Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tingkat Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Oleh : Ir. Pangerang, MP dan Ir. Mudakkir (Penyuluh Pertanian Kabupaten pada BPP-KP Kabupaten Maros) Email
[email protected] AgronomiPertanian.blogspot.com ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros yang dimulai dari bulan Mei 2014 sampai bulan Juli 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. 2) Untuk mengetahui hubungan antara karakteistik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dengan tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe, 3) Untuk hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe. Penelitian ini merupakan penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani yang ada pada Kecamatan Moncongloe yang melakukan pengembangan padi melalui Penerapan Teknologi PTT Padi sawah, Metode pemilihan sampel yaitu purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dan bertahap yaitu pemilihan 4 desa/kelurahan, setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani dan setiap kelompok tani dipilih 5 orang petani secara acak sederhana sehingga jumlah responden secara keseluruhan sebanyak 80 orang.
varietas unggul, tanam bibit mudah, tanam 1-3 bibit per lubang, penggunaan pupuk organik, pengairan berseling, pengendalian OPT ramah lingkungan adalah tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah, sedangkang komponen penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi tanam, pemupukan berimbang , panen tepat waktu dan penanganan pasca panen tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi; Kedua adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik petani yaitu umur, tingkat pendidikan; jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusaha tani, dan luas lahan garapan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe; Ketiga adala terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT Sawah dengan peningkatan produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Analisis Deskriptif dan Analisis Uji Chi-Square “ dengan menggunakan Program SPSS 16. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa: Pertama adalah tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi,sawah di Kecamatan Moncongloe yaitu komponen penggunaan Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Peningkatan produksi, produktivitas dan efesiensi serta daya saing produk pertanian khusunya padi dapat diwujudkan apabila didukung dengan peningkatan penguasaan teknologi tepat guna. Pemanfaatan teknologi tepat guna secara optimal akan dapat terwujud apabila ada alih teknologi dari pencipta atau pemilik teknologi kepada masyarakat pengguna teknologi. Kenyataan menunjukkan bahwa penemuan-penemuan baru mengenai teknologi cukup pesat baik oleh masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian, dan pengembangan pemerintah maupun swasta dan lain sebagainya. namun masyarakat belum dapat mengakses secara optimal temuan tersebut untuk Page 1
diambil manfaat teknologi tersebut.
akan
keberadaan
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian Republik Indonesia dalam meningkatkan produksi padi diantaranya pada tahun 2013, yaitu meningkatkan produksi, produktivitas dan kwalitas padi melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang difokuskan melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan. Tujuan program SL-PTT yang telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2008 sampai sekarang antara lain : 1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna mempercepat penerapan komponen teknologi PTT padi dalam usahataninya agar replikasi/ penyebarluasan teknologi ke petani sekitarnya berjalan lebih cepat. 2). meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas padi inbrida 0,75 ton per hektar , padi hibrida 2,0 ton per hektar dan padi lahan kering/gogo 0,5 ton per hekta (Anonim, 2013). Dalam pelaksanaan PTT terdapat 2 (dua) komponen teknologi yang dapat diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi penunjang. Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen ini sangat dianjurkan untuk diterapkan semua. Termasuk ke dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat waktu; 5) Pengendalian OPT melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik. Sedangkan komponen teknologi penunjang merupakan komponen yang memiliki Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
peranan dalam mendukung dan memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen ini sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta kondisi setempat. Komponen teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1) Pengolahan tanah yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4) Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen tepat waktu 7) Penangan Pasca Panen Kabupaten Maros telah melaksanakan SL-PTT padi sejak tahun tahun 2008, dengan harapkan petani mampu menerapkan komponen teknologi PTT setelah selesai mengikuti SLPTT, serta diharapkan juga bisa mengajak masyarakat luas untuk ikut menerapkan komponen PTT padi sehingga secara umum produktivitas, produksi dan kwalitas padi di Kabupaten Maros setiap tahun mengalami kenaikan, dengan sendirinya petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahterannya. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata luas panen padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu seluas 46.441 hektar dengan tingkat perkembangan rata-rata luas panen setiap tahun yaitu sebesar 2,08% , namun pada tahun 2011 luas panen menurun sebesar 0,12% dan pada tahun 2013 sebesar 2,34%. Sedangkan produktivitas padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebesar 62,57 kwintal per hektar dengan tingkat perkembangan peningkatan produktivitas 0,05% setiap tahun, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan produktivitas sebesar 10,53%, hal ini juga berdampak pada penurunan produksi padi kabupaten Maros pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 12,62 %, namun produksi padi kabupaten Maros untuk lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 2,32% setiap tahun
Page 2
Tabel 1.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Kabupaten Maros dari Tahun 2009-2013. Luas Panen Ha
Kenaikan / Penurunan (%) (4)
Produktivitas
Produksi
Kwt/Ha
Kenaikan / Penurunan (%)
Ton
Kenaikan / Penurunan (%)
(5)
(6)
(7)
(8)
No.
Tahun
(1)
(2)
(3)
1
2009
43,590.00
2
2010
46,550.00
6.79
62.43
3.25
290630.50
10.26
3
2011
46,492.00
(0.12)
62.75
0.50
291723.20
0.38
4
2012
48,353.00
4.00
67.14
6.99
324620.73
11.28
5
2013
47,220.00
(2.34)
60.07
(10.53)
283641.42
(12.62)
46,441.00
2.08
62.57
0.05
290,838.95
2.32
Rata-rata
60.47
263578.91
Sumber Data : BPS dan Dinas Pertanian Kab. Maros, Data Diolah Tahun 2013 Fenomena dilapangan ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi di Kabupaten Maros cenderung lambat, bahkan mengalami penurunan, hal ini terlihat jelas ditingkat petani, Penerpaan teknologi PTT yang telah disosialisasikan dan diperkenalkan melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL- PTT) sejak tahun 2008 sampai sekarang belum sepenuhnya dapat diterapkan oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani, B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe? 2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dengan tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe?
