Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
DIFUSI SISTEM INTEGRASI PADA TERNAK SAPI-USAHATANI DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA (Diffusion of Cattle-Farming Integration System at Serdang Bedagai District, North Sumatera) Wasito, Winarto L Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Utara Jl. Jend. A. Haris Nasution no. 1B Medan (20143)
[email protected]
ABSTRACT Rice Livestock Systems Integration (RLSI) program was conducted in North Sumatra in 2003 at the “Mawar” farmer groups in the Lubuk Bayas village, Perbaungan subdistrict, Serdang Bedagai District. A research aims was to determine role of diffusion farming system on cattle based on cross-sectional study has been carried out during the period of April - May 2013 in the surrounding area of Lubuk Bayas. The objective of the study was to identify impact of RLSI within the village area through a series of metods, such as field observation, focus group discussions, in-depth interview with:farm administrators group, Gapoktan, pioneer farmers and adopter, as well as related institutions. This was also supported by results reviewed of the related assessments and research. The data gathered were analyzed using a set of probability theory to measure adaptability on diffusion of cattle business. Results showed that there was a positive response to increase cattle business, particularly at the “Mawar” farmers group, the nearest village and surrounding villages of RLSI area. It is indicated by increasing number of farmers who owned cattle. Program of RLSI that was integrated with Integrated Crop Management, is expected to create a system of self-sufficiency in beef, and rice sustainability, along with strengthening food security within the village. Key Words: Rice Livestock Systems Integration, Diffusion, Serdang Bedagai ABSTRAK Program Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) di Sumatera Utara dilaksanakan tahun 2013 pada kelompok tani Mawar di Desa Lubuk Bayas, KecamatanPerbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Untuk mengetahui peran SIPT terhadap difusi sistem usaha ternak sapi, telah dilakukan pengkajian secara crossectional di wilayah tersebut dan desa-desa di sekitarnya (purposive) pada periode April - Mei 2013. Kajian data primer melalui pengamatan lapang, diskusi kelompok terfokus, dan wawancara mendalam, dengan pengurus kelompok tani, Gapoktan, petani perintis dan adopter, serta instansi terkait. Analisis teori probabilitas digunakan untuk mengukur difusi usaha ternak sapi. Hasil kajian menunjukkan bahwa sejak ada SIPT telah terjadi peningkatan respon positif dalam usaha ternak sapi, terutama pada kelompok tani Mawar, dusun dan desa terdekat di sekitarnya, dimana petani pemilik ternak sapi jumlahnya meningkat. Keberlanjutan program SIPT yang terintegrasi dengan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu, diharapkan mampu mewujudkan sistem swasembada daging sapi serta ketahanan pangan wilayah secara berkelanjutan. Kata Kunci: Sistem Integrasi Padi Ternak, DifusiSerdang Bedagai
PENDAHULUAN Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) telah diimplementasikan di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2003 dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. SIPT Desa Lubuk Bayas terintegrasi dengan
kegiatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) tahun 2002, Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) dan Kredit Usha Mandiri (KUM) tahun 2003, pada proyek Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) (2003). Desa di sebelahnya yakni Lubuk Rotan hanya kegiatan PTT (2003). Kegiatan SIPT, PTT, KUAT, dan KUM membuka peluang bagi proses
