Pertiwi et al. – Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI MELALUI PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH DI KABUPATEN BATANG Miranti D. Pertiwi, Intan Gilang C, dan Abdul Choliq Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
ABSTRACT Display of Integrated Crop Management (ICM) on rice located in the Ngaliyan village, Limpung Subdistrict, Batang District had conducted In the third planting season of 2008 (August to December). This assessment aimed are to implementing the components of ICM on rice, with a participatory approach and knowing productivity performance and farming system feasibility compared with existing technologies. Activities conducted on land of 11 farmers with area of 1850 m2. Component technologies which applied were determined based on existing conditions, opportunities and problems encountered at the site through focused discussions between farmers, extension workers and researchers. The selected component were the use of new varieties that are Cibogo and Conde, seed treatment, planting young age seedling (15-21das), planting little amount of seedling (1-3 ), jajar legowo planting system with 2:1 (20x10-40cm) plant spacing, use 2 tons of compost fertilizer/ha, balanced fertilization (urea 250 kg / ha, NPK (15:15:15 250 kg / ha), and appliying integrated pest and disease management. The old varieties that have grown by farmers like Ciherang and Membramo also assessed by implementing ICM. Local varieties is used as a control by implementing farmer’s existing technology. The highest productivity showed by Membramo variety 8.47 tonnes / ha GKP, then Ciherang 8.33 tonnes / ha GKP, third Conde 8.18 tonnes / ha, , fourth Cibogo 5.66 tonnes / ha GKP. Local variety (control) gave the lowest result of 4.9 tons / ha GKP. From the feasibility aspect, based on the cash-input-output analysis (TR / TC), all varieties yielding > 1. Highest TR / TC was 5.31 resulted by membramo variety, and the lowest was local variety at 3.35. ICM on rice is one approach that can be developed on-site assessment in order to increase rice sustainable productivity. Key words: increase productivity, ICM on rice, Batang District
PENDAHULUAN Kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan total PDRB di Kabupaten Batang pada tahun 2006 menyumbang sekitar 26,77 %. Kontribusi yang relatif besar ini menempati prioritas kedua, setelah sektor indutri sebesar 28,83 % (BPS, 2007). Anugrah dan Dedy (2003) menyatakan bahwa sektor pertanian merupakan penopang utama perekonomian desa dimana sebagian besar penduduk Indonesia berada dan sekaligus menjadi sektor penghasil bahan makanan pokok penduduk. Padi merupakan komoditas tanaman pangan dominan dan merupakan bahan makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian tanaman pangan khususnya padi dan palawija masih tetap terfokus pada upaya peningkatan produksi yang dibarengi dengan pengembangan usahatani berbasis agribisnis, agar dapat
meningkatkan pendapatan petani (Mario et al., 2005). Kabupaten Batang berdasarkan data BPS 2007, tercatat mempunyai wilayah dengan luas mencapai 78.864,16 ha. Dari luas tersebut, wilayah daratan Kabupaten Batang terdiri atas lahan sawah sebesar 22.411,08 ha (28,42 %) dan tanah kering seluas 56.453,16 ha atau sebesar 71,58 % (BPS, 2007). Pengembangan komoditas padi sawah mempunyai potensi yang cukup besar karena hampir semua lahan telah beririgasi, sehingga dapat dikembangkan pola tanam sepanjang tahun di wilayah tersebut. Namun budidaya padi yang berkembang tampaknya belum memperhatikan potensi dan permasalahan yang ada, sehingga produktivitas padi di kabupaten Batang belum optimal yaitu baru mencapai sekitar 4,6 t/ha dalam beberapa tahun terakhir (www.batangkab.go.id) .
