Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Optimalisasi Pengelolaan Padi Sawah Tadah Hujan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu Widyantoro dan Husin M.Toha
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jalan Raya 9 Sukamandi, Subang 41256; Telp.0260.520157; Fax.0260.520158 Email:
[email protected]
Abstrak Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi, namun demikian sampai saat ini produksi rata-rata padi baru mencapai 3,0-3,5 t/ha. Kendala produksi yang umum dijumpai pada lahan ini antara lain: curah hujan yang tidak menentu, kesuburan tanah rendah, dan gulma yang padat. Salah satu strategi untuk memperbaiki produktivitas lahan sawah tadah hujan adalah melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Tujuan yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu pada MK 2009 (April – Juli 2009). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu dengan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani kooperator. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi potensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama bersama petani, penyuluh, dan peneliti yang kemudian diteliti dan dipraktekkan. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, kemudian diaplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan sebanyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang diintegrasikan pada pendekatan PTT tersebut adalah: (1) penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah, (2) benih berkualitas dan bermutu tinggi, (3) olah tanah minimum dan pesemaian culikan, (4) cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel 25 cm x 25 cm, (5) pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasarkan BWD, pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah/PUTS), dan (6) pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan (supplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, berdasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Berdasarkan hasil KKP diperoleh empat skala prioritas yang akan dipecahkan dan diteliti bersama-sama petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: I. Benih, II. Gulma/penyiangan, III. Penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. Pupuk, tenaga kerja tanam, dan panen. Hasil percobaan demplot menunjukkan melalui pendekatan PTT hasil gabah dan pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Rata-rata hasil padi sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT mencapai 6,95 t/ha GKG atau meningkat 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani yang mencapai 6,22 t/ha t/ha GKG. Melalui pendekatan PTT padi sawah tadah hujan pendapatan usahatani meningkat 21,2% lebih tinggi dibandingkan dengan cara petani. Kata kunci : Sawah tadah hujan, PTT, padi, usahatani
Pendahuluan
produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 – 3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Suprihatno, 1996). Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk agroekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi yang paling murah bagi petani.
Indonesia mempunyai lahan sawah tadah hujan yang sangat luas dan tersebar di beberapa wilayah. Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan sawah irigasi dan di tingkat petani 648
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Curah hujan merupakan faktor pembatas yang menentukan keberhasilan padi sawah tadah hujan. Pada padi gogo rancah seringkali setelah hujan 2-3 kali turun dan tanah sudah diolah serta cukup lembab untuk ditanami, petani biasanya segera menanam benih padi. Namun setelah benih berkecambah hujan lama tidak turun sehingga benih banyak yang mati akibat kekeringan. Sedangkan pada padi walik jerami karena ditanam menjelang musim hujan berakhir, maka seringkali pada stadia berbunga atau pada stadia pengisian dimana tanaman pada saat tersebut sangat membutuhkan air justru hujan sudah berkurang atau jarang turun karena musim kemarau yang datang lebih awal. Akibatnya tanaman padi walik jerami menderita kekeringan dan produksi padi menjadi sangat rendah. Hal inilah yang mengakibatkan produktivitas tanaman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi et al., 1986). Menurut Goswarni et al. (1986) produktivitas padi walik jerami dapat ditingkatkan melalui peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi, khususnya pupuk nitrogen (N) dan memperbaiki sifat fisik tanah di sekitar perakaran. Ketidakpastian intensitas dan distribusi hujan yang sering terjadi perlu di antisipasi melalui pengembangan teknologi budidaya padi di lahan sawah tadah hujan melalui pola tanam padi sistem gogo rancah yang ditanam saat awal musim hujan dan dapat dipanen lebih awal, sehingga memungkinkan musim berikutnya untuk ditanami padi kedua sebagai walik jerami dengan varietas berumur pendek dan terhindar dari kekeringan sebelum waktunya dipanen. Penyakit bercak daun coklat Helminthosporium oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora oryzae merupakan penyakit utama padi sawah tadah hujan
(Suparyono et al. 1992). Cara pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi yang tahan. Sedangkan penggunaan fungisida harus dilakukan secara hati-hati, karena kemampuan ekonomi petani rendah, mahal dan dapat mencemari lingkungan. Tanaman padi sawah tadah hujan dengan pengairan tergantung air hujan sangat respon terhadap pemupukan kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan pengembalian jerami atau pemberian pupuk kandang ke dalam tanah dapat mengurangi pencucian unsur kalium dalam tanah. Kemudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan K, terbukti hasil padi meningkat secara nyata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi komponen pengelolaan tanaman terpadu untuk peningkatan hasil padi lahan sawah tadah hujan.
