PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH Oleh : Saiful Helmy
Budidaya Padi Melalui PTT PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah merupakan sebuah inovasi untuk menunjang peningkatan produksi padi. Hal ini dilatarbelakangi karena beras sebagai bahan pangan yang berasal dari padi merupakan bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sebagai bahan pangan pokok utama padi memegang posisi yang strategis untuk dikembangkan. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah adalah suatu pendekatan inovatif dalam upaya peningkatan efisiensi usaha
tani
komponen
padi
sawah
teknologi
yang
dengan saling
menggabungkan menunjang
dan
berbagai dengan
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak agar memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Pengelolaan
Tanaman
Terpadu
atau
PTT
padi
sawah
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi dari segi hasil dan kualitas melalui penerapan teknologi yang cocok dengan kondisi setempat (spesifik lokasi) serta menjaga kelestarian lingkungan. Dengan meningkatnya hasil produksi diharapkan pendapatan petani akan meningkat. Sebagai salah satu upaya maupun inovasi untuk meningkatkan produktivitas tanaman penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah didasarkan pada empat prinsip, yaitu : Terpadu;
bukan
merupakan
teknologi
teknologi
tetapi
merupakan
suatu
maupun
pendekatan
paket agar
sumberdaya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu. Sinergis; memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi. Spesifik lokasi; memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan
fisik
maupun
sosial
budaya
dan
ekonomi
pertanian setempat. Partisipatif; petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kemampuan petani dan kondisi setempat melalui proses pembelajaran dalam bentuk laboratorium lapangan. Dalam penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah tidak lagi dikenal rekomendasi untuk diterapkan secara
nasional karena petani secara bertahap dapat memilih sendiri komponen teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan petani
dan
keadaan
setempat
untuk
diterapkan
dengan
mengutamakan efisiensi biaya produksi dan komponen teknologi yang saling menunjang untuk diterapkan. KOMPONEN TEKNOLOGI PTT PADI SAWAH Komponen teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah dirakit berdasarkan kajian kebutuhan dan peluang (KKP) yang akan mempelajari permasalahan yang dihadapi petani dan cara-cara mengatasi permasalahan tersebut dalam upaya meningkatkan produksi sehingga komponen teknologi yang dipilih akan sesuai dengan kebutuhan setempat. PTT
(Pengelolaan
menyediakan
beberapa
Tanaman pilihan
Terpadu)
komponen
padi teknologi
sawah yang
dikelompokkan menjadi komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar adalah sekumpulan teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan semuanya sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi dengan input yang efisien sebagaimana menjadi tujuan dari PTT. Komponen teknologi dasar PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi : Penggunaan varietas padi unggul atau varietas padi berdaya hasil tinggi dan bernilai ekonomi tinggi yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani. Benih bermutu dan berlabel/bersertifikat.
Pemupukan berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). Sedangkan komponen teknologi pilihan adalah teknologiteknologi penunjang yang tidak mutlak harus diterapkan tetapi lebih didasarkan pada spesifik lokasi maupun kearifan lokal dan telah terbukti serta berpotensi meningkatkan produktivitas. Secara spesifik lokasi dan kearifan lokal komponen teknologi ini dapat diperoleh dari sumber daya alam yang tersedia ataupun dari pengalaman petani sendiri. Komponen teknologi pilihan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah meliputi : Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam. Penggunaan bibit muda (< 21 HSS). Tanam dengan jumlah bibit terbatas yaitu antara 1 – 3 bibit perlubang. Pengaturan populasi tanaman secara optimum (jajar legowo). Pemberian bahan organik berupa kompos atau pupuk kandang serta pengembalian jerami ke sawah sebagai pupuk dan pembenah tanah. Pengairan berselang (intermiten irrigation) secara efektif dan efisien. Pengendalian gulma dengan landak atau gasrok. Panen dan penanganan pasca panen yang tepat. Perpaduan
komponen
teknologi
dasar
dan
komponen
teknologi pilihan ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar
terhadap permasalahan produktivitas padi dengan didasarkan pada pendekatan yang partisipatif. TEKNIS PELAKSANAAN PTT PADI SAWAH Berikut akan diuraikan teknis budidaya padi sawah melalui pendekatan
PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
dengan
menggabungkan komponen teknologi dasar dan teknologi pilihan. A. Pengolahan Tanah Sesuai Musim dan Pola Tanam Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna dengan dua kali pembajakan dan satu kali garu atau minimal, atau tanpa olah tanah. Pemilihan cara yang akan dilakukan disesuaikan dengan keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang, pola tanam dan jenis/struktur tanah. Dua minggu sebelum pengolahan tanah, taburkan bahan organik secara merata di atas hamparan sawah. Bahan organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang (2 ton/ha) atau kompos jerami (5 ton/ha). B. Varietas Unggul Dalam PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah pemilihan varietas merupakan salah satu komponen utama yang mampu meningkatkan produktivitas padi. Varietas padi yang akan ditanam
dipilih
varietas
unggul
baru
(VUB)
yang
mampu
beradaptasi dengan lingkungan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik, tahan serangan penyakit, berdaya hasil dan bernilai jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang dapat diterima pasar.