3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. 2. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dengan tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe 3. Untuk mengetahui tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar yang harus ditempuh oleh seorang penyuluh pertanian dalam
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 3
meningkatkan profesinya dalam mendapatkan banyak pengetahuan mengenai Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros” 2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi untuk tahun-tahun men datang. 3. Bagi petani, dapat dijadikan informasi dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi dalam mengelolah usahataninya. 4. Bagi peneliti, dapat dijadikan informasi dan pembanding untuk meneliti lebih lanjut mengenai
kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah E. Hipotesis 1. Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah Kecamatan Moncongloe tergolong rendah 2. Terdapat hubungan antara karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, , jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani, luas lahan garapan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah. 3. Terdapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT dengan peningkatan produktivitas padi sawah
METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai dengan bulan Juli 2014, dengan lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. B. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani yang ada pada Kecamatan Moncongloe yang melakukan pengembangan padi melalui Penerapan Teknologi PTT Padi sawah tempat penelitian akan dilaksanakan. Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah: Metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu yaitu dalam pengambilan populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa wilayah tersebut adalah merupakan wilayah pengembangan padi sawah
yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) padi di sawah. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap dengan pemilihan desa, dan kelompok tani yang dilakukan secara sengaja, sedangkan pemilihan sampel penelitian dilakukan secara acak sederhana yaitu : a. Tahap pertama, dipilih 4 desa/kelurahan secara sengaja di wilayah Kecamatan yang telah melaksanakan program SL-PTT padi sawah. b. Tahap kedua, dari setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani yang telah melaksanakan SLPTT Padi sawah. c. Tahap ketiga, pada kelompok tani tertsebut di atas dilakukan pemilihan petani responden sebagai unit analisis tingkat petani dengan jumlah sampel 5 orang petani untuk
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 4
setiap kelompok yang dipilih secara acak sederhana (Simple Random sampling). Jadi jumlah responden sebanyak 80 orang,.
1. Analisis Deskriptif : Analisis Deskriptif adalah analisis yang berhubungan dengan pengumpulan data dan peringkasan data yang dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik sebagai dasar pengambilan keputusan (Santoso Singgih, 2014).
C. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan baik melalui observasi maupun melalui wawancara kepada petani responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya.
Hipotesis yang pertama yaitu “Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe” akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau menginterpretasikan data yang ada dalam bentuk tabel atau mengkaji secara mendalam, sehingga dapat digambarkan mengenai tingkat penerapan setiap komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
2. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang bersumber dari buku, arsip, dokumen, Internet dan naskah dari Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Maros, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahan Pangan Kabupaten Maros, Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros, dan UPTD. BPSB Kabupaten Maros dan sumber-sumber lain. D.
2. Analisis “ UJI CHI-SQUARE “.
Teknik Pengumpulan Data 1. Kuesioner, pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengedarkan atau menanyakan langsung kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disediakan 2. Wawancara mendalam, data yang dikumpulkan untuk melengkapi data yang tidak sempat tertulis dalam kuesioner 3. Observasi, pengumpulan data secara langsung di lokasi penelitian untuk melakukan pengamatan yang berkaitan dengan penelitian ini.
E.
Teknik Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Crosstab dan Chi-Squae adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel Kategorikal atau digunakan melakukan uji kesesuaian dua variabel yang datanya berskala ordinal (Mustari Kahar, 2012). Hopitesis yang kedua yaitu ”Terdapat hubungan antara faktor karakteristik petani yaitu umur, pendidikan, pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan dengan tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah. Hipotesis yang ketiga yaitu “ tedapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah dengan tingkat produktivitas padi sawah Hipotesis kedua, dan ketiga dianalisis dengan Analisis “ UJI Page 5
CHI-SQUARE “ dengan menggunakan Program SPSS 16 . Menurut Sudjana (2002) dan Walpole (1995) bahwa untuk Uji Independen antara dua faktor digunakan rumus (1) yaitu ;
