperti manggis. Menurut responden, panen buah-buahan akan besar bila musim kemarau panjang tiba. Sementara itu tanaman pertanian periode panennya lebih pendek sehingga dapat berproduksi sepanjang tahun. Tanaman kehutanan mempunyai periode panen yang panjang dan biasanya dipanen bila dirasakan perlu atau adanya kebutuhan mendesak. Periode panen produk kebun campuran dapat dilihat pada kalender panen kebun campuran (Tabel 21). Pemanenan manggis merupakan kegiatan pemanenan yang paling utama dan menyerap tenaga kerja yang paling besar, biasanya dilakukan pada bulan September sampai Januari, namun bila musim hujan panjang biasanya produksinya sangat rendah bahkan ada beberapa tanaman yang tidak berbuah sama sekali. Dibandingkan dengan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian, tanaman buah memiliki produktifitas yang tinggi terutama manggis. Tanaman manggis memiliki rata-rata unit panen tertinggi dengan 834,76 kg/panen atau sekitar 0,8 ton/tahun. Beberapa responden beranggapan produktifitas tanaman manggis yang tinggi ini disebabkan oleh keadaan tanah dan iklim Desa Babakan yang sangat mendukung perkembangan manggis sehingga tidak hanya kuantitas yang baik tapi juga kualitasnya. Tabel 20 menunjukkan rata-rata unit produksi per panen
80
komoditas kebun campuran dari jenis-jenis tanaman yang paling banyak dibudidayakan. Tabel 20 Rata-rata unit produksi/panen jenis tanaman kebun campuran yang banyak dibudidayakan responden Komoditas Manggis Petai Duku Jeunjing Janitri Kayu samoso Teh Cengkeh Singkong
Unit
Rata-rata unit/panen
kg kg kg pohon pohon pohon kg kg kg
834,76 136,89 200,00 25,00 20,00 19,00 81,27 118,20 78,04
Pemungutan hasil panen yang biasanya dilakukan adalah pemanenan sendiri atau pemanenan oleh orang lain atau lebih dikenal dengan sistem borongan. Pemanenan sendiri merupakan pemanenan yang dilakukan oleh petani bersama anggota keluarganya atau menggunakan tenaga upah, sedangkan pemanenan oleh orang lain biasanya dilakukan oleh pembeli atau tengkulak.
81
Tabel 21 Kalender panen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Jenis Alpukat Aren Bambu Cabe Cengkeh Coklat Damar Duku Durian Hun Juang Besi Huru hiris Janitri Jambu air Jambu batu Jambu bol Jengkol Jeruk Kapulaga Kayu manis Kayu samoso Kelapa Kemiri Kopi Kupa Lada Limus Manggis Mahoni Manglid Melinjo Menteng Mindi Nenas Nangka Pala Pepaya Petai Pinus Pisang Pisitan Puspa Rambutan Sawo Sengon Singkong Suren Tales umbi Teh Tisuk
1
2
3
4
5
Bulan 6 7
Setiap 15 hari
Setiap 15 hari
Setiap 15 hari
8
9
10
11
12
82
Pemasaran
Pemasaran hasil kebun campuran pada umumnya dijual melalui tengkulak. Walaupun petani tidak dapat menentukan harga dan kadang-kadang harga yang ditawarkan rendah, mereka lebih suka menjual ke tengkulak karena untuk menjual sendiri biaya transportasi yang harus dikeluarkan cukup mahal. Mereka menganggap harga yang rendah sebagai sesuatu yang wajar karena perbedaan nilai tersebut hampir sebanding dengan biaya transportasi untuk menjual produknya ke pasar lokal. Selain itu menjual lewat tengkulak lebih mudah karena biasanya mereka mendatangi ke rumah-rumah bila melihat ada tanaman yang sudah siap panen. Jadi pemilik kebun tidak perlu bersusah payah dan menghabiskan waktu yang dapat digunakan untuk melakukan aktivitas ekonomi lainnya. Perhitungan Nilai Produksi
Nilai produksi kebun campuran diukur melalui pemanfaatan produk yang berasal dari tanaman kehutanan (tanaman buah, tanaman kayu) dan tanaman pertanian yang terdapat dalam kebun campuran yang dimanfaatkan petani secara langsung berupa barang seperti kayu, kulit kayu, buah, daun dan rempah baik yang dijual maupun dikonsumsi sendiri. Nilai produksi kebun campuran berdasarkan jenis tanaman disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Nilai produksi berdasarkan jenis tanaman kebun campuran
Jenis Tanaman Buah Kayu Pertanian
Jumlah Jenis 19 13 17 Total
Luas Lahan (ha) 11,62 11,62 11,62
Nilai Produksi (Rp/thn) 119.645.800 15.901.223 144.446.668 279.993.691
Nilai Produksi (Rp/ha/thn)
Persentase (%)
10.296.540 1.368.436 12.430.866 24.095.842
42,73 5,68 51,59 100,00
Dari Tabel 22 terlihat pula bahwa tanaman pertanian menghasilkan manfaat ekonomi yang besar (51,59%) dibandingkan tanaman kayu (5,68%) dan tanaman buah (42,73%). Hal tersebut membuktikan bahwa tanaman pertanian dapat
83
menghasilkan nilai ekonomi yang nyata bagi masyarakat, karena produksi yang dihasilkan dari tanaman-tanaman ini memiliki pasar serta memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Selain itu tujuan pengusahaannya tidak hanya untuk dijual melainkan untuk dikonsumsi sendiri. Nilai produksi tanaman buah sebesar Rp 10.296.540/ha/thn dan nilai produksi tanaman kayu Rp 1.368.436/ha/thn. Rendahnya nilai produksi tanaman kayu (5,68%) dibandingkan tanaman pertanian dan buah-buahan disebabkan karena tanaman kehutanan memiliki rotasi panen yang cukup panjang sehingga periode produksinya juga lama. Dengan demikian nilai produksi tanaman kehutanan menjadi sangat rendah dan tidak sebanding dengan lamanya periode waktu pengusahaan. Nilai produksi tanaman buah belum terlalu besar (42,73%) dibandingkan tanaman pertanian karena di lokasi penelitian tanaman buah yang menjadi pusat perhatian, memiliki nilai jual dan pasaran yang sangat baik hanya baru buah manggis. Penanaman buah manggis sendiri ditujukan untuk produksi dalam julah besar. Sedangkan penanaman tanaman buah lainnya ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Nilai tanaman buah yang sebenarnya dapat lebih besar lagi. Nilai produksi untuk setiap jenis komoditas berdasarkan jenis tanaman secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai produksi kebun campuran yang diperoleh setiap pemilik kebun campuran dari beragam jenis tanaman yang tumbuh di kebunnya pada setiap kelas luas lahan akan berbeda-beda. Nilai produksi pada setiap luasan lahan merupakan nilai produksi aktual kebun campuran yang secara tidak langsung akan menggambarkan pendapatan petani kebun campuran dalam mengelola lahan kebun campuran miliknya. Nilai produksi kotor kebun campuran merupakan besarnya nilai manfaat ekonomis yang dapat diperoleh oleh pemilik kebun campuran dari beragam jenis tanamannya yang tumbuh di kebunnya sebelum dikurangi dengan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan manfaat tersebut. Nilai produksi kotor kebun campuran berdasarkan kelas luas lahan disajikan pada Tabel 23.
