Kelayakan Ekonomi Usahatani Padi Sawah Dengan Pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) Di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, dan Khairuddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru Kalimantan Selatan E-mail:
[email protected] Abstrak Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi adalah melalui penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya alam secara bijak dan efisiensi masukan produksi. Untuk mengembangkan PTT tersebut di tingkat pengguna, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan telah melaksanakan kajian peningkatan produktivitas hasil padi sawah yang berlandaskan penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada hamparan lahan kelompok tani dengan memanfaatkan sumberdaya petani secara optimal di lokasi kegiatan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong pada bulan September Desember 2013 dengan pendekatan before and after. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan petani setelah menerapkan PTT pada pengelolaan usahatani padi yang dikembangkannya. Data dikumpulkan dengan metode wawancara pada 10 orang petani kooperator pengkajian. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder, dan dianalisis se cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif melalui analisis Budget Parsial Sederhana, R/C, dan MBCR. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani padi sawah dengan pendekatan PTT mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp 7.329.000,- per ton(140,94%) dengan R/C ratio sebesar 2,2 dan MBCR = 3,87. Kata kunci: padi, PTT, usahatani.
Pendahuluan
Kecukupan pangan dan sistem ketahanan pangan nasionalmerupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional. Ironisnya hampir sembilan puluh persen kebutuhan pangan yang dikonsumsi penduduk Indonesia masih tergantung pada beras, sehingga usaha tani padi masih merupakan tulang punggung ekonomi perdesaan. Oleh karena itu, komoditas beraspun akan tetap menjadi sektor strategis secara ekonomi, sosial, dan politis (Budianto, 2002). Disisi lain, laju peningkatan poduktivitas padi sawah dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Sistem intensifikasi tidak lagi mampu sepenuhnya meningkatkan produksi dan produktivitas padi secara nyata. Penggunaan input yang makin tinggi untuk mempertahankan produktivitas tetap tinggi ternyata telah menurunkan efisiensi sistem produksi padi. Penurunan produktivitas terebut tidak diikuti dengan menurunnya biaya produksi sehingga daya saingnya juga menurun, dan pada akhirnya harga produk pertanian dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk pertanian luar negeri (Kasijadi at al, 2000). Produktivitas padi sawah di Kalimantan Selatan pada tahun 2010 sebesar 40,27 kw/ha menjadi 43,19 kw/ha pada tahun 2012 (BPS Kalimantan Selatan, 2013).Meskipun terjadi peningkatan poduktivitas padi sawah di Kalimantan Selatan seiring perluasan areal tanam, tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani karena penggunaan input yang
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
469
makin tinggi. Akibatnya biaya usahatani padi sawah juga semakin meningkat atau sistem produksi padi menjadi kurang efisien. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani padi adalah melalui penerapanPengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan memperhatikan penggunaan sumberdaya alam secara bijak dan efisiensi masukan produksi. Hasil uji coba PTT di 28 unit lokasi di Indonesia, teknologi PTT mampu meningkatkan produktivitas sekitar 20% dan pendapatn usahatani 35% (Budianto, 2002). Komponen atau anjuran teknologi produksi padi pada penerapan PTT adalah: (1) Penggunaan varietas padi unggul atau varietas berdaya hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi, (2) Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi, (3) Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi, (4) Penggunaan kompos bahan organik atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah, (5) Pengelolaan bibit dan tanaman padi melalui pengaturan tanaman sistem jajar legowo, penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat, serempak, penanaman bibit umur muda dengan jumlah bibit 1-3 per lubang, pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, dan pengendalian gulma, (6) Pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan pendekatan terpadu, (7) Penggunaan alat perontok gabah mekanis atau mesin. Pendekatan yang ditempuh dalam penerapan komponen PTT bersifat: (1) Partisipatif, (2) Dinamis, (3) Spesifik lokasi, (4) Keterpaduan, dan (5) Sinergis/saling menunjang antar komponen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani (Anonim, 2007). Model pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu dipandang dapat memecahkan persoalan peningkatan hasil. Pada prinsifnya PTT memadukan berbagai komponen teknologi yang saling menunjang (sinergis) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi usahatani (Polakitan dan Taulu, 2010). Oleh sebab petani mempunyai keleluasaan untuk menguji dan menerapkan komponen PTT sesuai kemampua mereka, sehingga komponen teknologi yang diterapkan dapat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi yang lain (Sugiarti dan Sution, 2011). Untuk mengembangkan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) tersebut di tingkat pengguna, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Selatan telah melaksanakan kajian peningkatan produktivitas hasil padi sawah yang berlandaskan penerapan PTT pada hamparan lahan kelompok tani dengan memanfaatkan sumberdaya petani secara optimal di lokasi kegiatan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) di Kabupaten Tabalong. Untuk mengetahui dampak pengkajian dari aspek ekonomi, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan petani setelah menerapkan PTT pada pengelolaan usahatani padi yang dikembangkannya. Metodologi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong sesuai dengan lokasi peningkatan produktivitas padi sawah dengan penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di lahan irigasi, pada bulan September - November 2013. Metode Pengumpulan Data Data bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani kooperator (pelaksana pengkajian) sebanyak 10 orangpetani dengan luas lahan usaha sebanyak 5
470
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
ha. Wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur (kuisioner) yang telah dipersiapkan. Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalahbefore and after, sehingga data yang dikumpulkan mencakup data usahatani sebelum dan sesudah pengkajian yang dilaksanakan oleh BPTP Kalimantan Selatan. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik petani, luas penguasaan lahan, jumlah dan biaya produksi, jumlah dan biaya tenaga kerja, jumlah produksi usahatani, jumlah penerimaan usahatani, dan jumlah pendapatan usahatani. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait berupa laporan-laporan, hasil-hasil penelitian, dan lain-lain yang terkait dengan tulisan ini. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Analisis Budget Parsial Sederhana. Menurut Swastika (2004), analisis Budget Parsial Sederhana dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu teknologi, sedangkan menurut Adnyana (1989), analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui tingkat pendapatan/keuntungan usahatani sebelum dan sesudah pengkajian dan selanjutnya diuraikan secara deskriptif. Pendapatan/keuntungan uasahatani merupakan selisih antara hasil perkalian jumlah produksi dan harga per unit produksi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Formulasi perhitungan pendapatan/keuntungan usahatani secara matematis sebagai berikut: I = P.Q – TC Keterangan: I
= pendapatan/keuntungan
P = harga produksi per unit Q = jumlah produksi TC = jumlah biaya produksi Untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani padi, dilakukan melalui analisis revenue cost ratio (R/C ratio). Jika R/C ratio > 1, maka usahatani mengalami keuntungan, sebaliknya jika R/C ratio < 1, maka usahatani mengalami kerugian, dan jika R/C ratio = 1 maka usahatani tidak mengalami keuntungan dan kerugian atau inpas. R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dengan formulasi secara matematis sebagai berikut: I R/C ratio = TC Keterangan: I
