KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI GOGO RANCAH PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI KABUPATEN INDRAMAYU Dedi Sugandi, Bambang Sunandar, dan Kurnia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat Jl. Kayuambon No. 80 Lembang, Bandung Barat, 40791
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Sampai sekarang pengelolaan usahatani padi pada lahan tadah hujan di daerah Indramayu masih dilakukan secara Semi Intensif sehingga produksinya rendah. Salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi adalah dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi gogo rancah, dengan menerapkan pendekatan inovatif berbagai teknologi tepat guna, yang dapat disesuaikan dengan kondisi setempat. Pengkajian dilakukan di Desa Cantigi Wetan, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu pada MH 2007/2008. Tujuan pengkajian ini adalah : (1) mengoptimalkan produktivitas tanaman padi di lahan sawah Semi Intensif, dan (2) meningkatkan efisiensi usahatani padi pada lahan sawah semi intensif. Tiga model teknologi yang dikaji meliputi: model PTT gogo rancah, gogo rancah, dan non gogo rancah (Tanam pindah), dengan luas areal 20 ha dan melibatkan 10 orang petani kooperator pada setiap model pengelolaan sawah. Komponen teknologi PTT gogo rancah yang diterapkan adalah : penggunanan varietas unggul, benih bermutu, efisiensi penggunaan pupuk anorganik, optimasi pemanfaatan lahan melalui sistem tanam jajar legowo, dan pengendalian OPT terpadu. Analisis dilakukan secara deskriptif dan statistik dengan parameter rataan, uji DMRT, R/C Rasio, dan MBCR. Hasil pengkajian menunjukkan : (1) Model PTT gogo rancah produktivitasnya (67,3 kw/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan gogo rancah (58,7 kw/ha) maupun tanam pindah (50,4 kw/ha), (2) Implementasi Model PTT gogo rancah di tingkat petani dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P yaitu : urea 16,67% dan SP-36 50 % terhadap gogo rancah, urea 16,67% dan SP36 33,33 % terhadap non gogo rancah ( tanam pindah), (3) Nilai efisiensi usahatani model PTT gogo rancah cukup tinggi, yaitu 3,34 dan nilai MBCR 294 terhadap model tanam pindah. Karena itu implementasi teknologi PTT gogo rancah layak untuk di kembangkan pada lahan sawah semi intensif. Kata kunci : PTT gogo rancah, produktivitas padi, efisiensi usahatani, sawah semi intensif
ABSTRACT Up to now the management of rice farming in rainfed rice lands or rice land with short irrigation in Indramayu district has been conducted semi-intensively, therefore the product has been low. One of solution to increase rice productivity was to adopt integrated crop management (ICM) using gogo rancah model, because this model applied some appropriate technologies, that can be adapted under local conditions. Assessments conducted in the village of Cantigi Wetan, District Cantigi, Indramayu Regency in rainy season 2007/2008. The purposes of this assessment were: (1) To optimize the productivity of rice crops in semi intensive fields, and (2) To increase the efficiency of rice farming in semi intensive field. This assessment has done to examine
28
three models of technology applications there are : ICM gogo rancah model, gogo rancah, and non-gogo rancah (Transplanting), with a total area of 20 ha and 10 farmer cooperators in each model of field management. The ICM Gogo rancah components technology that adopted are: using high yielding varieties, quality seed, inorganic fertilizer efficiency, optimize land use through Legowo row planting system, and control of pests/weeds and desease with integrated way. Data was analyze with descriptively and statistics by averaging parameters, DMRT test, and R/C Ratio. The results of analysis showed: (1) the ICM gogo rancah model higher productivity than the other two models (6.7 ts / ha), and (2) The implementation of the ICM gogo rancah model at farmers level can use fertilizer more efficient, there are: urea 16,67%, SP-36 50% to gogo rancah, 16.67% urea, SP-36 33.33% to non gogo rancah; transplanting (3) The efficiency index of ICM gogo rancah model is high enough, is 3.34 and the value of the model 294 MBCR transplanting. The implementation of the technology ICM gogo rancah model feasible to develope in semi intensive fields. Keywords: ICM gogo rancah, rice productivity, farm efficiency, semi intensive fields