291
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
pengelolaan partisipatif, atau sistem pemberdayaan kelompok dan keluarga, dengan memanfaatkan dana bantuan langsung masyarakat (BLM). Hasil kajian di Lubuk Bayas, Lubuk Rotan, Kecamatan Perbaungan telah dilakukan pada penelitian terdahulu (Wasito et al. 2004, Sembiring et al. 2004; Wasito et al. 2009; serta Khairiah dan Wasito 2007). Proses pemberdayaan sistem usaha ternak sapi, atau SIPT harus berkesinambungan sebagai suatu siklus, meliputi 5 tahapan utama, sesuai pendapat Hogan (2000). Kerjasama sukarela lebih mudah terjadi di dalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial dalam bentuk aturan-aturan (norma), pertukaran timbal balik (kepercayaan, trust), dan jaringan-jaringan (networks) kesepakatan antar warga (Putnam, 1993), atau keluarga. Proses adopsi inovasi, atau penerapan usaha ternak sapi, merupakan "proses keputusan inovasi”, sejak pertama kali mengetahui, mengenal inovasi sampai mengambil suatu keputusan mengadopsi atau menolak, dan mengimplementasikan serta mengkonfirmasi keputusan tersebut (Rogers 1983). Keputusan (opsional, kolektif, otoritas, kontingansi) yang diambil, sangat menentukan keberhasilan dan kecepatan adopsi (Rogers dan Shoemaker 1971). Keinovatifan petani dapat dilihat dari ciri-ciri sosial ekonomi; ciri kepribadian dan ciri-ciri komunikasi (Rolling, 1988). Difusi inovasi adalah proses tersebarnya inovasi dari ke dalam sistem sosial melalui saluran komunikasi selama periode waktu tertentu. Difusi merupakan suatu jenis perubahan sosial (perubahan struktur dan fungsi sistem sosial) (Rogers dan Shoemaker, 1971; Rogers, 1983). Untuk mengetahui peran SIPT terhadap difusi sistem usaha ternak (SUT) sapi, telah dilakukan pengkajian secara crossectional didesa Lubuk Bayas, desa-desa sekitar dampak SIPT. Difusi sistem usaha ternak sapi yang berpeluang mendukung program swasembada daging sapi baik di Kecamatan Perbaungan, atau Kabupaten Serdang Bedagai, dibahas pada artikel ini.
292
MATERI DAN METODE Pendekatan pengkajian Data yang diperoleh dari pengkajian ini dianalisis secara bersifat deskriptif, crosssectional dengan metode survei lapangan. Kajian dilakukan di Kelompok Tani (Poktan) Mawar Desa Lubuk Bayas. Desa-desa sekitar yang dilihat dampaknya berada di sekitar Lubuk Bayas, yaitu Tanah Merah, Lubuk Rotan, Lubuk Saban, Sei Negalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai (Provinsi Sumatera Utara). Kegiatan ini dilakukan pada periode bulan April dan Mei 2013. Kajian ini menggunakan data primer, review hasil penelitian/pengkajian, dan pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data primer diawali dengan mengamati dan melibatkan diri pada komunitas masyarakat petani secara alami (natural setting) (Denzin dan Lincoln, 1994). Tahap selanjutnya menentukan sampel responden (5-8 petani dan peternak setiap desa) secara purposive, meliputi petani perintis, atau pelopor (innovator or early adopter) dan pengurus kelompok tani, Gapoktan. Pengumpulan data melalui diskusi kelompok terfokus (focus group discussion, FGD), dan wawancara mendalam (indepth interview). Data sekunder diperoleh dari Poktan, Gapoktan, dan instansi terkait. Analisis data Analisis deskriptif untuk menganalisis metode pendekatan secara kualitatif, untuk menemukan makna yang melandasi kajian (Siegal 1988, Bungin dan Burhan 2003). Difusi usaha ternak sapi dengan teori himpunan. Teori probabilitas (Hasan, 2003) mengadaptasi teori himpunan dimana operasi irisan (interseksi) dari himpunan usaha ternak sapi Poktan Mawar (Lubuk Bayas) (rekomendasi) (A) dan Desa-desa sekitarnya (B) = A п B = (X : x є A dan x є B), A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan (Gambar 1).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