= penerimaan
TC = jumlah biaya produksi Untuk mengetahui perubahan tingkat pendapatan/keuntungan (MBCR/Marginal Benefit Cost Ratio) yang diperoleh sebagai akibat dari perubahan teknologi yang diterapkan, diformulasikan secara matematis sebagai berikut: I1 – I0 MBCR = TC1 – TC0
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
471
Keterangan: I1 = pendapatan/keuntungan sesudah pengkajian I0 = pendapatan/keuntungan sebelum pengkajian TC1 = jumlah biaya produksi sesudah pengkajian TC0 = jumlah biaya produksi sebelum pengkajian
Hasil dan Pembahasan Karakteristik Petani Responden Usahatani padi di lokasi penelitian merupakan usaha turun temurun atau usaha warisan dari keluarganya. Usahatani padi ini selain untuk memproduksi padi konsumsi, juga bertujuan untuk benih penangkaransejak tahun 2007. Pada lahan yang dilewati saluran irigasi, kegiatan usahatani padi dapat dilakukan pada Musim Kemarau (MK) dan Musim Hujan (MH). Karateristik petani responden disajikan pada Tabel 1. Tabel 1.Karakteristik petani responden di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong. N o 1 2 3 4 5 6 7
Karakteristik petani
Minimum
Umur petani (tahun) Pendidikan (tahun) Pengalaman usahatani (tahun) Jumlah tanggungan keluarga (tahun) Jumlah pendapatan keluarga/tahun (Rp) Jumlah pendapatan keluarga dari usahatani padi/tahun (Rp) Luas kepemilikan lahan sawah (ha) a. Milik sendiri (%) b. Milik orang lain (%)
Maksimum
Rata-rata
38 6 20 3 30.968.000 17.453.000
60 12 43 4 90.370.000 49.858.000
45,33 9 28,33 3,33 67.686.000 35.488.667
0,79 27,84 20,00
3 100 72,15
0,5 75,95 24,05
Sumber: data primer yang diolah (2013)
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata umur petani responden berkisar antara 38 - 60 tahun dengan rata-rata 45,33 tahun, hal ini berarti petani yang terlibat dalam kegiatan pengkajian umumnya masih berada pada tingkat usia produktif hingga tidak produktif. Hal ini berkorelasi dengan pernyataan petani yang umumnya sudah memiliki pengalaman berusahatani rata-rata 28,33 tahun. Biasanya umur dan pengalaman sangat mempengaruhi terhadap sistem pengelolaan usahatani yang mereka lakukan. Petani yang masih muda bisanya lebih mudah mendapatkan informasi inovasi teknologi baru dan mau mencoba hal-hal yang bersifat baru, sebaliknya petani yang sudah tua atau tidak produktif umumnya terbatas dalam mendapatkan informasi inovasi teknologi baru dan sudah sulit menerima hal-hal baru untuk mengelola usahataninya, meskipun seharusnya pengalaman responden yang cukup lama merupakan modal atau pengetahuan untuk berusahatani berdasarkan tanda-tanda kejadian dari lingkungan alam. Petani responden mengenyam pendidikan formal berkisar antara 6 - 12 tahun dengan ratarata selama 9 tahun atau setara tingkat pendidikan SMP atau hanya mencapai pada tingkat pendidikan menengah.Tinggi rendahnya pendidikan tentu berpengaruh terhadap adopsi teknologi baru, dimana semakin tinggi pendidikan biasanya lebih cepat mengadopsi teknologi baru yang diperolehnya melalui kursus/pelatihan, kegiatan penyuluhan, atau mencari sendiri melalui berbagai media informasi. Dengan bertambah pengetahuan dan berani menerapkan teknologi baru yang
472
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
berkaitan dengan perbaikan usahataninya tentu akan meningkatkan produktivitas sekaligus pendapatan keluarga respondendengan jumlah tanggungan sebanyak 3 – 4 orang per rumah tangga. Luas lahan sawah yang mereka usahakan untuk pertanaman padi adalah 0,79 –3 ha dengan rata-rata seluas 0,5 ha per rumah tangga. Umumnya lahan sawah tersebut adalah lahan milik sendiridari warisan orang tua dan pembelian sendiri(75,95%), hanya sebagian kecil (24,05%) yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dalam kegiatan usahatani padi sawah di Desa Maung menunjukkan peningkatan produktivitas sehingga petani kooperator pengkajian maupun petani non kooperator yang mengetahui