N {( AD - BC ) ( 12 N )} X2 = ( A + B)(C + D)( A + C )(B + D)
menilai derajat asosiasi antar faktor, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimun dengan rumus (3) :
C
= maks
2
C
Keterangan : X2 = Chi-Square N = Jumlah Sampel A,B,C,D = Nilai Tabel dalam Kontigensi ½ N = Jumlah Responden dibagi dua Pengambilan kesimpulan didasarkan F. pada : 1. Jika X2Hit ≥ X2Tabel = terdapat hubungan antara kedua variabel. 2. Jika X2Hit X2Tabel = tidak terdapat hubungan antara kedua variabel Jika hasil Analisis Chi- Square ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua variabel maka selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain digunakan rumus (2) yaitu :
X2 X 2+N
(3)
Keterangan : (1)
C=
m -1 m
(2)
Keterangan :
kontingensi
m = harga minimum antara baris dan kolom Kesimpulan didasarkan pada Makin dekat harga C kepada C maks makin besar derajat asosiasi antar faktor dengan kata lain faktor yang satu makin berkaitan dengan faktor lain. Defenisi Operasional Untuk membatasi ruang lingkup maka akan diberikan beberapa defenisi sebagai berikut : 1. Karakteristik petani adalah cirri-ciri pribadi yang melekat pada diri petani yang beusaha tani padi sawah antara lain umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan garapan. 2. Umur petani adalah lamanya usia petani padi sawah pada saat survey atau pendataan melalui wawancara yang dilakukan oleh pendata (numerator) yang diukur dengan satuan tahun Pengukurann dikelompokkan dalan interval yaitu :
C = Koefisien kontingensi X2 = Chi-Kuadrat N = Banyaknya sampel Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) bahwa makin besar Koefisien kontingensi berarti hubungan antara dua variabel sangat erat, dan C akan berkisar antara 0 dan 1,00. Sedangkan menurut Sudjana (2002) bahwa agar C yang diperoleh dapat dipakai untuk
= Koefisien maksimun
maks
a. Petani yang berumur umur 51 tahun keatas b. Petani yang berumur antara umur 40 - 50 tahun c. Petani yang berumur 39 tahun kebawah 3. Pendidikan petani adalah lamanya pendidikan formal yang telah diikuti
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 6
oleh petani yang diukur dengan satuan tahun
b. Jumlah tanggungan keluarga antara 3 - 5 orang c. Jumlah tanggungan lebih keluarga kecil 3 orang
Pengukurannya dikelompokkan dalam interval yaitu: a. Lamanya pendidikan lebih besar 12 Tahun (Sarjana) b. Lamanya pendidikan antara 7 12 Tahun (SMP/SMA) c. Lamanya pendidikan 0- 6 (SD) 4. Pengalaman berusaha tani adalah lamanya waktu dalam menjalankan usaha taninya yang dinyatakan dengan satuan tahun Pengukurannya dikelompokkan dalam interval yaitu : a. Lamanya waktu berusaha tani lebih dari 20 tahun b. Lamanya waktu berusaha tani 10 - 20 tahun c. Lamanya waktu berusaha tani kurang dari 10 tahun 5.
7. Produksi adalah hasil yang diperoleh petani sebagai akibat penggunaan beberapa faktor produksi dalam periode tertentu dan dinyatakan dalam satuan ton. 8. Produktivits adalah jumlah produksi persatuan lahan yang dinyatakan dalam kuwintal per hektar (kwt/ha). 9. Peningkatan Produktivitas adalah selisih antara hasil produktivitas yang diperoleh sebelum dan sesudah melaksanakan penerapan paket Teknologi PTT padi sawah yang diukur dengan satuan kwintal per hektar Tingkat produktivitas dikategorikan : Tingkat produktivitas tinggi adalah jika nilai skor peningkatan produktivitas petani ≥ dari nilai rata -rata skor peningkatan produktivitas petani responden . Tingkat produktivitas rendah adalah jika nilai skor peningkatan produktivitas petani < dari nilai rata -rata skor peningkatan produktivitas petani responden .
Luas lahan garapan petani adalah luas lahan yang digarap petani pada saat pendataan melalui wawancara yang dilakukan oleh pendata (numerator) yang diukur dengan satuan hektar. Pengukurannya dikelompokkan dalam interval yaitu a. Luas lahan garapan lebih besar 1 Ha b. Luas lahan garapan 0.5 - 1 Ha c. Luas lahan garapan kurang dari 0.5 Ha
10.
Pengelolaan Tanaman dan Sumber daya secara Terpadu yang sering diringkas Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu pendekatan holistik yang bersifat partisipatif yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi yang merupakan paket teknologi yang harus diterapkan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui penerapan komponen teknologi PTT yang cocok untuk kondisi .
11.
Komponen Paket Teknologi PTT adalah komponen teknologi yang dapat diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi
6. Jumlah Tanggungan keluarga petani adalah jumlah anggota keluarga., petani yang menjadi tanggung jawabnya terhadap pemenuhan kehidupan dan kesejahteraannya yang diukur dengan satuan orang Pengukurannya dikelompokkan dalam interval yaitu a. Jumlah tanggungan keluarga lebih besar 5 orang Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 7
dasar dan komponen teknologi penunjang. 12.
13.
Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen ini sangat dianjurkan untuk diterapkan semua. Termasuk ke dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat lokasi; 5) Pengendalian OPT melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik.
tepat waktu. 7) Penangaan Pasca Panen. 14.