PENDAHULUAN Kabupaten Indramayu saat ini memiliki lahan sawah seluas 114.141 ha mampu menghasilkan produksi padi sebanyak 1,26 juta t/th, dimana jumlah tersebut telah jauh melampaui kebutuhan wilayah, yaitu sekitar 0,4 juta t/th (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, 2006). Produktivitas padi rata-rata lahan sawah telah mencapai sekitar 5,52 t/ha, sedangkan tingkat produktivitas padi pada lahan sawah tadah hujan dan sawah Semi Intensif baru mencapai rata-rata kurang dari 4,5 t/ha (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008). Sementara itu menurut Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu (2006), di daerah Kabupaten Indramayu terdapat 22.130 Ha lahan sawah tadah hujan dan 15.235 Ha lahan sawah irigasi berpengairan singkat yang pengelolaannya secara semi intensif. Menurut Fagi (1995) lahan sawah tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan sawah irigasi, walaupun capaian produksinya baru berkisar antara 2,5 – 4,0 t/ha. Beberapa karakteristik yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman padi pada lahan sawah tadah hujan diantaranya adalah, ketersediaan air tidak menentu, kesuburan lahan rendah, populasi gulma tinggi, dan penggunaan varietas lokal. Dengan demikian terjadi senjang (gap) cukup tinggi antara tingkat produktivitas padi sawah irigasi dengan produktivitas padi lahan sawah semi intensif. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2007) menyatakan bahwa pengelolaan tanaman terpadu (Integrated Crop Management) atau PTT pada padi sawah, merupakan pendekatan pengelolaan usahatani padi, dengan mengimplementasikan
29
berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis. PTT menggabungkan semua komponen usahatani terpilih yang serasi dan saling komplementer, untuk mendapatkan hasil panen optimal dan kelestarian lingkungan (Sumarno, et al., 2000). Menurut Sumarno dan Suyamto (1998), PTT merupakan good agronomic practices yang antara lain meliputi; (a) penentuan pilihan komoditas adaptif sesuai agroklimat dan musim tanam, (b) varietas unggul adaptif dan benih bermutu tinggi, (c) pengelolaan tanah, air, hara dan tanaman secara optimal, (d) pengendalian hama-penyakit secara terpadu, dan (e) penanganan panen dan pasca panen secara tepat. Upaya lain bagi peningkatan produktivitas tanaman padi pada lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah semi intensif adalah cara tanam gogo rancah (gogo rancah), cara ini biasa digunakan untuk efisiensi penggunaan air dan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) padi dari IP-100 menjadi IP-200. Menurut Taslim et al., (1989), sistem pertanaman padi gogo rancah meringankan pekerjaan dan keperluan tenaga kerja, memajukan waktu panen, meratakan penyebaran waktu penggunaan tenaga kerja dan waktu masaknya hasil. Keuntungan lainnya adalah dapat menghindari masa paceklik dan tersedianya modal pada pengolahan tanah selanjutnya (Djauhari dan Krisnaningsih, 1983). Kajian PTT padi pada lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah semi intensif khususnya pada budidaya padi gogo rancah, seperti di Kecamatan Tanjung Sekar, Kabupaten Pati dan Kecamatan Ujung Jaya, Kabupaten Sumedang hasilnya masingmasing mencapai 6,0 dan 6,8 t/ha, sedangkan teknologi petani hanya mencapai 5,6 dan 4,4 t/ha (Pane et al., 2006). Hasil ini menunjukkan gambaran lebih baik dibandingkan cara konvensional yang biasa dilakukan petani. Berdasarkan uraian tersebut, kajian PTT padi dengan cara tanam gogo rancah pada lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah semi intensif di Kabupaten Indramayu, perlu dilakukan. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan PTT padi dibandingkan dengan teknologi petani serta efisiensi usaha padi di wilayahdengan sub agroekosistem lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah semi intensif.