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
81
Pertiwi et al. - Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
Salah satu pendekatan pengelolaan tanaman padi yang telah dikembangkan oleh Departemen Pertanian adalah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). PTT merupakan salah satu pendekatan dalam upaya meningkatkan hasil padi secara bijak melalui efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan sumberdaya alam dan kondisi spesifik. PTT diterapkan dengan dasar empat prinsip, (1) pengelolaan sumber daya tanaman, lahan dan air dengan baik, (2) pemanfaatan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi, (3) kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosialekonomi petani, (4) partisipatif, petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran (Balitbangtan, 2007). Dengan demikian PTT bukan merupakan suatu paket teknologi yang mensyaratkan dilaksanakannya semua komponen teknologinya untuk mencapai peningkatan hasil yang diharapkan. Namun, anjuran teknologi dalam PTT didasarkan pada bobot sumbangan masing-masing komponen teknologi terhadap peningkatan produktivitas tanaman, baik terpisah maupun terintegrasi. Urutan anjuran teknologi menjadi hal yang lebih penting untuk diterapkan agar sinergisme yang diharapkan dapat terjadi. Urutan tersebut yaitu (1) penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi atau bernilai ekonomi tinggi, (2) penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi, (3) penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi, (4) penggunaan kompos atau bahan organik, (5) pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui pengaturan tanam dengan memperhatikan populasi minimum, seleksi/perlakuan benih, penanaman bibit umur muda dengan jumlah terbatas (1 - 3 bibit per lubang), pengaturan pengairan, dan pengendalian gulma. (6) pengendalian organisme pengganggu dengan pendekatan terpadu, (7) penanganan panen yang baik untuk menekan resiko kehilangan hasil (Balitbangtan, 2007).
hasil kajian penerapan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di salah satu wilayah dimana P3TIP dilaksanakan di Kabupaten Batang, yaitu di Desa Ngaliyan, Kecamatan Limpung. Tujuan kajian tersebut adalah untuk mengetahui keragaan agronomis tanaman padi sawah dengan penerapan komponen PTT dan apakah secara finansial penerapan PTT padi sawah layak untuk dikembangkan.
Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Badan Pengembangan SDM Pertanian mulai 2007 melaksanakan Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP). Di Jawa Tengah, program ini dilaksanakan di beberapa kabupaten, salah satunya di Kabupaten Batang. Dalam makalah ini akan disampaikan
Potensi Lahan Sawah di Kabupaten Batang
82
METODOLOGI Kajian penerapan Teknologi PTT padi sawah ini dilaksanakan dengan metode onfarm display dan melibatkan kelompok tani serta penyuluh lapangan. Kegiatan diawali dengan pemahaman kondisi eksisting dan penentuan komponen-komponen teknologi dalam Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah, melalui diskusi terfokus antara petani pelaksana, penyuluh dan peneliti. Pendampingan penerapan teknologi dilaksanakan mulai dari tahap persiapan pengolahan lahan sampai dengan panen. Kajian dilakukan di lahan sawah 11 orang 2 petani dengan luas 1850 m yang terletak di Desa Ngaliyan, Kecamatan Limpung Kabupaten Batang, pada musim tanam pertama September 2008 sampai dengan Januari 2009. Varietas yang sudah berkembang di petani seperti Ciherang, Membramo, Cibogo, dan Conde juga dikaji dengan menerapkan teknologi introduksi. Varietas lokal digunakan sebagai pembanding dengan menerapkan teknologi eksisting. Pengamatan terhadap pertumbuhan dilakukan secara kualitatif dan pengamatan terhadap hasil dilakukan pada parameter bobot 1000 butir (g), persentase gabah isi per malai (butir) dan produksi pada petak sampel yang diambil dari semua petani dan setiap petani dikenai sampel 2 ulangan. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan metode deskriptif eksplanatif dan disajikan dalam bentuk tabel serta grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN
o
Kabupaten Batang terletak pada 6 51' o 46" sampai 7 11' 47" Lintang Selatan dan o o antara 109 40' 19" sampai 110 03' 06" Bujur Timur di pantai utara Jawa Tengah. Luas wilayah yaitu 78.864,16 ha tersebar dari pegunungan sampai ke pesisir pantai utara
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Pertiwi et al. – Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
dengan susunan tanah latosol 69,66 %; andosol 13,23 %; alluvial 11,47 % dan podsolik 5,64 %. Susunan tanah tersebut mempengaruhi pemanfaatan lahan yang sebagian besar ditujukan untuk budidaya pertanian. perkebunan dan hutan. BPS (2007) melaporkan secara aktual luas lahan di Kabupaten Batang terdiri atas lahan kering mencapai 56.453,16 ha atau sebesar 71,58 % yang sebagian besar berada pada wilayah bukit dan pegunungan dan merupakan kontributor utama penyuplai air irigasi bagi lahan sawah yang terletak di bagian dataran. Luas lahan basah mencapai 22.411,08 ha (28,42 %) sebagian besar merupakan lahan sawah beririgasi teknis, setengah teknis, dan sederhana dan hanya sebagian kecil yang masih merupakan sawah tadah hujan (Tabel 1) (www.batangkab.go.id) Tabel 1. Penggunaan Lahan Sawah di Kabupaten Batang No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
1
Lahan Irigasi Teknis
7.527,74
2
Irigasi Setengah Teknis
3.297,45
3
Irigasi Sederhana
9.822,45
4
Sawah Tadah Hujan
1.763,44
Jumlah
22.411,08
Luas panen padi sawah per tahun (20012006) tercatat sekitar 40 hektar (Tabel 2), memberikan gambaran pola tanam yang diterapkan yaitu IP 200 atau 2 kali panen dalam setahun. Luas sawah irigasi menunjukkan adanya potensi sumber air yang memadai, namun melihat pola tanam yang berkembang, mengindikasikan bahwa sumber air yang ada belum dimanfaatkan dengan optimal. Berdasarkan data Jawa Tengah dalam Angka tahun 2008, rerata produktivitas padi sawah di Batang mencapai 5,042 t/ha, hasil ini belum maksimal karena rerata tingkat provinsi lebih tinggi yaitu 5,5 t/ha. Niswatul (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa padi sawah di Kabupaten Batang mempunyai keunggulan komparatif yang paling tinggi dibanding komoditas lainnya, artinya padi sawah mempunyai kemampuan bersaing dengan komoditas yang sama dari daerah lain yang nilai keunggulan komparatifnya lebih rendah, sehingga akan memberikan keuntungan bagi daerah tersebut. Mengingat belum maksimalnya produktivitas dan adanya dukungan
sumberdaya air yang baik di wilayah tersebut, maka peluang peningkatan produktivitas sangat mungkin untuk dilakukan melalui peningkatan pengelolaan potensi sumberdaya yang ada dan introduksi teknologi yang seauai dengan kondisi setempat. Tabel 2. Rata rata luas panen dan produksi padi di Kabupaten Batang 2001-2006 Padi Sawah
Padi Gogo
Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)
Produksi (Kw)
2001
40.239
1.958.990
25
610
2002
37.256
1.799.510
25
680
2003
39.950
1.962.630
195
4.600
2004
40.049
1.916.690
72
1.770
2005
40.076
1.875.820
128
3.510
2006
41.564
1.926.836
95
2.510