hasil penerapan PTT lebih optimis untuk mengadopsi inovasi teknologi yang diintroduksikan pada kegiatan usahatani selanjutnya. Sebab mereka meyakini bahwa dengan produktivitas yang tinggi dan sistem usahatani yang lebih efisien akan memperoleh pendapatan yang tinggi pula.. Keragaan Komponen PTT Padi yang diterapkan pada usahatani padi yang dilakukan pada kegiatan pengkajian pada Tabel 1, sedangkan hasil analisis finansial usahatani padi sawah dengan penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 1. Keragan komponen PTT Padi per 1 ha luas sawah yang diterapkan pada kegiatan m-P3MI di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong tahun 2013. No Komponen PTT Padi Keterangan 1 Varietas Unggul Baru Varietas : Inpari 11 dan Inpari 17 Mutu benih : Berlabel Jumlah : 25 kg Persemaian : Basah 2 Pemanfaatan jerami Dikembalikan ke sawah 3 Penanaman Sistem tanam : Tanam pindah Umur bibit : muda (18-21 hari) Jumlah bibit : 2 batang Cara tanam : Jajar legowo 2 : 1 4 Pemupukan Urea : 75 kg NPK : 300 kg Cair/ZPT : 5 botol Organik/kandang) : 2000 kg 5 Pengendalian HPT Waktu tanam : Serentak Pembersihan galangan : Rutin, setiap 2 minggu Pengamatan hama : Rutin, setiap hari Sifat pengendalian : Antisipatif/sebelum terjadi Jesis pestisida : Furadan 3 kg : Poltos 1500 ml : Soft ground 600 ml : Astonis organic 600 ml : Explore 2500 ml 6 Pengendalian gulma Olah tanah : Sempurna Penanganan gulma : Manual dan kimiawi Frekwensi cabut rumput : setiap 2 minggu Jenis pestisida : Ally 2000 ml 7 Panen, pascapanen Umur panen : 115 hari Cara panen : Kelompok Perontokan : Power tresher Pengeringan : Dihampar di atas terpal dengan panas matahari Sumber: data primer
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
473
Tabel 2. Analisis finansial usahatani padi sawah per ha di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong pada MK 2013. Uraian
A. Saprodi 1. Benih (kg) 2. Pupuk: Urea (kg) NPK (kg) Cair/ZPT (botol) Organik/kandang (kg) 3. Obat-obatan (paket) 4. Kapur (kg) Total biaya saprodi (Rp/ha) B. Tenaga Kerja 1. Olah tanah: Traktor (paket) 2. Semai dan tanam (paket) 3. Pemupukan (kali) 4. Penyiangan (kali) 5. Pengendalian HPT (kali) 6. Panen (HOK) 7. Perontokaan (kg) 8. Angkut dari lahan ke rumah (kg) 9. Jemur, pembersihan, Pengemasan (kg) Total biaya tenaga kerja (Rp/ha) Total biaya produksi (A+B) (Rp/ha) Total biaya tunai (Rp/ha) Pendapatan bersih (Rp/ha) R/C ratio MBCR
Sebelum kajian (tanpa penerapan PTT) Fisik Nilai (Rp)
Sesudah kajian (dengan penerapan PTT) Fisik Nilai (Rp)
Perubahan
40
360.000
25
225.000
(136.000)
250 350 5 1 200
475.000 840.000 175.000 635.000 200.000 2.685.000
75 300 5 2000 1 100
142.500 720.000 175.000 1.400.000 498.000 100.000 3.260.500
(332,500) (120.000) 0 1.400.000 (137.000) (100.000) 5.755.000
1 1 3 2 106 30 3.050 3.050 3.050
1.400.000 1.200.000 300.000 300.000 636.000 900.000 475.500 152.500 475.500
1 1 3 2 50 50 5.100 5.100 5.100
1.400.000 1.575.000 300.000 300.000 300.000 1.500.000 765.000 255.000 765.000
0 375.000 0 0 (336.000) 600.000 300.000 100.000 300.000
3.050
5.839.500 8.524.500 13.725.000 5.200.500 1,61
7.160.000 10.420.500 22.950.000 12.529.500 2,20 3,87
1.339.000 1.896.000 9.225.000 7.329.500
5.100
Sumber: data primer yang diolah (2013)
Hasil analisis usahatani yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa penerapan PTT mampu meningkatan produktivitas padi sawah di lahan irigasi pada musim kemarau (MK) di Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong sebesar 67,2% atau 2.05 ton/GKP/ha, dimana rata-rata produktivitas padi sawah secara konvensional yang biasa dilakukan petani (tanpa penerapan PTT) sebesar 3,05 ton/GKP/ha, sedangkan produktivitas padi sawah setelah dilakukan pengkajian pada usahatani padi dengan penerapan komponen PTT secara partisipatif meningkat menjadi 5,1 ton/GKP/ha meskipun memerlukan modal yang lebih besar dari sebelum dilakukan pengkajian (teknik konvensional). Pada Tabel 2 juga menjelaskan bahwa dengan penerapan PTT pada sistem usahatani padi sawah di MK, petani memperoleh total penerimaan Rp 22.950.000,- per hektar yang berarti mengalami peningkatan penerimaan Rp 9.225.000 per hektar pada tingkat harga yang sama (Rp 4.500,-/kg). Nilai ratio penerimaan sebesar 2,20 yang berarti setiap biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp 1.000,-, maka akan menerima keuntungan sebesar Rp 2.200,-. Selain itu, dengan penerapan komponen teknologi PTT pada sistem usahatani padi sawah di MK, petani mendapat tambahan keuntungan sebesar Rp 7.329.500,- per hektar (140,94%), dengan nilai MBCR sebesar 3,87 yang berarti setiap tambahan biaya dalam penerapan inovasi teknologi baru