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, pada MK 2009 (April – Juli). Model pendekatan PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dirakit secara insitu dengan melibatkan petani setempat yang sekaligus menjadi petani pelaksana atau petani koperator dalam susunan rancangan lingkungan acak kelompok dimana petani sebagai ulangan. Kegiatan penelitian dimulai dengan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) untuk mengidentifikasi potensi, kendala, dan peluang pengembangan padi lahan sawah tadah hujan. Kunci dari metode ini adalah kelompok sasaran berperan aktif dalam menganalisis sumberdaya, potensi dan permasalahannya sendiri dan sekaligus dapat merencanakan dan mengambil tindakan untuk memecahkan masalahnya. Tahapan dari kegiatan ini adalah: 649
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
a) pemetaan agroekosistem dengan informan kunci dan observasi lapangan, b) identifikasi dan diagnosis masalah, c) penelusuran pengetahuan asli petani (farmer indigenous knowledge), dan d) verifikasi informasi yang telah dihimpun. Berdasarkan hasil KKP kemudian disusun paket teknologi utama yang kemudian diteliti dan dipraktekkan bersama antara petani, penyuluh, dan peneliti. Paket teknologi yang telah menjadi kesepakatan bersama tersebut, kemudian di aplikasikan di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot seluas 1,0 – 2,0 ha dan dilaksanakan oleh petani dengan didampingi oleh peneliti dan penyuluh. Jumlah petani pelaksana ditentukan sebanyak 10 orang dan setiap petani melaksanakan dua perlakuan di setiap lahannya, yaitu perlakuan pendekatan PTT dan perlakuan cara/kebiasaan petani. Paket teknologi utama yang di integrasikan pada pendekatan PTT tersebut ialah: Penggunaan varietas unggul baru, toleran kekeringan, dan berumur genjah. Benih berkualitas dan bermutu tinggi. Olah tanah minimum dan pesemaian culikan. Cara tanam sistem legowo 2:1 dan/atau tegel (25 x 25) cm. Pengelolaan hara terpadu (pupuk N berdasar BWD, pupuk P dan K berdasar status hara tanah/PUTS). Pengendalian hama dan penyakit terpadu. Sedangkan komponen pelengkap/pilihan (suplement) ditentukan bersama-sama dengan petani pada saat sebelum pelaksanaan penelitian dimulai, berdasarkan kesepakatan bersama dengan penyuluh dan peneliti. Untuk perlakuan cara petani (kontrol), disesuaikan
dengan kebiasaan petani setempat yang menyangkut varietas, pemupukan dan teknik budidaya. Data yang dikumpulkan meliputi (1) hasil panen (ubinan 2 m x 5 m dan riil); (2) data input-output (kebutuhan tenaga kerja, sarana produksi pertanian, upah tenaga kerja dan harga yang berlaku) yang dikumpulkan melalui farm record keeping.
Hasil dan Pembahasan Pelaksanaan KKP dilakukan pada pertengahan bulan Maret 2009 dengan melibatkan peneliti dan penyuluh sebagai fasilitator serta petani sebagai pelaksana kegiatan PTT padi sawah tadah hujan. Hasil KKP adalah sebagai berikut: Identifikasi masalah Berdasarkan identifikasi masalah dengan cara diskusi dengan petani dan kelompok tani yang hadir pada pertemuan di Desa Sidadadi dan hasil pengamatan lapang dengan cara berjalan di sawah calon lokasi penelitian (transect walk), diperoleh beberapa masalah pada pelaksanaan budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau, antara lain: 1. Benih Pada musim kemarau petani menggunakan dan menanam benih asalan dari hasil tukar menukar antar petani atau menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya. Benih berlabel yang dibeli petani biasanya digunakan dan ditanam untuk dua kali musim tanam. Sebagian besar petani hanya mengenal padi varietas Ciherang, kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya informasi mengenai benih-benih dari varietas unggul baru. 650
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
2. Gulma dan penyiangan
penelusuran dan wawancara dengan beberapa petani, sudah dua musim terakhir ada beberapa petani yang sudah menggunakan pupuk majemuk NPK dengan dosis per hektar 100-150 kg/ha ditambah urea 200-250 kg/ha.