84
Tabel 23 Nilai produksi kotor usahatani kebun campuran Kelas Luas Laha n
Jumlah Responde n (N)
I
13
1,47
II
11
4,48
III
6
Total
Luas Lahan (ha)
Nilai Produksi Tanaman (Rp/thn)
Nilai Produksi Kotor (Rp/ha/tthn)
Kayu
Pertanian
7.788.500
2.776.087
27.970.839
38.535.426
26.214.576
37.674.800
7.756.137
51.081.704
96.512.640
21.543.000
5,67
74.182.500
5.369.000
65.394.125
144.945.625
25.563.602
11,62
119.645.80 0
15.901.22 3
144.446.66 8
279.993.691
Rata-rata per ha
10.296.540
1.368.436
12.430.866
24.095.843
Persentase (%)
42,73
5,68
51,59
30
Buah
Nilai Produksi Kotor (Rp/thn)
Berdasarkan tabel diketahui nilai produksi kotor per ha untuk kelas luas lahan I adalah Rp 26.214.576 tahun, kelas luas lahan II Rp 21. 543.000 per tahun dan kelas luas lahan III Rp 25.563.602 per tahun. Nilai produksi kotor terbesar diperoleh dari tanaman pertanian yang memberikan kontribusi sebesar 51,59%. Biaya produksi merupakan besarnya pengorbanan tiap tahun yang harus dikeluarkan oleh pemilik kebun untuk memperoleh sesuatu produk yang maksimal dalam satu periode produksi, termasuk di dalamnya biaya untuk pengadaan sarana produksi (seperti bibit, pupuk, pestisida dll), peralatan yang dibutuhkan, biaya tenaga kerja manusia, transportasi dan biaya-biaya lain. Pengelolaan kebun campuran di Desa Babakan masih dilakukan secara tradisional. Pengelolaan hanya dilakukan seperlunya dan tidak ada perlakuan khusus terhadap berbagai jenis tanaman. Walaupun dilakukan secara tradisional, pengelolaan kebun tetap memerlukan biaya. Sebenarnya biaya pengeluaran petani dalam mengelola kebun campuran setiap tahun biasanya tidak jauh berbeda jumlahnya. Data yang diambil untuk penelitian ini adalah pengeluaran yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan kebun campuran setahun terakhir untuk tahun 2005/2006. Untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan petani kebun campuran Desa Babakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa biaya pengelolaan kebun campuran pada masing-masing kelas luas lahan yang diamati memiliki nilai yang beragam. Biaya pengelolaan kebun campuran tertinggi terdapat pada kelas luas lahan III yang memiliki luas lahan lebih besar dibandingkan kedua kelas luas lahan lainnya dengan biaya sebesar Rp 31.853.650 per tahun. Sedangkan untuk
85
kelas luas lahan II dan I besarnya biaya pengelolaaan kebun campuran per tahunnya masing-masing adalah Rp 29.150.300 dan Rp 9.985.500. Tabel 24 Biaya usahatani kebun campuran/tahun Kelas Luas Lahan I
Luas lahan (ha)
II
4,48
III
5,67
Jumlah
11,62
Biaya Pengelolaan (Rp/ha/thn)
Biaya Pengelolaan (Rp/thn) Bibit
1,47
Peralatan
Pupuk+obat
Tenaker
Angkutan
Jumlah
443.000
1.182.500
2.431.000
5.929.000
0
9.985.500
6.792.857
3.480.000
3.821.000
4.745.500
17.049.800
54.000
29.150.300
6.506.763
0
3.151.350
2.000.000
26.424.800
277.500
31.853.650
5.617.928
3.923.000
8.154.850
9.176.500
49.403.600
331.500
70.989.450
Petani dengan kelas luas lahan III cenderung mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan kedua kelas luas lahan lainnya karena semakin banyak kebutuhan yang diperlukan untuk mengelola kebunnya. Jadi semakin luas lahan semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk mengelolanya. Nilai produksi bersih dari pengelolaan kebun campuran merupakan hasil dari pengurangan antara nilai produksi kotor dengan biaya pengelolaan. Nilai produksi bersih per ha dari pengelolaan kebun campuran pada kelas luas lahan I Rp 19.964.982, pada kelas luas lahan II Rp 14.936.217, dan pada kelas luas lahan III Rp 19.840.698. Tabel 25 Nilai produksi bersih usahatani kebun campuran Kelas Luas Lahan
Luas Lahan Rata-rata (ha)
Nilai Produksi kotor (Rp/thn)
Biaya Produksi (Rp/thn)
Nilai Produksi Bersih (Rp/thn)
Nilai Produksi Bersih (Rp/ha/thn)
I
1,47
38.535.426
9.985.500
28.549.926
19.964.982
II
4,48
96.512.640
29.150.300
67.362.340
14.936.217
III
5,67
144.945.625
31.853.650
113.091.975
19.840.698
Total
11,62
279.993.691
70.989.450
209.004.241
24.095.843
6.109.247
17.986.596
Rata-rata per ha
Luas keseluruhan kebun campuran di Desa Babakan = 154,7 ha Nilai ekonomi produksi total = 17.986.596 Rp/ha/thn x 154,7 ha = Rp 2.782.526.401
Dari tabel terlihat bahwa pada kelas luas lahan I nilai produksi bersih ratarata per ha lebih besar daripada kelas luas lahan II dan III yang lebih luas. Hal ini
63
memperlihatkan bahwa sempitnya lahan akan mengurangi biaya pengelolaan kebun campuran seperti penggunaan tenaga kerja dalam jumlah besar dan pemupukan dengan bahan kimia yang harganya cukup mahal sehingga nilai produksi bersih rata-rata akan lebih besar. Nilai guna langsung kebun campuran Desa Babakan berupa nilai produksi Rp 17.986.596 per hektar per tahun. Nilai ekonomi tersebut merupakan besarnya manfaat langsung yang dapat diperoleh dari komoditas-komoditas jenis tanaman yang berada dalam kebun campuran. Nilai ekonomi tersebut merupakan nilai produksi bersih dimana nilai produksi kotor Rp 24.418.874 per hektar per tahun dikurangi dengan biaya produksi Rp 6.109.247 per hektar per tahun. Nilai produksi kebun campuran sebesar Rp 17.986.596 per hektar per tahun adalah nilai yang akan diperoleh oleh masyarakat yang mengelola satu hektar kebun campuran dalam setahun artinya rata-rata setiap bulan pemilik satu hektar kebun campuran memperoleh penghasilan sebesar
Rp 1.498.883. Secara
keseluruhan luas kebun campuran di Desa Babakan adalah 154,7 ha sehingga nilai produksi total kebun campuran Desa Babakan sebesar Rp 2.782.526.401 per hektar per tahun.
Nilai Guna Tidak Langsung Kebun Campuran Nilai Pencegahan Erosi Pendugaan Erosi Aktual Menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)
Hasil perhitungan parameter-parameter penentu besarnya erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) beserta dengan hasilnya disajikan pada tabel-tabel dibawah ini: 1. Faktor erosivitas (R) Faktor R didapatkan dari persamaan dengan menggunakan data curah hujan rata-rata per bulan dari bulan Januari 1996 sampai Desember 2005 yang diperoleh dari Kantor Saluran Irigasi dan Curah Hujan Sektor Wanayasa, Purwakarta. Karena jarak antara tipe penutupan vegetasi yang dikaji dalam penelitian berada pada lokasi yang sama yaitu Desa Babakan tidak terlalu berjauhan sehingga kondisi iklimnya tidak berbeda.
64
Tabel 26 Nilai faktor erosivitas (R) rata-rata curah hujan tahunan Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
P(mm) 597,1 466,1 538,3 511,9 345,2 229,3 166,1 125,8 196,4 325,5 547,4 490,3
P(cm) 59,71 46,61 53,83 51,19 34,52 22,93 16,61 12,58 19,64 32,55 54,74 49,03
EI30 575,197 410,699 499,557 466,535 273,004 156,510 100,947 69,1764 126,784 252,035 511,078 439,967 3881,49
Nilai R
Ket: P=Rataan curah hujan (cm) pada suatu bulan, EI30=Indeks erosivitas bulanan Bols
2. Faktor erodibilitas (K) Berdasarkan peta tanah semi detail Pusat Penelitian Tanah DAS Citarum Tengah skala 1:50.000, Desa Babakan memiliki jenis tanah latosol coklat dengan nilai erodibilitas sebesar 0,175. Nilai faktor erodibilitas (K) secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 8. 3. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Faktor ini didekati dengan menggunakan kemiringan lereng dan besarnya nilai LS terlihat dalam tabel berikut: Tabel 27 Nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) No 1 2 3 4 5
Kemiringan lereng (%) 0-5 5-15 15-35 35-50 >50
Sumber: RLKT 1985
Nilai LS 0,25 1,20 4,25 7,5 12,00
65
Berdasarkan bentuk topografi dan peta kontur Kecamatan Wanayasa, Desa Babakan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelas kelerengan, yaitu Kelas A (0%-5%), Kelas B (5%-15%) dan kelas C (15%-35%). Nilai indeks LS berkisar antara 0,25 sampai 7,5. 4. Faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan, unit-unit lahan Desa Babakan dibagi menjadi areal kebun campuran, pemukiman, tegalan/ladang dan persawahan. Usaha konservasi masing-masing areal penutupan lahan memiliki nilai yang berbeda seperti kebun campuran dan tegalan yang tanpa tindakan konservasi sedangkan
persawahan berupa sawah tadah hujan menggunakan
teknik konservasi teras bangku. Nilai-nilai tersebut disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Nilai faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (CP) pada tiap tipe penutupan lahan Desa Babakan Areal Kebun campuran
C (Faktor Pengelolaan Tanaman) 0,3
Tegalan Persawahan
P (Faktor Teknik Konservasi Tanah) 1
Nilai CP 0,3
0,7
1
0,7
0,05
0,4
0,02
Diadaptasi dari: Pusat Penelitian Tanah dalam Arsyad (1989 dan Sutrisno 2002) dan Asdak (1985)
Nilai faktor CP berbeda untuk tiap tipe penutupan lahan tetapi dalam satu tipe penutupan lahan meskipun kelerengannya berbeda memiliki nilai CP yang sama. Nilai faktor C dan P secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 9 dan 10. 5. Laju erosi tiap tipe penutupan lahan Tingkat laju erosi dihitung berdasarkan perkalian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu erosivitas (R), erodibilitas (K), kemiringan dan panjang lereng (LS) dan faktor pengelolaan tanaman serta teknik konservasi tanah (CP). Hasil perhitungan laju erosi Desa Babakan dengan metode USLE disajikan pada Tabel 29.