A
B
Irisan/interseksi
Gambar 1. Operasi irisan himpunan A dan B
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Perbaungan, atau Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dengan kondisi iklim yang sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Ratarata kelembaban udara per bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar 30-340 mm per bulan dengan periode tertinggi pada bulan AgustusSeptember berdasarkan pengamatan Statiun Sampali. Hari hujan per bulan berkisar 8-26 hari dengan periode hari hujan yang tinggi pada bulan Agustus-September. Rata-rata kecepatan udara berkisar 1,9 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,47 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23,7oC dan maksimum 32,2oC (BPS Serdang Bedagai, 2011). Sistem usaha tani desa kajian Usahatani padi di Desa Lubuk Bayas dan sekitarnya berlangsung dari Mei-Agustus (MK2) (MT1) dan September-Januari (MH) (MT2). Rataan kepemilikan lahan sawah petani di Desa Lubuk Bayas mencapai 0,2-0,5 ha Tabel 1. Berdasarkan usaha tani yang dikelola di Desa Lubuk Bayas dan desa kajian sekitar, yaitu usahatani padi dengan usaha ternak sapi, itik, usaha tani sayuran mayoritas memiliki lahan sawah 0,21-0,80 ha (80%) Tabel 1. petani dengan usahatani padi yang dominan, mayoritas kepemilikan lahan mencapai 0,211,0 ha (89%). Usaha sambilan utamanya adalah buruh tani (47,5%), pedagang kecilkecilan (tidak kontinu sepanjang minggu/ bulan) (22,5%), bertanam sayuran (12,5%),
pekerja bangunan (7,5%), jasa alsintan (6,3%), dengan rata-rata setiap keluarga 4-5 orang. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang sama pada desa kajian sekitarnya. Desa Lubuk Bayas dan daerah pengembangan usaha ternak sapi pada desa sekitarnya (Tanah Merah, Lubuk Rotan, Lubuk Saban, Sei Nagalawan) memiliki tanah jenis alluvial, dengan tekstur umumnya lempung berpasir dengan, tingkat kesuburan rendahsedang. Curah hujan 217 mm/bulan, suhu udara ±26,7-27,4°C, dan kelembaban udara ±83%, ketinggian 4 m dari permukaan laut (BPS Serdang Bedagai, 2011). Lahan sawah irigasi setengah teknis mencapai lebih dari 1.200 ha, seluruhnya bersumber dari air sungai Ular. Lubuk Bayas memiliki luas sawah irigasi setengah teknis sekitar 400 ha, dengan desa terdekat adalah Tanah Merah, Lubuk Rotan, Sei Buluh, Lubuk Saban dan Sei Naga Lawan yang juga memiliki sawah irigasi setengah teknis (>1.500 ha) dan berpotensi dalam pengembangan PTT sebagai penghasil jerami. Lahan sawit milik perusahaan swasta yang letaknya 200-500 m lokasi P3T Lubuk Bayas, dengan rumput yang cukup potensial untuk pelaksanaan SIPT. Pendidikan petani di Desa Lubuk Bayas, Lubuk Rotan, dan Tanah Merah pada umumnya adalah SD (±36%), SLTP (±28%), SLTA (±35%) dan Perguruan Tinggi (±0,5%). Berdasarkan usaha tani yang dikelola, yaitu usahatani padi dengan usaha ternak sapi, itik mayoritas pendidikan adalah SLTA (±56%), SLTP (±36%), dan SD (±8%). Sebaliknya pada petani dengan usahatani padi, pendidikan utamanya adalah SLTA (±36%), SLTP (±28%), dan SD (±36%) (Tabel 2). Pendidikan petani responden yaitu SLTP (50%) dan SLTA (50%) yang mengelola usahatani padi dengan usaha ternak sapi. Tingkat pendidikan petani usahatani padi dengan usaha ternak sapi, itik mayoritas adalah SLTP dan SLTA dengan difusi sistem usaha ternak sapi berpeluang mendukung program swasembada daging sapi baik di Kecamatan Perbaungan, atau Kabupaten Serdang Bedagai.
