V. KARAKTERISTIK PETANI 1. Usia Petani Usia merupakan identitas respondenyang dapat menggambarkan pengalaman dalam diri responden
sehingga terdapat keragaman perilaku berdasarkan usia
responden. Penelitian ini mengelompokkan usia menjadi tiga, yaitu kelompok belum produktif (0-14), produktif (15-64), dan tidak produktif (≥60) serta disajikan pada tabel 5.1.: Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No.
Umur (Tahun)
1 2 3
Belum Produktif (0-14 tahun) Produktif (15-64 tahun) Tidak Produktif (≥65) Total Sumber: Analisis Data Primer 2014
Total (jiwa) Mitra Nonmitra 0 0 34 33 1 2 35 35
Persentase (%) Mitra Nonmitra 0,00 0,00 97,14 94,29 2,86 5,71 100,00 100,00
Dalam penelitian ini, persentase responden petani mitra dan nonmitra yang termasuk pada kelompok produktif menjadi dominasi, dengan persentase 97,14% untuk petani mitra dan 94,29 untuk petani nonmitra. Sedangkan pada kelompok usia tidak produktif hanya memiliki persentase 2,86% untuk petani mitra dan 5,71% untuk petani nonmitra. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan hal yang esensial dalam membentuk pola pikir dan persepsi individu. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikelompokkan berdasarkan lamanya menempuh pendidikan, untuk kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan strata pendidikan. Pada strata pendidikan SD, rentang waktu pendidikan yang ditempuh petani ialah 1-6 tahun, SMP selama 7-9 tahun, SMA selama 10-12 tahun, dan pada strata Diploma/Sarjana memiliki rentang waktu menempuh pendidikan selamalebih dari 13 tahun. Tingkat pendidikan petani responden disini, dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
49
No.
Pendidikan
1 2 3 4
Total (jiwa) Mitra Nonmitra 0 4 9 9 5 4 9 13
Tidak Sekolah SD (1-6) SMP (7-9) SMA (10-12) Diploma/Sarjana 12 5 (≥13) Total 35 Sumber: Analisis Data Primer 2014
5 35
Persentase (%) Mitra Nonmitra 0,00 11,43 25,71 25,71 14,29 11,43 25,71 37,14 34,29 100,00
14,29 100,00
Dari tabel diatas, dapat diketahui tidak ada petani mitra yang tidak bersekolah, sedangkan pada petani nonmitra sebanyak 11,43% tidak mengenyam bangku pendidikan. Sebesar 25,71% petani mitra dan petani nonmitra menempuh pendidikan SD. Untuk petani mitra yang mengenyam bangku SMP disini sebesar 14,29 dan petani nonmitra sebesar 11,43%. Persentase tingkat pendidikan SMA pada petani mitra adalah 25,71% dan pada petani nonmitra sebesar 37,14%. Tingkat pendidikan tertinggi disini, yaitu Diploma/Sarjana mempunyai persentase 34,29% untuk petani mitra serta14,29% untuk petani nonmitra. Terdapat perbedaan mengenai strata pendidikan terbanyak yang ditempuh petani mitra dan petani nonmitra disini.Tingkat
pendidikan
terbanyak
yang
ditempuh
petani
mitra
adalah
Diplomat/Sarjana dan pada petani nonmitra ialah pada tingkat SMA.Dengan ini maka dapat dilihat bahwa petani mitra mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi.Petani dengan tingkat pendidikan formal rendah cenderung lebih sulit menerima inovasi baru yang disampaikan. Pada umumnya mereka akan menerima inovasi baru jika telah ada bukti nyata bahwa inovasi tersebut benar-benar menguntungkan untuk usahataninya. Sedangkan petani yang tingkat pendidikan formalnya tinggi cenderung lebih terbuka dalam menerima inovasi baru dan mampu menilai kecocokan inovasi tersebut untuk diterapkan dalam usahataninya. 3. Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan merupakan variabel yang dapat menunjukkan skala usahatani yang dijalankan oleh responden. Dalam penelitian ini, luas lahan dikategorikan menjadi 3 tingkat, yaitu lahan sempit dengan kriteria luas lahan 0,24-6,24 hektar, lahan sedang dengan luasan lahan garapan 6,25-12,24 hektar dan lahan lebar dengan
50
lahan diatas 12,25 hektar. Luasan lahan garapan dari petani mitra dan petani nonmitra yang menjadi responden dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 5.3. Tabel 5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Lahan Garapan Total (jiwa) (Ha) Mitra Nonmitra 1 Sempit (0.24-6.24) 4 28 2 Sedang (6.25-12.24) 8 4 3 Luas (>12.25) 23 3 Total 35 35 Sumber: Analisis Data Primer 2014 No.