Penerapan Komponen Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari petani untuk mengaplikasikan setiap komponen teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi. Pengukurannya yaitu : a. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi sesuai dengan anjuran diberi skor 3 b. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi kurang sesuai dengan anjuran diberi skor 2. c. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi tidak sesuai dengan anjuran diberi skor 1 Penerapan dikategorikan :
Komponen teknologi penunjang merupakan komponen yang memiliki peranan dalam mendukung dan memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen ini sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta kondisi setempat. Komponen teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1)Pengolahan tanah yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4) Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen
Tingkat penerapan tinggi adalah jika nilai skor penerapan petani ≥ dari nilai rata -rata skor petani responden . Tingkat penerapan rendah adalah jika nilai skor penerapan petani < dari nilai rata-rata skor petani responden
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Penerapan Komponen PTT Padi Sawah 1. Pengolahan Tanah Hasil analisis menunjukan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 63 orang (78,8%) yang mempunyai nilai skor diatas ratarata skor ≥ 2,78 dengan demikian tingkat penerapan pengolahan tanah dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 17
orang (21,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,78 yang dikategorikan rendah atau belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah. 2. Penggunaan Vaietas Unggul Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen penggunaan varietas unggul dari 80 orang terdapat 22
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 8
orang (27,5%) petani responden yang yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,24 yang dikategoringkan tingkat penerapan komponen PTT yaitu penerapan penggunaan varietas unggul dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 58 0rang (72,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,24 yang dikategorinkan tingkat penerapan rendah atau tingkat. Penerapan penggunaan varietas unggul belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah. 3. Pengunaan Benih Bermutu. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen penggunaan benih bermutu yaitu dari 80 orang terdapat 62 orang (77,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,80 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan penggunaan benih bermutu dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 18 0rang (22,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,80 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan penggunaan benih bermutu belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah. 4. Pengaturan Populasi Jarak Tanam Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen pengaturan populasi tanam sistem yaitu dari 80 orang terdapat 65 orang (81,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,86
yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan pengaturan populasi tanam dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 15 0rang (18,8 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,86 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan pengaturan populasi tanam belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah. 5. Tanam Bibit Mudah Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen tanam bibit muda yaitu dari 80 orang terdapat 14 orang (17,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas ratarata skor ≥ 1,26 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan tanam bibit muda dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 66 0rang (82,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,26 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan tanam bibit muda tidak sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah. 6. Tanam 1-3 Bibit perlubang Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen tanam 1-3 bibit per lubang yaitu dari 80 orang terdapat 15 orang (18,8 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,31 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 65 0rang (81,2 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 9
rata-rata skor < 1,26 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat penerapan tanam 1-3 bibit per lubang tidak sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah 7. Penggunaan Pupuk Organik Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen Penggunaan Pupuk Organik yaitu dari 80 orang terdapat 14 orang (17,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,23 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Penggunaan Pupuk Organik dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 66 0rang (82,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,23 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan Penggunaan Pupuk Organik kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah 8. Pemupukan Berimbang Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen Penggunaan pemupukan berimbang yaitu dari 80 orang terdapat 44 orang (55,0 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,71 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Penggunaan pemupukan berimbang dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 36 0rang (45,0%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,71 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan Penggunaan pemupukan berimbang
kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah 9. Pengairan berseling Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen pengairan berseling yaitu dari 80 orang terdapat 26 orang (32,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,34 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan pengairan berseling dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 54 orang (67,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,34 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan pengairan berseling kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah 10.
Pengendalian OPT Ramah Lingkungan Hasil analisis dibawah menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen Pengendalian OPT Ramah Lingkungan yaitu dari 80 orang terdapat 21 orang (26,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,24 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 59 orang (73,8%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,24 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 10
11. Panen Tepat Waktu Hasil analisis dibawah menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen panen tepat waktu yaitu dari 80 orang terdapat 63 orang (78,8%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,79 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan panen tepat waktu dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 17 orang (21,3%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,79 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan komponen panen tepat waktu kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
12. Penangan Pasca Panen Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen penanganan pasca panen waktu yaitu dari 80 orang terdapat 62 orang (77,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,78 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan penanganan pasca panen dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 18 orang (22,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,78 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan penanganan pasca panen kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
B. Hubungan antara Karakteristik Petani dengan Tingkat Penerapan PTT padi Sawah Karakterisik responen adalah ciri-ciri khusus atau sifat khas yang dimiliki oleh petani berkaitan dengan sosial ekonominya. Menurut Hartanto (1984), karakteristik sosial ekonomi petani meliputi : umur, pendidikan, luas lahan, pendapatan petani dan pengalaman berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga. Responden dalam penelitian ini sebanyak 80 orang petani padi sawah sebagai Pelaksana SL-PTT tahun 2013 dari Kecamatan Moncongloe yang diambil dari 4 desa yaitu Desa Bontomarannu, Desa Bonto Bunga, Desa Moncongloe dan Desa Moncongloe Lappara. Setiap desa dipilih 4 kelompok tani dan setiap kelompok tani ditetapkan 5 orang anggotanya sebagai responden. 1. Hubungan Responden
antara dengan
Umur Tingkat
Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kemampuan berpikir dan bekerja para petani dalam menjalankan usaha taninya sangat dipengaruhi oleh umur petani. Pada umumnya petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat serta relatif lebih mudah memerima inovasi dibanding dengan petani yang berumur lebih tua. Oleh sebab itu perbedaan umur yang dimiliki oleh seorang petani dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat kemampuan kerjanya, sedangkan petani yang berumur tua mempunyai kemampuan fisik yang sudah berkurang, tetapi mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak sehingga berhati-hati dalam menerapkan inovasi baru.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 11
Tabel 5.13. Hubungan antara Umur Petani Responden dengan Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
Tingkat
Tingkat Penerapan PTT Umur 51 Tahun keatas
Count Expected Count % of Total
Umur 40 - 50 Tahun Umur_Petani Responden
Count Expected Count % of Total
Umur 39 Tahun kebawah
Count Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
Total
Tinggi
Rendah
10
16
26
11.4
14.6
26.0
12.5%
20.0%
32.5%
18
24
42
18.4
23.6
42.0
22.5%
30.0%
52.5%
7
5
12
5.2
6.8
12.0
8.8%
6.2%
15.0%
35
45
80
35.0
45.0
80.0
43.8%
56.2%
100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Umur petani responden di Kecamatan Moncongloe dikategoringkan dalam tiga tingkatan yaitu umur 51 tahun keatas sebanyak 26 orang (32,5 %), umur 40-50 tahun senamyak 42 oang (52,5%) dan umur 39 tahun kebawah 12 orang (15,0%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani responden dikecamatan moncongloe adalah petani yang rata-rata berumur antara 40-50 tahun. Menurut Soekartawi (1988) bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 26 orang (32,5%)
petani responden yang berumur 51 tahun ketas. Dari 26 orang (32,5 %) petani responden tersebut terdapat 10 orang (12,5 %) petani responden yang memiliki umur 51 tahun keatas dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 16 orang (20,0 %) yang memiliki umur 51 tahun keatas dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Petani responden yang berumur 40 – 50 tahun sebanyak 42 orang (52,5%). Dari 42 orang (52,5 %) petani responden tersebut terdapat 18 orang (22,5 %) petani responden yang memiliki umur 40 – 50 tahun dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 24 orang (30,0 %) yang memiliki memiliki umur 40 – 50 tahun dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Petani responden yang berumur 39 tahun kebawah sebanyak 12 orang (15,0%). Dari 12 orang (15,0 %) petani responden
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 12
sedangkan X2tabel (0,95 db 1) = 5,99 Jai (X2Hitung) = 1,346 lebih kecil dari (X2tabel ) = 5,99 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,510 atau probabilitas 0,05 < 0,510. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara umur petani responden dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe .
tersebut terdapat 7 orang (8,8 %) petani responden yang memiliki berumur 39 tahun kebawah dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 5 orang (6,2 %) yang memiliki berumur 39 tahun kebawah dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.14. diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 1,346
Tabel 5.14. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Golongan Umur Petani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
a
2 2 1
.510 .512 .294
1.346 1.339 1.102 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.25.
X2hitung = 1,346
X2tabel (0,95 db 1) = 5,99
2. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Petani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden, Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan pola pikir petani dalam mengembangkan usahataninya, terutama dalam menyerap dan mengadopsi teknologi untuk meningkatkan produksi yang optimal. Tingkat pendidikan petani responden dikelompokkan dalam interval yaitu petani responden yang lamanya pendidikan formal 0 – 6 tahun ( SD) sebanyak 61 orang (76,2 %), lamanya pendidikan 7-12 tahun
C= 0,129 nilai Cmaks = 0,707 (SMP/SMA) sebanyak 16 orang (20,0%), dan lamanya pendidikan 12 tahun keatas (Sarjana) sebanyak 3 oang (3,8 %). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani responden di Kecamatan Moncongloe tingkat pendidikannya rata-rata SD.. Tingkat pendidikan petani baik formal maupun non formal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola fikir dan daya penalaran. Semakin tinggi tingkat pendidikan atau semakin lama seseorang mengenyam pendidikan akan semakin rasional pola pikir dan penalarannya.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 13
Tabel 5.15. Hubungan antara tingkat pendidikan Petani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Tingkat Penerapan PTT Lebih Besar 12 Tahun (Sarjana)
Count Expected Count % of Total
Lama Pendidikan
7 - 12 Tahun (SMP/SMA)
Count Expected Count % of Total
0-6 (SD)
Count Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
Tinggi
Rendah
Total
2
1
3
1.3
1.7
3.0
2.5%
1.2%
3.8%
7
9
16
7.0
9.0
16.0
8.8%
11.2%
20.0%
26
35
61
26.7
34.3
61.0
32.5%
43.8%
76.2%
35
45
80
35.0
45.0
80.0
43.8%
56.2%
100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 3 (3,8 %) orang petani responden yang lamanya mengikuti penididkan 12 tahun keatas (Sarjana). Dari 3 orang (3,8 %) petani responden tersebut terdapat 2 orang (2,5 %) petani responden yang memiliki umur 51 tahun keatas dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 1 orang (1,2 %) yang memiliki umur 51 tahun keatas dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Petani responden yang lamanya mengikuti pendidikan 7 -12 tahun (tamat SMP/SMA) sebanyak 16 orang (20,0 %). Dari 16 orang (20,0 %) petani responden tersebut
terdapat 7 orang (8,8 %) petani responden yang tamat SMP/SMA dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 9 orang (11,2 %) yang memiliki SMP/SMA dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Petani responden yang tingkat pendidikannya SD sebanyak 61 orang (76,2 %). Dari 61 orang (76,2 %) petani responden tersebut terdapat 26 orang (31,5%) petani responden tingkat pendidikannya SD dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 35 orang (43,5 %) yang memiliki yang tingkat pendidikannya SD dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 14
Tabel 5.16. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara lamanya pendidikan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
.672
a
2
.715
.670
2
.715
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.346
1
.557
80
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.31.
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.16 dibawah diatas menunjukkan bahwa nilai Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 4. diperoleh nilai Pearson ChiSquare (X2Hitung) = 0,672 sedangkan X2tabel (0,95 db 1) = 5,99. Jadi (X2Hitung) = 0,672 lebih kecil dari (X2tabel ) = 5,99. dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,715 atau probabilitas 0,05 < 0,715 Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe 3. Hubungan antara Jumlah Tanggungan Keluarga Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Anggota keluarga merupakan aset dalam keluarga karena merupakan sumber tenaga kerja yang potensial dalam kegiatan berusahatani. Banyaknya anggota keluarga dapat juga menjadi beban dalam keluarga , karerna semakin besar jumlah keluarga semakin besar pula beban biaya yang harus dikeluarkan kepada anggota keluarga, Dengan demikian memberikan indikasi bahwa petani responden rata-rata memiliki jumlah tanggungan keluarga yang tidak
Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap pola fikir dan daya penalaran. Semakin tinggi tingkat pendidikan atau semakin lama seseorang mengenyam pendidikan akan semakin rasional pola pilkir dan penalarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Syamsudin, (1982) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat untuk mengadopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit mengadopsi inovasi dengan cepat sehingga menyebabkan penerepannya juga telambat. terlalu besar 1-5 orang sehingga tidak merupakan penghambat dalam menerapkan PTT padi sawah Tabel 5.17 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 12 orang (15,0%) petani responden yang memiliki tanggungan keluarga lebih besar dari 5 orang . Dari 12 orang (15,0 %) petani responden tersebut terdapat 4 orang (5,0 %) petani responden yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 5 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 8 orang (10,0%) yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 5 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 15
Petani responden yang memiliki tanggungan keluarga 3-5 orang sebanyak 56 orang (70,0%). Dari 56 orang (70,0 %) petani responden tersebut terdapat 26 orang (32,5 %) petani responden yang memiliki tanggungan keluarga 3-5 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 30 orang (37,5 %) yang memiliki tanggungan keluarga 3-5 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. memiliki
kurang dari 3 orang sebanyak 12 orang(15,0%). Dari 12 orang (15,0 %) petani responden tersebut terdapat 5 orang (6,2 %) petani responden yang memiliki tanggungan keluarga kurang dari 3 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 7 orang (8,8 %) yang memiliki tanggungan keluarga kurang dari 3 orang dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah.
