I PENDAHULUAN 1.1.
Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani
seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan. Meningkatnya permintaan akan protein hewani mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak domba merupakan ternak yang berpotensi cukup besar dalam rangka meningkatkan produksi protein hewani khususnya daging. Jawa Barat sejak lama sudah dikenal sebagai penghasil ternak domba di Indonesia karena keadaan lingkungannya sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan domba khususnya Domba Garut. Domba Garut memiliki bentuk umum tubuh yang relatif besar dan berbentuk persegi panjang, bulu panjang dan kasar. Ciri khas domba Garut yaitu memiliki kombinasi daun telinga ngadaun hiris atau rumpung dengan ekor ngabuntut bagong atau ngabuntut beurit. Daun telinga ngadaun hiris adalah bentuk daun telinga yang menyerupai daun hiris atau kacang gude (cajanus cajan) dengan panjang 4 – 8 cm, sedangkan telinga rumpung adalah bentuk daun telinga yang tumbuh kecil yang panjangnya kurang dari 4 cm. Ekor ngabuntut bagong adalah bentuk ekor domba yang menyerupai segitiga dengan timbunan lemak pada pangkal ekor dengan lebar lebih dari 11 cm dan mengecil pada ujung ekor,sedangkan ekor ngabuntut beurit adalah bentuk ekor domba menyerupai segitiga tanpa timbunan lemak dengan bentuk yang mengecil pada ujung ekor (Heriyadi, 2011).
2 Bibit merupakan modal awal dari usaha peternakan, ketersedian, mudahnya bibit didapat dan terjamin kontinuitasnya akan memudahkan peternak dalam memperoleh bibit. Perbaikan mutu genetik ternak pada umumnya dapat dilakukan dengan seleksi, seleksi merupakan suatu upaya atau tindakan memilih ternak yang mempunyai mutu genetik yang unggul untuk dikembangbiakan lebih lanjut. Dalam proses seleksi diperlukan beberapa parameter genetik diantaranya, heritabilitas dan nilai pemuliaan (NP) dari sifat yang akan diseleksi. Heritabilitas digunakan untuk mengetahui besarnya sumbangan genetik aditif suatu sifat yang akan diturunkan kepada keturunannya. Dengan diperolehnya nilai heritabiilitas maka bisa digunakan untuk mengetahui nlai pemuliaan. Nilai pemulaiaan bisa diketahui dengan menghitung peforman ternak itu sendiri berdasarkan catatan anak-anaknya dan informasi dari keluarganya. Nilai pemuliaan digunakan untuk menduga keunggulan atau kedudukan ternak dalam suatu populasi. Salah satu sifat yang digunakan untuk seleksi ternak adalah bobot lahir, karena sifat ini berkolerasi positif dengan produktivitas ternak itu sendiri. Nilai Pemuliaan bobot lahir dapat digunakan sebagai petunjuk dasar seleksi mengenai kemampuan genetik ternak tersebut untuk bereproduksi. 1.2.
Identifikasi masalah
Dari uraian latar belakang dapat diidentifikasi beberapa masalah : 1. Berapa nilai heritabilitas berdasar bobot lahir menggunakan metode paternal half-sib di UPTD BPPTD Margawati Garut. 2. Berapa Nilai Pemuliaan domba berdasarkan bobot lahir di UPTD BPPTD Margawati Garut.
3 1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui besarnya nilai heritabilitas berdasar bobot lahir dengan menggunakan metode paternal half-sib di UPTD BPPTD Margawati Garut. 2. Mengetahui besarnya Nilai Pemuliaan berdasar bobot lahir di UPTD BPPTD Margawati Garut. 1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam
melakukan program seleksi untuk meningkatkan mutu genetik, khususnya mengenai besarnya nilai heritabilitas dan nilai pemuliaan berdasar bobot lahir Domba Garut di UPTD BPPTD Margawati Garut. 1.5.
Kerangka Pemikiran Peforma individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom individu, faktor ini bersifat baka atau tidak akan berubah selama hidupnya. Faktor lingkungan adalah faktor nongenetik bergantung dimana individu itu berada, faktor ini tidak bersifat baka dan berubah dari waktu ke waktu. Pengaruh genetik maupun lingkungan dapat dihitung dengan rumus : P=G+E Keterangan : P
= Performans
G
= Faktor genetik
E
= Faktor lingkungan (Hardjosubrto, 1994).