66
Tabel 29 Hasil perhitungan laju erosi rata-rata tertimbang pada tiap tipe penutupan lahan Desa Babakan Areal Usahatani Kebun campuran
Tegal/ladang Persawahan
Lereng
Luas (Ha)
R
K
LS
CP
Laju erosi USLE (ton/ha/thn)
0-5%
4,11
3881,49
0,175
0,25
0,3
50,94
5-15%
62,55
3881,49
0,175
1,2
0,3
244,53
15-35%
88,03
3881,49
0,175
4,25
0,3
866,06
5-15%
11,04
3881,49
0,175
1,2
0,7
570,58
15-35%
33,96
3881,49
0,175
4,25
0,7
2020,80
0-5%
20,73
3881,49
0,175
0,25
0,02
3,40
5-15%
29,01
3881,49
0,175
1,2
0,02
16,30
15-35%
13,41
3881,49
0,175
4,25
0,02
57,74
Laju erosi USLE Ratarata tertimbang (ton/ha/thn) 593,07
1665,11
20,87
Laju erosi USLE rata-rata tertimbang (ton/ha/thn) 639,129 Ket: R = faktor erosivitas, K = faktor erodibilitas, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, CP = faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah
Berdasarkan hasil pendugaan erosi, faktor LS dan faktor CP sangat mempengaruhi laju erosi karena nilainya yang beragam sedangkan faktor R dan K memiliki nilai yang sama pada setiap tipe penutupan lahan (CP) dan kemiringan serta panjang lereng (LS). Semakin besar nilai CP dan LS maka nilai laju erosi USLE akan semakin besar pula. Namun pada kondisi R, K dan LS yang sama pada suatu daerah, CP merupakan faktor penentu besarnya laju erosi USLE. Besarnya laju erosi USLE rata-rata tertimbang pada setiap penutupan lahan dihitung berdasarkan luas penutupan lahan pada setiap kelerengan. Laju erosi kebun campuran dengan luas 154,7 ha sebesar 593,07 ton/ha/thn lebih kecil dibandingkan dengan laju erosi tegal/ladang 1.665,11 ton/ha/thn dengan luas 45 ha, sama halnya dengan laju erosi persawahan dengan luas 63,15 ha yaitu sebesar 20,87 ton/ha/thn yang jauh lebih kecil dibandingkan laju erosi tegal/ladang. Hal ini menunjukan bahwa CP (faktor pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah) menjadi faktor penentu besarnya laju erosi. Untuk memperkecil laju erosi kita dapat lebih memperhatikan faktor pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah (CP) yang dipergunakan. Secara keseluruhan, besarnya laju erosi rata-rata tertimbang yang terjadi di Desa Babakan adalah 639,129 ton/ha/thn.
67
6. Tingkat bahaya erosi Untuk menentukan tingkat bahaya erosi, Departemen Kehutanan (1986) menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada dan besarnya erosi sebagai dasar. Pada tabel 30 disajikan penilaian tingkat bahaya erosi berdasar atas tebal solum tanah dan besarnya bahaya erosi. Tabel 30 Tingkat bahaya erosi berdasar tebal solum tanah dan besarnya bahaya erosi Tebal solum (cm)
Erosi Maksimum (A) Ton/ha/thn 15-60 60-180 180-480 S S B
>90
<15 SR
>480 SB
60-90
R
B
B
SB
SB
30-60
S
SB
SB
SB
SB
<30
B
SB
SB
SB
SB
Ket: SR = Sangat Rendah, R = Rendah, S=Sedang, B=Berat, SB=Sangat Berat Berdasarkan peta tanah semi detail Das Citarum Tengah skala 1:50.000, Desa babakan memiliki jenis tanah latosol coklat. Tanah yang termasuk ke dalam jenis latosol mempunyai perkembangan profil dengan solum tebal (>2m), berwarna coklat hingga merah, mempunyai tekstur halus dan struktur tanah gembur, tingkat kesuburan tanah sedang (Dharmawijaya, 1992). Besarnya laju erosi rata-rata tertimbang yang terjadi di lokasi penelitian sebesar 639,129 ton/ha/thn. Untuk jenis tanah latosol coklat dengan tebal solum >2m memiliki tingkat laju erosi >480 ton/ha/thn kriteria erosinya sangat berat, artinya lahan tersebut sangat rentan terhadap erosi. Erosi yang terjadi pada suatu penutupan lahan dapat menyebabkan penurunan produktifitas karena hilangnya unsur hara yang terdapat pada lapisan permukaan tanah. Untuk menanggulanginya diperlukan usaha-usaha konservasi untuk memperbaiki keadaan lahan yang tererosi dengan tetap mempertahankan produktifitas melalui penyediaan unsur hara yang sesuai dengan tuntutan tanaman.
