KAJIAN PRODUKTIVITAS PADI VUB INPARI 10 DAN INPARI13 DENGAN PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI LAHAN SAWAH IRIGASI - JAMBI Jumakir dan Endrizal Peneliti Madya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jln. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Pengkajian ini bertujuan untuk membandingkan varietas unggul baru padi dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) terhadap produktivitas dan pendapatan petani di Desa Sri Agung Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Pengkajian ini dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sri Agung Kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat pada musim kemarau dari bulan April sampai Juli 2011. Pada pengkajian ini melibatkan petani dari Kelompok Tani Sido Rukun dengan luas tanam 2 ha, varietas yang ditanam adalah Inpari 10, Inpari 13 dan IR 64. Pengkajian ini petani menerapkan paket teknologi budidaya padi melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) meliputi pengolahan tanah, varietas unggul baru, sistem tanam jajar legowo 4:1, umur bibit 21 hari (tapin), pemupukan, pengairan (intermitten) dan PHT. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa keragaan tanaman dan hasil padi varietas Inpari 10 dan Inpari 13 lebih baik dan lebih tinggi dibanding varietas IR 64. Produktivitas VUB Inpari 13 adalah 7,15 t/ha dan VUB Inpari 10 yaitu 6,86 sedangkan varietas IR 64 sebesar 5,25 t/ha. Respon petani cukup baik terhadap varietas Inpari 13 dan Inpari 10, sehingga ke dua varietas tersebut ditanam pada musim tanam berikutnya. Penerimaan usahatani padi Inpari 13 lebih tinggi dibanding usahatani Inpari 10 dan IR 64. R/C ratio Inpari 13 dan Inpari 10 lebih besar dari 2 sedangkan IR 64 R/C yaitu 1,93. Kata kunci: padi, produktivitas dan pendapatan, lahan sawah irigasi
PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian menetapkan aksi Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) sebesar 2 juta ton beras dan selanjutnya kenaikan 5 % setiap tahunnya. Program P2BN ini mendukung ketahanan pangan supaya surplus beras nasional. Ketahanan pangan tidak hanya mengutamakan pada peningkatan produksi, tetapi juga diperlukan teknologi yang mampu menghasilkan produk yang efisien, berdaya saing tinggi dan dalam jumlah yang cukup. Padi merupakan komoditas strategis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan politik karena tanaman pangan terpenting yang menyangkut hajat hidup dan kebutuhan dasar hampir seluruh rakyat Indonesia. Keamanan dan kecukupan bahan pangan terutama beras merupakan tolok ukur penting dalam pengambilan kebijakan pembangunan di Indonesia. Penggunaan varietas unggul merupakan salah satu implementasi dari program P2BN (Alimoeso, 2009). Pada akhir-akhir ini di Indonesia terjadi pelandaian produksi padi. Menurut Abdullah et al. (2008), salah satu penyebab rendahnya produksi padi adalah telah tercapainya potensi hasil optimum dari varietas unggul baru (VUB) yang ditanam oleh petani atau terbatasnya kemampuan genetik varietas unggul yang ada untuk berproduksi lebih tinggi (Balitpa, 2003). Berbagai upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah irigasi telah dilakukan melalui teknologi revolusi hijau. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Pusat Penelitian Tanaman Pangan dan Balai Penelitian Tanaman Padi (Balitpa) berhasil mendapatkan varietas unggul baru yang mempunyai potensi hasil tinggi seperti Ciherang, Way Apo Buru, Cimelati, Cigeulis, Ciapus, Gilirang, Fatmawati, Hibrida Rokan dan Maros dengan potensi hasil melebihi IR 64 (Abdullah, 2004). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas padi sawah tersebut adalah adanya penggunaan varietas yang sama pada suatu wilayah dengan kurun waktu yang lama, sehingga tidak mampu lagi berproduksi lebih tinggi karena kemampuan genetiknya terbatas (Makarim, 2004). Oleh karena itu perlu adanya varietas unggul baru (VUB), sebagai pengganti varietas unggul lama yang sudah mengalami penurunan produktivitas. Upaya peningkatan produksi padi di Provinsi Jambi perlu adanya penanaman VUB ke sentra-sentra produksi. Di samping penggantian varietas unggul lama dengan VUB, penggunaan benih bermutu (bersertifikat) dalam pengelolaan tanaman terpadu padi sawah dapat meningkatkan hasil (Zaini et al., 2004). Padi varietas unggul baru (VUB) merupakan salah satu terobosan inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas padi dan pendapatan petani. VUB juga merupakan inovasi
teknologi yang paling mudah diadopsi petani karena teknologi ini murah dan penggunaannya sangat praktis. Varietas unggul merupakan salah satu komponen teknologi yang memiliki peran nyata dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasil komoditas pertanian (Daradjat, 2001 dan Soewito et al.1995). Selanjutnya Menurut Abdullah et al. (2008) bahwa VUB padi sawah perlu dikembangkan di Indonesia, karena: 1) padi sawah merupakan pemasok utama produksi beras nasional, sehingga penanaman VUB akan meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan petani, 2) VUB merupakan padi inhibrida, sehingga produksi benih lebih mudah dan murah dan harga benih bermutu terjangkau petani. Sejalan dengan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka perlu adanya inovasi baru untuk memacu peningkatan produktivitas padi dan sekaligus peningkatan pendapatan petani melalui pendekatan pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) (Deptan 2002). VUB Inpari 10 memiliki umur tanaman berkisar 108-116 hari dan potensi hasil 7,0 t/ha GKG sedangkan Inpari 13 memiliki umur tanaman berkisar 101-103 hari dan potensi hasilnya 8,0 t/ha GKG (Suprihatno et al. 2009), kedua varietas tersebut memiliki potensi hasil tinggi dibanding IR 64 (6,0 t/ha GKG) dengan mutu beras baik dan tahan Hawar Daun bakteri. Pengkajian ini bertujuan untuk membandingkan varietas unggul baru padi dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) terhadap produktivitas dan pendapatan petani di Desa Sri Agung Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
METODE PENELITIAN Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di Desa Sri Agung Kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi pada musim kemarau dari bulan April sampai Juli 2011. Pengkajian ini melibatkan petani dari Kelompok Tani Sido Rukun dengan luas tanam 2 ha, dan varietas yang ditanam adalah Inpari 10, Inpari 13 dan IR 64. Dalam pengkajian ini petani menerapkan paket teknologi budidaya padi melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) meliputi pengolahan tanah, varietas unggul baru, sistem tanam jajar legowo 4:1, umur bibit 21 hari (tapin), pemupukan, pengairan (intermitten) dan PHT. Komponen teknologi PTT padi yang diterapkan dilokasi pengujian tertera pada Tabel 1. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor. Setelah pembajakan I sawah digenangi selama 7 hari, kemudian dilakukan penggaruan yang bertujuan untuk meratakan dan pelumpuran tanah. Benih yang digunakan berasal dari BB Padi. Sistem tanam yang digunakan adalah pola jajar legowo 4:1 yaitu 4 baris tanaman padi yang diselingi satu baris yang dikosongkan. Jarak tanam dan baris pinggir pada tiap unit legowo lebih rapat dari baris yang ditengah (setengah jarak tanam baris yang ditengah), dengan maksud mengkompensasi populasi tanaman pada baris yang dikosongkan. Pemberian pupuk organik berupa pupuk kompos dengan dosis 1,0 t/ha yang diberikan pada waktu pengolahan tanah ke II Pemberian pupuk anorganik yaitu Urea diberikan pertama 150 kg/ha, pupuk SP 36 dan KCl diberikan dengan dosis 100 kg/ha dan 50 kg/ha. Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT). Tabel 1. Komponen teknologi PTT padi di lahan sawah irigasi Desa Sri Agung Kabupaten Tanjung Jabung Barat-Jambi. No. Komponen Teknologi PTT 1. Pengolahan tanah Traktor 1 x bajak, 1 x garu 2. Benih Berlabel/bermutu 3. Persemaian Basah 4. Sistem tanam Legowo 4:1 5. Umur bibit 21 hari 6. Varietas Inpari 10, Inpari 13 dan IR 64 7. Pupuk organik Pupuk kompos 1,0 t/ha 8. Pupuk anorganik (kg/ha) - Urea 150 - SP 36 100 - KCl 50 9. Pengairan (Intermitten) Pengaturan air berselang 10. Pengendalian OPT Penerapan PHT
Parameter yang diamati dalam pengujian ini meliputi aspek agronomis yaitu : 1) keragaan tanaman padi pada fase vegetatif dan fase generatif, 2) reaksi terhadap hama/penyakit, 3) tinggi tanaman, 4) jumlah anakan produktif 5) hasil dan 6) respon petani terhadap VUB Inpari 10 dan Inpari 13. Untuk mengetahui kerusakan tanaman oleh penyakit blas leher dilakukan dengan cara menghitung jumlah malai terserang dan jumlah total malai per rumpun dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sosromarsono, 1995):