474
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
sebesar Rp 1.000,- dapat meningkatkan penerimaan sebesar Rp 3.870,-Hal ini berarti penerapan inovasi teknologi dalam peningkatan produktivitas padi sawah di lahan irigasi dengan penerapan PTT sangat layak untuk dikembangkan ke wilayah yang lebih luas dengan tipe agro-ekosistem yang relatif sama dengan Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong provinsi Kalimantan Selatan. Kesimpulan dan Saran Peningkatan produktivitas padi sawah dengan penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) di lokasi kegiatan m-P3MI (Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi) Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong memberikan dampak yang positif terhadap tingkat pendapatan/keuntungan, dimana terjadi peningkatan pendapatan/keuntungan sebesar Rp 7.329.500,- per hektar (140,94%), nilai R/C ratio sebesar 2,2 menunjukkan bahwa setiap biaya usahatani yang dikeluarkan sebesar Rp 1.000,-, maka akan menerima keuntungan sebesar Rp 2.200,- dan nilai MBCR sebesar 3,87 menunjukkan bahwa setiap tambahan biaya dalam penerapan inovasi teknologi baru sebesar Rp 1.000,- dapat meningkatkan penerimaan/keuntungan sebesar Rp 3.870,- . Dalam upaya peningkatan pendapatan petani di Kalimantan Selatan melalui penerapan PTT agar produktivitas padi sawah meningkat, sangat layak dikembangkan di daerah lain yang mempunyai tipe agro-ekosistem yang relatif sama dengan Desa Muang Kecamatan Jaro Kabupaten Tabalong sebagai program kebijakan pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan.
Daftar Pustaka Adnyana, O.M. 1989. Analisis Ekonomi dalam Penelitian Sistem Usahatani. Latihan Metodologi Penelitian Sistem Usahatani. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 1989. 12 halaman. Anonim. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Balitbangtan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Budianto, J. 2002. Tantangan dan Peluang Penelitian dan Pengembangan Padi dalam Perspektif Agribisnis. Kebijakan Perberasan dan Inovasi Teknologi Padi (Buku 1). Puslitbang Tanaman Pangan. Balitbangtan. Bogor. Budianto, J. 2002. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu di Indoneia. Disampaikan pada Lokakarya Peningkatan Program Produktivitas Padi Terpadu 2002. Yogyakarta. 17-18 Desember 2002. BPS Kalimantan Selatan. 2013. Kalimantan Selatan dalam Angka Tahun 2013. Biro Pusat Statistik Kalimantan Selatan. Banjarmasin. Kasijadi F, Suyamto, M.Sugiharto. 2000. Rakitan Teknologi Budidaya Padi, Jagung, dan Kedelai. Spesifik Lokasi Mendukung Gema Palangung di Jawa Timur. BPTP Jawa Timur. Karangploso. Ningsih, RD. 2013. Laporan Akhir Kegiatan SL-PTT di Kalimantan Selatan Tahun 2013. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
475
Polakitan, A. dan L.Taulu, 2010. Kajian Produktivitas Beberapa VUB Padi Sawah dengan Pendekatan PP di Lahan Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Minahasa dalam Prosiding Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Program Pembangunan Pertanian Sulawesi Utara. Halaman 189 – 194. Sugiarti, T. dan Sution. 2011. Kajian Usahatani Padi Sawah dengan Pendekatan PTT di Kabupaten Landak Kalimantan Barat dalam Prosiding Seminar Nasional Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian. Halaman 745 – 750. Swastika, D.S.K.2004. Beberapa Teknik Analisis dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 7 No: 1. Januari 2004. Halaman 90 – 103.
476
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016