VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani per bulan, status pekerjaan, lama berusahatani, budidaya dalam setahun, status kepemilikan lahan, luas lahan, pola tanam dan rata-rata hasil panen. Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah petani kedelai edamame. Di mana petani kedelai edamame tersebut memposisikan diri sebagai konsumen dari benih kedelai edamame. Konsumen dalam artian sebagai orang yang secara langsung mendapatkan, mengkonsumsi dan menggunakan benih kedelai edamame yang tidak untuk dimakan, tetapi digunakan dalam kegiatan produksi kedelai edamame. Berikut ini akan dijelaskan hasil penelitian mengenai karakteristik umum dari petani responden kedelai edamame yang berjumlah 40 orang di Desa Sukamaju Kecamatan Megamendung Bogor. 6.1.
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil kuesioner diperoleh informasi bahwa 100,0 persen petani responden berjenis kelamin laki-laki (Tabel 9). Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin 1 Laki-laki 2 Perempuan Total
Jumlah (orang) 40 0 40
Persentase (100%) 100,0 0 100,0
Tabel 9 menunjukan bahwa responden berdasarkan jenis kelamin lebih didominasi oleh jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Persentase responden berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 100,0 persen dari total responden. Hasil sebaran ini tentu bisa dimaklumi mengingat umumnya petani adalah laki-laki. Selain itu, di Desa Sukamaju perempuan yang berusahatani cenderung memposisikan dirinya untuk bergabung kepada Kelompok Wanita Tani yang mengusahakan komoditas bunga seperti bunga krisan dan bunga balon. Di lapang, responden yang berjenis kelamin perempuan hanya sebagai buruh dan sebagian membantu suami di lahan berbagai komoditas 56
seperti cabai, padi, ubi jalar,dan kedelai edamame, tetapi tidak sebagai konsumen. Oleh karena itu, petani responden berdasarkan jenis kelamin perempuan tidak ada. 6.2.
Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan bahwa jumlah petani responden terbanyak adalah petani responden yang berada pada rentang usia 31-40 tahun yaitu 13 orang atau sebesar 32,5 persen. Petani responden terbanyak kedua berada pada rentang usia 20-30 tahun yaitu 10 orang atau sebesar 25 persen. Kemudian pada rentang usia 41-50 tahun petani responden berjumlah 9 orang atau 22,5 persen. Sementara untuk rentang usia 51-60 tahun berjumlah 7 orang petani responden atau 17,5 persen dan ≥61 tahun diperoleh 1 orang petani responden atau sebesar 2,5 persen. Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Usia
No 1 2 3 4 5
Usia (tahun) 20-30 31-40 41-50 51-60 ≥61 Total
Jumlah (orang) 10 13 9 7 1 40
Persentase (%) 25,0 32,5 22,5 17,5 2,5 100,0
Rentang usia 31-40 tahun menjadi jumlah petani responden terbanyak yang melakukan usahatani kedelai edamame. Hasil tersebut disebabkan karena masih rendahnya pengalaman petani responden dalam berusahatani kedelai edamame dibandingkan dengan berusahatani padi, jagung, ubi jalar, dan komoditi lain yang umumnya dilakukan di Desa Sukamaju. Di mana sebesar 70,0 persen petani responden telah berusahatani kedelai edamame selama kurang dari 5 tahun. Rendahnya pengalaman dari petani responden tersebut disebabkan karena PT Saung Mirwan, perusahaan yang pertama kali mengenalkan kedelai edamame kepada petani baru membentuk kemitraan pada pada tahun 1992. Pada tahun 1992 jumlah petani yang bermitra berjumlah 5 orang dan berkembang menjadi 40 orang pada tahun 2005 dan sekarang telah mencapai kurang lebih 100 petani mitra (Irsyadi, 2011). Selain itu, juga dikarenakan pada rentang usia 31-40 tahun petani 57
responden cenderung lebih responsif dalam menerima sesuatu yang baru, baik dari segi teknologi budidaya maupun jenis komoditi baru dibandingkan dengan petani responden dengan rentang usia 51-60 tahun. Sama halnya pada rentang usia 20-30 tahun atau 41-50 tahun yang masih mampu untuk menerima bahkan memilih berusahatani kedelai edamame sebagai tanaman selingan. Kondisi ini terjadi karena pada umumnya petani sulit untuk merubah pola pemikirannya dalam menentukan komoditi yang akan ditanam, apalagi untuk komoditi seperti kedelai edamame. Selain itu, juga dipengaruhi dari tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh petani. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 82,5 persen petani menempuh pendidikan sampai SD saja, sehingga pemahaman dalam menerima hal yang baru yang berkaitan dengan produksi menjadi cenderung sulit untuk dapat diterima. Faktor lain juga dapat terkait dengan adanya budaya turun temurun, sehingga berusahatani kedelai edamame menjadi lebih sulit untuk usia pada rentang 51-60 tahun dan usia ≥ 61 tahun. 6.3.