293
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Luas lahan usahatani berdasarkan jenis usaha di Desa Lubuk Bayas, Tanah Merah, Lubuk Rotan Kepemilikan (ha)
Usahatani padi, sapi, itik/lain ( %)
Usahatani padi ( %)
<0,20
11
11
0,21-0,40
31
23
0,41-0,60
27
31
0,61-0,80
23
21
0,81-1,00
8
14
Tabel 2. Tingkat pendidikan petani di Desa Lubuk Bayas, Tanah Merah, Lubuk Rotan Pendidikan SD SLTP SLTA
Usahatani padi, sapi, itik/lain ( %) 8 36 56
Penduduk daerah kajian terdiri dari berbagai suku/etnis. Struktur penduduk Desa Lubuk Bayas berdasarkan suku secara umum terdiri dari tiga suku, yaitu suku Jawa (35%), Banjar (31%), Melayu (27%), dan lainya sekitar 7% Tabel 3. Etnis Jawa di Deli Serdang mencapai 54,45%, Tapanuli/Toba (13,26%), Melayu (7,40%),Karo (6,94%), Mandailing (5,36%), Minang (2,17%), dan Cina (1,60%) (BPS Sumatera Utara, 2001). Karakteristik wilayah kajian berdasarkan etnis, ada kecenderungan terjadi segregasi pemukiman, namun keberadaannya kurang kontras. Tabel 3. Persentase penduduk berdasarkan etnis di desa kajian, Kecamatan Perbaungan Persentase etnis/suku ( %) Jawa Banjar Melayu Lainnya Lubuk Bayas 35 31 27 7 Lubuk Rotan 44 43 7 6 Tanah Merah 90 4 4 2 Sei Nagalawan 19 44 33 4 Lubuk Saban 47 42 7 4 Desa
Dukungan karakteristik wilayah selaras dengan jumlah perbandingan dari berbagai etnis. Sebagai contoh di Lubuk Bayas etnis Banjar dan Jawa adalah dominan. Segregasi antar etnis masih terlihat pada kelompok tani, hal ini tampak dari anggota kelompok yang terdiri dari mayoritas satu etnis yang bermukim di wilayah tertentu. Segregasi pekerjaan ditemukan terutama pada perempuan, tetapi kurang dominan. Perempuan etnis Banjar rajin
294
Usahatani padi ( %) 36 28 36
membuat tikar pandan, dimana hal ini tidak mampu dilakukan etnis Jawa yang rajin ke sawah. Dominasi etnis Jawa di Dusun Tanjung Sari menghilangkan segregasi pemukiman. Heterogenitas etnis dan tidak adanya jumlah sangat dominan dari etnis tertentu merupakan salah satu faktor pendukung akulturasi. Percampuran berbagai etnis Banjar dan Jawa karena perkawinan dalam satu wilayah dan terjadi perbauran. Kejadian yang mampu membentuk nilai-nilai baru pada penerapan dan perembesan usahatani, perlu kajian lebih lanjut. Hasil diskusi dan wawancara mendalam terhadap himpunan petani responden yang mengelola usahatani padi dengan usaha ternak sapi, itik, dalam melaksanakan SIPT akan meningkatkan waktu kerja keluarga atau pendapatan (100%), meningkatkan pengetahuan (67%), atau karena ajakan poktan (74%), atau Gapoktan Tabel 4. Sebaliknya dengan melaksanakan SIPT menurut petani responden akan mengalami kesulitan membagi waktu antara pengelolaan usahatani padi dengan usaha ternak sapi, atau usaha itik. Pada pelaksanan SIPT di Poktan Mawar, Desa Lubuk Bayas, petani membentuk sub kelompok dengan anggota 5-8 orang. Setiap petani memiliki 2-4 ekor sapi, sehingga per sub kelompok terdapat 10-32 ekor sapi. Hasil diskusi dan wawancara mendalam terhadap himpunan petani responden yang mengelola usahatani padi dengan usaha ternak sapi, itik menunjukkan bahwa aktivitas atau kegiatan dalam usaha ternak sapi atau usaha tani padi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
mayoritas dilakukan oleh petani secara individual Tabel 5. Demikian pula halnya dalam usahatani padi. Namun demikian
dinamika kelompok tergolong dinamis, sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis ternak sapi.