METODOLOGI Pengkajian ini dilakukan pada lahan petani melalui pendekatan partisipatif on farm research di Desa Cantigi Wetan, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu. Desa tersebut merupakan laboratorium Prima Tani Lahan Sawah Semi Intensif (LSSI) yang sebagian besar petaninya telah mengadopsi model PTT padi gogo rancah.
30
Pengkajian dilakukan pada bulan Desember 2007 – Maret 2008 (MH 2007/2008). Materi dan teknologi budidaya kajian, adalah : (A). PTT gogo rancah (gogo rancah), (B). gogo rancah, dan C. Non gogo rancah (tanam pindah). Budidaya gogo rancah adalah cara tanam padi yang dilakukan pada saat lahan sawah dalam keadaan kering/belum diairi dan menggunakan benih secara langsung, tanpa persemaian serta menggunakan teknologi petani (konvensional). Budidaya non gogo rancah (tanam pindah) adalah cara tanam padi yang dilakukan pada lahan sawah dalam kondisi cukup air, menggunakan bibit melalui persemaian serta menggunakan teknologi konvensional. PTT gogo rancah adalah cara tanam padi yang dilakukan pada saat lahan sawah dalam keadaan kering/belum diairi dan menggunakan benih secara langsung tanpa persemaian dengan menerapkan komponen teknologi PTT, meliputi penggunanan varietas unggul, benih bermutu, efisiensi penggunaan pupuk anorganik berdasarkan status hara dan bagan warna daun, optimasi pemanfaatan lahan melalui sistem tanam jajar legowo, dan pengendalian hama/gulma dan penyakit terpadu. Perbedaan prinsip dalam ketiga teknologi tersebut terletak pada jenis atau bentuk benih/bibit dan kelengkapan komponen teknologi yang diaplikasikan. Teknologi C dan B masing-masing menggunakan benih dan bibit, dan teknologi konvensional petani, sedangkan pada teknologi A mengaplikasikan teknologi B plus dengan komponen teknologi PTT. Kajian komponen PTT gogo rancah yang diterapkan di lokasi pengkajian adalah : (1) penggunanan varietas unggul, (2) benih bermutu, (3) efisiensi penggunaan pupuk anorganik berdasarkan status hara dan bagan warna daun, (4) optimasi pemanfaatan lahan melalui penerapan sistem tanam jajar legowo, dan (5) pengendalian hama/gulma dan penyakit terpadu. Tabel 1. Komponen tiga paket teknologi yang diuji di lahan petani di Desa Cantigi Wetan, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu MH 2007/2008.
1.
Komponen Teknologi Varietas
2.
Benih
3.
Pemupukan - Urea - SP 36 Jarak tanam
No.
4.
PTT gogo rancah Situ Bagendit, Ciherang Label Ungu dan biru
Gogo rancah Ciherang
Non gogo rancah (Tanam Pindah) Ciherang
Label biru, dihasilkan sendiri
Label biru, dihasilkan sendiri
250 kg/ha, BWD
300 kg/ha
300 kg/ha
Legowo 2 :1 50 cm x 25 cm x 12,5 cm
Tegel
Tegel
31
5.
Pengendalian hama penyakit, dan gulma
Terpadu
Pestisida
Pestisida
Parameter yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah anakan produktif per rumpun, panjang malai, jumlah gabah berisi per malai, jumlah rumpun/ha, potensi produksi, dan bobot 1000 butir gabah pada tiga model pengelolaan yaitu PTT gogo rancah, gogo rancah, dan non gogo rancah (Tapin), dan penggunaan input produksi dan curahan tenaga kerja yang dikumpulkan melalui survai dan wawancara dengan responden yang ditentukan secara sengaja sebanyak 10 orang yang terlibat secara langsung pada masing – masing model pengelolaan kegiatan usahatani padi. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan parameter rata-rata dan uji DMRT.