Varietas unggul baru (VUB) dapat berupa padi inbrida seperti ciherang, mekongga, inpari (10, 11,13) atau hibrida seperti rokan, hipa 3, bernas super dan intani. Tanam varietas unggul baru ini secara bergantian untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit. C. Benih Bermutu Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi, berukuran penuh dan seragam, daya kecambah diatas 80 % (vigor tinggi), bebas dari biji gulma, penyakit dan hama atau bahan lain. Gunakan selalu benih yang telah memiliki sertifikasi atau label untuk mendapatkan benih dengan tingkat kemurnian tinggi dan berkualitas atau benih bermutu yang diproduksi oleh petani. PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
padi
sawah
menganjurkan untuk menyeleksi atau memilih benih bermutu agar didapatkan benih yang benar-benar berkualitas (bernas) dan vigor tinggi dengan cara membuat larutan garam dapur (30 gram garam dapur dalam 1 liter air) atau larutan pupuk ZA (1kg pupuk ZA dalam 2,7 liter air). Benih dimasukkan ke dalam larutan garam atau pupuk ZA (volume larutan 2 kali volume benih) kemudian diaduk dan benih yang mengambang atau terapung di permukaan larutan dibuang. Cara sederhana dapat dilakukan dengan merendam benih dalam larutan garam dapur menggunakan indikator telur. Telur mentah (bisa telur ayam atau bebek) dimasukkan ke dalam air, kemudian masukkan garam sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai telur terapung ke permukaan. Kemudian telur diambil dan benih
dimasukkan
ke
dalam
larutan
garam.
Benih
yang
mengapung dibuang dan benih yang tenggelam selanjutnya dicuci sampai bersih dari garam untuk disemai. Untuk keperluan penanaman seluas 1 hektar benih yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak 20 kg. Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air sampai bersih dari garam kemudian direndam dengan air bersih selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam karung atau wadah lainnya selama 48 jam dan dijaga kelembabannya dengan membasahi wadah dengan air. Untuk benih padi hibrida tidak diberi perlakuan perendaman dalam larutan garam tetapi langsung direndam dalam air dan selanjutnya diperam. Lahan persemaian untuk 1 hektar luasan lahan pertanaman sebaiknya 400 meter persegi (4% dari luas tanam) dengan lebar bedengan 1 – 1,2 meter dan antar bedengan dibuat parit sedalam 25 – 30 cm. Saat pembuatan bedengan taburkan bahan organik 2 kg /meter persegi seperti kompos, pupuk kandang atau campuran berbagai bahan antara lain kompos, pupuk kandang, serbuk kayu, abu dan sekam padi. Tujuan pemberian bahan organik ini untuk memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa dikurangi. D. Sistem Tanam PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
padi
sawah
menganjurkan tanam menggunakan bibit muda atau kurang dari
21 HSS (hari setelah sebar) dan jumlah bibit 1 – 3 batang per lubang karena bibit lebih muda akan menghasilkan anakan lebih banyak dibanding menggunakan bibit lebih tua. Pada daerah endemik keong untuk mengantisipasi serangan keong dapat menggunakan bibit lebih dari 21 HSS tetapi dianjurkan tidak lebih dari 25 HSS. Masa kritis serangan keong berada pada 21 hari setelah sebar dan 10 hari setelah pindah tanam. Tanam dilakukan dengan kondisi lahan jenuh air (ketinggian air kurang lebih 2 cm dari permukaan tanah macak-macak) dengan jumlah bibit yang ditanam tidak lebih dari 3 bibit per rumpun. Gunakan jarak tanam yang beraturan seperti model tegel 20 X 20 cm (25 rumpun/meter persegi) atau 25 X 25 cm (16 rumpun/meter persegi). Pengaturan jarak tanam dapat dilakukan dengan menggunakan caplak atau tali sebagai mal. PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