Gulma umumnya merupakan masalah serius yang sering dihadapi petani padi sawah tadah hujan utamanya di musim kemarau (Pane, et al., 1999). Kondisi ini disebabkan karena dari petakan basah pada saat tanam menjelang berakhirnya musim hujan berangsur-angsung kering seiring dengan semakin jarang turun hujan. Oleh karena itu petakan sawah jarang atau tidak pernah sekalipun tergenang air, atau kondisi air di petakan sawah sering berubah-rubah dari mulai basah atau lembab ke kering karena tidak ada hujan. Kondisi ini menyebabkan tumbuhnya gulma semakin padat jikalau tidak segera dilakukan penyiangan. Dibutuhkan penyiangan 2-3 kali untuk mengendalikan gulma, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan sangat banyak dengan biaya yang cukup besar. Petani belum terbiasa menggunakan herbisida dengan alasan takut tanaman padinya keracunan. Keterbatasan pengetahuan petani tentang penggunaan herbisida, baik jenis maupun waktu aplikasinya menyebabkan penyiangan kurang intensif. Namun ada beberapa petani yang sudah mencoba dengan herbisida pasca tumbuh (Metsulfuron 20 WDG dan 2,4 D) dan dapat menekan infestasi gulma serta mengurangi biaya penyiangan.
4. Tenaga kerja tanam Padi sawah tadah hujan di musim kemarau ditanam secara tanam pindah dari bibit tanaman padi umur 21-25 hari. Bibit padi berasal dari pesemaian padi yang dilakukan pada saat tanaman padi musim sebelumnya (musim penghujan) menjelang dipanen (pesemaian culikan). Biasanya antara 10-15 hari sebelum tanaman padi musim sebelumnya dipanen, petani sudah memanen sebagian kecil lahannya untuk digunakan sebagai tempat pesemaian padi musim berikutnya (musim kemarau). Dengan demikian percepatan tanam dimulai sejak petani mulai melakukan pesemaian, sehingga pada saat musim tanam petani kesulitan mencari tenaga kerja tanam karena petani melakukan kegiatan tanam pada waktu hampir bersamaan. Keadaan ini yang menyebabkan tenaga kerja tanam sulit dicari atau jika ada dilakukan secara bergiliran dengan biaya tanam secara borongan. Jumlah tenaga kerja tanam padi sekitar 50-60 HOK wanita @ 4-5 jam/HOK. 5. Kekurangan air
3. Pupuk
Kekurangan air pada pertanaman padi musim kemarau sering terjadi pada saat menjelang berakhirnya musim penghujan (April/ Mei), sehingga petani menyiasati dengan membuat sumur pantek di sekitar lahan padinya atau dengan cara menyedot air dari sungai. Biaya yang dikeluarkan petani untuk membuat sumur pantek ini sangat besar, tergantung kedalaman air tanah dan pompa/diesel penyedot air yang digunakan. Biaya sewa pompa air ini sebesar Rp 15.000 - Rp 20.000/ jam dengan diameter pipa 3 - 4 inci.
Petani biasanya hanya menggunakan dua jenis pupuk saja yaitu urea dan SP18 dengan dosis per hektar 250-300 kg urea + 150 kg SP18. Pupuk urea diberikan dua kali, yaitu pada saat umur 14-21 HST (150-200 kg/ ha) dan umur 36-42 HST (100 kg/ha), sedangkan SP18 semuanya diberikan bersamaan dengan pupuk urea yang pertama. Pupuk KCL tidak atau jarang sekali digunakan dengan alasan harga mahal dan sulit didapat di kios pupuk serta menambah biaya. Namun dari hasil 651
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
6. Penyakit kresek
skoring dengan nilai 1 – 5. Untuk kriteria luas cakupan: 1 = sangat tidak luas, 2 = tidak luas (kecil), 3 = sedang, 4 = luas, dan 5 = sangat luas. Kriteria frekuensi, 1= tidak ada, 2= pernah ada, 3= kadang-kadang, 4= ada, dan 5= selalu ada serangan dan kriteria keparahan, 1 = sangat tidak parah, 2 = tidak parah, 3 = sedang, 4 = parah, dan 5 = sangat parah.
Penyakit kresek umumnya muncul setelah pertanaman padi berumur lebih dari 60 hari setelah tanam. Penyakit ini muncul pada pertanaman padi sawah tadah hujan yang sering mengalami kekeringan pada awal pertumbuhan, bahkan penyebarannya semakin meluas. Petani kesulitan mengendalikan penyakit ini, bahkan dengan penggunaan fungisidapun penyakit ini masih banyak ditemukan di petakan sawah.
Hasil analisis berdasarkan skala prioritas permasalahan yang dikemukakan petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, diperoleh empat skala prioritas yang disajikan pada Tabel 1, antara lain: I. Benih, II. gulma/penyiangan, III. penyakit kresek dan kekurangan air MK, dan IV. pupuk, tenaga kerja tanam dan panen. Dari hasil skala prioritas tersebut menunjukan bahwa benih menempati urutan pertama karena pengaruhnya terhadap hasil padi. Masalah gulma dan penyiangan dapat didekati dengan pengendalian gulma terpadu, sedang kekurangan air di musim kemarau dapat didekati dengan tanam lebih awal dengan sistem pesemaian culikan. Penyakit kresek merupakan penyakit yang mengganggu pertumbuhan padi di sawah tadah hujan musim kemarau, sehingga perlu dicari sistem pengendalian yang tepat. Masalah pupuk, tenaga kerja tanam dan panen perlu koordinasi dan musyawarah kelompok agar dapat mengatasi permasalahan tersebut. Melihat hasil skala prioritas di desa tersebut, maka masalah utama yang dihadapi petani padi sawah tadah hujan di musim kemarau adalah benih bermutu tinggi, pengendalian gulma, penyakit kresek dan kekurangan air di MK, serta masalah pupuk, tenaga kerja tanam dan panen. Dengan demikian perlu di identifikasi pemecahan masalah yang lebih mendalam pada permasalahan tersebut.
7. Panen Seperti halnya pada saat tanam, tenaga kerja panen juga sulit dicari. Petani terpaksa menggunakan jasa tenaga kerja panen dengan upah yang mahal. Pola pengaturan tanam dan panen masih sulit dilakukan di wilayah sawah tadah hujan khususnya pada padi musim kemarau, dikarenakan petani mengejar waktu untuk bisa tanam seawal mungkin agar tanaman padinya bisa tercukupi oleh air hujan yang masih ada. b. Prioritas masalah Penilaian dilakukan oleh petani bersama-sama penyuluh dan peneliti dilaksanakan di rumah ketua kelompok tani yang dihadiri oleh 10 orang petani dan 1 orang penyuluh serta 3 orang peneliti. Penilaian dilakukan dengan sistem skoring, dimana skor 1 (tidak bermasalah), skor 2 (kurang bermasalah), skor 3 (sedang), skor 4 (bermasalah), dan skor 5 (sangat bermasalah). Masalah pokok kemudian dijadikan dasar untuk merancang penelitian lebih lanjut yaitu PTT padi sawah tadah hujan di musim kemarau. c. Analisis masalah dan pemecahan masalah Berdasarkan kriteria luas cakupan, frekuensi kejadian, dan tingkat keparahan, maka ke 7 masalah pokok kemudian dibuat skala prioritas. Skala prioritas dilakukan melalui 652
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Analisa masalah budidaya tanaman padi walikjerami menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, MK 2009 Masalah
Luas yang dipengaruhi
Frekuensi
Keparahan
Jumlah
1. Benih
5
4
4
13
I
2. Tanam
3
3
2
8
IV
3. Pupuk
3
3
2
8
IV
4. Gulma/penyiangan
4
4
3
11
II
5. Penyakit kresek
3
3
3
9
III
6. Kekurangan air MK
3
3
3
9
III
7. Panen
3
3
2
8
IV
Hasil pemecahan masalah yang dilakukan bersama petani, peneliti, dan penyuluh tersebut kemudian disepakati untuk diterapkan dalam penelitian bersama di lahan petani dalam bentuk demonstrasi plot (demplot). Hasil pemecahan masalah disajikan pada Tabel 2.
Skala prioritas
umur genjah, 3. Benih berkualitas, 4. Pengelolaan hara tanaman (N berdasar BWD, P dan K berdasar status hara tanah), 5. Pengendalian gulma terpadu, dan 6. PHT terutama penyakit kresek. Pelaksanaan demplot dilakukan pada awal bulan April - Juli 2009 di lahan petani dan varietas yang ditanam sebanyak 10
Tabel 2. Pemecahan masalah budidaya padi sawah tadah hujan musim kemarau menurut petani di Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009 Masalah
Pemecahan Masalah
1. Benih
Benih unggul baru bermutu tinggi (berlabel)
2. Gulma/penyiangan
Aplikasi herbisida selektif
3. Tenaga kerja tanam
Sistem ceblokan atau bagi hasil
4. Pupuk
Pemupukan spesifik lokasi
5. Kekurangan air MK
Tanam awal dengan menggunakan pesemaian culikan
6. Penyakit kresek
Penggunaan bakterisida prinsip PHT dan varietas tahan
7. Tenaga kerja panen
Penerapan alsintan
Hasil Demplot
varietas, yaitu Inpari1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 6, Inpari 10, Dodokan, Silugonggo, Ciherang, Mekongga, dan Situ Bagendit serta 5 galur toleran kekeringan umur ultra genjah sebagai super impose, yaitu OM5240, OM4495, OM1490, BP1979, dan S4616.