Sedangkan data usahatani dianalisis secara acounting dengan
menggunakan parameter R/C.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Padi Keragaan hasil kajian mengenai pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman dengan penerapan teknologi PTT gogo rancah, gogo rancah dan non gogo rancah (Tanam pindah) di lokasi kajian Desa Cantigi Wetan, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Keragaan Pertumbuhan dan Produksi dengan model pengelolaan PTT Gogo rancah, Gogo rancah non PTT, dan non gogo rancah (tapin) di Desa Cantigi Wetan, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu MH 2007/ 2008
No
Paket Teknologi Non gogo PTT Gogo Gogo rancah (Tanam rancah rancah Pindah) 102,4a 99,8b 95,5c
Parameter
1. Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan produktif 2. (batang/rumpun) 3. Panjang malai (cm) Jumlah gabah berisi per malai 4. (butir) 5. Jumlah rumpun per ha (rumpun) 6. Produksi (kw GKP/ha) 7. Bobot 1000 butir gabah (gram)
20,1a 21,1a
18,3a 19,7a
16,5ab 18,7b
123,7a 596.416 a 67,3a 26,7a
102,7b 523.543b 58,7b 24,5a
99,6c 501.785c 50,4c 21,4b
Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT 5 % dan 1 %
32
Hasil analisis tinggi tanaman, jumlah gabah berisi per malai , jumlah rumpun per ha maupun potensi produksi menunjukkan bahwa dengan model PTT gogo rancah berbeda nyata dengan model pengelolaan gogo rancah maupun tanam pindah, artinya dengan teknologi PTT gogo rancah lebih baik dibandingkan dengan gogo rancah dan non gogo rancah (tanam pindah).
Perbedaan tersebut terjadi karena adanya
perbedaan penerapan komponen teknologi PTT oleh petani, dalam hal ini sistim tanam jajar legowo, dimana sistem tanam tersebut berkaitan dengan efek pencahayaan karena menerapkan sistem jajar legowo 2:1 sehingga sinar matahari menyinari secara merata. Menurut Imran dan Syarifudin (2006), umumnya tanaman yang berada dibagian pinggir sawah dekat pematang selalu lebih baik pertumbuhan, kualitas dan produksinya dibandingkan dengan tanaman yang berada di bagian tengah sawah. Fenomena ini mudah dipahami, karena semua tanaman yang berada dipinggir mendapat penyinaran matahari yang cukup, lebih mudah dirawat dan diawasi, dan tidak disukai oleh berbagai hama atau penyakit tanaman. Dalam hal produksi gabah, hasil kajian menunjukkan bahwa dengan teknologi PTT gogo rancah lebih tinggi dibandingkan dengan model pengelolaan gogo rancah dan non gogo rancah yang tidak mengaplikasikan komponen teknologi PTT, yaitu masing-masing mencapai 67,3 kw/ha GKP, 58,7 kw/ha GKP, dan 50,4 kw/ha GKP. Hal ini disebabkan penggunaan benih yang bermutu, penggunaan varietas unggul, pemupukan berimbang spesifik lokasi, penerapan jarak tanam legowo 2:1, dan pengendalian hama/penyakit dan gulma terpadu. Menurut Las. I (2002), PTT dapat meningkatkan hasil 2,4 – 3,9 t/ha dibanding teknologi konvensional petani. Pengalaman penerapan model pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada lahan sawah irigasi di Sukamandi dapat mencapai rata-rata 8 – 9 t/ha GKG atau sekitar 1,5 sampai 2,0 t/ha lebih tinggi dari rekomendasi biasa, dan konsisten selama 4 musim tanam. Hal yang lebih menggembirakan setelah diterapkan pada tingkat petani pada 8 propinsi penghasil beras terbesar, hasilnya konsisten lebih tinggi dari paket Bimas (Toha dan Gani, 2001). Efisiensi Usahatani Implementasi teknologi PTT gogo rancah ditingkat petani, selain dapat meningkatkan hasil produksi padi per satuan luas, juga dapat meningkatkan pendapatan petani. Rata-rata hasil produksi dan penerimaan usahatani padi pada lahan sawah semi intensif di lokasi kajian mencapai 58,7 kw/ha dan Rp. 12.266.666,6 /ha (Tabel 3).