68
Perhitungan Nilai Pencegahan Erosi
Nilai pencegahan erosi merupakan nilai kemampuan lahan agroforestry kebun campuran menahan laju erosi. Besarnya kemampuan lahan kebun campuran menahan laju erosi (ton/ha/thn) di Desa Babakan diketahui dengan mengurangi laju erosi lahan non agroforestry kebun campuran dan laju erosi lahan agroforestry kebun campuran, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dikondisikan sama dan hanya dibedakan melalui penutupan lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Laju erosi pada tiap tipe penutupan lahan usahatani Desa Babakan pada kondisi yang disamakan Laju erosi USLE (ton/ha/thn)
Areal Usahatani
Lereng
Kebun campuran (kc)
0-5%
4,11
3881,49
0,175
0,25
0,3
50,94
5-15%
62,55
3881,49
0,175
1,2
0,3
244,53
15-35%
88,03
3881,49
0,175
4,25
0,3
866,06
0-5%
4,11
3881,49
0,175
0,25
0,7
118,87
5-15%
62,55
3881,49
0,175
1,2
0,7
570,58
15-35%
2020,80
Tegal/ladang yg dikondisikan kc Tanah kosong yang dikondisikan kc
Luas (Ha)
R
K
LS
CP
88,03
3881,49
0,175
4,25
0,7
0-5%
4,11
3881,49
0,175
0,25
1
169,82
5-15%
62,55
3881,49
0,175
1,2
1
815,11
Laju erosi USLE Ratarata tertimbang (ton/ha/thn) 593,07
1383,82
1976,89
15-35% 88,03 3881,49 0,175 4,25 1 2886,86 Ket: R = faktor erosivitas, K = faktor erodibilitas, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, CP = faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah
Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa dengan kondisi yang sama, penutupan lahan kebun campuran dengan laju erosi rata-rata tertimbang sebesar 593,07 ton/ha/thn dapat menahan laju erosi sebesar 790,75 ton/ha/thn dibandingkan dengan penutupan lahan tegal/ladang dan 1.383,82 ton/ha/thn dibandingkan dengan penutupan lahan berupa tanah kosong. Besar laju erosi pada penutupan lahan berupa lahan kosong 3,3 kali lebih besar dibandingkan penutupan lahan berupa kebun campuran. Secara kasar banyaknya unsur hara yang hilang dapat dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara semula dengan banyaknya tanah yang tererosi. Pada umumnya lapisan tanah yang tererosi adalah lapisan permukaan tanah (Top soil) dengan kedalaman 0-30 cm, sehingga dalam perhitungan kandungan unsur hara yang digunakan adalah kandungan unsur hara lapisan permukaan tanah (Top
69
soil) dengan kandungan unsur hara lapisan permukaan tanah pada penutupan lahan kebun campuran. Berdasarkan hasil analisis kimia laboratorium tanah, Desa Babakan mempunyai jenis tanah latosol coklat yang mengandung 0,15% Nitrogen, 2,20% bahan organik, 0,00052% P2O5 dan 0,0089% K2O dan 0,0338% Ca pada lapisan tanah atas (Top soil). Untuk lebih jelasnya hasil analisis kimia tanah dapat dilihat pada lampiran 11. Banyaknya kandungan unsur hara yang hilang untuk setiap penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Kandungan unsur hara yang hilang pada tiap tipe penutupan lahan usahatani Desa Babakan pada kondisi yang disamakan
Areal Usahatani
Laju erosi USLE Rata-rata tertimbang (ton/ha/thn)
Kebun campuran
593,07
Tegal/ladang yg dikondisikan kc
1383,82
Tanah kosong yang dikondisikan kc
1976,89
Kandungan Unsur Hara yang Hilang (kg)/ha N
bahan organik
P2O5
K2O
Ca
890
13.048
3
53
200
2.076
30.444
7
123
468
2.965
43.492
10
176
668
Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa dengan penutupan lahan berupa kebun campuran, kandungan unsur hara yang hilang akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kandungan unsur hara yang hilang pada penutupan lahan berupa tegal/ladang dan tanah kosong. Kebun campuran dapat menahan 1.186 kg N; 17.397 kg bahan organik; 4 kg P2O5; 70 kg K2O dan 267 kg Ca dibandingkan tegal/ladang sedangkan pada penutupan lahan berupa tanah kosong, kebun campuran dapat menahan hilangnya kandungan unsur hara sebesar 2.076 kg N; 30.444 kg bahan organik; 7 kg P2O5; 123 kg K2O dan 468 kg Ca. Dengan pupuk yang tersedia adalah urea (45% N), TSP (45% P2O5) dan KCL (50% K2O) maka kandungan unsur hara yang dapat ditahan kebun campuran dibandingkan tegal/ladang ekivalen dengan 26 kuintal urea; 0,09 kuintal TSP;
70
1,41 kuintal KCL dan 6,68 kuintal dolomit (CaO 40%), sedangkan pada tanah kosong unsur hara yang dapat ditahan kebun campuran ekivalen dengan 46 kuintal urea; 0,15 kuintal TSP; 2,4 kuintal KCL dan 11,69 kuintal dolomit (CaO 40%). Nilai pencegahan erosi kebun campuran didapat melalui pendekatan harga pupuk yang dibutuhkan untuk mengembalikan kandungan unsur hara yang hilang pada penutupan lahan non kebun campuran (tegal/ladang dan tanah kosong). Dengan harga yang berlaku pada saat penelitian di lapangan maka nilai pencegahan erosi kebun campuran sebesar Rp 4.060.326 per hektar untuk penutupan lahan tegal/ladang dan Rp 7.105.608 per hektar untuk penutupan lahan tanah kosong. Penggunaan lahan usahatani di Desa Babakan terdiri dari sawah, tegal/ladang dan kebun campuran. Adanya kemungkinan konversi penggunaan lahan kebun campuran menjadi tegal/ladang oleh petani lahan kering Desa Babakan dapat terjadi sedangkan kemungkinan konversi kebun campuran menjadi tanah yang tidak diolah (tanah kosong) sangat kecil sehingga untuk nilai pencegahan erosi kebun campuran Desa Babakan digunakan nilai pencegahan erosi tegal/ladang yang dikondisikan sama dengan kebun campuran. Dengan luasan lahan kebun campuran di Desa Babakan sebesar 154,7 ha maka nilai pencegahan erosi kebun campuran di Desa Babakan sebesar sebesar Rp 628.132.359 per tahun.
Nilai Kualitas Air
Nilai kualitas air dikaji dengan 60 responden yang terdiri dari 30 responden petani kebun campuran dan 30 responden non petani kebun campuran. Nilai kualitas air ini diukur dengan metode kontingensi berdasarkan kesediaan membayar masyarakat terhadap kualitas air yang dihasilkan dari keberadaan kebun campuran sebagai pendukung tata air. Salah satu penciri kualitas air adalah kadar lumpur atau konsentrasi sedimen layang (Concentration of suspended sediment/Cs) yang terbawa oleh aliran sungai. Kandungan sedimen dalam badan air yang bersumber dari erosi mempengaruhi kualitas air sehingga kualitas air dalam penelitian ini diidentifikasi melalui pendekatan konsentrasi sedimen melayang dalam badan air.
71
Kualitas Air dan Kesediaan Membayar
Kualitas air merupakan tingkat kesesuaian air dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam hal ini kebutuhan air rumah tangga. Kesediaan membayar masyarakat ditentukan oleh kualitas air yang tersedia, pada penelitian ini responden diberikan tiga contoh sampel simulasi kualitas air yaitu sampel A (air jernih), sampel B (air keruh) dan sampel C (air sangat keruh). Kualitas air pada masing-masing sampel diidentifikasi melalui pendekatan konsentrasi sedimen melayang dalam air yang dilakukan melalui analisis laboratorium. Konsentrasi sedimen melayang (Cs) untuk sampel A, sampel B dan sampel C secara berturutturut sebesar 80 mg/ltr, 110 mg/ltr dan 7.970 mg/ltr. Konsentrasi sedimen melayang selain dapat menggambarkan besarnya erosi yang terjadi juga dapat menjadi penciri kualitas air. Berdasarkan Kep. Men. KLH No. 2/1988, sampel A termasuk kedalam standar kualitas lingkungan kategori baik, sampel B termasuk kedalam kategori sedang dan sampel C termasuk kategori sangat jelek. Tabel 33 menunjukkan kategori konsentrasi sedimen melayang berdasarkan standar kualitas lingkungan. Tabel 33 Kategori konsentrasi sedimen melayang (Cs) sampel simulasi kualitas air berdasarkan standar kualitas lingkungan(Kep. Men. KLH No.2/1988) Sampel Simulasi Kualitas air
100,00
Konsentrasi Sedimen Melayang Cs (mg/ltr) 80,00
Skala kualitas lingkungan (mg/ltr) 0-100
1,807
100,00
110,00
100-250
Sedang (S)
2,556
100,00
7.970,00
>500
Sangat jelek (SJ)
G1 (g)
G2 (g)
V (ml)
Sampel A
1,769
1,777
Sampel B
1,796
Sampel C
1,759
Kategori Baik (B)
Ket: G1 = berat kertas filter, G2 = berat sedimen dan kertas filter dalam kondisi kering, V = Volume contoh sedimen
Beberapa responden menyatakan bahwa musim sangat mempengaruhi kualitas air. Ketika musim hujan, terutama setelah terjadi hujan yang sangat besar biasanya air yang mengalir ke rumah mereka berwarna hitam pekat seperti pada sampel C, namun ketika tidak terjadi hujan mereka berpendapat air yang ditemui seperti sampel B dan ketika musim kemarau air yang ditemukan adalah air seperti sampel A. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden mengunakan air
72
dengan standar kualitas lingkungan kategori baik dan sedang yang cukup bersih untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Penentuan kesediaan membayar terhadap kualitas air dilakukan dengan tetap mempertimbangkan jumlah kebutuhan air yang diperlukan untuk konsumsi semua anggota keluarga sehingga biaya yang dikeluarkan dapat terjangkau. Tabel 34 Kebutuhan rata-rata air rumah tangga responden Respoden Petani Kebun Campuran Non Petani Kebun Campuran Total
Kebutuhan rata-rata (liter/RT/hr) Musim hujan 486,94
Kebutuhan rata-rata (liter/RT/thn)
Musim kemarau 478,56
Musim hujan 175.300
Musim kemarau 172.280
503,24
486,24
181.168
175.048
495,09
482,40
178.234
173.664
Tabel 34 memperlihatkan bahwa petani kebun campuran memiliki jumlah kebutuhan air yang berbeda baik pada musim hujan dan kemarau, begitupun halnya dengan responden non petani kebun campuran. Kebutuhan air rata-rata pada musim hujan lebih tinggi pada musim hujan dibandingkan musim kemarau, disebabkan karena pada umumnya debit air pada musim hujan lebih tinggi dibandingkan musim kemarau sehingga intensitas pemakaian air pada musim hujan lebih banyak. Walaupun demikian beberapa responden merasa tidak ada perbedaan debit air yang cukup berarti pada kedua musim. Jumlah kebutuhan air reponden non petani kebun campuran yang lebih tinggi dari responden kebun campuran mengindikasikan tingkat konsumsi air untuk non petani kebun campuran lebih tinggi karena kondisi ekonominya juga lebih tinggi sehingga seberapa besar konsumsi air bagi mereka tidak dijadikan beban. Hal ini juga mempengaruhi kesediaan membayar responden terhadap kualitas air. Kesediaan membayar responden terhadap kualitas air merupakan tingkat kesediaan masyarakat untuk mengkonsumsi air pada berbagai kualitas dan dinilai dalam bentuk uang. Kesediaan membayar air dalam bentuk uang disajikan pada Tabel 35.