Responden Berdasarkan Status Pernikahan
Berdasarkan status pernikahan dari 40 petani responden seluruhnya telah menikah yaitu sebesar 100,0 persen (Tabel 11). Hal ini dikaitkan dengan karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan yang sebanyak 39 petani responden atau sebesar 97,5 persen menjadikan usahatani kedelai edamame sebagai pekerjaan utamanya. Dari hasil sebaran tersebut diketahui bahwa status pernikahan dapat mempengaruhi petani sebagai konsumen dari benih kedelai edamame. Petani responden yang berstatus menikah cenderung berusahatani dengan memilih komoditi yang dapat memenuhi kehidupan keluarganya dari hasil berusahatani. Apalagi untuk petani responden yang telah memiliki anak. Jumlah anggota keluarga dari petani responden tentu akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diterima. Semakin banyak anggota keluarga yang menjadi tanggungan, cenderung akan semakin tinggi juga harapan pendapatan yang diterima dari berusahatani kedelai edamame karena akan semakin tinggi juga biaya untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan keluarga petani.
58
Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Status Pernikahan
No Status Pernikahan 1 Menikah 2 Belum Menikah Total
6.4.
Jumlah (orang) 40 0 40
Persentase (100%) 100,0 0 100,0
Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani responden beragam mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SLTA sampai lainnya. Pendidikan lainnya diartikan sebagai tingkat pendidikan yang disetarakan atau mungkin lebih tinggi dari SLTA. Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan terakhir yang diterima oleh petani responden. Petani responden terbanyak adalah berpendidikan SD yang berjumlah 33 orang atau sebesar 82,5 persen. Kemudian diikuti oleh yang tidak sekolah sebanyak 5 orang atau sebesar 12,5 persen dan terakhir adalah berpendidikan SLTA sebanyak 2 orang atau sebesar 5,0 persen (Tabel 12). Petani responden menerima pendidikan paling banyak hanya sampai tingkat SD saja. Hal tersebut terjadi karena masih sedikitnya fasilitas pendidikan berupa bangunan sekolah. Untuk menempuh tingkat pendidikan yang lebih tinggi lagi, penduduk harus keluar dari desa dengan jarak tempuh cukup jauh. Tingkat pendidikan menjadi salah satu dari karakteristik yang dianalisis karena akan berpengaruh terhadap tingkat kemampuan dari petani dalam memahami dan menerima informasi yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru pada kedelai edamame. Petani responden yang berpendidikan rendah tentu memiliki pengetahuan yang terbatas, sehingga cenderung lebih sulit dalam memahami manfaat dan kelebihan dari berusahatani kedelai edamame dibandingkan dengan komoditi lain yang umum ditanam petani. Tingkat pendidikan juga dapat berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan pembelian benih bahkan sampai memutuskan untuk berusahatani kedelai edamame. Hal ini terkait dengan adanya penerapan teknologi terbaru yang dapat meningkatkan hasil produksi kedelai edamame yang dilakukan oleh petani.