Petani responden yang tanggungan keluarga
Tabel 5.17.. Hubungan antara Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Tingkat Penerapan PTT Lebih Besar 5 orang
Count Expected Count % of Total
3 - 5 orang Tanggungan Keluarga
Count Expected Count % of Total
Lebih Kecil 3 orang
Count Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
Total
Tinggi
Rendah
4
8
12
5.2
6.8
12.0
5.0%
10.0%
15.0%
26
30
56
24.5
31.5
56.0
32.5%
37.5%
70.0%
5
7
12
5.2
6.8
12.0
6.2%
8.8%
15.0%
35
45
80
35.0
45.0
80.0
43.8%
56.2%
100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16 Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.18. menunjukkan bahwa nilai hasil analisis Uji Chi-Square Tests diperoleh nilai Pearson ChiSquare (X2Hitung) = 0,714 sedangkan X2tabel (0,95 db 1) = 5,99. Jadi (X2Hitung) = 0,714 lebih kecil dari (X2tabel ) = 5,99. dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,700 atau probabilitas 0,05 < 0,700. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata
antara Jumlah tanggungan keluarga responden dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. Petani yang sudah menikah dan dikaruniai anak akan berfungsi sebagai kepala keluarga dan sekaligus sebagai anggota keluarga. Sebagai kepala keluarga, petani harus bertanggung jawab terhadap pemenuhan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 16
Tabel 5.18. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Jumlah Tanggungan Keluarga Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value
df
a
2 2 1
.714 .727 .167 80
Asymp. Sig. (2-sided) .700 .695 .683
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.25.
Besarnya beban tanggungan keluarga membuat petani dalam hal ini selaku kepala keluarga lebih berusaha lagi untuk meningkatkan pendapatan usahatani agar kebutuhan keseluruhan anggota keluarga dapat terpenuhi. Apabila kebutuhan keluarga sudah terpenuhi maka dapat dikatakan kesejahteraan petani semakin meningkat. Disamping itu jumlah beban tanggunan atau jumlah anggota keluarga petani yang semakin banyak dapat difungsikan sebagai tenaga kerja dalam keluarga selama kegiatan usahatani dijalankan, sehingga biaya pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja dapatkan diminimalisasikan selama anggota keluarga itu dipekerjakan di lahan usahatani 4. Hubungan antara Pengalaman Berusaha tani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Pengalaman menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi cenderung mengakibatkan dan menghasilkan adanya diri yang timbal balik serta penyesuaian kecakapan dengan situasi baru. Selain itu, pengalaman juga dapat membentuk sikap sebagai proses semakin meningkatnya pengetahuan yang
dimiliki petani termasuk didalamnya pengalaman penggunaan teknologi baru (Purwanto,2005). Menurut Rakhmad (2001) bahwa ada pengalaman yang menyenangkan atau menyakitkan terhadap suatu obyek. Orang akan mengembangkan sikap positif terhadap obyek bila itu menyenangkan dan sebaliknya bila itu menyakitkan dia mengembangkan sikap negatif. Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 42 orang petani responden yang memiliki pengalaman berusaha tani lebih besar dari 20 tahun . Dari 42 orang (52,5 %) petani responden tersebut terdapat 19 orang (23,8%) petani responden yang memiliki jumlah pengalaman berusaha tani lebih dari 20 tahun dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 23 orang (28,8%) yang memiliki jumlah pengalaman berusaha tani lebih dari 20 tahun dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Petani responden yang memiliki pengalaman berusaha tani 10 – 20 tahun sebanyak 38 orang. Dari 38 orang (47,5%) petani responden tersebut terdapat 16 orang (20,0 %) petani responden yang memiliki pengalaman berusaha tani 10 – 20 tahun dengan tingkat penerapan PTT
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 17
tergolong tinggi, 22 orang (27,5 %) yang memiliki pengalaman berusaha tani 10 – 20 tahu dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah. Tabel 5.19.
Petani responden yang memiliki pengalaman berusaha tani kurang dari 10 tahun sebanyak 0 orang (0%).