33
Hal ini menunjukkan bahwa, produksi dan pendapatan usahatani padi dengan penerapan teknologi PTT gogo rancah meningkat 31,9 % atau Rp. 3,68 juta/ha dibandingkan dengan petani gogo rancah yang tidak menerapkan komponen teknologi PTT. Sedangkan jika dibandingkan dengan petani yang menerapkan teknologi non gogo rancah(tanam pindah) peningkatannya mencapai Rp 4,98 juta/ha (43,1 %). Hal ini membuktikan bahwa baik secara teknis agronomis, maupun secara ekonomi, teknologi PTT padi gogo rancah layak dikembangkan, sebab hasil analisis memberi keuntungan lebih tinggi daripada kedua model yang lainnya.
Tabel 3. Keragaan ekonomi dan teknis usahatani padi dengan tiga paket teknologi berbeda pada lahan sawah semi intensif di lokasi pengkajian, MH 2007/2008.
Keragaan ekonomi usahatani padi Dengan tiga paket teknologi No.
Parameter PTT Gogo rancah
1.
2.
3. 4 5 6. 7. 8. 9.
Jenis sarana Produksi - benih (kg) (Rp) - Pupuk An organik - Urea (kg) (Rp) - SP-36 (kg) (Rp) - Pestisida (kg) (Rp) - Herbisida (l) (Rp) Alokasi Tenaga Kerja - Persiapan lahan (HKT) (Rp) - Tanam (Rp) - Pemeliharaan (HOK) (Rp) - Panen/Pasca panen (HOK) (Rp) Produksi GKP (t/ha) Luas Garapan (ha) Total biaya Nilai Penerimaan Nilai Pendapatan Nilai Efisiensi/RC MBCR
Gogo rancah
Non Gogo rancah (Tanam Pindah)
Keragaan teknis usahatani padi Dengan tiga paket teknologi Non PTT Gogo Gogo Gogo rancah rancah rancah (Tanam Pindah)
120.000
240.000
90.000
40
80
30
325.000 150.000 100.000 135.000
390.000 300.000 150.000 135.000
390.000 200.000 99.000 67.500
250 100 5 6
300 200 5 6
300 150 3 3
560.000 550.000
560.000 440.000
560.000 440.000
2 40
2 30
2 50
1.426.000
1.633.000
1.500.000
89
114
109
90.000 90.000 3.456.000 3.938.000 15.000.000 11.800.000 11.544.000 7.862.000 3,34 1,99 294 2,4
90.000 3.436.500 10.000.000 6.563.500 1,91
3 67,3 1 -
3 58,7 1 -
3 50,4 1 -
Disisi lain, biaya pemeliharaan tanaman dengan teknologi PTT gogo rancah lebih rendah dibandingkan dengan teknologi gogo rancah dan non gogo rancah(tanam
34
pindah) yaitu masing-masing Rp. 1,43 juta/ha, Rp. 1,63 juta/ha dan Rp. 1,5 juta/ha, dengan kata lain, efisiensi biaya usahatani teknologi PTT gogo rancah lebih tinggi dari pada usahatani yang mengaplikasikan teknologi konvensional. Keuntungan penerapan komponen teknologi PTT gogo rancah yang lain yaitu sistem tanam jajar legowo yang memudahkan dalam pemeliharaan (pemupukan, dan pengendalian hama/penyakit dan gulma terpadu) yang menyebabkan biaya pemeliharaan pada teknologi PTT gogo rancah lebih rendah. Produksi yang dihasilkan dengan menerapkan teknologi PTT gogo rancah lebih tinggi dibandingkan dengan teknologi konvensional gogo rancah dan non gogo rancah (tanam pindah), maka nilai pendapatan yang diperolah dari penerapan teknologi PTT gogo rancah lebih tinggi dari nilai pendapatan kedua teknologi konvensional, yaitu berturut-turut sebesar Rp. 11,54 juta/ha untuk teknologi PTT gogo rancah, Rp. 7,86 juta/ha untuk gogo rancah, dan Rp. 6,56 juta/ha untuk non gogo rancah(tanam pindah). Perbedaan pendapatan ini selain dipengaruhi oleh tingginya hasil GKP, juga dipengaruhi oleh rendahnya penggunaan input sarana produksi, terutama penggunaan pupuk anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang sesuai dengan rekomendasi di lokasi pengkajian pada penerapan teknologi PTT gogo rancah, menyebabkan jumlah produksi meningkat dan dapat menekan biaya lebih efisien.