59
Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No 1 2 3 4 5
6.5.
Pendidikan Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Lain Total
Jumlah (orang) 5 33 2 40
Persentase (%) 12,5 82,5 5,0 100,0
Responden Berdasarkan Pendapatan di Luar Usahatani per Bulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38 orang petani responden atau sebesar 95,0 persen yang memiliki pendapatan di luar usahatani kurang dari Rp 500.000 per bulan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas petani responden memiliki pendapatan yang rendah di luar usahatani. Kondisi tersebut terjadi karena sebesar 97,5 persen petani responden menjadikan usahatani kedelai edamame sebagai pekerjaan utamanya. Sementara 1 petani responden atau sebesar 2,5 persen dengan pendapatan antara rentang Rp 1.000.000-Rp 1.999.999 dan sisanya 1 petani responden atau sebesar 2,5 persen untuk pendapatan lebih dari Rp 2.000.000 (Tabel 13). Pendapatan di luar usahatani dari 38 petani responden diterima sebagai buruh tani dan ternak di tempat lain. Sedangkan untuk 1 petani responden dengan pendapatan antara rentang Rp 1.000.000-Rp 1.999.999 diterima dari berdagang. Terakhir 1 petani responden dengan pendapatan lebih dari Rp 2.000.000 diterima sebagai pedagang dan pengumpul sayuran. Selain menerima pendapatan dari berusahatani kedelai edamame, petani responden juga memperoleh pendapatan di luar usahatani kedelai edamame. Hal ini dilakukan untuk menambah pendapatan petani selain dari berusahatani kedelai edamame. Besarnya pendapatan di luar usahatani yang diterima petani akan berpengaruh terhadap proses keputusan pembelian benih kedelai edamame karena tentunya petani akan membeli benih yang bermutu dengan harapan dapat memberikan pendapatan yang tinggi.
60
Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Pendapatan di Luar Usahatani per Bulan
No 1 2 3 4
6.6.
Pendapatan Di Luar Usahatani Per Bulan < Rp 500.000 Rp 500.000-Rp 999.999 Rp 1.000.000-Rp 1.999.999 >Rp 2.000.000 Total
Jumlah (orang) 38 1 1 40
Persentase (%) 95,0 2,5 2,5 100,0
Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
Sebanyak 39 petani responden atau sebesar 97,5 persen menjadikan usahatani kedelai edamame sebagai pekerjaan utama. Selain melakukan kegiatan usahatani, beberapa petani juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh tani dan ternak di tempat lain, pedagang, dan pengumpul sayuran. Oleh karena itulah, pendapatan yang diterima di luar usahatani kedelai edamame rendah yaitu kurang dari Rp 500.000 per bulan. Sementara petani responden yang menjadikan usahatani kedelai edamame sebagai sampingan hanya 1 petani responden dengan persentase 2,5 persen yaitu sebagai pegawai swasta. Hasil sebaran responden berdasarkan status pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 14. Berusahatani kedelai edamame dijadikan sebagai pekerjaan utama oleh 39 petani responden karena dari segi waktu yang dihabiskan dalam berusahatani lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan lainnya seperti beternak, sehingga menjadi prioritas bagi petani. Kondisi tersebut terjadi karena sebesar 50 persen petani responden melakukan budidaya kedelai edamame sebanyak dua kali dalam setahun dengan pola tanam kedelai edamame, tanaman lain, kedelai edamame. Tanaman lain yang menjadi selingan dalam penerapan pola tanam dua kali menanam kedelai edamame adalah padi, jagung, ubi, dan sayuran seperti caisin, mentimun, dan terong. Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Status Pekerjaan
No 1 2
Status Pekerjaan Utama Sampingan Total
Jumlah (orang) 39 1 40
Persentase (%) 97,5 2,5 100,0 61
6.7.