Sebagai penciri PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau, komponen utama yang disepakati bersama antara petani, penyuluh, dan peneliti antara lain: 1. Olah tanah minimum dan pesemaian culikan, 2. Penggunaan varietas unggul baru toleran kekeringan dan 653
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Rata-rata hasil gabah pertanaman dem -plot PTT padi sawah tadah hujan mencapai 7,63 t/ha GKP atau setara dengan 6,95 t/ha GKG dengan kisaran hasil 6,50 t/ha GKP sampai 8,26 t/ha GKP atau setara dengan 5,98 t/ ha GKG sampai 7,60 t/ha GKG (Tabel 3). Bila dibandingkan dengan varietas Ciherang sebagai pembanding dan yang biasa ditanam petani setempat, maka pertanaman padi demplot PTT kecuali varietas Dodokan dan Inpari 2, dapat meningkatkan hasil gabah antara 6 22%. Hasil gabah pertanaman super impose galur-galur toleran kekeringan dan umur genjah juga menunjukkan hasil yang baik dan cocok ditanam di lahan sawah tadah hujan musim tanam II 2009 (kemarau). Rata-rata hasil gabah pertanaman super impose galur-galur padi mencapai 7,35 t/ha GKP atau setara de-
ngan 6,49 t/ha GKG. Kisaran hasil gabah galurgalur tersebut antara 6,26 t/ha sampai 6,78 t/ ha GKG dengan hasil gabah terendah dicapai pada galur S4616 dan OM1490 dan tertinggi OM5240 (Tabel 4). Dibandingkan dengan varietas Ciherang sebagai pembanding (pertanaman petani), maka pertanaman padi super impose dapat meningkatkan hasil gabah 1 - 9%. Analisis usahatani Hasil analisis usahatani padi sawah tadah hujan di musim kemarau menunjukkan pendapatan bersih pertanaman padi demplot PTT 21,2% lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara petani. Dilihat dari nisbah pendapatan bersih dan jumlah biaya, maka usahatani padi sawah tadah hujan di musim kemarau demplot PTT maupun cara petani sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan dengan
Tabel 3. Rata-rata hasil gabah beberapa varietas pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec.Haurgeulis, Indramayu. MK 2009 Varietas
Rata-rata hasil (t/ha) GKP
Indeks
GKG
Indeks
Inpari 1
8,26
122
7,60
122
Inpari 2
6,62
98
6,11
98
Inpari 3
8,10
120
7,14
115
Inpari 6
7,72
114
7,02
113
Inpari 10
8,21
121
7,40
119
Dodokan
6,50
96
5,98
96
Silugonggo
7,89
117
7,17
115
Ciherang
7,33
108
6,62
106
Mekongga
7,76
115
7,15
115
Situ Bagendit
7,74
114
7,07
114
Rata-rata
7,63
-
6,95
-
Ciherang (cara petani)
6,77
100
6,22
100
654
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 4. Rata-rata hasil gabah galur harapan padi pertanaman demplot pendekatan PTT padi sawah tadah hujan di Desa Sidadadi, Kec. Haurgeulis, Indramayu. MK 2009 Galur harapan
Rata-rata hasil (t/ha) GKP
Indeks
GKG
Indeks
OM5240
7,65
113
6,78
109
OM4495
7,48
111
6,76
108
OM1490
7,43
110
6,26
101
BP1979
7,40
109
6,41
103
S4616
6,79
100
6,26
101
Rata-rata
7,35
-
6,49
-
Ciherang (cara petani)
6,77
100
6,22
100
nilai B/C rasio demplot PTT sebesar 1,57 dan cara petani sebesar 1,31. Marginal B/C pada demplot PTT padi sawah tadah hujan musim kemarau dan cara petani adalah 18,0 (Tabel 5).