Kondisi Eksisting Usahatani Padi Sawah di Desa Ngaliyan, Kecamatan Limpung Pemahaman kondisi eksisting pengelolaan padi sawah di desa Limpung diperoleh melalui diskusi terfokus dengan petani pelaksana, beserta aparat desa dan Gapoktan didampingi oleh penyuluh lapangan. Permasalahan utama yang dirasakan oleh petani adalah belum optimalnya produktivitas yang dihasilkan. Salah satu penyebabnya karena pengelolaan atau budidaya padi sawah yang diterapkan petani hanya berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari sesama petani saja. Pengenalan teknologi-teknologi baru yang berkaitan dengan pengelolaan padi sawah melalui penyuluhan oleh penyuluh ataupun dinas terkait di wilayah belum pernah diperoleh. Berdasarkan hasil diskusi dengan responden, diperoleh informasi lebih detil tentang komponen-komponen pengelolaan tanaman padi yang biasa diterapkan oleh petani. Dalam penggunaan varietas, petani telah mengenal beberapa varietas unggul yang dilepas oleh pemerintah seperti IR 64, Ciherang, dan Membramo. Disamping itu petani juga masih menggunakan varietas lokal Aromatik. Pemilihan varietas oleh petani lebih didasarkan pada kesukaan akan rasa dan capaian produksi serta harga jual gabahnya. Masing-masing petani mempunyai pilihan dan kesukaan sendiri-sendiri. Namun
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
83
Pertiwi et al. - Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
pada umumnya petani menggunakan varietas Ciherang karena produksinya tinggi, mudah pemeliharannya dan disukai pasar. Petani yang lebih intensif pemeliharaannya memilih menanam padi jenis lokal yaitu aromatik. Pengelolaan lahan yang dilakukan yaitu satu kali pembajakan dan satu kali penggaruan dilanjutkan dengan perataan. Sebagian besar petani belum menggunakan bahan organik karena kurangnya modal. Namun ada petani yang telah memberikan pupuk kandang bersumber dari kotoran ayam. Petani belum terbiasa mengembalikan sisa jerami ke lahan. Biasanya jerami dibakar setelah panen atau diberikan kepada peternak yang membutuhkan secara cumacuma. Dalam aspek pengelolaan air, petani masih menerapkan sistem macak-macak sepanjang musim, karena air pengairan selalu tersedia sepanjang tahun. Pengairan macak-macak pada kondisi lahan yang bergelombang dengan tekstur tanah yang halus menyebabkan pertumbuhan tanaman padi yang berada pada wilayah cekungan menjadi kurang baik pertumbuhannya, karena kurangnya suplai oksigen di daerah perakaran. Pengelolaan tanaman terutama dalam hal pemupukan, sangat tergantung pada kemampuan petani dalam pengadaan pupuk. Sebagian besar petani hanya memberikan pupuk N dan P, dengan perbandingan yang kurang berimbang yaitu berlebih pupuk N. Namun sudah ada petani yang menggunakan pupuk N, P, K meskipun dosisnya belum berimbang. Hama dan penyakit utama yang menyerang tidak terlalu mengkhawatirkan. Beberapa pertanaman petani di sekitar lahan kajian teramati terserang oleh hama penggerek batang dan penggerek daun dengan tingkat serangan rendah dan dapat dikendalikan. Komponen PTT Padi Sawah yang diterapkan pada on farm display Sintesis komponen-komponen PTT yang dipilih untuk diterapkan dilakukan dalam diskusi terfokus bersama petani. Petani menginginkan semua komponen teknologi PTT padi sawah diterapkan dalam kegiatan ini agar mereka dapat belajar mempraktekkan secara langsung dan dapat menganalisa 84
serta memilih komponen teknologi apa yang paling sesuai untuk diadopsi dan dikembangkan di wilayah tersebut ke depan, berdasarkan hasil yang diperoleh setelah panen. Tabel 3. Komponen PTT pada padi sawah yang diintroduksikan dan diterapkan No
Komponen Teknologi
1.
Varietas Padi
VUB-berlabel (Conde, Cibogo)
2. 3.
Mutu Benih Seed treatment Jarak tanam
Unggul bermutu Regent 5 St
4.
5. 6. 7. 8.
Penggunaan benih/ha Umur bibit ditanam Jumlah bibit ditanam Penerapan Pemupukan - Dosis pupuk Organik - Dosis pupuk An Organik: Urea NPK
9. 10. 11.