Responden Berdasarkan Lama Berusahatani Lama berusahatani kedelai edamame dari petani responden beragam dan
diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 15. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Berusahatani
No 1 2 3
Lama Berusahatani <5 6-10 11-15 Total
Jumlah (orang) 28 7 5 40
Persentase (%) 70,0 17,5 12,5 100,0
Sebanyak 28 petani responden atau sebesar 70,0 persen telah berusahatani kedelai edamame selama kurang dari 5 tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih banyak petani responden yang baru menanam kedelai edamame. Hal ini terjadi karena komoditi kedelai edamame yang cenderung belum dikenal secara luas oleh petani, sehingga pengalaman dalam lama berusahataninya pun masih rendah. Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Irsyadi (2011) menyatakan bahwa awal terbentuknya kemitraan PT Saung Mirwan yaitu pada tahun 1992 dengan jumlah petani yang bermitra berjumlah 5 orang. Pada tahun 2005 berkembang menjadi menjadi 40 orang dan sekarang telah mencapai kurang lebih 100 petani mitra. Perkembangan jumlah petani tersebut masih relatif sedikit, sehingga menyebabkan rendahnya pengalaman petani responden. Oleh karena itu, pengalaman berusahatani dari kedelai edamame masih rendah dibandingkan dengan komoditi lain yang biasa ditanam petani di Desa Sukamaju. Untuk lama berusahatani rentang antara 6-10 tahun ada 7 petani responden atau 17,5 persen. Sementara sisanya 5 petani responden berada dalam rentang lama berusahatani 11-15 tahun. Waktu 11-15 tahun menjadi lama berusahatani kedelai edamame yang maksimal dikarenakan selain masih cenderung komoditi baru, juga oleh petani kedelai edamame ini umum digunakan sebagai tanaman selingan. Lama berusahatani kedelai edamame menjadi salah satu faktor yang dianalisis dalam karakteristik responden karena dapat berpengaruh dalam proses keputusan pembelian benih oleh petani. Petani yang memiliki pengalaman tentu akan berbeda dengan petani yang sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam 62
berusahatani kedelai edamame. Dengan memiliki pengalaman berusahatani kedelai edamame yang lama, dapat membantu petani dalam melaksanakan kegiatan produksi kedelai edamame. Misalnya saja hal yang terkait dengan pembenihan dan teknik budidaya kedelai edamame. 6.8.
Responden Berdasarkan Budidaya Dalam Setahun
Berdasarkan hasil kuesioner menunjukkan bahwa terdapat 20 petani responden atau 50,0 persen yang melakukan budidaya kedelai edamame sebanyak 2 kali dalam setahun. Umumnya kedelai edamame ini dijadikan sebagai tanaman selingan untuk padi dan komiditi lain seperti caisin, mentimun, terong, jagung, dan ubi. Sementara sebanyak 19 petani responden atau 47,5 persen yang melakukan budidaya kedelai edamame dalam setahun sebanyak 1 kali. Petani responden yang melakukan budidaya kedelai edamame selama 1 kali ini umumnya juga menjadikan kedelai edamame sebagai tanaman selingan, hanya saja komoditi lain yang lebih banyak untuk ditanam oleh petani. Sisanya sebanyak 1 petani responden atau 2,5 persen melakukan budidaya kedelai edamame sebanyak 3 kali. Petani responden melakukan budidaya kedelai edamame sebanyak 1 dan 2 kali dalam setahun karena masih rendahnya benih yang tersedia di pasar, sehingga sulit untuk memperoleh benihnya. Hal lain dikarenakan sistem irigasi yang masih rendah, sehingga setiap petani harus bergiliran dalam mengairi lahan. Di samping itu juga untuk menjaga kesuburan tanah, sehingga diselingi dengan tanaman lain. Sementara petani yang melakukan budidaya kedelai edamame sebanyak 3 kali dalam setahun memang didukung oleh letak lahan dan pengairan yang bagus yang berbeda dengan petani lainnya, sehingga lebih mudah dalam melakukan budidaya kedelai edamame. Hasil sebaran responden berdasarkan budidaya dalam setahun dapat dilihat pada Tabel 16.