73
Tabel 35 Rata-rata kesediaan membayar responden terhadap sampel simulasi kualitas air Kesediaan Membayar Responden
Petani Kebun Campuran
Non Petani
Satuan
Musim Hujan
Musim Kemarau
A
B
C
A
B
C
Rp/ltr
118,61
74,03
33,06
168,89
116,11
64,72
Rp/RT/thn
20.792.528
12.977.069
5.794.639
29.096.178
20.003.622
11.150.344
Rp/ltr
108,33
69
34,72
151,3
108,33
62,5
Rp/RT/thn
19.626.533
12.500.592
6.290.556
26.500.322
18.963.533
10.940.500
Kebun Campuran
Ket: A=sampel simulasi air kualitas baik, B=sampel simulasi air kualitas sedang, C=sampel simulasi air kualitas sangat jelek
Berdasarkan Tabel 35 dapat dilihat bahwa bahwa semakin baik kualitas air maka semakin tinggi kesediaan responden untuk membayar air. Responden umumnya bersedia untuk membayar air untuk sampel A dan sampel B yang masuk dalam kategori baik dan sedang, tetapi beberapa responden ada yang tidak bersedia membayar untuk kualitas C dengan kategori sangat jelek karena mereka tidak mau menggunakan air yang sangat kotor. Mereka lebih menyukai sampel A untuk berbagai kondisi musim meskipun jumlahnya sedikit. Beberapa responden bahkan ada yang tidak membedakan antara sampel A, B dan C, karena mereka beranggapan ketiga sampel dengan kualitas yang berbeda tersebut mempunyai fungsi yang berbeda pula seperti sampel A untuk minum dan sampel B untuk mandi, sedangkan untuk sampel C walaupun dianggap sulit untuk digunakan mereka tetap akan menggunakannya jika keadaan memaksa. Kesediaan membayar untuk ketiga kualitas berbeda pada saat musim kemarau dan musim hujan. Semakin langkanya air menyebabkan harga per liter air (Rp/ltr) semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada kesediaan membayar pada musim kemarau yang lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan. Namun walaupun demikian, berhubung air merupakan salah satu kebutuhan utama, maka masyarakat akan tetap mengkonsumsi air pada berbagai tingkat harga. Untuk menghitung kesediaan membayar total masyarakat Desa Babakan pada berbagai kualitas diperoleh dari hasil perkalian kesediaan membayar ratarata tiap liter air dikalikan jumlah kebutuhan rata-rata pertahun dikalikan jumlah
74
Rumah Tangga. Ringkasan hasil perhitungan kesediaan membayar berdasarkan hasil wawancara disajikan pada Tabel 36. Tabel 36 Ringkasan hasil perhitungan kesediaan membayar pada berbagai sampel simulasi kualitas air
Musim
Hujan
Kemarau
Sampel Simulasi Kualitas Air
Jumlah Kebutuhan Rata-rata (ltr/RT/thn)
Populasi (RT)
Kesediaan membayar Rp/ltr
Rp/RT/thn
Rp/thn
(d) = (a) x (c)
(e) = (d) x (b)
(a)
(b)
(c)
A
178.234
1.036
113,47
20.224.212
20.952.283.632
B
178.234
1.036
71,515
12.746.405
13.205.275.580
C
178.234
1.036
33,89
6.040.350
6.257.802.600
A
173.664
1.036
160,095
27.802.738
28.803.636.568
B
173.664
1.036
112,22
19.488.574
20.190.162.664
C
173.664
1.036
63,61
11.046.767
11.444.450.612
Ket: A=sampel simulasi air kualitas baik, B=sampel simulasi air kualitas sedang, C=sampel simulasi air kualitas sangat jelek
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kesediaan Membayar Sampel Simulasi Kualitas Air
Persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor sosial ekonomi tidak hanya dicoba dalam bentuk persamaan linear saja, tetapi dicoba pula dalam bentuk-bentuk lain yang merupakan transformasi dari bentuk linear. Bentuk tersebut adalah bentuk persamaan linear logaritma, persamaan logaritma linear dan persamaan logaritma logaritma. Hal ini dilakukan agar tujuan untuk memperoleh persamaan nilai kualitas air terbaik dicapai. Dari keempat bentuk persamaan yang dicoba, dilihat bentuk persamaan terbaik yaitu persamaan yang memiliki koefisien determinasi tertinggi dengan Pvalue < α serta pengujian-pengujian yang memenuhi uji kriteria statistik. P-value merupakan peluang untuk mengetahui apakah persamaan yang terbentuk berpengaruh nyata atau tidak sedangkan koefisien determinasi merupakan besarnya variabel independen menyebabkan keragaman terhadap variabel dependen yang dapat dicapai oleh persamaan tersebut. Pengujian dilakukan dalam bentuk normality test untuk mengetahui apakah data menyebar normal dalam persamaan yang terbentuk dan multikolinearitas untuk mengetahui korelasi antara dua peubah bebas. Pengolahan dan pengujian data dikerjakan dengan menggunakan software MINITAB release 14 dengan backward reggression.