Rata-rata efisiensi
penggunaan pupuk pada teknologi PTT gogo rancah dibandingkan dengan gogo rancah, rata-rata adalah : untuk urea 16,67% (dari 300 kg menjadi 250 kg/ha), SP-36 50 % (dari 200 kg menjadi 100 kg/ha). Sedangkan jika dibandingkan dengan non gogo rancah (Tanam pindah) adalah : untuk urea 16,67% (dari 300 kg menjadi 250 kg/ha), SP-36 33,33 % (dari 150 kg menjadi 100 kg/ha). Dalam penggunaan benih pada teknologi PTT gogo rancah dan gogo rancah jumlahnya lebih banyak yaitu 40 – 80 kg/ha jika dibandingkan dengan pengelolaan non gogo rancah (Tanam pindah) yang hanya 30 kg/ha. Hal ini disebabkan karena perbedaan dalam cara tanam, yaitu sistim gogo rancah menggunakan cara tanam benih langsung (Tabela), sedangkan non gogo rancah menggunakan cara tanam pindah (Tapin), sehingga jumlah benih yang digunakan dalam cara tanam gogo rancah, Tabela lebih banyak dibandingkan dengan cara Tapin. Ditinjau dari aspek efisiensi biaya juga menguntungkan petani, sebab biaya produksi yang digunakan untuk pelaksanaan usahatani padi yang menerapkan teknologi PTT gogo rancah lebih rendah (efisien) dibandingkan dengan usaha tani dengan menerapkan gogo rancah, yaitu masing-masing mencapai sekitar Rp 3,46
35
juta/ha dan Rp. 3,94 juta/ha. Namun demikian, jika dibandingkan dengan non gogo rancah (Tanam pindah), biaya produksi yang dikeluarkan pada penerapan teknologi PTT gogo rancah masih relatif lebih tinggi, yaitu sekitar 3,46 juta/ha dan Rp 3,44 juta/ha.
Penyebabnya adalah pada penerapan teknologi PTT gogo rancah
penggunaan herbisida yang lebih banyak, sehingga biaya produksi pada pengelolaan sistim gogo rancah menjadi lebih tinggi. Perhitungan nilai efisiensi yang diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah nilai penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, usahatani dengan penerapan teknologi PTT gogo rancah yang dilakukan petani di lokasi pengkajian memiliki nilai efisiensi (NE) 3,34 lebih tinggi dibanding hasil pengkajian Pane et al., (2006) di Desa Ujung Jaya maupun Desa Tanjung Sekar, masing-masing 2,35 dan 2,37. Makna Nilai Efisiensi dalam analisis ini mengandung arti bahwa investasi pada usahatani padi dengan menerapkan teknologi PTT gogo rancah di lokasi pengkajian sebesar Rp. 1,00 dapat menghasilkan nilai penerimaan sebesar Rp. 3,34 lebih tinggi dari teknologi konvensional gogo rancah maupun non gogo rancah (Tanam pindah), dimana nilai efisiensi masing-masing adalah 1,99 dan 1,91. Dengan demikian, secara ekonomis penerapan teknologi PTT gogo rancah lebih menguntungkan daripada penerapan teknologi non PTT. Berdasarkan hasil perhitungan MBCR antara PTT gogo rancah dengan non gogo rancah (tanam pindah) sebagai kontrol, maupun gogo rancah dengan non gogo rancah, nilai masing-masing adalah 294 dan 2,4. Nilai tersebut menunjukan bahwa baik PTT gogo rancah maupun gogo rancah secara ekonomis menunjukan kinerja yang lebih baik dari pada non gogo rancah (tanam pindah) yaitu model pengelolaan yang biasa dilakukan oleh petani dengan nilai MBCR > 1.