12
Sistem pengairan Pengendalian gulma Pengandalian hamapenyakit Produktivitas
PTT
Eksisting VUB-tidak berlabel (Ciherang, Membramo) dan lokal Tidak jelas Tidak dilakukan
Legowo 2 baris (20x10 – 40 cm) 15-20 kg/ha
Tegel (28x28)
15 – 21 hari
25-35 hari
1-2 bibit per rumpun
3-5 bibit per rumpun Tidak pasti
2 – 4 ton/ha
Sebagian menggunakan (1-2 t/ha)
Berdasarkan potensi hasil, dg kisaran : 200-300 (BWDfix time) 250-300 Berselang Dengan landak PHT
Sesuai dengan rerata hasil pada deskripsi varietas
30-35 kg/ha
100-200 50 – 100
Selalu tergenang Dengan tangan/herbisida Saat ada serangan – kimiawi 4 – 5 ton/ha
Komponen PTT dan teknologi eksisting yang tertulis pada tabel 3 menunjukkan bahwa petani memilih 2 jenis varietas padi sawah untuk dikaji. Keduanya yaitu Conde dan Cibogo. Dimana Conde mempunyai potensi hasil 7,5 ton/ha dan rerata hasil 6 ton/ha, sementara Cibogo potensi dan rerata hasil lebih tinggi yaitu 8,1 t/ha dan 7 t/ha. Varietas eksisting yang ditanam yaitu Ciherang, Membramo dan lokal aromatik sebagai control. Ciherang mempunyai potensi dan rerata hasil 8,5 t/ha dan 6 t/ha,
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Pertiwi et al. – Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
Membramo potensi dan rerata hasil sebesar 7,5 t/ha dan 6,5 t/ha. Dilihat dari rerata hasil, ke-empat varietas tersebut memiliki kemiripan. Namun dari terapan teknologi eksisting petani pada musim-musim sebelumnya, Ciherang dan Membramo hanya menghasilkan gabah sebesar 4 - 5 t/ha. Informasi tersebut menunjukkan belum teknologi eksisting yang dipraktekkan petani masih tergolong rendah, belum sesuai dengan syarat tumbuh dari varietas yang ditanam. Hal ini mengingat bahwa varieatas Ciherang dan Membramo merupakan varietas unggul yang diciptakan dengan kemampuan produksi tinggi, sehingga memerlukan masukan teknologi tinggi dalam proses pertumbuhannya. Capaian produksi eksisting relatif masih jauh dari potensi genetik yang dimiliki, sehingga masih terdapat cukup besar peluang perbaikan untuk meningkatkan produksi padi. Kesenjangan hasil (yield gap) tersebut antara lain disebabkan oleh (1) masih rendahnya penggunaan benih unggul produksi tinggi (2) penggunaan pupuk yang belum berimbang (3) penambahan pupuk organik belum menjadi kebiasaan (4) belum berkembangnya budidaya spesifik lokasi (Ditjentan, 2009). Implementasi Teknologi dan Keragaan Hasil Tanaman Padi Pelaksanaan kajian on farm display PTT Padi di desa Ngaliyan dimulai pada MT I akhir Agustus 2008. Implementasi kegiatan ini dilakukan secara partisipatif oleh petani, PPL dan BPTP sebagai pendamping teknis. Jadwal tanam padi sawah di lokasi kajian belum teratur. Kelompok tani yang ada belum
memfasilitasi untuk pengaturan tanam serempak. Hal ini didukung oleh ketersediaan air yang selalu melimpah, sehingga perbedaan waktu tanam tidak menjadi masalah. PTT merupakan hal baru bagi para petani, meskipun jadwal tanam tidak serempak, petani pelaksana kegiatan bersedia untuk hadir pada rangkaian kegiatan percontohan yang dilakukan pada beberapa petak sawah petani, seperti perlakuan benih, pembuatan persemaian, pindah tanam bibit muda, dan sistem tanam jajar legowo, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Hasil gabah kering panen yang diperoleh (tabel 4, grafik 1) pada kajian ini menunjukkan bahwa beberapa varietas yang dikaji dengan menerapkan PTT padi memberikan produktivitas yang lebih tinggi. Varietas yang biasa ditanam petani yaitu Membramo dan Ciherang dengan penerapan PTT, masing-masing mencapai 8,47 dan 8,33 t/ha. Dibandingkan dengan hasil yang biasa dicapai sebelumnya yaitu 4 - 5 t/ha, membuktikan bahwa terapan teknologi eksisting petani masih belum optimal. Produktivitas varietas yang diintroduksikan (Conde dan Cibogo) dengan menerapkan PTT masing-masing yaitu 8,18 dan 5,66 t/ha. Varietas Conde mampu melebihi rerata hasil bahkan mencapai potensi produksi sesuai yang dengan karakternya pada deskripsi varietas. Sedangkan varietas Cibogo hanya mencapai hasil 5,66 t/ha, dimana hasil ini masih dibawah rerata produksinya (7 t/ha). Demikian juga dengan varietas lokal hanya mencapai hasil 4,9 t/ha.
Tabel 4. Produktivitas GKP, % gabah isi, dan bobot 1000 butir varietas-varietas yang dikaji
Varietas dan Pengelolaan
% gabah isi per malai
Bobot 1000 butir (g)
GKP (t/ha)
1
Aromatik (Lokal) dengan teknologi eksisting
84.78
34.4
4.90
2
Cibogo dengan pendekatan PTT
77.20
28,6
5.66
3
Conde dengan pendekatan PTT
66.52
29.8
8.18
4
Membramo dengan pendekatan PTT
62.00
27.2
8.47
5
Ciherang dengan pendekatan PTT
90.13
28.3
8.33
No
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
85
Pertiwi et al. - Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
Grafik 1. Produktivitas beberapa VUB dengan PTT dan varietas lokal dengan teknologi eksisting
Apabila dilihat dari persentase gabah isi per malai antar varietas dan dihubungkan dengan produktivitasnya (tabel 4), tampak bahwa varietas yang mempunyai persentase gabah isi lebih tinggi justru produktivitasnya lebih rendah, yaitu pada varietas Cibogo dan Lokal. Hal ini terkait dengan kemampuan membentuk anakan produktif, diperkirakan kemampuan varietas Cibogo dan lokal lebih rendah dibanding varietas lainnya, hal ini sesuai dengan karakter yang dibawa masingmasing varietas. Menurut buku deskripsi Varietas Padi, anakan produktif varietas Cibogo lebih rendah dibanding varietas Ciherang, Membarmo dan Conde. Kondisi tersebut juga terjadi pada varietas lokal, diperkirakan kemampuannya untuk membentuk anakan produktif lebih rendah. Hal ini diperkuat dari parameter komponen bobot 1000 butir apabila dibandingkan dengan produktivitas masing-masing varietas, menunjukkan bahwa varietas dnegan bobot 1000 butir ter besar (lokal), mempunyai produktivitas paling rendah. Hal ini mengindikasikan jumlah anakan yang produktif pada varietas lokal lebih sedikit dibanding varietas unggul. Sedikitnya jumlah malai pada varietas lokal dapat disebabkan oleh dua hal, pertama merupakan sifat genetisnya, kedua karena pengaruh aspek pengelolaan tanaman yang diberikan. Mengingat varietas lokal pada kajian ini hanya diusahakan menggunakan teknologi eksisting, maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk menerapkan PTT pada varietas lokal karena varietas tersebut masih diminati oleh petani karena harga jualnya yang tinggi.
86
Dari aspek kesesuaian varietas terhadap lingkungan tumbuh, dimungkinkan varietas Cibogo kurang sesuai dengan kondisi lahan setempat, karena semua varietas unggul dikelola dengan menggunakan PTT sementara produktivitas varietas lainnya dapat menlebihi rerata produksinya, namun tidak demikian untuk varietas Cibogo. Kondisi ini diperkuat dengan respon dari petani pelaksana, setelah mengamati dan memperhatikan pertumbuhan varietas Cibogo selama satu musim, petani menyatakan kurang menyukai keragaan varietas Cibogo, karena pertumbuhan vegetatifnya subur namun produktivitasnya kurang baik apabila dibanding varietas lainnya, termasuk varietas unggul yang sudah eksis seperti Ciherang dan Membramo. Kelayakan Usahatani Padi Sawah dengan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu Berdasarkan hasil wawancara dengan petani pelaksana dan pengamatan langsung dari awal kajian sampai dengan panen, diperoleh informasi aspek-aspek input dan output usahatani yang biasa diterapkan oleh petani di lokasi kajian. Dari informasi yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisa inputoutput tunai untuk masing-masing varietas. Dalam hal ini, analisis tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa takaran pupuk an organik yang diberikan untuk semua varietas sama, harga jual gabah saat kajian yaitu Rp. 2.350,- per kg GKP.