75
Persamaan regresi terbaik untuk setiap kualitas pada musim hujan dan kemarau dapat dilihat pada Tabel 37. Kesediaan membayar air rumah tangga (Y) di Desa Babakan berdasarkan kualitas air yaitu kualitas A (baik), kualitas B (sedang) dan kualitas C (sangat jelek) yang dibedakan berdasarkan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dalam menentukan kesediaan membayar kualitas air (Y) berdasarkan kualitas pada musim hujan dan musim kemarau diduga dipengaruhi oleh variabelvariabel yaitu umur (X1), pendidikan (X2), pendapatan (X3), pengetahuan (X4), jumlah pengguna air (X5) dan kebutuhan air (X6). Tabel 37 Persamaan regresi terbaik untuk setiap sampel simulasi kualitas air pada musim hujan dan kemarau Sampel Musim
Simulasi
Persamaan WTP
R²
Kualitas Air Hujan
Kemarau
P value
A
Y = -654 + 42,8 ln X1 + 19,9 ln X3 + 29,0%
B
Y = -36,4 + 0,945X1 + 2,7X2 + 0,0268 36,2%
0,000 0,000
C
Y = -1,62 + 10,6 ln X2 + 18,2 ln X6
14,9%
0,010
A B
Y = 113 + 0,000028 X3 Y = 79,1 + 0,000020 X3
33,4% 35,8%
0,000 0,000
C
Y = 42,5 + 0,000012 X3
28,3%
0,000
Kesediaan masyarakat Desa Babakan untuk membayar air kualitas A (Y) pada musim hujan dipengaruhi secara nyata oleh umur (X1), pendapatan RT (X3) dan kebutuhan air (X6) dengan model persamaan Y = -654 + 42,8 ln X1 + 19,9 ln X3 + 34,2 lnX6. Model tersebut nyata (P = 0,000) dengan koefisien determinasi model (R²) sebesar 29,0% artinya umur, pendapatan, dan kebutuhan air mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar air kualitas A sebesar 29,0%. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa umur, pendapatan RT dan kebutuhan air berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar kualitas A. Kekuatan model lebih banyak dipengaruhi oleh kebutuhan air (P = 0,012) karena semakin besar jumlah air yang mereka butuhkan masyarakat akan bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa umur memberikan pengaruh (P = 0,039) yang tidak terlalu besar karena
76
tidak semua pengguna air berusia tua akan bersedia tinggi selama mereka masih dapat mendapatkan air dengan harga lebih rendah. Kesediaan masyarakat Desa Babakan untuk membayar air kualitas B (Y) pada musim hujan dipengaruhi secara nyata oleh umur (X1), pendidikan (X2) dan kebutuhan air (X6) dengan model persamaan Y = -36,4 + 0,945X1 + 2,7X2 + 0,0268 X6. Model tersebut nyata (P = 0,000 ) dengan koefisien determinasi model (R²) sebesar 36,2% artinya umur, pendidikan, dan kebutuhan air mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar air kualitas B sebesar 36,2 %. Persamaan tersebut menujukkan bahwa umur, pendidikan dan kebutuhan air berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar kualitas B. Kekuatan model banyak dipengaruhi oleh kebutuhan air (P = 0,000) karena semakin besar kebutuhan air masyarakat akan bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Pengaruh paling kecil adalah pendidikan (P = 0,014), baik yang berpendidikan rendah maupun tinggi pada dasarnya tidak ada perbedaan dalam kesediaan membayar kualitas air karena masyarakat mempunyai kepentingan yang sama untuk mengkonsumsi air. Kesediaan masyarakat Desa Babakan untuk membayar air kualitas C (Y) pada musim hujan dipengaruhi secara nyata oleh kebutuhan air (X6) dengan model persamaan Y = -1,62 + 10,6 ln X2 + 18,2 ln X6. Model tersebut nyata (P = 0,010) dengan koefisien determinasi model (R²) 14,9% artinya pendidikan dan kebutuhan air mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar air kualitas C sebesar 14,9%. Persamaan tersebut menujukkan kebutuhan air berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar kualitas C. Kesediaan masyarakat Desa Babakan untuk membayar air kualitas A, B dan C pada musim kemarau dipengaruhi secara nyata oleh penghasilan dengan model persamaan masing-masing sebagai berikut: Kualitas A yaitu Y = 113 + 0,000028 X3, kualitas B yaitu Y = 79,1 + 0,000020 X3, dan kualitas C yaitu Y = 42,5 + 0,000012 X3. Model tersebut nyata (P = 0,000) untuk ketiga kualitas dengan koefisien determinasi model (R²) untuk masing-masing kualitas adalah 33,4%; 35,8% dan 28,3% artinya 33,4%; 35,8% dan 28,3% keragaman yang terjadi pada masing-masing model persamaan kesediaaan membayar kualitas air disebabkan oleh pendapatan rumah tangga. Ketiga persamaan tersebut menunjukkan bahwa
77
pendapatan rumah tangga berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar, makin besar pendapatan rumah tangga kesediaan membayar akan semakin besar pula. Tingkat pendapatan akan mempengaruhi daya beli konsumen terhadap barang yang dikonsumsinya. Air merupakan sumberdaya yang sangat penting terutama pada musim kemarau dimana kuantitasnya tidak sebanyak musim hujan sehingga masyarakat bersedia membayar untuk mendapatkannya walaupun dengan harga tinggi.
Model dan Pendugaan Nilai Kualitas Air
Persamaan yang digunakan untuk pendugaan nilai kualitas air berdasarkan metode kesediaan membayar tidak hanya dicoba dalam bentuk persamaan linear saja, tetapi dicoba pula dalam bentuk-bentuk lain yang merupakan transformasi dari bentuk linear. Bentuk tersebut adalah bentuk persamaan linear logaritma, persamaan logaritma linear dan persamaan logaritma logaritma. Hal ini dilakukan agar tujuan untuk memperoleh persamaan nilai kualitas air terbaik dicapai. Persamaan yang terbaik diperoleh dengan melihat besarnya P value dan besarnya koefisien determinasi yang dapat dicapai oleh persamaan tersebut. Pengujian yang dilakukan dalam bentuk normality test untuk mengetahui apakah data menyebar normal dalam persamaan yang terbentuk dan multikolinearitas untuk mengetahui adanya korelasi antara peubah independen. Pengolahan dan pengujian data dikerjakan dengan menggunakan software MINITAB release 14. Kesediaan membayar air (Y) di Desa Babakan diduga dipengaruhi oleh kualitas air sampel yaitu kualitas A (baik), kualitas B (sedang) dan kualitas C (sangat jelek) yang masing-masing ditentukan melalui besarnya konsentrasi sedimen melayang (X) hasil perhitungan laboratorium dan dummy variabel musim (D) dengan nilai 0 untuk musim hujan dan 1 untuk musim kemarau. Dari keempat bentuk persamaan yang dicoba, persamaan double log memiliki koefisien determinasi tertinggi dengan P-value < α dan pengujian normality test dengan plot yang cenderung membentuk garis lurus serta multikolinearitas < 10 sehingga persamaan regresi yang terbentuk akurat dan valid. Hubungan antara kesediaan membayar (WTP) dengan konsentrasi sedimen melayang pada sampel dan musim dapat dilihat melalui persamaan
78
ln Y = 5,36 - 0,230 ln X + 0,534 D. Model tersebut nyata (P = 0,000) dengan
koefisien determinasi model (R²) sebesar 38,6% artinya konsentrasi sedimen melayang (mg/ltr) dan musim mampu menjelaskan keragaman kesediaan membayar (Rp/ltr) kualitas air sebesar 38,6%. Pengujian normality test cenderung membentuk garis lurus dengan multikolinearitas (VIF) sebesar 1. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi sedimen melayang berkorelasi negatif terhadap kesediaan membayar seseorang. Semakin besar konsentrasi sedimen melayang menyebakan rendahnya penggunaan air sehingga kesediaan untuk membayar air menjadi lebih kecil. Konsentrasi sedimen melayang berpengaruh nyata (P=0,000) terhadap kesediaaan membayar, apabila terjadi peningkatan konsentrasi sedimen 1 persen akan menyebabkan penurunan besar kesediaan membayar sebesar 0,230 persen. Sebaliknya apabila terjadi penurunan konsentrasi sedimen sebesar 1 persen akan menyebabkan peningkatan kesediaan membayar sebesar 0,2134 persen. Selain konsentrasi sedimen melayang ternyata musim (D) juga berpengaruh nyata (P=0,000) terhadap kesediaan membayar responden. Dummy variabel musim dengan nilai 0 untuk musim hujan dan 1 untuk musim kemarau berkorelasi positif terhadap kesediaan membayar responden. Kuantitas air pada musim kemarau yang umumnya lebih sedikit akan menyebabkan kesediaan membayar responden menjadi lebih tinggi. Kesediaan membayar responden akan lebih tinggi 0,534 pada musim kemarau dan sebaliknya akan lebih rendah 0,534 pada musim hujan. Hal ini membuktikan terjadinya peningkatan kesediaan membayar kualitas air pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Berdasarkan model regresi yang terbentuk yaitu ln Y = 5,36 - 0,230 ln X + 0,534 D, maka kesediaan membayar masyarakat (Rp/ltr) yang menggambarkan nilai kualitas air untuk berbagai tingkat konsentrasi sedimen melayang (mg/ltr) berdasarkan suatu musim dapat diduga melalui permodelan tersebut. Permodelan ini akan lebih memudahkan untuk mengetahui tingkat kesediaan membayar seseorang untuk setiap besaran konsentrasi sedimen pada suatu musim. Pendugaan kesediaan membayar (Rp/ltr) menggunakan model regresi untuk setiap sampel A, B dan C pada musim hujan dan kemarau dapat dilihat pada Tabel 38.