Gambaran tersebut
mengandung arti bahwa secara ekonomis menerapkan PTT gogo rancah lebih menguntungkan dibandingkan dengan gogo rancah maupun tanam pndah.
KESIMPULAN
1.
Model PTT gogo rancah di lokasi Desa Cantigi Wetan (Indramayu) menghasilkan produktivitas padi lebih tinggi daripada model pengelolaan gogo rancah maupun non gogo rancah (Tanam pindah), masing-masing yaitu 67,3 kw GKP/ha dan 0,54 – 58,7 kw GKP/ha.
36
2.
Secara teknis, agronomis, maupun secara ekonomis, model PTT gogo rancah lebih tinggi dari model gogo rancah maupun non ggo rancah (tanam pindah)
3.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi implementasi model PTT gogo rancah, diperlukan strategi pengembangan dan pemasyarakatan, salah satunya adalah dengan melaksanakan unit-unit percontohan di wilayah kerja Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat melalui SKPD terkait.
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008. Petunjuk Teknis Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Tadah Hujan, Hal. 2 Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Indramayu, 2006. Laporan Tahunan Dinas Pertania dan Peternakan Kabupaten Indramayu Tahun 2005. Djauhari, A. dan Krisnaningsih. 1983. Dampak penelitian pola tanam di Way Seputih dan Madura. Lokakarya Teknologi dan Dampak Penelitian Pola Tanam dan Usahatani, Bogor, 20-21 Juni 1983, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor, P: 305-320. Fagi, A.M. 1995. Strategies for Improving Rainfeld Lowland Rice Production System in Central Java. in Rainfeld Lowland Rice. Agricultural Research for High-Risk Environment. International Rice Research Institute , Los Banos Institute. P: 189-199. Imran dan Syarifudin. 2006.
Pengembangan Usahatani Padi dengan Cara Tanam
Jajar Legowo 2 : 1 (Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Lahan Marginal) Hal. 265-270 Las, I., 2002, Pengembangan Intensifikasi Padi Sawah Irigasiberdasarkan PTT. Salah satu Inovasi Teknologi Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Padi. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Usahatani Terpadu Berwawasan Agribisnis Mendukung Pemanfaatan Sumberdaya Pertanian Jawa Barat. Lembang 16 April 2002. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Pane, H., S. Abdulrahman, I.B. Purboyo, Prayitno dan I. Las. 2006. Increasing Gogo Rancah Rice Through Integrated Crop Management Approach. Proseedings of
37
International Rice Confrence 2005 September 12-14 Tabanan-Bali, Indonesia. (Sumarno et al., Eds) Indonesia Center for Rice Research (ICRR), Indonesian Center for Food Crops Research and Development (ICFORD), Indonesian Center for Food Crops Research and Development (IAARD) Book 1:155-163. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Tadah Hujan. P: 2. Sumarno, I.G. Ismail, dan S. Partohardjono. 2000. Konsep usahatani ramah lingkungan. dalam. Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Tggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis Peningkatan Paroduksi Pangan. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor 22-24 November 1999. Sumarno dan Suyamto. 1998. Agroekologi sebagai Dasar Pembangunan Sistem Usaha Pertanian Berkelanjutan. Proc. Analisis Ketersediaan Sumber Daya Pangan dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Badan Litbang Pertanian. P: 235-256. Taslim, H., S. Partohardjono, dan D. Suardi. 1989. Teknik Bercocok Tanam Padi Gogogo rancahncah. Dalam M. Ismunaji (penyunting) Padi.
Buku 2. Pusat
Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Toha H.M. dan A. Gani, 2001. Evaluasi Komponen Teknologi Spesifik Lokasi untuk Pengembangan Model Pengelolaan Tanaman dan Sumbedaya Terpadu (PTT) Lahan Sawah Irigasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
38