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Pertiwi et al. – Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
Tabel 5. Kelayakan usahatani beberapa varietas padi sawah (rerata per 1000 m2) yang dikaji di Desa Ngaliyan, Kecamatan Limpung
Uraian Sewa lahan Tenaga Kerja Tanam (Rp) Bahan (kg,btl,pakxRp) a. Benih b. Pupuk urea c. Pupuk phonska d. Pupuk kandang e. obat-obatan Total Biaya (TC)(Rp) Produksi (kg) Hasil (TR)@Rp.2.350,Pendapatan (Rp.) Keuntungan per bln(Rp) Output/input (TR/TC)
Cibogo
Conde
120,000 318,000 18,000 30,000 50,000 100,000 120,000 378,000 567 1,330,688 952,688 238,172 3.55
120,000 339,400 18,000 30,000 50,000 100,000 141,400 399,400 818 1,709,594 1,310,194 327,549 4.27
Dari Tabel 5 diketahui bahwa semua varietas yang dikaji baik dengan menerapkan PTT ataupun dengan teknologi eksisting petani, setelah dilakukan analisa usahatani, ternyata semuanya layak untuk dikembangkan, terlihat dari nilai imbangan total penerimaan dan total biaya lebih besar dari 1, dimana imbangan tertinggi diperoleh dari varietas Membramo yaitu 5,31 dan terendah dari varietas lokal yaitu 3,35. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi di wilayah kajian masih dapat ditingkatkan, karena biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut masih jauh lebih rendah disbanding hasil yang diperoleh. Apabila terapan teknologi ditingkatkan, diperkirakan hasil yang diterima juga masih akan meningkat. Namun dalam pengembangannya, pemilihan varietas yang sesuai dan tepat harus menjadi perhatian, mengingat setiap varietas mempunyai karakter kesesuaian spesifik terhadap lingkungan tumbuhnya. Setelah petani mengenal Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah, petani dapat mengamati dan menganalisa secara langsung, komponen-komponen apa yang memberikan kontribusi terbanyak untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimal. Sehingga dalam pengembangan usahatani padi sawah di wilayah ini ke depan, uji kesesuaian atau adaptasi varietas-varietas baru merupakan hal yang perlu dilakukan secara berkala, agar upaya peningkatan
Varietas Ciherang 120,000 330,000 18,000 30,000 50,000 100,000 132,000 390,000 833 1,410,000 1,020,000 255,000 3.62
produktivitas terwujud.
Membramo 120,000 315,000 10,000 30,000 50,000 100,000 125,000 375,000 847 1,990,450 1,615,450 403,863 5.31
secara
lokal 80,000 264,000 9,000 30,000 50,000 50,000 125,000 344,000 490 1,151,500 807,500 201,875 3,35
berkelanjutan
dapat
KESIMPULAN 1. Varietas Conde, Membaro dan Ciherang dengan penerapan PTT menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibanding rerata produktivitas eksisting 2. Varietas Cibogo dengan penerapan PTT menghasilkan produktivitas yang setara dengan rerata produktivitas eksisting 3. Varietas lokal dengan penerapan teknologi eksisting menghasilkan produktivitas terendah 4. Usahatani padi dengan penerapan PTT di wilayah kajian secara finansial layak untuk dikembangkan dengan asumsi tidak ada ledakan serangan OPT dan penggunaan tenaga kerja tambahan dari luar keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Anugrah, S dan Deddy M. 2003. Reorientasi Pembangunan Pertanian dalam Perspektif Pembangunan Wilayah dan Otonomi Daerah : Satu Tinjauan Kritis Untuk Mencari Bentuk Ke Depan. Jurnal Ekonomi danPembangunan Vol.XI (2) Tahun 2003.P2E – LIPI.Jakarta
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
87
Pertiwi et al. - Peningkatan Produktivitas Padi melalui PTT Padi Sawah di Kabupaten Batang
Badan Pusat Statistik, 2007. Kabupaten Batang Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kabupaten Batang. Badan Pusat Statistik Jateng 2008. Jawa Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Pedoman pelaksanaan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi, jagung dan kedelai tahun 2009. Departemen Pertanian.
Muljady D. Mario, RH. Anasiru, IGP Sarasutha dan Husen Hasni. 2005. Introduksi model PTT dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi di Sulawesi Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005 : 192-206 Nishwatul Ula. 2008. Identifikasi Komoditas Pertanian Unggulan Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. www.batangkab.go.id, diunduh pada tanggal 24 Juni 2010.
Pirngadi, K. dan A. Karim Makarim, Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah Hujan melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. Penelitian pertanian tanaman pangan vol. 25 no. 2 2006.
88
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani” Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011