79
Tabel 38 Hasil perhitungan kesediaan membayar pada berbagai sampel simulasi kualitas air menggunakan model regresi
Musim
Hujan
Kemarau
Sampel Simulasi Kualitas Air
Jumlah Kebutuhan Rata-rata (ltr/RT/thn) (a)
Kesediaan membayar
A
178.234
1.036
B
178.234
1.036
C
178.234
1.036
26,95
4.802.568
8.269.244.208
A
173.664
1.036
132,44
23.000.156
14.336.991.746
B
173.664
1.036
123,087
21.375.740
13.324.423.098
C
173.664
1.036
45,96
7.981.896
4.975.460.907
Populasi (RT)
Rp/ltr
Rp/RT/thn
(b)
(c)
(d) = (a) x (c)
(e) = (d) x (b)
77,64
13.838.795
23.828.161.483
72,16
12.861.412
22.145.266.655
Rp/thn
Ket: A=sampel simulasi air kualitas baik, B=sampel simulasi air kualitas sedang, C=sampel simulasi air kualitas sangat jelek
Prediksi Konsentrasi Sedimen Melayang
Salah satu penciri kualitas air adalah kadar lumpur atau konsentrasi sedimen layang (Concentration of suspended sediment/Cs) yang terbawa oleh aliran sungai. Kandungan lumpur tersebut berasal dari daerah aliran sungai unit-unit lahan yang mengalami erosi. Kadar lumpur atau kandungan sedimen layang (Cs) yang terdapat dalam badan air merupakan hasil bagi antara debit aliran sedimen (Qs) dan debit sungai (Q). Sedimen sebagai tanah atau bagian tanah yang tererosi tidak semuanya masuk ke dalam aliran air. Debit aliran sedimen (Qs) yang merupakan jumlah sedimen yang betul-betul terbawa aliran sungai dihitung dengan membagi besarnya erosi dengan SDR (Soil delivery Ratio). SDR merupakan nisbah jumlah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut. Menurut Pamungkas (1993) nisbah pelepasan sedimen pada daerah tangkapan Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta mempunyai nilai 0,23. Pengukuran debit (Q) di lokasi penelitian dilakukan pada tempat dan waktu yang spesifik. Perhitungan debit sungai secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 13. Pengukuran debit air dilakukan pada hari Selasa, tanggal 20 Juni 2006, pukul 14.07 di Sungai Cibulakan dengan lebar 1,6 m, luas penampang sungai 0,2392 m² dan kecepatan 0,243 m/s sehingga debit Sungai (Q) Cibulakan 0,0582 m³/s.
80
Perhitungan prediksi konsentrasi sedimen melayang berdasarkan erosi dan debit sungai sesaat pada unit-unit lahan Desa Babakan dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Perhitungan pendugaan konsentrasi sedimen melayang berdasarkan erosi pada tiap tipe penutupan lahan usahatani Desa Babakan Laju Erosi USLE Rata-rata tertimbang (ton/ha/thn)
SDR
Qs (ton/thn)
Qs (ton/hr)
Q (m³/s)
Cs (mg/ltr)
(a)
(b)
(c) = (a) x (b)
(d) = (c) : 365hr
(e)
(f) = (d) : (e x 0,0864)
Kebun campuran
593,07
0,23
11,72
0,032
0,0582
6,384
Tegal/ladang
1665,11
0,23
131,23
0,360
0,0582
71,50
Persawahan
20,87
0,23
0,78
0,002
0,0582
0,43
Areal Usahatani
Ket: SDR=Soil Delivery Ratio, Qs=debit aliran sedimen, Q=debit aliran sungai, Cs= Konsentrasi sedimen melayang
Berdasarkan tabel 39 dapat dilihat konsentrasi sedimen melayang dapat mengindikasikan besarnya erosi yang terjadi. Semakin tinggi konsentrasi sedimen melayang pada aliran sungai memberi indikasi semakin tinggi laju erosi yang terjadi pada setiap unit penutupan lahan. Prediksi konsentrasi sedimen melayang pada tipe penutupan lahan kebun campuran sebesar 6,384 mg/ltr. Hal ini menunjukkan bahwa kebun campuran sebagai pendukung tata air dapat memenuhi kebutuhan air bersih untuk masyarakat. Menurut Kep. Men. KLH No. 2/1988, skala kualitas lingkungan untuk konsentrasi sedimen melayang (mg/ltr) sebesar 0-100 mg/ltr termasuk dalam kategori baik. Perhitungan Nilai Kualitas Air
Nilai kualitas air kebun campuran digambarkan melalui kesediaan membayar masyarakat terhadap kualitas air yang dihasilkan dari keberadaan kebun campuran sebagai pendukung tata air. Kualitas air tersebut dilihat dari besarnya konsentrasi sedimen yang berasal dari penutupan lahan kebun campuran. Untuk mengetahui kontribusi kebun campuran sebagai pendukung tata air dalam menjaga kualitas air, perlu dilakukan perhitungan besarnya konsentrasi sedimen yang dihasilkan oleh tegal/ladang yang dikondisikan sama dengan kebun campuran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 40.
81
Tabel 40 Perhitungan pendugaan konsentrasi sedimen melayang berdasarkan erosi pada penutupan lahan kebun campuran dan tegal/ladang yang dikondisikan sama Laju Erosi USLE Rata-rata tertimbang (ton/ha/thn)
SDR
Qs (ton/thn)
Qs (ton/hr)
Q (m³/s)
Cs (mg/ltr)
(a)
(b)
(c) = (a) x (b)
(d) = (c) : 365hr
(e)
(f) = (d) : (e x 0,0864)
Kebun campuran (kc)
593,07
0,23
11,72
0,032
0,0582
6,384
Tegal/ladang yang dikondisikan kc
1383.82
0.23
27.34
0.075
0.0582
14.896
Areal Usahatani
Ket: SDR=Soil Delivery Ratio, Qs=debit aliran sedimen, Q=debit aliran sungai, Cs= Konsentrasi sedimen melayang Berdasarkan tabel 40 dapat dilihat besarnya prediksi konsentrasi sedimen melayang pada tipe penutupan lahan kebun campuran dan tegal/ladang yang dikondisikan. Lahan dengan penutupan kebun campuran dapat menurunkan konsentrasi sedimen melayang sebesar 8,512 mg/liter dibandingkan dengan penutupan lahan berupa tegal/ladang, artinya kualitas air yang dihasilkan dari kebun campuran sebagai pendukung tata air akan lebih baik. Pendugaan kesediaan membayar masyarakat untuk kualitas air yang dihasilkan kebun campuran dilakukan dengan memasukkan besaran konsentrasi sedimen melayang pada unit lahan kebun campuran yaitu 8,512 mg/ltr yang disesuaikan dengan musim ke dalam model regresi ln Y = 5,36 - 0,230 ln X + 0,534 D, sehingga didapat kesediaan membayar masyarakat untuk kualitas air tersebut pada musim kemarau dan hujan. Hasil perhitungan disajikan pada Tabel 41.
82
Tabel 41 Hasil perhitungan kesediaaan membayar kualitas air kebun campuran Desa Babakan Musim
Kesediaan Membayar (Rp/ltr)
Jumlah kebutuhan rata-rata (ltr/RT/thn)
Populasi (RT)
Nilai Total (Rp/thn)
Hujan
129,99
178.234
1.036
24.002.708.616
Kemarau
221,73
173.664
1.036
39.892.753.394
Rata-rata
175,86
175.949
1.036
31.947.731.005
Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa nilai kualitas air pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan, hal ini disebabkan karena pada musim kemarau faktor kelangkaan terhadap air seringkali terjadi terutama ketika kemarau panjang selain itu kualitas air pada musim kemarau umumnya lebih baik dibandingkan pada musim hujan karena air tidak membawa konsentrasi sedimen melayang dalam jumlah besar. Secara keseluruhan nilai kualitas air yang dihasilkan dari keberadaan kebun campuran di Desa Babakan adalah sebesar Rp 31.947.731.005 per tahun atau Rp 206.514.098 per hektar per tahun. Nilai ini menggambarkan kontribusi kebun campuran sebagai pendukung tata air yang cukup berarti dalam menjaga kualitas air bagi masyarakat yang tinggal dan beraktifitas di sekitar kebun campuran. Nilai Pilihan Persepsi Terhadap Manggis
Manggis merupakan salah satu komoditas utama hasil kebun campuran di Desa Babakan Kecamatan Wanayasa. Masyarakat Desa Babakan menyatakan bahwa manggis daerah mereka merupakan manggis kualitas unggul dan memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manggis daerah lainnya. Pernyataan ini didukung oleh argumen responden yang menyatakan bahwa manggis Wanayasa memiliki penampilan fisik yang bagus (kulit manggis tidak burik, warnanya hitam pekat, cuping manggis yang selalu terlihat hijau segar, kandungan getah rendah) dan memiliki rasa yang khas serta memenuhi syarat kualitas ekspor. Pada Gambar 7 dapat dilihat penampilan fisik dari komoditas manggis Wanayasa yang berasal dari kebun campuran.
83
Gambar 7 Komoditas manggis kebun campuran Manggis Wanayasa memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keberadaan manggis Wanayasa menurut 19 responden (31,67%) telah menjadi sumber ekonomi baik bagi daerah pada umumnya dan masyarakat petani pada khususnya. Namun bagi sebagian besar masyarakat Desa Babakan keberadaan manggis di daerah mereka tidak hanya sebatas dilihat dari nilai ekonomisnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara responden yang menyatakan bahwa manggis di daerah mereka merupakan warisan dari nenek moyang yang perlu dipertahankan keberadaannya sekaligus sebagai warisan untuk anak cucu mereka nantinya (78,3%). Sebanyak 28 responden (46,67%) menyatakan bahwa manggis Wanayasa merupakan ciri khas daerah Wanayasa, keberadaannya telah mengangkat nama daerah sehingga menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat untuk memiliki dan terus berusaha untuk melestarikannya. Hal ini sejalan dengan adanya upaya pemerintah daerah setempat yang ikut melestarikan keberadaannya melalui pemberian dana dan bibit manggis kepada para petani dalam upaya pengembangan bibit unggul Manggis Wanayasa. Dalam wawancara yang dilakukan, dibuat suatu skenario dimana dilakukan pengandaian bila varietas manggis Wanayasa yang berasal dari daerah mereka keberadaannya punah apakah masyarakat akan merasa kehilangan dan apakah mereka memiliki keinginan untuk tetap mempertahankan keberadaan manggis tersebut di masa yang akan datang. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah manggis tersebut memiliki nilai pilihan bagi masyarakat Desa Babakan. Berdasarkan hasil wawancara 60 responden, sebanyak 57 orang (95%) responden menyatakan keinginannya untuk terus mempertahankan keberadaan Manggis
84
Wanayasa dan sebanyak 3 orang (5%) menyatakan ketidakpeduliannya terhadap kelangsungan keberadaan Manggis Wanayasa. Harapan untuk terus dapat menikmati keberadaan manggis tersebut di masa yang akan datang diikuti dengan upaya-upaya pelestarian diantaranya seperti program pengembangan (stek pucuk, klutur jaringan), pembuatan persemaian, dan peningkatan pemeliharaan terhadap tanaman manggis. Perhitungan Nilai Pilihan
Untuk menghitung nilai ekonomi pilihan digunakan pendekatan kontingensi yaitu berdasarkan pada nilai yang diberikan oleh individu atau masyarakat untuk mau melestarikan buah manggis yang berasal dari kebun campuran Desa Babakan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Nilai pilihan adalah potensi sumberdaya alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat di masa yang akan datang baik yang saat ini belum dimanfaatkan maupun yang sudah dimanfaatkan. Nilai pilihan untuk melestarikan manggis berkaitan dengan adanya keinginan dari sebagian besar masyarakat Desa Babakan (95%) agar manggis Wanayasa dilestarikan untuk kepentingan di masa yang akan datang. Bagi 30 responden petani kebun campuran, kesediaan membayar untuk mempertahankan manggis yang berasal dari kebun campuran agar tidak punah sehingga dapat dimanfaatkan di masa yang akan datang, digambarkan melalui biaya pengelolaan yang mereka keluarkan untuk memelihara dan mengelola kebun campurannya. Perhitungan nilai pilihan kebun campuran akan dilihat dari segi konsumen (non petani kebun campuran) sebagai responden yang lebih objektif karena mereka
bukan
pemilik
kebun
campuran
penghasil
manggis
sehingga
kecenderungan untuk memperoleh keuntungan ekonomis kecil. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias nilai guna langsung dan nilai pilihan. Preferensi masyarakat konsumen saat kini terhadap keberadaan manggis pada masa yang akan datang maupun generasi yang akan datang (demand-side option value) menandakan adanya keinginan (tuntutan) agar keberadaan manggis tersebut dilestarikan untuk kepentingan masa yang akan datang. Bagi 30 responden non petani kebun campuran, sebanyak 27 orang (90%) bersedia membayar untuk mempertahankan manggis yang dihasilkan dari kebun
85
campuran agar tidak punah sehingga dapat dimanfaatkan di masa yang akan datang. Sedangkan 3 orang (10%) tidak bersedia membayar. Besarnya kesediaan membayar dilakukan dengan menanyakan besarnya kesediaan menambahkan harga manggis Rp/kg dari harga awal yang mereka ketahui sebagai bentuk nilai kesediaan melestarikan manggis untuk kepentingan di masa yang akan datang. Besarnya kesediaan membayar nilai minimal Rp 500/kg, maksimal Rp 6.000/kg dan rata-rata nilai kesediaan membayar sebesar Rp 1.944/kg. Dengan produksi rata-rata manggis dalam satu tahun sebesar 1907,59 kg per ha maka nilai pilihan total untuk manggis yang berasal dari kebun campuran Desa Babakan dengan luasan 154,7 ha adalah sebesar Rp 573.682.512 per tahun atau sebesar Rp 3.708.355 per hektar per tahun. Nilai pilihan tersebut merupakan potensi nilai manfaat manggis untuk masa yang akan datang. Nilai kesediaan membayar diatas, dapat dikatakan cukup besar karena masyarakat di lokasi penelitian memiliki tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap sumberdaya alam sehingga mereka bersedia membayar tinggi untuk dapat menerima manfaat manggis potensial di masa yang akan datang. Nilai Ekonomi Kebun Campuran
Nilai ekonomi sistem agroforestry kebun campuran adalah penjumlahan dari beberapa nilai ekonomi yang meliputi nilai guna langsung berupa nilai produksi, nilai guna tidak langsung berupa nilai hidrologi yang terdiri dari nilai pencegahan erosi dan nilai kualitas air, serta nilai pilihan. Nilai ekonomi sistem agroforestry kebun campuran yang terdiri dari beberapa komponen nilai tercantum dalam Tabel 42. Tabel 42 Nilai ekonomi sistem agroforestry kebun campuran Desa Babakan Komponen Nilai
Nilai (Rp/ha/thn)
Luas Kebun Campuran (ha)
Nilai (Rp/thn)
Persentase (%)
Nilai guna langsung Nilai produksi
2.782.526.401
7,74
*32.575.863.364
90,66
17.986.596
154,7
4.060.326
154,7
206.514.098
154,7
3.708.355
154,7
573.682.512
1,60
232.269.375
154,7
35.932.072.277
100,00
Nilai guna tidak langsung Nilai pencegahan erosi Nilai kualitas air Nilai pilihan Total Ket: * nilai guna langsung total
86
Tabel 42 memperlihatkan bahwa nilai pilihan memberikan kontribusi terkecil yaitu sebesar 1,60 %. Sedangkan nilai guna langsung berupa nilai produksi memberikan kontribusi sebesar 7,74%. Keberadaan kebun campuran sebagai
sumber
penghasilan
memberikan
manfaat
nyata
sebesar
Rp
2.782.526.401per tahun. Namun manfaat tersebut sangat jauh berbeda dengan nilai guna tidak langsung kebun campuran dengan persentase sebesar 90,66% yang berarti nilai guna tidak langsung memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap nilai ekonomi sistem agroforestry kebun campuran. Hal ini mengindikasikan pentingnya peranan kebun campuran dalam memberikan manfaat fungsional proses ekologis sebagai jasa pendukung kehidupan masyarakat. Sistem agroforestry kebun campuran yang selama ini dianggap hanya dapat memberikan manfaat ekonomi langsung memiliki manfaat fungsional proses ekologis dengan nilai ekonomi yang jauh lebih besar. Secara keseluruhan nilai yang diberikan sistem agroforestry kebun campuran adalah sebesar Rp 35.932.072.277 per tahun. Nilai tersebut merupakan besarnya manfaat yang dapat diperoleh oleh masyarakat sekitar kebun campuran baik pemilik maupun bukan pemilik kebun campuran. Dengan kata lain, nilai ekonomi keseluruhan yang dapat diperoleh oleh masyarakat Desa Babakan dari keberadaan kebun campuran di daerahnya adalah sebesar Rp 232.269.375 per hektar per tahunnya.