Persentase (%) Mitra Nonmitra 11,43 80,00 22,86 11,43 65,71 8,57 100,00 100,00
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani mitra mempunyai lahan luas garapan yang difungsikan untuk budidaya tanam tebu. Persentasenya sendiri ialah 65,71%. Sedangkan pada sebagian besar petani nonmitra, luas lahan garapan yang digunakan untuk budidaya tanaman tebu termasuk dalam kategori sempit, dengan persentase 80%. Ini berbanding terbalik dengan persentase terkecil lahan yang digunakan petani mitra dan petani nonmitra untuk budidaya tebu. Hanya sebagian kecil petani mitra yang mempunyai lahan garapan sempit, yaitu 11,43% dan hanya 8,57% petani nonmitra yang mempunyai lahan luas.
4. Lama Bermitra Lama bermitra merupakan aspek yang dapat melihat pengalaman petani mitra dalam menjalin kemitraan dengan pihak PG Trangkil. Petani yang tergolong lama dalam bermitra dinilai dapat lebih mudah menerima inovasi yang diberikan dan berani mengambil keputusan tanpa takut salah dikarenakan adanya proses pembelajaran dari pengalaman sebelumnya. Lama bermitra disini dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.sebaran petani berdasarkan lama bermitra dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bermitra
51
No. Lama Bermitra (Tahun) 1 Baru (0-13) 2 Sedang (14-26) 3 Lama (27-40) Total Sumber: Analisis Data Primer 2014
Total (jiwa)
Persentase (%) 37,14 48,57 14,29 100,00
13 17 5 35
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani tebu di Kecamatan Trangkil mempunyai rentang waktu bemitra pada kategori sedang (1426) dengan jumlah petani 17 jiwa.Sedangkan pada kategori baru (0-13) sebanyak 13 jiwa. Kategori lama(27-40) mempunyai jumlah paling kecil, yaitu sebanyak 5 orang. Dari tabel 5.4, dapat diketahui bahwa sebagian petani tebu sudah bermitra dengan PG Trangkil dalam rentang waktu sedang.Dengan adanya hasil tersebut maka diduga bahwa petani tebu sedang mengalami fase perkembangan dalam hal pengalaman bermitra dengan PG Trangkil. 5. Keaktifan Petani Dalam Kegiatan Penyuluhan Keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan disini adalah pengukuran tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan, baik dalam kehadiran ataupun keaktifan berbicara petani dalam kegiatan penyuluhan. Tingkat keaktifan petani dalam penyuluhan sedikit banyak akan mempengaruhi penerimaan petani mengenai informasi baru. Indikator keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Komponen Keaktifan Petani dalam Kegiatan Penyuluhan No
Indikator
Interval Skors
Frekuensi kehadiran pada kegiatan penyuluhan Mengikuti penyuluhan dari 2 awal hingga akhir Memperhatikan dan 3 mendengarkan materi yang disampaikan penyuluh Menggunakan kesempatan 4 untuk mengemukakan pendapat Lanjutan Tabel 5.5. 5 Bertanya jika belum paham 6 Ikut memberikan saran pada 1
52
Rerata Skors
Keaktifan Petani (%)
0-3
2,31
77,00
0-3
2,11
70,30
0-2
1,63
81,50
0-2
0,89
44,50
0-2 0-2
0,83 0,74
41,50 37,00
saat penyuluhan Membantu penyuluh dalam 7 menjawab pertanyaan Menyebarkan informasi yang 8 diperoleh dari kegiatan penyuluhan pada petani lain Menerapkan hal-hal yang 9 disampaikan oleh penyuluh Jumlah Rerata Sumber: Analisis Data Primer, 2014
0-3
0,67
22,30
0-2
0,80
40,00
0-3 0-22
2,20 12,18 1,35
73,30 487 54,2
Tingkat keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan juga dibagi dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sebaran petani tebu berdasarkan tingkat keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Keaktifan Petani Dalam Kegiatan Penyuluhan No. Kategori Keaktifan Petani 1 Rendah (0-7) 2 Sedang (8-14) 3 Tinggi (15-22) Jumlah Sumber: Analisis Data Primer, 2014
Jumlah (jiwa) 4 20 11 35.00
Persentase (%) 11,43 57,14 31,43 100,00
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani tebu di Kecamatan Trangkil mempunyai tingkat keaktifan dalam kegiatan penyuluhan pada kategori sedang, dengan 20 petani (57,14%). Kemudian disusul pada kategori keaktifan tinggi dengan 11 petani (31,43%). Hanya 4 orang yang berada pada kategori keaktifan petani rendah.Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani baru sebatas menyadari bahwa penyuluhan merupakan kegiatan yang bermanfaat karena dapat memberikan pengetahuan baru yang berguna bagi kegiata usahataninya, namun belum sepenuhnya aktif dalam kegiatan penyuluhan. 6. Motivasi Petani Motivasi disini merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri petani untuk menjalankan kemitraan dengan pihak PG Trangkil.Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri atau keadaan yang mendorong melakukan kegiatan
53
untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Alderver, motivasi mempunyai tiga komponen, yaitu kebutuhan eksistensi, kebutuhan berhubungan, dan kebutuhan berkembang. Motivasi petani tebu terhadap kemitraan dengan PG Trangkil dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.7.Komponen Motivasi Petani Terhadap Kemitraan dengan PG Trangkil di Kecamatan Trangkil
No.