Tabel 4. Persepsi petani responden terhadap faktor pendorong, penghambat dalam SIPT Faktor pendorong
Usahatani padi, sapi, itik/lain ( %) 100 100 67 74
Meningkatkan waktu kerja Meningkatkan pendapatan Meningkatkan pengetahuan Ajakan kelompok
Faktor penghambat
Kurangnya informasi Kesulitan membagi waktu Lahan sempi, terbatas Kurang modal finansial Keterampilan tak memadai Keamanan
Usahatani padi, sapi, itik/lain ( %) 32 100 0 52 82 0
Usahatani padi ( %) 100 100 82 93 90 52
Tabel 5. Peran kelompok tani (%) pada setiap kegiatan usahatani padi, usaha ternak Kegiatan
Individu
Kelompok
Individu
Kelompok
57
43
Perkandangan
50
50
Penamanan
82
Pemupukan
100
18
Pengadaan pakan
50
50
0
Olah kompos
86
14
Pengendalian HPT
100
0
Kendalikan penyakit
86
14
Panen/pascapanen
57
43
Pasarkan hasil
79
21
Pemasaran hasil
57
43
Pengolahan jerami
64
36
Usahatani padi
Kegiatan Usaha ternak sapi
Olah lahan
Sei Buluh
Sei Bamban
Lubuk Bayas
Lubuk Rotan
Kesatuan
Kelurahan Tani Mawar (SIPT)Lb. Bayas T. Merah
Melati, SIPT 05
Kecamatan Pantai Cermin
Sei Nagalawan
Gambar 2. Pola difusi usaha ternak di Lubuk Bayas dan sekitarnya
295
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Difusi usaha ternak sapi Sejak adanya program SIPT tahun 2003 di Poktan Mawar Desa Lubuk Bayas dengan 80 petani, selanjutnya jumlah petani pemilik sapi di luar Lubuk Bayas meningkat terutama di dusun Tanjung Sari (15/3 = 500%), Desa Tanah Merah (30/10 = 300%), Desa Lubuk Rotan (20/5 = 400%) Gambar 2. Pola difusi teknologi usaha ternak sapi terkait dengan karakteristik dinamika kelompok tani, dan karakteristik wilayah di daerah kajian nampaknya sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis ternak sapi. Difusi usaha ternak sapi tersebut di atas berdasarkan teori probabilitas yang mengadaptasi teori himpunan (Hasan 2003). Operasi irisan (interseksi) dari himpunan usaha ternak sapi Poktan Mawar (Lubuk Bayas) (rekomendasi) (A) ke Gapoktan Sri Rejeki (Desa Lubuk Bayas), Poktan-poktan Desa Tanah Merah, Lubuk Rotan, Lubuk Saban, Sei Negalawan (B) = A п B = (X : x є A dan x є B), A dan B tidak saling lepas, dengan peristiwa terjadi bersamaan Gambar 3. Dampak program SIPT Poktan Mawar Desa Lubuk Bayas yang nyata antara lain pengkayaan bahan organik tanah, pemanfaatan jerami padi, dan peningkatan intensitas padi (IP), serta efisiensi usaha tani. Pengkayaan bahan organik tanah antara lain dengan pemberian pupuk kandang ke lahan sawah pembusukan jerami, rumput atau limbah pertanian. Hasil kajian Sembiring dan Wasito (2004) menunjukkan bahwa, pemberian pupuk kandang dan kimia memberikan hasil lebih tinggi (10-15%) dari pupuk kimia di PTT, atau 23-27% dari pupuk kimia Non PTT. Pemberian
Poktan Sei Negalawan
pupuk kandang (2-3 ton/ha) dapat meningkatkan produksi padi (± 15 %) (0,8-1,0 ton, atau Rp. 960.000-1.200.000/ha), menghemat penggunaan urea (40-70 kg/ha, atau Rp. 48.000-84.000), dan SP36 (35-50 kg/ha,atau Rp. 59.500-85.000). Keragaan agronomis padi cenderung lebih baik, juga pada tanaman jagung P12, atau sayuran, dimana untuk sayuran dapat digunakan pupuk kandang dari kotoran kambing atau itik. Di luar SIPT + PTT sebagian telah menerapkan pupuk kandang untuk padi (difusi inovasi), karena termotivasi dari peserta SIPT Lubuk Bayas. Anakan produktif, bobot 1000 butir, atau produksi padi dengan pupuk kandang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kimia. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa pemanfaatan pupuk kandang sapi pada lahan sawah irigasi di Lampung Tengah, meningkatkan produksi GKP 15% (Suretno et al. 2002). Pupuk kimia yang digunakan sesuai hasil analisa tanah BPTP Sumatera Utara (urea = 164 kg, TSP = 154 kg, KCl = 38 kg/ha). Terjadi peningkatan produksi padi, rata-rata mencapai 8.064,8 kg/ha (GKP) di PTT, sedangkan hal tersebut pada non PTT rata-rata sekitar 6.003,6 kg/ha (GKP), sehingga B/C rasio pada peserta PTT (1,18) lebih besar dari non PTT (0,76) (Sembiring dan Wasito 2004). Namun pembakaran jerami tetap dilakukan karena rentang antar musim tanam yang pendek. Pembakaran jerami berakibat kehilangan hara C (94%), N (91%), P (45%), K (75%), S (70%), Ca (30%) dan Mg (20%) dari total kandungan hara pada jerami. Jerami sumber hara K dan Si, sekitar 80% K yang diserap tanaman berada dalam jerami. Pengembalian
Gapoktan Sri Rejeki Lunuk Bayas
Poktan Lubuk Saban
Poktan Mawar : SIPT 2003 Lubuk Bayas Poktan di Lubuk Rotan Poktan di Tanah Merah
Gambar 3. Operasi irisan difusi usaha ternak sapi ke Desa sekitar
296
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
jerami ke dalam tanah dapat memperlambat pemiskinan K dan Si tanah. Pemberian kompos jerami dapat meningkatkan produksi padi dan efisiensi pupuk (Suriadikarta dan Adimihardja 2001). Pemberian kompos jerami padi 2 ton/ha mampu meningkatkan produksi padi 765 kg/ha, dimana peningkatan dosis kompos jerami padi (KJP) akan meningkatkan produksi padi (1-2 ton KJP-produksi padi naik 1-1,5 ton/ha; 3 ton KJP-produksi padi naik 2 kali lipat) (Mala 1998). Peningkatan kualitas sumberdaya kelompok tani dan keluarga petani diindikasikan dari sejak ada SIPT Lubuk Bayas yangdijadikan sebagai penerapan fungsi sosialisasi dan pendidikan. Indikatornya, antara lain petani pemilik ternak di dusun Tanjung Sari (15/3 = 500%), Desa Tanah Merah (30/10 = 300%), Desa Lubuk Rotan (20/5 = 400%), jumlahnya meningkat dibandingkan dengan sebelum ada SIPT. Pola usahatani atau indeks pertanaman (IP) ditingkatkan menjadi ≥300, dengan penggunaan pupuk kandang, atau organik lain. Dampak perubahan yang terjadi pada peran keluarga (bapak, ibu dan anak) dalam usahatani lahan sawah dan ternak meningkat, misalnya partisipasi anak dalam mengelola ternak. Peubah anak membantu pekerjaan orang tua, dan anak hormat pada orang tua dalam penerapan fungsi sosialisasi dan pendidikan terjadi dengan baik (Wasito et al. 2009; Khairiah dan Wasito, 2007). Gambaran alih/transfer teknologi usaha ternak sapi dari Poktan Mawar, Desa Lubuk Bayas ke desa-desa sekitarnya menunjukkan persepsi responden terhadap kriteria memilih teknologi. Hal ini akan berlangsung dengan baik jika teknologinya: 1. Memenuhi kebutuhan pemakai (MKP) (100%). 2. Secara finansial menguntungkan (SFM) (100%). 3. Harga pasar produk teknologi memadai (HPPTM) (100%) dan terbuka (HPPTT) (100%). 4. Mudah dipahami (MD) (100%) atau sederhana (S). 5. Membutuhkan tingkat pengawasan yang minimal (MTPM) (100%). 6. Padat karya (PK) (100%). 7. Membawa keberhasilan nyata dalam waktu yang singkat (MKNDWS) (100%)