63
Tabel 16. Sebaran Responden Berdasarkan Budidaya Dalam Setahun
No 1 2 3
6.9.
Budidaya Dalam Setahun 1 2 3 Total
Jumlah (orang) 19 20 1 40
Persentase (%) 47,5 50,0 2,5 100,0
Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Petani responden dapat melakukan budidaya kedelai edamame pada lahan dengan status kepemilikan lahan yang beragam yaitu mulai dari milik sendiri, menyewa, dan juga menggunakan lahan garapan. Pada Tabel 17 diketahui bahwa status kepemilikan lahan yang digunakan oleh petani responden untuk melakukan budidaya kedelai edamame didominasi oleh lahan milik sendiri sebanyak 24 petani responden atau 60,0 persen. Hasil ini merupakan petani responden terbanyak berdasarkan status kepemilikan lahan. Sedangkan petani yang menyewa lahan sebanyak 10 petani responden atau 25,0 persen. Petani dengan status lahannya garap sebanyak 6 petani responden atau 15,0 persen. Dengan status kepemilikan lahan milik sendiri, memudahkan petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan budidaya kedelai edamame. Petani menjadi lebih leluasa dan memiliki kewenangan lebih besar atas lahannya dibandingkan dengan menyewa ataupun menggunakan lahan garapan. Misalnya saja petani dengan lahan milik sendiri dapat bebas menggunakan lahannya untuk kegiatan usahatani komoditi apapun. Selain itu, status kepemilikan lahan dapat juga berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang diterima oleh petani. Di mana petani yang melakukan budidaya di lahan milik sendiri cenderung akan menerima pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menyewa ataupun menggunakan lahan garapan. Hal ini dikarenakan petani yang menyewa ataupun menggunakan lahan garapan tentunya akan menerima risiko berupa mengeluarkan sejumlah biaya atas lahan yang digunakan. Menyewa dan menggunakan lahan garapan dipilih petani karena untuk menambah luasan lahan yang akan digunakan untuk berusahatani pada musim tanam tertentu.
64
Tabel 17. Sebaran Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
No 1 2 3
Status kepemilikan lahan Sendiri Sewa Garapan Total
Jumlah (orang) 24 10 6 40
Persentase (%) 60,0 25,0 15,0 100,0
6.10. Responden Berdasarkan Luas Lahan
Luas lahan yang digunakan petani untuk menanam kedelai edamame relatif luas dilihat dari hasil kuesioner yang disebarkan. Tabel 18 menunjukkan bahwa sebanyak 21 petani responden atau sebesar 52,5 persen luas lahan petani adalah >5000 m2. Hal ini disebabkan karena umumnya selain memiliki lahan sendiri, petani juga menyewa dan bisa menggarap lahan orang. Lahan tersebut digunakan untuk menanam kedelai edamame lebih banyak lagi karena cuaca sedang
mendukung
pertumbuhan
kedelai
edamame,
sehingga
petani
mengharapkan akan memperoleh pendapatan yang tinggi. Selanjutnya luas lahan dengan rentang 1.500-2.900 m2 menjadi luas lahan dengan petani responden terbanyak kedua dengan jumlah 11 petani responden atau sebesar 20,0 persen. Untuk luas lahan dengan rentang
3.000-5.000
m2 dimilki petani responden
sebanyak 8 atau sebesar 27,5 persen. Sisanya sebanyak 4 petani responden atau 10,0 persen memiliki luas lahan yang relatif sempit yaitu <1.500 m2. Tabel 18. Sebaran Responden Berdasarkan Luas Lahan
No 1 2 3 4
Luas lahan (m2)
Jumlah (orang)
<1.500 1.500-2.900 3.000-5.000 >5.000 Total
4 11 8 21 40
Persentase (%) 10,0 20,0 27,5 52,5 100,0
6.11. Responden Berdasarkan Pola Tanam
Pola tanam yang diterapkan oleh petani berbeda-beda, tergantung dari apa yang menjadi prioritas yang diharapkan petani dari komoditi yang dipilih untuk ditanam. Umumnya kedelai edamame ini dijadikan sebagai tanaman selingan setelah palawija. Pola tanam dari petani responden dapat dilihat pada Tabel 19. 65
Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Pola Tanam
No 1 2 3
Pola tanam TL,ED,TL ED,TL,ED ED,ED,ED Total
Jumlah (orang) 19 20 1 40
Persentase (%) 47,5 50,0 2,5 100,0
Dari Tabel 19 diketahui bahwa pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah ED,TL,ED (Edamame,Tanaman lain,Edamame) sebanyak 20 petani responden atau 50,0 persen. Kedelai edamame ditanam 2 kali dalam setahun karena dapat memberikan pendapatan yang lebih besar bagi petani dibandingkan dengan menanam komoditi lain. Untuk pola tanam TL,ED,TL (Tanaman lain, Edamame, Tanaman lain) diterapkan oleh 19 petani responden atau sebesar 47,5 persen. Adanya selingan dengan tanaman lain agar kesubuan tanah tetap terjaga dengan tidak terus-menerus menanam komoditi yang sama. Sementara 1 petani responden atau sebesar 2,5 persen yang menerapkan pola tanam kedelai edamame penuh (ED,ED,ED) dalam setahun. Pola tanam yang diterapkan oleh petani dengan satu dan dua kali menanam kedelai edamame dalam setahun karena untuk menjaga kesuburan tanah. Hal lain dikarenakan sistem irigasi yang masih rendah, sehingga setiap petani harus bergiliran dalam mengairi lahan. Sementara petani yang melakukan pola tanam kedelai edamame sebanyak tiga kali dalam setahun karena memang didukung oleh letak lahan dan pengairan yang bagus yang berbeda dengan petani lainnya, sehingga lebih mudah dalam melakukan budidaya kedelai edamame. 6.12.
Responden Berdasarkan Rata-rata Hasil Panen
Dengan pola tanam yang berbeda akan berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh masing-masing petani responden pada satuan luas lahan tertentu. Dari hasil penelitian pada Tabel 20 diketahui bahwa paling banyak memperoleh hasil pada rentang 500-1.000 kg sebanyak 18 petani responden atau sebesar 45,0 persen. Hasil ini menjadi yang terbanyak karena sebesar 50 persen petani responden menerapkan pola tanam kedelai edamame sebanyak dua kali dalam setahun. Selain itu, juga karena dari luas lahan yang dimiliki memang luas yaitu >5.000 m2 sebanyak 52,5 persen. Terbanyak kedua adalah dengan hasil panen 66
berkisar 100-499 kg oleh 11 petani responden atau sebesar 27,5 persen. Untuk hasil panen >1.000 kg diperoleh sebanyak 9 petani responden atau sebesar 22,5 persen. Sementara terdapat 2 petani responden atau sebesar 5,0 persen dengan hasil panen < 100 kg dikarenakan banyak yang terserang hama penyakit, sehingga hasil panen yang diperoleh menjadi rendah. Secara lengkap karakteristik responden berdasarkan rata-rata hasil panen dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Hasil Panen
No 1 2 3 4
Rata-rata hasil panen (kg) <100 100-499 500-1.000 >1.000 Total
Jumlah (orang) 2 11 18 9 40
Persentase (%) 5,0 27,5 45,0 22,5 100,0
67