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1
Indikator
Interval Skor
Kebutuhan Eksistensi Keinginan memenuhi kebutuhan sandang Keinginan memenuhi kebutuhan pangan Keinginan memenuhi kebutuhan papan Keinginan meningkatkan pendapatan Keinginan memenuhi kebutuhan hidup pada masa tua Jumlah Kebutuhan Berhubungan Keinginan untuk lebih banyak teman Keinginan untuk dekat dengan sesama anggota kemitraan Keinginan untuk dekat deng pihak PG Trangkil Keinginan untuk dekat dengan pengurus kelompok tani Keinginan untuk dekat dengan pamong desa Jumlah Kebutuhan Berkembang Keinginan meningkatkan pengetahuan budidaya tanaman tebu
Lanjutan Tabel 5.7. Keinginan meningkatkan 2 ketrampilan berbudidaya tebu
54
Rerata skor
Tingkat Motivasi (%)
0-4
3,31
82,75
0-4
3,31
82,75
0-4
3,31
82,75
0-3
1,91
63,67
0-3
2,69
89,67
0-18
14,53
80,32
0-4
2,97
74,25
0-4
3,43
85,75
0-4
3,09
77,25
0-4
3,54
88,5
0-4
3,34
83,5
0-20
16,37
81,85
0-4
2,91
72,75
0-4
2,97
74,25
Keinginan menambah wawasan dan mengembangkan skala usaha Keinginan memperoleh 4 informasi mengenai teknologi terbaru Keinginan meningkatkan 5 kualitas dan produktivitas tanaman tebu Jumlah Total Sumber: Analisis Data Primer, 2014 3
0-4
3,43
85,75
0-4
3,43
85,75
0-4
3,14
78,5
0-20 0-58
15,88 46,78
79,4 80,52
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa motivasi petani pada aspek kebutuhan berhubungan memiliki persentase tertinggi, yaitu 81,85%. Ini dikarenakan petani ingin membangun relasi yang baik dengan pihak-pihak yang dianggap berpengaruh dalam usahataninya seperti sesama petani, kelompok tani, pihak PG Trangkil, dan pamong desa. Pada aspek kebutuhan eksistensi diperoleh persentase sebesar 80,32%, sedangkan pada aspek kebutuhan berkembang mempunyai persentase terkecil yaitu 79,40%. Nilai persntase rerata dari motivasi petani tebu ialah 80,52%. Nilai ini menunjukkan bahwa petani tebu masih mempunyai dorongan yang kuat untuk mengikuti kemitraan dengan PG Trangkil Dalam penelitian ini, motivasi dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.Sebaran petani tebu menurut motivasinya dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.8. Sebaran Responden Berdasarkan Motivasi No. 1 2 3
Kategori Motivasi Jumlah (jiwa) Rendah (0-19) 0 Sedang (20-38) 5 Tinggi (39-58) 30 Jumlah 35 Sumber: Analisis Data Primer 2014
Persentase (%) 0,00 14,29 85,71 100,00
Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani tebu mitra mempunyai motivasi yang tinggi dalam menjalankan kemitraan. Dari 35 petani mitra, sebanyak 30 orang (85,71%) petani mitra mempunyai motivasi yang kuat. Hal
55
ini dikarenakan dengan kemitraan, petani mempunyai harapan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, membina hubungan baik dengan pihak PG Trangkil maupun sesama petani tebu mitra lainnya, serta dengan adanya kemitraan petani tebu dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta mendapatkan informasi mengenai teknologi baru budidaya tebu.
56