padi
sawah
menganjurkan untuk mengatur jarak dan populasi tanaman dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam dengan pengaturan jarak tanam tertentu sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
padi
sawah
menganjurkan penerapan sistem tanam jajar legowo karena adanya keuntungan dan kelebihan yang lebih dibanding dengan sistem tanam konvensional (tegel) diantaranya yaitu :
Adanya efek tanaman pinggir. Sampai batas tertentu semakin tinggi populasi tanaman semakin banyak jumlah malai persatuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen. Terdapat ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpulan keong atau mina padi. Pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah. Dengan areal pertanaman yang lebih terbuka dapat menekan hama dan penyakit. Penggunaan pupuk lebih berdaya guna. Sistem tanam jajar legowo yang dapat diterapkan adalah sistem tanam jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan penyulaman tanaman dapat dilakukan sebelum tanaman berumur 14 HST (hari setelah tanam). E. Pengairan Berselang (Intermittent Irrigation) Pengairan dilakukan dengan sistem pengairan berselang (intermittent irrigation). Pengairan berselang adalah pengaturan kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian yang bertujuan untuk : Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi lebih luas. Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam karena akar
yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak. Mencegah timbulnya keracunan besi. Mencegah penimbunan asam organik dan gas hidrogen sulfida yang menghambat perkembangan akar. Mengaktifkan jasad renik (mikrobia tanah) yang bermanfaat. Mengurangi kerebahan. Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah). Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen. Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah). Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus. Teknis penerapan pengairan berselang dilakukan pada saat tanaman berumur 3 HST (hari setelah tanam) dimana petakan sawah diairi dengan tinggi genangan 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air sampai kondisi air di petakan habis dan tanah mengering sedikit retak. Baru pada hari ke 4 (7 HST) petakan sawah diairi kembali hingga genangan air setinggi 3 cm dan tidak ada penambahan air sampai kondisi air dipetakan habis dan tanah menjadi mengering sedikit retak kembali. Cara ini dilakukan terus sampai fase anakan maksimal.
Pada saat mulai fase pembentukan malai (bunting) sampai pengisian biji petakan sawah digenangi terus. Petakan dikeringkan kembali saat 10 – 15 hari sebelum panen. Pada tanah yang cepat menyerap air atau berpasir selang waktu pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air selama satu musim tanam kurang mencukupi selang waktu pengairan dapat diperpanjang yaitu dengan selang waktu 5 hari. Pengairan berselang secara efektif dan efisien hanya dapat dilakukan pada areal sawah irigasi teknis yang dapat dengan mudah mengatur masuk dan keluarnya air pada areal persawahan. Pada sawah-sawah yang sistem drainasenya tidak baik (sulit dikeringkan) atau sawah tadah hujan pengairan berselang (intermittent irrigation) tidak perlu diterapkan. F. Pemupukan Berimbang PTT
(Pengelolaan
Tanaman
Terpadu)
padi
sawah
menerapkan pemupukan berimbang secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pemupukan berimbang adalah pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah unsur N (nitrogen ; dalam bentuk pupuk urea), P (phospat ; dalam bentuk pupuk TSP/SP36) dan K (kalium ; dalam bentuk pupuk KCL).
Kebutuhan
N
tanaman
dapat
diketahui
dengan
cara
mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan bagan warna daun (BWD). Bagan warna daun adalah sebuah alat untuk mengukur tingkat kebutuhan N tanaman dengan mengukur skala tingkat kehijauan warna daun sehingga dapat diketahui jumlah kebutuhan unsur hara N tanaman. Nilai pembacaan bagan warna daun (BWD) digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman. Pemberian pupuk awal N diberikan pada umur tanaman sebelum 14 HST ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Dosis pupuk awal N (urea) untuk padi varietas unggul baru adalah 50 – 75 kg/ha, sedangkan untuk padi tipe baru dengan dosis 100 kg/ha. Pembacaan BWD hanya dilakukan menjelang pemupukan kedua (tahap anakan aktif ; umur 21 – 28 HST) dan pemupukan ketiga (tahap primordia ; umur 35 – 40 HST). Khusus untuk padi hibrida dan padi tipe baru pembacaan BWD juga dilakukan pada saat tanaman dalam kondisi keluar malai dan 10 % berbunga. Pemupukan dilakukan dengan cara disebar/ditabur merata di seluruh permukaan tanah. Urea merupakan pupuk yang mudah larut dalam air sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup. Pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Status hara tanah P dan K dapat ditentukan dengan perangkat uji tanah sawah (PUTS). Tiap
wilayah telah memiliki dosis rekomendasi pemupukan P dan K yang berdasarkan pada uji tanah sawah yang dilakukan oleh instansi terkait (Balai Penyuluhan/Dinas Pertanian). Terdapat tiga skala tingkatan status hara tanah P dan K pada suatu lahan sawah yaitu tinggi, sedang dan rendah sebagaimana termuat dalam tabel di bawah ini : Pupuk P diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar atau bersamaan dengan pemupukan N yang pertama pada 0 – 14 HST. Pupuk K pada lahan sawah dengan status hara tanah P dan K rendah (dosis 100 kg/ha KCL) diberikan 50 % sebagai pupuk dasar (pemupukan pertama) dan sisanya diberikan pada masa primordia. Pada lahan sawah dengan status hara tanah P dan K sedang – tinggi (< 50 kg KCL/ha) pupuk K diberikan seluruhnya sebagai pupuk dasar (0 – 14 HST). G. Pengendalian Gulma Pengendalian
gulma
atau
penyiangan
adalah
kegiatan
membersihkan pertanaman dari rumput dan tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya (gulma) di areal pertanaman karena dapat mengganggu perkembangan tanaman pokok. Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan, menggunakan alat gasrok (landak) atau menggunakan herbisida. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah lebih menganjurkan melakukan penyiangan dengan menggunakan alat gasrok karena sinergis dengan pengelolaan lainnya dan lebih memiliki keuntungan yaitu :
Ramah lingkungan. Hemat tenaga kerja sehingga lebih ekonomis dibandingkan dengan penyiangan menggunakan tangan. Memberikan sirkulasi udara ke dalam tanah sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar tanaman. Apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah sehingga pemberian pupuk menjadi efisien. Penyiangan menggunakan gasrok dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Penyiangan dilakukan saat tanaman berumur 10 – 15 HST Dianjurkan dilakukan dua kali, dimulai pada saat tanaman berumur 10 – 15 HST dan diulangi 10 – 25 hari kemudian dilakukan pada kondisi air macak-macak dengan ketinggian 2 – 3 cm Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman dicabut dengan tangan Dilakukan dua arah yaitu diantara dan di dalam barisan tanaman. Pengendalian gulma atau penyiangan secara manual hanya efektif dilakukan apabila air di petakan sawah dalam kondisi macak-macak
atau
tanah
jenuh
air.
Jika
kondisi
tidak
memungkinkan dilakukan penyiangan/pengendalian gulma secara manual dan populasi gulma sudah tinggi maka pengendalian gulma dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.
H. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) PHT merupakan konsep sekaligus strategi penanggulangan hama dengan pendekatan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus terkait
dengan
pengelolaan
ekosistem
secara
keseluruhan.
Pengelolaan ekosistem dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang tinggi terhadap hama. Untuk itu, petani harus melakukan pemantauan lapang secara rutin. Dengan demikian, perkembangan populasi dan faktor-faktor penghambat lainnya dapat diatasi/diantisipasi dan faktor-faktor pendukung dapat dikembangkan. Apabila dengan pengelolaan ekosistem tersebut masih terjadi peningkatan populasi dan
serangan
hama,
langkah
selanjutnya
adalah
tindakan
pengendalian. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT) merupakan
suatu
pendekatan
pengendalian
yang
memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak menimbulkan kerugian yang besar. Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan perpaduan berbagai cara pengendalian hama dan penyakit diantaranya dengan melakukan monitoring populasi hama dan kerusakan tanaman sehingga penggunaan teknologi pengendalian dapat menjadi lebih tepat.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat dilakukan dengan menggunakan strategi diantaranya : Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua taktik atau metode pengendalian hama. Taktik PHT adalah: Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang
dapat merugikan atau mematikan
perkembangan musuh alami. Pengelolaan ekosisem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat lingkungan
tanaman
menjadi
kurang
sesuai
bagi
perikehidupan hama serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati Pengendalian fisik dan mekanis yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan.
Ada
empat
prinsip
yang
harus
dilaksanakan dalam penerapan PHT, yaitu pembudidayaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan secara rutin, dan pengambiian keputusan pengendalian oleh petani.
Sasaran PHT adalah: Produktivitas pertanian mantap tinggi. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat. Populasi hama dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada tingkatan yang secara ekonomis tidak merugikan. Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Gunakan varietas tahan hama dan penyakit. Tanam tanaman yang sehat. Memanfaatkan musuh alami. Pengendalian secara mekanik (menggunakan alat) dan fisik (menangkap). Penggunaan pestisida hanya jika diperlukan dan dilakukan tepat sesuai dosis, sasaran dan waktu. I. Melestarikan Musuh Alami Di dalam ekosistem pertanian terdapat kelompok makhluk hidup yang tergolong predator, parasitoid, dan patogen. Ketiga kelompok
yang
disebut
musuh
alami
tersebut
mampu
mengendalikan populasi hama. Tanpa bekerjanya musuh alami, hama akan memperbanyak diri dengan cepat sehingga dapat merusak tanaman. Predator merupakan kelompok musuh alami yang sepanjang hidupnya memakan mangsanya. Predator memiliki bentuk tubuh yang relatif besar sehingga mudah dilihat. Contoh
Predator pada tanaman padi adalah Laba-laba, Coocenelit, Paiderus. Parasitoid memiliki inang yang spesifik berukuran relatif kecil, sehingga sulit dilihat. Umumnya Parasitosoid hanya memerlukan seekor serangga inang. Parasitoid meletakkan telurnya secara berkelompok atau individual di dalam atau di sebelah luar tubuh inangnya. Bila sebutir telur parasitoid menetas dan berkembang menjadi dewasa, maka inangnya akan segera mati. Parasitoid dapat menyerang telur, larva, nimfa, pupa atau imago inang. J. Panen dan Pasca Panen PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah sangat memperhatikan proses penanganan panen dan pasca panen. Panen dan pasca panen harus ditangani secara baik dan benar karena penanganan panen dan pasca panen yang tidak baik dan benar dapat menyebabkan kehilangan hasil 4 – 18 %. Untuk mendapatkan butir padi dan beras dengan kualitas baik perlu memperhatikan ketepatan waktu panen. Panen terlalu cepat dapat menimbulkan prosentase butir hijau tinggi yang berakibat sebagian butir padi tidak berisi atau rusak saat digiling. Panen terlambat menyebabkan hasil berkurang karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah atau beras pecah saat digiling. Umur tanaman padi mungkin berbeda antara varietas satu dengan varietas yang lainnya sehingga hal ini juga perlu
diperhatikan.
Hitung
sejak
padi
berbunga
biasanya
panen
dilakukan pada 30 s/d 35 hari setelah padi berbunga. Jika malai telah menguning 95 % segera lakukan pemanenan. Panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan sabit bergerigi 10 – 15 cm dari atas permukaan tanah atau dari pangkal malai jika akan dirontok dengan power thresser. Panen sebaiknya dilakukan secara berkelompok (15 – 20 orang) yang dilengkapi dengan alat perontok. Dengan cara ini maka tingkat kehilangan hasil pada saat panen dapat dikurangi. Gunakan plastik atau terpal sebagai alas padi yang baru dipotong dan ditumpuk sebelum dirontok. Sesegera mungkin padi dirontokan, apabila panen dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya sore harinya segera dirontokkan karena perontokkan yang dilakukan lebih dari dua hari dapat menyebabkan kerusakan beras. Perlu diperhatikan juga jika perontokkan padi dilakukan dengan cara tradisional (di-gepyok) maka gunakan alas dari plastik atau terpal yang lebarnya mencukupi dan bagian pinggir plastik atau terpal dilipat keatas yang berfungsi sebagai dinding untuk menahan butir padi terlempar keluar dari alas sehingga dapat mengurangi kehilangan hasil. Proses selanjutnya adalah penanganan pasca panen. Gabah yang sudah dirontokkan dijemur di atas lantai jemur atau jika tidak ada bisa menggunakan terpal. Gabah dijemur dengan ketebalan 5 – 7 cm dan dilakukan pembalikan setiap 2 jam sekali hingga
kering. Gabah kering jika tidak langsung digiling harus disimpan di tempat yang bersih dalam lumbung/gudang yang bebas hama dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Gabah yang akan dikonsumsi agar diperoleh beras dengan kualitas baik disimpan dengan kadar air 14 %. Sedangkan gabah yang akan digunakan sebagai benih disimpan dengan kadar air 12 %. Gabah yang akan disimpan dalam waktu lama harus memiliki kadar air yang lebih rendah. Untuk penyimpanan 4 – 6 bulan gabah harus memiliki kadar air 12 % dan apabila disimpan selama 7 – 12 bulan kadar air gabah 11 %. Yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah adalah tempat penyimpanan dan wadah yang digunakan untuk mengemas gabah. Gudang atau tempat penyimpanan harus bersih dari kotoran dan hama, dapat melindungi gabah dari hama seperti tikus dan memiliki sirkulasi udara yang baik. Wadah pengemas dapat menggunakan kemasan karung, kemasan plastik dan kemasan yute. Kemasan harus dapat melindungi gabah dari hama, kerusakan fisik terhadap goncangan dan mudah dipindahkan. Simpan gabah dengan ditata rapi secara bertumpuk dan mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Sebaiknya kemasan atau karung disimpan tidak langsung menempel pada dinding karena dapat mempengaruhi kelembaban padi dalam kemasan. Pencegahan dan pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara
fumigasi.
Penggunaan
insektisida
jangan
langsung
disemprotkan pada butiran gabah karena dapat mempengaruhi kualitas gabah. Gabah yang sudah disimpan jika akan digiling dianginanginkan terlebih dahulu sebelum digiling untuk menghindari butir beras pecah. PENUTUP Sekali lagi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah bukan bersifat teknologi tetapi merupakan suatu pendekatan inovatif dalam usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam usaha usaha tani padi. Pada prinsipnya PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) lebih bersifat spesifik lokasi dan partisipatif sehingga semua teknis yang telah diuraikan di atas tidak harus mutlak untuk diterapkan di seluruh daerah. Petani di tiap-tiap dengan didampingi tenaga teknis dari instansi terkait dapat memilih sendiri komponen teknologi yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi lingkungan setempat. PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah diterapkan dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan menerapkan efisiensi dan efektifitas dalam usaha tani padi sawah dengan memperhatikan sumber daya alam, kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Akhirnya supaya penerapan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dalam budidaya padi sawah dan usaha tani lainnya dapat
berjalan dengan baik dan benar maka diperlukan kerjasama dan bimbingan yang intensif dari semua pihak yang terkait demi terwujudnya
peningkatan
produksi
beras
nasional
dalam
menunjang ketahanan pangan dan swasembada beras pada khususnya. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1994. Pengenalan dan Pengendalian OPT Padi. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Ditjen Bina Perlindungan Tanaman. Jakarta. Anonim. 2001. Padi. Buku 3. Badan Litbang. Pusat Tanaman Pangan. Bogor.
Penelitian dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Petunjuk Teknis PTT Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah, Semarang : Set – BAKORLUH Jawa Tengah, 2010. Edi Sunarjo, Joko Darmadjati dan Mahyuddin Syam. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 2001. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Usaha Tani Padi Dengan Pendekatan PTT, Jakarta : Kementerian Pertanian, 2011. Pusat Penyuluhan Pertanian Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Budidaya Padi, Jakarta : BPSDM Pertanian, 2011. Penatanian.Blogspot.COM, Tata Cara Penyimpanan, Pengemasan maupun Pelabelan Gabah atau Beras Secara Baik dan Benar, 2011.