Persepsi petani Pelaksanaan demplot PTT padi sawah tadah hujan menimbulkan persepsi petani yang beragam tentang pendekatan PTT yang sedang diteliti bersama, namun dapat dipahami oleh petani. Persepsi tersebut selengkapnya disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 5. Analisa usahatani per hektar padi sawah tadah hujan musim kemarau, Desa Sidadadi, Kecamatan Haurgeulis, Indramayu. MK 2009 Uraian
PTT
Cara petani
Biaya upah tenaga kerja (Rp/ha)
4.598.625
4.446.375
Biaya sarana produksi (Rp/ha)
1.609.000
1.501.500
624.000
780.000
Total biaya (Rp/ha)
6.831.625
6.727.500
Pendapatan kotor (Rp/ha)
17.549.000
15.571.000
Pendapatan bersih (Rp/ha)
10.717.375
8.843.500
B/C ratio
1,57
1,31
Marginal B/C
18,0
-
Biaya lain-lain (Rp/ha)
655
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 6. Persepsi petani terhadap demplot PTT padi sawah tadah hujan Uraian
Persepsi
Varietas unggul baru dan benih berlabel
Petani meyakini varietas unggul baru dan benih berlabel bermutu baik dan dapat meningkatkan hasil padi.
Tanam legowo 2:1
Pada awalnya petani khawatir populasi tanaman berkurang akibat banyaknya ruang kosong yang tidak ditanami sehingga akan mengurangi produksi. Tenaga kerja tanam pada awalnya merasa kesulitan dan meminta upah lebih tinggi. Petani merasa lega setelah melihat pertanaman padi menjelang panen tidak ada bedanya dengan tanam tegel (25x25) cm.
Pupuk lengkap dan berimbang
Pemupukan lengkap dan berimbang diyakini petani dapat meningkatkan hasil gabah, terlebih apabila jumlah dan waktu pemberiannya tepat.
Penggunaan herbisida
Awalnya petani khawatir tanaman padi akan keracunan dan mati, namun setelah mengetahui jenis herbisida yang digunakan petani memahami herbisida pra tumbuh dapat menekan gulma dan mengurangi biaya penyiangan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Masalah utama yang dihadapi petani padi sawah tadah hujan pada musim kemarau adalah benih bermutu, gulma, penyakit kresek, dan kekurangan air. 2. Komponen utama PTT padi sawah tadah hujan pada musim kemarau adalah: olah tanah minimum dan pesemaian culikan, penggunaan varietas unggul baru toleran kekeringan dan umur genjah, benih berkualitas, pengelolaan hara tanaman, pengendalian gulma terpadu, dan PHT penyakit kresek. 3. Rata-rata hasil demplot PTT padi sawah tadah hujan dapat meningkatkan hasil gabah 11,9% dan pendapatan usahatani sebesar 21,2% lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara petani.
Fagi, A.M., 1995. Strategies for improving rainfed lowland rice production systems in Central Java. p.:189-199 In Rainfed Lowland rice. Agricultural Research for High-Risk Environments. IRRI. Philippines. Fagi, A.M., S.I. Bhuiyan and J.L. McIntosh, 1986. Efficient use of water for rainfed lowland rice. In: Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Los Banos, Philippines. Goswarni, NN., S.K. De Datta and M.V. Rao, 1995. Soil fertility and fertilizer management for rainfed lowland rice. In: Progress in rainfed lowland rice. IRRI. Los Banos, Philippines. Pane, H., P. Bangun dan S.Y. Jatmiko, 1999. Pengendalian gulma pada pertanamn padi gogorancah dan walikjerami di lahan sawah tadah hujan. p.: 150-159 Dalam Menuju Sistem Produksi Padi
656
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan. Bogor.
and development of several major rice diseases. Prosseding Seminar Nasional Kalium. Jakarta 4 Agustus 1992.: 155162. Wihardjaka, A., S. Abdulrachman, Susanto, and C.P. Mamaril, 1999. Potassium dynamic under intensified and diversified rice-based cropping system. p.: 170-182 Dalam Menuju Sistem Produksi Padi Berwawasan Lingkungan. Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah (S. Partohardjono, J. Soejitno dan Hermanto, ed.). Puslibang Tanaman Pangan Bogor.
Setiobudi, D. and B. Suprihatno, 1996. Response of flooding in gogorancah rice and moisture stress effect at reproductive stage in walik jerami rice. p.: 80-90 In Physiology of Stress Tolerance in Rice (V.P. Singh, R.K. Singh, B.B. Sing and R.S. Zeigler, ed.). NDUAT, India – IRRI, Philippines. Suparyono, S. Kartaatmadja dan A.M. Fagi., 1992. Relationship between potassium
657