Hubungan antara Pengalaman Berusahatani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Tingkat Penerapan PTT Lebih 20 Tahun
Pengalaman Berusahatani
Rendah
19
23
Count Expected Count % of Total
10 - 20 Tahun
18.4
23.6
42.0
28.8%
52.5%
16
22
38
16.6
21.4
38.0
20.0%
27.5%
47.5%
Expected Count Count
Total
35
45
80
35.0
45.0
80.0
43.8%
56.2%
100.0%
Expected Count % of Total
42
23.8%
Count % of Total
Total
Tinggi
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16 Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.20. menunjukkan bahwa nilai hasil analisis Uji Chi-Square Tests diperoleh nilai Pearson ChiSquare (X2Hitung) = 0,080 sedangkan X2tabel (0,95 db 1) = 5,99. Jadi (X2Hitung) = 0,080 lebih kecil dari (X2tabel ) = 5,99. dan juga
terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,778 atau probabilitas 0,05 < 0,778. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pengalaman berusaha tani responden dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
Tabel 5.20. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Pengalaman Berusahatani Petani Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
Pearson Chi-Square b Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
a
1 1 1
.778 .955 .778
.080 .003 .080 .079
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.824
.478
.779
80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.63. b. Computed only for a 2x2 table
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 18
5. Hubungan antara Luas Lahan Garapan Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
desa khususnya petani, luas lahan dan kondisi sawah sebagai lahan pertanian sangat menentukan produksi dan pendapatan rumah tangga petani (Mardikanto, 1994).
Menurut Rahardjo (1999) Tabel 5.21 menunjukkan pemilikan lahan yang sempit bahwa dari 80 orang petani cenderung pada sistem pertanian responden terdapat 15 orang (18,8 intensif, seperti pada lahan di Jawa %) petani responden yang memiliki pada umumnya. Sedang pada lahan luas lahan garapan lebih besar yang luas cenderung kepada 1hektar . Dari 15 orang (18,8 %) ekstensif. Selain lahan memiliki petani responden tersebut terdapat 8 fungsi produksi, lahan (tanah) juga orang (10,0 %) petani responden dapat digunakan untuk meminjam yang memiliki jumlah luas lahan uang di bank. Selain itu, lahan yang garapan lebih dari 1 hektar dengan luas dan usaha tani komersil, tingkat penerapan PTT tergolong berpotensi membutuhkan modal yang tinggi, 7 orang (8,8%) yang memiliki lebih besar sehingga kebutuhan akan jumlah luas lahan garapan lebih 1 kredit semakin besar pula. Sebagai hektar dengan tingkat penerapan sumber ekonomi bagi masyarakat PTT tergolong rendah. Tabel 5.21 Hubungan antara Luas Lahan Garapan Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Tingkat Penerapan PTT Lebih besar 1 Ha
Count Expected Count % of Total
Luas Lahan Garapan
0.5 - 1 Ha
Count Expected Count % of Total
Kurang dari 0.5 Ha
Count Expected Count % of Total Count
Total
Expected Count % of Total
Total
Tinggi
Rendah
8
7
15
6.6
8.4
15.0
10.0%
8.8%
18.8%
16
14
30
13.1
16.9
30.0
20.0%
17.5%
37.5%
11
24
35
15.3
19.7
35.0
13.8%
30.0%
43.8%
35
45
80
35.0
45.0
80.0
43.8%
56.2%
100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Petani responden yang memiliki luas lahan garapan 0,5 – 1,0 hektar sebanyak 30 orang (37,5 %). Dari 30 orang (37,5 %) petani responden
tersebut terdapat petani responden lahan garapan dengan tingkat
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
16 orang (20,0 %) yang memiliki luas 0,0- 1,0 hektar penerapan PTT Page 19
tergolong tinggi, 14 orang (17,5 %) yang memiliki luas lahan garapan 0,5 – 1,0 hektar dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah.
11 orang (13,8 %) petani responden yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar dengan tingkat penerapan PTT tergolong tinggi, 24 orang (30%) yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar dengan tingkat penerapan PTT tergolong rendah.
Petani responden yang memiliki luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar sebanyak 35 orang(43,8%). Dari 35 orang (43,8 %) petani responden tersebut terdapat
Tabel 5.22. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Luas Lahan Garapan Responden dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe.
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value
df
a
2 2 1
3.839 3.893 2.948 80
Asymp. Sig. (2sided) .147 .143 .086
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.56.
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.22. menunjukkan bahwa nilai hasil analisis Uji Chi-Square Tests diperoleh nilai Pearson ChiSquare (X2Hitung) = 3,839 sedangkan X2tabel (0,95 db 1) = 5,99. Jadi (X2Hitung) = 3,839 lebih kecil dari (X2tabel ) = 5,99 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,147 atau probabilitas 0,05 < 0,147. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara luas lahan garapan petani responden dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. C. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah Penerapan teknologi yang masih sederhana di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya padi sawah
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas adalah melalui penerapan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) Padi sawah. Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari petani untuk mengaplikasikan teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi. Tabel 5.23 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 35 orang (43,8 %) yang tingkat penerapan PTT padi sawah tinggi, dan 45 0rang(56,2%) yang tingkat penerapan PTT padi sawah rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Moncongloe tingkat penerapat PTT yang dilakukan oleh petani masih tergolong rendah. Sedangkat tingkat kenaikan produktivitas padi sawah dari 80 orang
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 20
petani responden terdapat 31 orang (38,8%) yang tingkat kenaikan produktivitasnya masuk kategori tinggi, 49 orang(61,2%) yang masuk kategori
rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan produktivitas padi diKecamatan Moncongloe dikategorikan masih rendah.
Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kenaikan_Produktivit as
Tinggi
Rendah
26
9
35
13.6
21.4
35.0
32.5%
11.2%
43.8%
5
40
45
Expected Count
17.4
27.6
45.0
% of Total
6.2%
50.0%
56.2%
31
49
80
Count Expected Count
Tingkat_Penerapan_PT T
Total
% of Total Rendah
Total
Tinggi
Count
Count Expected Count % of Total
Selanjutnya pada tabel 5.34 menunjukkan bahwa dari 35 orang (43,8%) yang tingkat penerapannya tinggi terdapat 26 orang (32,5%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan hanya 9 orang(11,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas rendah. Sedangkan tingkat penerapan PTT rendah 45 orang(56,2%), dari 45 orang tersebut terdapat 31 orang(38,8%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan terdapat 49 oang (61,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas rendah. Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.24 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 33,105 2 sedangkan X tabel (0,95 db 1) = 3,841
31.0
49.0
80.0
38.8%
61.2%
100.0%
Jai (X2Hitung) = 33,105 lebih besar dari (X2tabel ) = 3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C).. Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,541 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,541 dengan 0,701) sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe sangat kuat.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 21
Tabel 5.24.. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros df
Asymp. Sig. (2-sided)
33.105
a
1
.000
30.497
1
.000
35.520
1
.000
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b N of Valid Cases
32.692
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.000
.000
.000
80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.56. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 33,105
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat penerapan PTT padi sawah makin tinggi pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan dan sebaliknya makin rendah tingkat penerepan PTT padi sawh makin rendah pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan. Kecamatan Moncongloe termasuk kategoti tingkat penerapan PTT rendah dengan tingkat kenaikan produktivitas rendah hal ini disebabkan karena beberapa komponen teknologi PTT yang belum maksimun diterapkan dan masuk kategori penerapan rendah seperti pengunaan benih bermutu, pengaturan populasi jaran tanam (sisten tanam jajar legowo), tanam bibit mudah, tanam bibit 1-3 bibit perlubang, penggunaan pupuk organik, Pemupukan beimbang, pengaian berseling. Rendahnya tingkat penerapan PTT di Kecaman Moncongloe disebabkan karena kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
C= 0,541
nilai Cmaks = 0,707
Untuk memudahkan petani menerapkan anjuran komponen teknologi PTT padi sawah, maka sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida harus tersedia sesuai dengan enam tepat yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat penggunaan. Namun hingga saat ini petani belum seluruhnya menggunakan sarana teknologi produksi seperti benih bermutu, pupuk, pemanfaatan air, dan pestisida dengan berbagai alasan bahwa tidak tersedia saat dibutuhkan, harganya tidak terjangkau, dan dengan pemakaian sarana teknologi seadanya dianggap sudah cukup layak untuk mendukung berlangsungnya usahatani. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau dan menyadari pentingnya pemakaian sarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi produksi secara baik dan benar dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatannya.
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 22
KESIMPULAN DAN SARAN A, Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat penerapan komponen teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi, a. Penerapan pengolahan tanah, penerapan penggunaan benih bermutu, penerapan pengaturan populasi tanam, penerapan tanam 1-3 bibit per lubang, penerapan pengendalian OPT ramah lingkungan, Tingkat penerapan panen tepat waktu, dan penerapan penanganan pasca panen adalah semuanya sudah sesuai dengan rekomendasi PTT padi sawah dan tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi. b. Penerapan penggunaan varietas unggul, Tingkat penerapan tanam bibit mudah, penerapan penggunaan pupuk organik,penerapan pemupukan berimbang. dan penerapan pengairan berseling adalah belum sesuai dengan rekomendasi PTT padi sawah dan tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah; 2. Tidak terdapat Hubungan yang nyata antara Faktor Karakteristik Petani yaitu Umur petani, tingkat pendidikan petani. Jumlah tanggungan keluarga , pengalaman berusaha tani, dan luas lahan garapan dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT Sawah dengan peningkatan produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
B, Saran 1.
2.
3.
Petani hendaknya menerapkan semua komponen PTT yang diajarkan dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Petani masih membutuhkan pendampingan berkala dari PPL dan dinas terkait mengenai keberlanjutan penerapan komponen PTT, Dalam kegiatan sosialisasi pihakpihak yang memberikan informasi, baik petugas penyuluh lapang maupun pihak Dinas Pertanian sebaiknya memberikan informasi tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara lengkap sehingga petani mengetahui semua informasi yang berkaitan dengan PTT, DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros _______,2010. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros _______, 2011. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros _______,2012. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros ______ 2012. Kecamatan Moncongloe dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros ------------ 2012. Statistik penggunaan lahan 2012. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 23
Anonim, 2013. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung Tahun 2013. Departemen pertanian Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Bobihoe. J. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT)Padi sawah. Inovasi Teknologi Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Departemen pertanian Catur, Sri, 2002, Program Intensifikasi Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). DEPTAN Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,Jawa Tengah, Deptan, 2004, Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman Dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Hartanto, 1984. Petani Kecil dan Karakteristiknya. CV. Yasaguna. .Jakarta.. Kushartanti, E., Suhendrata, et al. 2007. Petunjuk Teknis PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Mustari Kahar, 2012. Analisis Statistika dengan SPSS. Masagena Press. Makassar. Nurawan, Agus., Yati Haryati, dan Dinim Florina. 2011. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional “Implementasi Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto Samsudin, U, 1982, Dasar-dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian, Angkasa Offset, Bandung. Santoso.Singgih., 2014. SPSS 22 From Esensial to Expert Skiil. PT. Gramedia. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Effendi. 1997. Metode Penelitian Survei. PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta. Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Jakarta:Universitas Indonesia (UIPress) Sudjana. 2002. Metode Tarsito, Bandung
Statistika.
Mardikanto, Totok, 1994, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret University Press, Surakarta,
Makalah ini disampaikan pada Seminar Tanggal 6 Maret 2015
Page 24