8. Mudah diajarkan, sederhana (MDS) (100%) 9. Relatif bebas resiko (RBR) (100%) 10. Dapat diterapkan secara luas (DDSL) (100%) 11. Dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (DMFP) (80%) 12. Memberikan peluang dapat memasyarakat (MPDM) (80%) 13. Dapat mendayagunakan sumber daya lokal (DMSDL) (80%) 14. Aman bagi lingkungan wilayah (ALW) (50%) 15. Sesuai dengan pola (budaya, adat istiadat pertanian setempat) (SDPPS) (50%) Gambar 4. Peran inovator dan early adopter terhadap difusi usaha ternak sapi Penyebaran atau pengembangan usaha ternak sapidari Desa Lubuk Bayas ke desa-desa sekitarnya cukup baik. Hal ini didukung oleh adanya kelompok perintis (innovator) atau kelompok pelopor (early adopter) hasil pelatihan swadaya. Seorang inovator atau perintis memiliki ciri-ciri: 1. Gemar mencoba hal-hal baru 2. Selalu mencari tahu dari orang-orang yang sudah berhasil 3. Kadang-kadang mencari sesuatu yang baru dari luar sistem sosialnya sendiri walaupun secara geografis letaknya sangat jauh 4. Sangat berani dan berjiwa petualangan 5. Berani menerima resiko 6. Kadang-kadang terburu nafsu. Sementara itu, seorang pelopor atau teladan (early adopter) memiliki ciri-ciri: 1. Lebih berorientasi ke dalam sistem sosial sendiri. 2. Selalu menggunakan perhitungan ekonomis sebelum memutuskan untuk menerima inovasi. 3. Terdiri dari pemuka pendapat/tua adat 4. Menjadi teladan bagi anggota sistem sosial lainnya. 5. Tetap berpegang pada aturan atau norma sosial yang berlaku dalam sistem sosial yang bersangkutan untuk menjaga posisinya dalam masyarakat.
297
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
ALWSDPPS MKP SFM DMS HPPTM MPDM L DMFP HPPT DDSL M RBR S MDS MTPM MKNDWS PK Gambar 4. Persepsi responden kriteria memilih teknologi
Inovator dan early adopter adalah dua kategori adopter pertama berdasarkan cepat lambatnya penerimaan terhadap suatu inovasi (Rogers dan Shoemaker 1971). Peran inovator dan early adopter, serta kedinamisan kelompok sebagai faktor pendukung kurang ditemukan pada kelompok tani di Lubuk Saban, Sei Negalawan (Wasito et al. 2004). Berdasarkan waktu dalam proses adopsi teknologi, Rogers dan Shoemaker (1971) membagi adopter dalam lima kategori, yaitu: perintis (inovator) (2,5%); pelopor (early adopter) (13,5%); penganut dini (early majority) (34%); penganut lambat (latemajority) (34%), dan kolot (laggard) (16%). Apabila dipetakan, maka bentuk kurvanya seperti huruf S. Sistem usaha ternak sapi dengan perannya yang sangat penting, dapat mempengaruhi keluarga, menyebar lebih cepat dan menjangkau sejumlah masyarakat yang lebih besar. Hal serupa dilaporkan oleh Subarna (1993) yang menyatakan bahwa terdapat pola yang khas, hampir mendekati kurva yang membentuk huruf S (curve of diffusion). KESIMPULAN Sejak ada SIPT, telah terjadi peningkatan respon positif dalam usaha ternak sapi, terutama pada Poktan Mawar, dusun dan desadesa terdekat sekitarnya. Indikatornya, antara lain petani pemilik ternak sapi jumlahnya meningkat dibandingkan dengan awal kegiatan SIPT. Keberlanjutan program SIPT yang terintegrasi dengan PTT, diharapkan mampu mewujudkan sistem swasembada daging sapi
298
dan beras, serta ketahanan pangan wilayah secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Serdang Bedagai. 2011. Kecamatan Perbaungan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. 2001. Karakteristik penduduk Sumatera Utara, hasil Sensus Penduduk 2000. hlm. 132. Bungin, Burhan. 2003. Analisis data penelitian kualitatif, pemahaman filosofis dan metodologis ke arah penguasaan model aplikasi. PT Raja Grafindo Persada. Denzin, Norman K, Lincoln YS. 1994. Introduction, entering the field of qualitative research dalam Denzin, Norman K, Lincoln YS (ed.) 1994. Handbook of Qualitative Research. SAGE Publication. Hasan MI. 2003. Pokok-pokok materi statistik 2 (Statistik Inferensif). Bumi Aksara. Jakarta. p. 1-35. Hogan C. 2000. Facilitating empowernment, a Handbook for facilitator, trainers and individuals. London, Hogan Page. Limited. Khairiah, Wasito. 