4 Bobot lahir merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak. Bobot lahir adalah berat badan cempe yang ditimbang dalam kurun waktu 24 jam setelah dilahirkan. Bobot lahir bisa digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi karena ada hubungan antara bobot lahir dengan pertambahan bobot sampai ternak dewasa. Bobot lahir yang tinggi di atas rataan, umumnya akan memiliki kemampuan hidup lebih tinggi dalam melewati masa kritis, pertumbuhannya cepat dan akan memiliki bobot sapih yang lebih tinggi. Berat badan cempe dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya umur induk (paritas), tipe kelhiran (single, twin, triplet dan quadruplet) dan jenis kelamin (Rahmat, dkk, 2007). Produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan teknik pemuliaan, yaitu dengan cara seleksi dan persilangan. Kedua teknik pemuliaan ternak ini masih berperan efektif untuk memperoleh ternak yang unggul. Seleksi digunakan untuk memilihan ternak yang akan digunakan sebagai tetua untuk generasi berikutnya. Seleksi akan meningkatkan frekuensi gen pada suatu populasi ternak, dengan mempertahankan gen yang mengutungkan dan menyingkirkan gen yang merugikan. Perbaikan mutu genetik temak melalui aplikasi teknik pemuliaan khususnya seleksi sangat ditentukan oleh kekuatan pewarisan (h2) (Kihe, 1992). Heritabilitas (h2) merupakan salah satu pertimbangan paling penting dalam melakukan evaluasi ternak, metode seleksi dan sistem perkawinan. Secara lebih spesifik heritabilitas merupakan bagian dari keragaman total pada sifat-sifat yang disebabkan oleh perbedaan genetik diantara ternak-ternak yang diamati. Heritabilitas merupakan perbandingan antara ragam genetik terhadap ragam fenotipik, umumnya diduga dengan melihat dari kemiripan, baik kemiripan dari tetua dengan anaknya ataupun anak dengan tetuanya. Dalam arti sempit heritabilitas diartikan sebagai proporsi dari ragam aditif terhadap fenotip
5 (Hardjosubroto, 1994). Heritabilitas berdasar saudara tiri sebapak (paternal half sib) merupakan metode yang paling banyak digunakan. Nilai heritabilitas ini tidak memasukan pengaruh dominan dan tidak ada pengaruh induk, tetapi memasukan ¼ atau kurang pengaruh epistatik (Warwick dkk, 1990). Nilai pemuliaan merupakan suatu parameter yang menunjukan potensi genetik ternak. Besarnya nilai pemuliaan dapat ditulis sebagai rumus berikut : NP = h² (Pi - P) Keterangan : h²
= heritabilitas
Pi
= catatan
P
= rata-rata fenotipik populasi
fenotip seekor ternak
Nilai pemuliaan berkisar antara (-), 0, dan (+). Nilai pemuliaan akan (-) jika dibawah rata-rata populasi, nilai pemuliaan 0 jika nilai pemuliaan tersebut sama dengan rata-rata populasi, dan akan (+) jika nilainya diatas rata-rata populasi (Cameron, 1997). Ada empat sumber informasi dasar pada Nilai Pemuliaan (NP) yaitu, ternak itu sendiri, tetua, kerabat, dan keturunannya. Nilai pemuliaan bisa digunakan dalam menilai keunggulan ternak yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi selanjutnya. Penentuan tetua yang akan dipilih dilihat dari rangking nilai pemuliaannya. Ternak yang memiliki nilai pemuliaan yang tinggi akan dipilih sebanyak yang dibutuhkan dan akan digunakan sebagai bibit. Cara ini bertujuan untuk mempermudah proses seleksi untuk meningkatkan mutu genetik anak, karena nilai pemuliaan anak setengah dari tetuannya (Hardjosubroto, 1994).
6 Berdasarkan kerangka pemikiran yang diuraikan, besarnya dugaan nilai pemuliaan domba garut berdasar bobot lahir menggunakan metode paternal halfsib dapat dijadikan indikator dalam seleksi. 1.6.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2015 sampai dengan 12 Juni
2015, bertempat di UPTD BPPTD Margawati, Desa Sukanegla, Kelurahan Margawati, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat.