Boks 2
I.
DINAMIKA PEMBENTUKAN HARGA INDUSTRI MANUFAKTUR DI PROVINSI RIAU
Latar Belakang
Dalam rangka kebijakan Inflation Targeting, salah satu instrumen yang berperan penting dalam mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut adalah informasi yang akurat mengenai perilaku pergerakan harga di tingkat regional. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan perilaku (divergensi) perubahan harga antara tingkat regional dan nasional. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Rizki (2006), diketahui bahwa hanya sekitar 30% atau 8 dari 26 kota di Indonesia yang inflasinya memiliki konvergensi dengan inflasi nasional. Divergensi tersebut diindikasikan terjadi akibat adanya perbedaan perilaku perusahaan dalam menentukan harga jualnya. Sehubungan dengan hal tersebut, KBI Pekanbaru melakukan survei untuk memperoleh informasi yang komprehensif mengenai perilaku pembentukan harga di tingkat perusahaan yang terbagi atas produsen, pedagang besar (distributor) dan pedagang kecil (retail).
II.
Profil/Karakteristik Responden
Sub bab berikut ini akan membahas mengenai profil/karakteristik responden yang terbagi atas tiga segmen yaitu produsen, pedagang besar (distributor) dan pedagang kecil (retail). Dalam survei ini, total responden keseluruhan berjumlah 300 responden dengan proporsi masing-masing sebesar 7% (produsen), 41% (distributor) dan 52% (retail). Menurut kelompok IHK, jumlah sampel responden untuk kelompok sandang memiliki proporsi yang dominan (lebih dari 20%) khususnya pada segmen distributor dan retail. Sementara itu, kelompok bahan makanan memiliki porsi terbesar pada segmen produsen yaitu sebesar 30%. Informasi mengenai jumlah responden selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sampel Responden Penelitian Produsen
Kelompok
Distributor
Retail
n
%
n
%
n
%
Bahan Makanan
6
30
18
14
18
12
Makanan Jadi
2
10
23
18
34
22
Perumahan
5
25
14
11
18
12
Sandang
3
15
31
25
35
23
Kesehatan
2
10
7
6
18
12
Pendidikan
2
10
21
17
21
14
Transportasi & Komunikasi
0
0
11
9
11
7
20
[6.7]*
125
[41.7]*
155
[51.7]*
Total
Dalam penelitian ini juga dilakukan pendalaman informasi mengenai jumlah pekerja pada perusahaan manufaktur. Berdasarkan hasil survei (Grafik 1), diketahui bahwa lebih dari 50% perusahaan (produsen dan distributor) memiliki jumlah pekerja tetap berkisar 1-5 orang. Sedangkan perusahaan yang menggunakan pekerta tetap lebih dari 10 orang kurang dari 10%. Hal ini mengindikaskan bahwa sebagian besar perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini merupakan perusahan kecil. Grafik 1. Jumlah Pekerja Tetap Pada Segmen Produsen dan Distributor %
90 80 70 60
Produsen
50
Distributor
40 30 20 10 0 1-5
>5 - 10
>10
Jumlah Pekerja (orang)
Dari hasil survei diketahui bahwa struktur pasar atas produk manufaktur cenderung bersifat monopolistik. Hal ini diindikasikan dari relatif tingginya tingkat persaingan dari produk sejenis di Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah utama pemasaran produk tersebut. Berdasarkan temuan empiris yang ditunjukkan pada Grafik 2, terlihat bahwa jumlah pesaing yang dihadapi oleh distributor dalam wilayah Kabupaten/Kota relatif lebih tinggi dibandingkan dengan produsen dengan komposisi masing-masing yaitu 35% dari sampel
responden produsen memiliki jumlah pesaing sebanyak 1 sampai 5. Sementara, sekitar 30% dari sampel responden distributor menghadapi jumlah pesaing yang berkisar antara 6 sampai 10 perusahaan. Grafik 2. Tingkat Persaingan Dari Produk Sejenis 40 35 30 25
Tidak ada
1- 5
6 - 10
11 - 30
31 - 50
51 - 100
Lebih dari 100
% 20 15 10 5 0 Produsen
Distributor
Produsen
Kab/Kota
Distributor
Produsen
Provinsi
Distributor
Nasional
Kontribusi biaya langsung terhadap biaya produksi di tingkat produsen disajikan pada Tabel 2. Dari tabel tersebut, terlihat bahwa biaya produksi sangat ditentukan oleh biaya bahan baku, dimana biaya bahan baku memiliki kontribusi sekitar 49,2%. Biaya lain yang memiliki kontribusi cukup besar adalah biaya tenaga kerja dan margin keuntungan. Hasil survei menunjukkan bahwa kontribusi kedua biaya tersebut terhadap biaya produksi masingmasing mencapai 36% dan 29,2%. Tabel 2. Median Kontribusi (%) Biaya Langsung Terhadap Biaya Produksi Pada Tingkat Produsen Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Rata-rata
Bahan Baku 60 40 40 50 55 50 49,2
Tenaga Kerja 20 60 60 20 20 36
Median Kontribusi Biaya (%) Overhead Margin Keuntungan 10 15 10 25 10 25 7,5 32,5 40 5 37,5 8,5 29,2
Distribusi 10 10 50 23,3
Pemasaran 5 5
Pada survei ini juga dilakukan pendalaman informasi mengenai faktor pembentuk harga sebagaimana terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan harga jual bagi distributor dan retail adalah Harga Pokok Pembelian (HPP). Temuan empiris menunjukkan bahwa kontribusi faktor HPP terhadap pembentukan harga jual pada kedua segmen tersebut masing-masing mencapai 62,1% dan 64,3%.
Tabel 3. Median Kontribusi (%) Biaya Langsung Pada Tingkat Distributor dan Retail 1
Kelompok
2
3
4
5
R
D
R
D
R
D
R
D
R
D
Bahan Makanan
60
55
10
20
10
20
10
10
40
20
Makanan Jadi
90
60
-
20
10
20
-
-
40
10
Perumahan
70
80
20
15
17,5
20
-
10
30
25
Sandang
60
60
20
10
15
20
-
7,5
30
15
Kesehatan
60
60
15
30
10
20
10
10
40
17,5
Pendidikan
60
60
20
20
10
17,5
-
-
30
15
Transportasi & Komunikasi
50
60
10
20
15
17,5
5
-
50
15
12,5
19,286
8,33
9,375
Rata-rata
64,286 62,143 15,83 19,2857
37,14 16,7857
1=Harga Pokok Pembelian, 2=Biaya Tenaga Kerja, 3=Biaya Distribusi, 4=Biaya Pemasaran/Iklan, 5=Margin Keuntungan R = Retail; D = Distributor
Adapun faktor lain yang relatif memiliki kontribusi cukup besar terhadap pembentukan harga jual di tingkat distributor adalah biaya tenaga kerja dan biaya distribusi. Hasil survei menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki pangsa sekitar 19% terhadap pembentukan harga jual. Sementara itu, faktor lain yang relatif besar memberikan kontribusi terhadap pembentukan harga jual di tingkat retail adalah margin keuntungan dengan porsi sekitar 37,1%. Informasi mengenai metode penentuan harga disajikan pada Tabel 4 di bawah ini. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui terdapat perbedaan karakteristik antara ketiga segmen. Produsen memiliki kuasa penuh dalam hal penentuan harga sehingga metode biaya langsung plus margin keuntungan yang bervariasi dilakukan oleh sebagian besar produsen (42,1%). Sedangkan pada tingkat distributor, sekitar 32,8% responden menjawab bahwa penentuan harga lebih dominan ditentukan pada tingkatan tertinggi yang dapat diterima pasar. Lain halnya dengan pedagang pengecer (retail) yang sebagian besar (53,1%) proses penentuan harganya ditentukan oleh harga pesaing (price leader). Tabel 4. Metode Penentuan Harga yang Dilakukan Perusahaan Metode Penentuan
Produsen Distributor
Retail
Harga ditentukan pada tingkatan tertinggi yang dapat diterima pasar
21,1
32,8
31,5
Harga Pesaing (Price Leader )
15,8
20,7
53,1
Biaya langsung plus margin keuntungan yang bervariasi
42,1
12,9
9,8
Biaya langsung plus margin keuntungan yang fixed /tetap
21,1
3,4
3,5
Harga ditentukan pembeli/buyer
-
2,6
0,7
Lainnya
-
27,6
1,4
III.
Perubahan dan Kekakuan Harga
3.1. Perubahan Harga Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Hoeberichts dan Stokman (2006)1, setidaknya terdapat tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kekakuan harga pada segmen perusahaan. Ketiga indikator tersebut yaitu frekuensi peninjauan harga (price review), frekuensi perubahan harga (price changes) dan proporsi perusahaan yang merubah harga dalam tahun tertentu. Berdasarkan Grafik 3, secara umum diketahui bahwa peninjauan harga secara rutin (price review) pada tiap segmen lebih sering dilakukan daripada perubahan harga. Pada segmen produsen, sekitar 45% dari sampel responden melakukan peninjauan harga secara rutin, sedangkan pada segmen distributor dan retail prosentasenya mencapai lebih dari 65%. Sementara itu, jumlah pedagang (distributor dan retail) dan produsen yang melakukan perubahan harga secara rutin prosentasenya masing-masing mencapai ± 50% dan 40%. Kondisi ini mengimplikasikan bahwa fenomena kekakuan harga bersifat time dependent (Klenow dan Krytsov, 2008)2. Secara khusus, temuan empiris menunjukkan bahwa peninjauan harga lebih sering dilakukan di tingkat pedagang kecil (retail) sementara perubahan harga lebih sering dilakukan pada tingkat distributor. Grafik 3. Peninjauan dan Perubahan Harga Pada Tiap Segmen (% dari Total Sampel) 80 70
69
65
Harian
Mingguan
Bulanan
TOTAL 57
60 50
45
40 % 30
40
30 20
20 10
53
19 13
5
6 6
12
9
10
8 2
5
7 9
0 Produsen
Distributor Peninjauan
Retail
Produsen
Distributor
Retail
Perubahan
Hasil survei juga menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah pesaing maka kecenderungan intensitas peninjauan harga akan lebih sering dilakukan. Hal ini terlihat pada Grafik 4, dimana sebagian besar (37%) perusahaan yang memiliki jumlah pesaing antara 6-10 cenderung untuk melakukan peninjauan harga secara tahunan. Sementara itu, 50% dari 1
2
Price Setting Behaviour In The Netherlands Results of a Survey. Working Paper Series No. 607. 2006. European Central Bank State-Dependent or Time-Dependent Pricing: Does It Matter for Recent U.S Inflation ?. Quarterly Journal of Economics. Issue 3.2008. Bureau Laboiur Statistics.
sampel perusahaan yang memiliki jumlah pesaing lebih dari 100 cenderung untuk melakukan peninjauan harga secara bulanan. Kondisi tersebut mengimplikasikan bahwa semakin ketat tingkat persaingan di suatu wilayah maka harga akan cenderung lebih kaku untuk berubah karena perusahaan lebih sering melakukan peninjauan harga. Temuan ini relatif berbeda dengan studi yang dilakukan oleh Hoeberichts dan Stokman (2006) yang menemukan bahwa kekakuan harga justru terjadi pada tingkat persaingan yang lebih rendah. Grafik 4. Jumlah Pesaing dan Intensitas Peninjauan Harga Secara Rutin 60 50
50 42 40
37
Mingguan
33
Bulanan
30
Triwulanan Semesteran
20
Tahunan
10 0 1- 5
6 - 10
11 - 30
Lebih dari 100
Fenomena kekakuan harga juga terlihat pada Tabel 5 berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa sebagian besar segmen lebih banyak melakukan kenaikan harga dibandingkan penurunan harga. Lebih dominannya kenaikan harga dibandingkan penurunan harga mengindikasikan bahwa fenomena kekakuan harga bersifat downward rigidity (Kasyua, 1999).3 Tabel 5. Kenaikan dan Penurunan Harga Menurut Segmen Tahun 2008 Segmen Produsen Distributor Retail
% 75 76 85
Menaikkan Harga Median Kenaikan (%) 4 3 3,5
Menurunkan Harga % Median Kenaikan (%) 5 2 17,6 2,5 1 25
Hasil survei menunjukkan bahwa median kenaikan harga pada segmen produsen sebesar 4%, cenderung lebih besar dibandingkan dengan segmen distributor maupun retail yang median kenaikan harganya berkisar 3%. Meskipun demikian, temuan empiris menunjukkan 3
Downward Price Rigidity of The Japanese CPI: Analysis by Probabilty Density Function s and Spatial Density Functions. 1999. Bank of Japan Working Paper.
bahwa indikasi persistensi inflasi lebih dominan terjadi pada segmen retail dibandingkan dengan segmen lainnya. Hal ini didasari atas temuan yang menunjukkan bahwa sekitar 85% sampel responden retail melakukan peningkatan harga di tahun 2008. Secara umum, temuan empiris menunjukkan bahwa faktor utama (main factors) yang mempengaruhi perubahan harga adalah harga bahan baku (Grafik 5). Sementara itu, kondisi pasar dan faktor permintaan kurang berperan dalam menentukan harga jual pada perusahaan manufaktur baik di tingkat produsen maupun penjual. Hal ini terlihat bahwa kurang dari 5% yang menjawab bahwa faktor permintaan mempengaruhi perubahan harga. Kondisi tersebut mengimplikasikan bahwa tekanan perubahan harga lebih dipengaruhi oleh sisi penawaran dibandingkan sisi permintaan. Dalam ilmu ekonomi, fenomena ini dikenal dengan istilah cost push inflation. Grafik 5. Faktor Utama Penyebab Kenaikan dan Penurunan Harga Tahun 2008
Retail
Retail
Distributor
Distributor
Produsen
Produsen
0
20
40
Harga Bahan Baku
Biaya Overhead
Biaya Tenaga Kerja
Permintaan
Pangsa Pasar
60
80
b. Kenaikan
100 %
0
20
40
Harga Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Distribusi Pangsa Pasar
60
Biaya Overhead Biaya Pemasaran Permintaan
a.
80
100 %
Penurunan
Dalam survei ini juga dilakukan pendalaman informasi mengenai penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan apabila terjadi perubahan biaya produksi sebesar 10%. Dari hasi survei, diketahui bahwa sekitar 28,2% sampel responden melakukan perubahan harga yang lebih besar daripada perubahan biaya produksi tersebut. Adapun median perubahan terbesar terdapat pada tingkat pedagang kecil dengan nilai mencapai 20%. Sementara, sekitar 26,4% sampel cenderung untuk melakukan perubahan harga yang lebih kecil dengan median perubahan sebesar 5%.
Tabel 6. Median Perubahan Harga Menurut Segmen Tahun 2008 Segmen Produsen Distributor Retail
> 10% % 8,8 19,4
< 10%
Median Perubahan 15 20
% 10 4,8 11,6
Median Perubahan 5 5 5
3.2. Sumber Kekakuan Harga Sub bab berikut akan mengulas keengganan perusahaan untuk merubah harga pada tiap segmen. Hasil temuan ini selengkapnya disajikan pada Tabel 7 di bawah ini. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa biaya produksi (cost based) merupakan penyebab utama kekakuan harga baik di tingkat produsen, distributor maupun retail. Sedangkan pada tingkat distributor, sekitar 34%-35% sampel responden menjawab bahwa explicit contract dan coordination failure menjadi faktor yang cukup dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa pedagang besar telah memiliki kesepakatan harga secara tertulis dan cenderung bersifat wait and see ketika akan melakukan perubahan harga . Sementara itu, pada tingkat pedagang kecil (retail), pricing thereshold menjadi faktor dominan kedua setelah biaya produksi. Kondisi ini diperkirakan sejalan dengan kondisi pasar yang bersifat monopolistik sehingga pedagang kecil (retail) khawatir ketika melakukan perubahan harga akan terjadi penurunan permintaan yang cukup signfikan. Tabel 7. Sumber Utama Kekakuan Harga Pada Tiap Segmen Sumber Cost Based Implicit Contract Explicit Contract Procyclical Elasticity Pricing Threshold Non-Pricing Elements Stock Adjustment Coordination Failure Price Means Quality Physical menu cost
IV.
Produsen n 17 4 5 5 4 0 0 1 6 0
% 85 20 25 25 20 0 0 5 30 0
Distributor n % 99 79 11 9 44 35 21 17 23 18 25 20 0 0 43 34 32 26 1 1
Retail n 119 6 15 0 42 6 19 18 25 19
Total % 76,8 3,9 9,7 0 27,1 3,9 12,3 11,6 16,1 12,3
n 235 21 64 26 69 31 19 62 63 20
Rank 1 8 3 7 2 6 10 5 4 9
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Hasil survei yang dilakukan mengandung beberapa kesimpulan yaitu : a.
Biaya bahan baku memiliki kontribusi terbesar terhadap kenaikan maupun penurunan harga jual, sedangkan faktor permintaan dan kondisi pasar relatif kurang berpengaruh. Kondis ini mengimplikasikan bahwa sisi penawaran lebih berperan dalam memberikan tekanan perubahan harga dibandingkan dengan sisi permintaan. Sehingga fenomena perubahan harga di Provinsi Riau lebih bersifat cost push inflation.
b. Shock bersifat asimetris artinya upward pressure terhadap harga akan diikuti oleh kenaikan namun downward pressure tidak merubah harga. Dengan kata lain fenomena kekakuan harga lebih bersifat downward price rigidity.
c. Tingkat persaingan memiliki hubungan positif dengan tingkat kekakuan harga. Artinya semakin ketat tingkat persaingan di suatu wilayah maka harga akan cenderung lebih kaku untuk berubah karena perusahaan lebih sering melakukan peninjauan harga.
d. Biaya produksi (cost based) merupakan sumber kekakuan harga baik di tingkat produsen, distributor maupun retail. Pada tingkat distributor, explicit contract dan coordination failure menjadi faktor yang cukup dominan setelah biaya produksi. Sementara itu, pada tingkat pedagang kecil (retail), pricing thereshold menjadi faktor dominan kedua setelah biaya produksi. Sehubungan dengan kesimpulan di atas maka implikasi kebijakan yang dapat dilakukan adalah : 1. Pemerintah daerah sebaiknya mampu menjamin kelancaran distribusi pasokan mengingat sumber tekanan lebih dipengaruhi sisi penawaran. Sehingga diharapkan dapat menekan ekspektasi produsen dan pedagang terhadap fluktuasi pergerakan harga di provinsi Riau. 2. Pedagang besar (distributor) diketahui merupakan sebagai salah satu elemen yang berperan penting terhadap perubahan harga. Seiring dengan kondisi tersebut, koordinasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan pedagang besar mutlak diperlukan untuk memperoleh solusi atas permasalahan yang dihadapi agar inflasi menjadi lebih terkendali.
Halaman Ini Sengaja Dikosongkan