2007. Dampak sistem integrasi padi dan ternak sapi dalam rangka pengembangan ternak sapi di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Dalam: Darmono, Wina E, Nurhayati, Sani Y, Prasetyo LH, Triwulanningsih E, Sendow I, Nathalia L, Priyanto D, Indraningsih, Herawati T, penyunting, Akselerasi Agribisnis Peternakan Nasional Melalui Pengembangan dan Penerapan IPTEk. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 21-22 Agustus 2007. Bogor (Indones).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Pusat Penelitian dan Peternakan. hlm. 333-338.
Pengembangan
Mala Y. 1998. Peningkatan produksi sawah bukaan baru dengan penggunaan kompos jerami padi. Prosiding Seminar Peningkatan Produksi Padi Nasional, B. Lampung 9-10 Desember 1998. HIGI-PERAGI-Universitas Lampung. hlm. 401-405. Putnam RD. 1993. Making democracy work civic: traditions in moderns Italy. Princeton University Press. Rogers EM. 1983. Diffusion of innovation. New York Free Press. Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of inovation. New York. Rolling N. 1988. Extension science, information systems in agricultural development. Cambridge University Press. Sembiring H, Wasito. 2004. Peluang sistem integrasi padi ternak dalam pemberdayaan kelompok tani untuk peningkatan kualitas lahan dan pendapatan petani di Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak, Denpasar 20-22 Juli 2004. Denpasar (Indones). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Siegal S. 1988. Statistik non parametrik untuk ilmuilmu sosial. Jakarta (Indones): PT Gramedia. Subarna T. 1993. Perubahan sosial: penyebaran inovasi. Terjemahan DeFleur ML, Dennis EE. 1988. Social Change: The Spread of Innovations in Understanding Mass Communications, Boston, Honghton, Mifflin Coy.
Suretno ND, Kusnanto T, Sudaryanto B. 2002. Pemanfatan kotoran ternak sebagai pupuk pada lahan sawah irigasi di Lampung Tengah. Dalam: Haryanto B, Setiadi B, Adjid RMA, Sinurat AP,Situmorang P, Prawiradiputra BR, Tarigan S, Wiyono A, Purwadaria MBT, Murdiati TB, Abubakar, Ashari, penyunting. Inovasi Teknologi dan Veteriner dalam Mununjang Keterpaduan Usaha Peternakan yang Berdaya saing. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 30 September-1 Oktober 2002. Bogor (Indones). Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 75-78. Suriadikarta DA, Adimihardja A. 2001. Penggunaan pupuk dalam rangka peningkatan produktivitas lahan sawah. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 20:144-152. Wasito SH, Rinaldi. 2004. Keragaan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT) dan non SIPT Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Bahan Lokakarya P3T Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Wasito D, Handoko D, Sembiring H. 2009. Ketahanan pangan keluarga petani program peningkatan produktivitas padi terpadu (P3T) (Kasus P3T Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Padi 2008: Inovasi Teknologi Padi Mengantipasi Perubahan Iklim Global Mendukung Ketahanan Pangan (Buku 4). Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. p. 1691-1704.
DISKUSI Pertanyaan: Mengapa program SIPT dapat berkembang? Jawaban: Karena ada bantuan dana melalui program KKP3T sehingga ada pendampingan pada kelompok ternak yang berkinerja menjadi baik. Difusi usaha ternak sapi terkait dengan dinamika kelompok tani yang baik.
299