P = a/N x 100 % Dimana : P = tingkat kerusakan malai (%) a = jumlah malai terserang/rumpun N = jumlah malai/rumpun Pengamatan berdasarkan standar IRRI dengan skala angka 0-9 (IRRI, 1996), yaitu : 0 = tidak ada serangan 5 = 11-25 % 1 =<5% 7 = 26-50 % 3 = 5-10 % 9 = > 50 %
Sedangkan aspek analisis usahatani meliputi: 1) penggunaan sarana produksi, 2) penggunaan tenaga kerja dan 3) tingkat efisiensi usahatani yang dilakukan dengan analisis finansial R/C ratio. Analisis data dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan teknologi varietas unggul baru padi meliputi R/C, dan analisis anggaran parsial MBCR (marginal benefit cost ratio) yaitu ratio pertambahan peneriman bersih terhadap penambahan biaya dari perlakuan (Swastika, 2004 dan Malian, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Produktivitas VUB Padi Keragaan beberapa varietas padi cukup beragam sesuai dengan sifat genetis dari masingmasing varietas dan kondisi lingkungan (Tabel 2). Keragaan tanaman padi Varietas Inpari 10 dan Inpari 13 pada fase vegetatif dan fase generatif menunjukkan pertumbuhan yang baik sampai sangat baik, sedangkan varietas IR 64 keragaannya baik pada fase vegetatif dan fase generatif. Dari hasil penelitian Satoto dan Suprihatno (1998), bahwa keragaman sifat tanaman padi ditentukan keragaman lingkungan dan keragaman genotif serta interaksi keduanya. Selanjutnya Vegara (1982) mengatakan bahwa kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dipengaruhi oleh aktivitas metabolik yang bervariasi tergantung dari varietas. Dari hasil pengamatan reaksi beberapa varietas padi terhadap hama/penyakit menunjukkan bahwa hama yang muncul seperti keong mas, hama putih palsu, sundep, walang sangit dan beluk dengan intensitas serangannya rendah. Reaksi terhadap penyakit blas leher dari beberapa varietas/galur menunjukan agak tahan sampai tahan dan tergantung dari masing-masing varietas. Intensitas serangan penyakit blas leher cukup bervariasi tergantung varietas yang dikaji. Pada varietas padi yang terserang blas leher dengan intensitas serangan 5-20 persen adalah Inpari 10, Inpari 13 dan IR 64. Beragamnya keragaan tanaman dan reaksi terhadap hama/penyakit sangat dipengaruhi oleh sifat genetika dan karakteristik varietas serta faktor lingkungan. Menurut Sudir et al. (2002) bahwa selain faktor lingkungan yang menyebabkan perbedaan intensitas serangan penyakit blas leher antar varietas juga dipengaruhi oleh faktor genotif masing-masing varietas tersebut. Selanjutnya Ou (1985) mengatakan bahwa perbedaan ketahanan beberapa varietas padi terhadap penyakit blas kemungkinan dipengaruhi oleh adanya perbedaan gen ketahanan yang dimiliki, patogenesitas cendawan Pyricularia grisea dan faktor lingkungan. Pertumbuhan tinggi tanaman dari 3 varietas yang dikaji menunjukkan bahwa padi Varietas Inpari 10 dan Inpari 13 memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibanding varietas IR 64. Tinggi tanaman padi berkisar antara 80 cm – 90 cm. Tinggi tanaman tertinggi adalah Inpari 10 (90 cm) sedangkan tinggi tanaman terendah seperti IR 64 (80 cm) dan varietas Inpari 13 yaitu 85 cm. Jumlah anakan produktif diperoleh bahwa varietas Inpari 10 mempunyai jumlah anakan produktif terbanyak yaitu 22,4 dan diikuti oleh Inpari 13 dan IR 64 masing-masing 22,2 dan 21,8. Beragamnya jumlah anakan produktif dipengaruhi oleh faktor genetik dan perkembangan tanaman selama stadia vegetatif dan reproduktif (Anwari, 1986).
Tabel 2. Keragaan dan reaksi penyakit terhadap produktivitas varietas unggul baru padi dengan pendekatan PTT di lahan sawah irigasi Desa Sri Agung MK 2011. No
Varietas
Keragaan Veg Gen
1 2 3
Inpari 10 Inpari 13 IR 64
1-3 1-3 3
1 1-3 3
Penyakit Blas leher (%) 5 5 15
Tinggi Tanaman (cm) 90 85 80
Jumlah anakan produktif
Hasil (t/ha)
22,4 22,2 21,8
6,86 7,15 5,25
Keragaan 1 = baik sekali dan merata pertumbuhannya 3 = baik dan merata pertumbuhannya 5 = kurang baik dan kurang merata pertumbuhannya
Hasil gabah yang diperoleh dari masing-masing varietas cukup bervariasi yaitu 5,25 t/ha – 7,15 t/ha. Hasil gabah tertinggi adalah Inpari 13 (7,15 t/ha) diikuti oleh Inpari 10 dan IR 64 masingmasing 6,86 t/ha dan 5,25 t/ha. Menurut Flinn dan Garrity (1986), bahwa potensi hasil suatu varietas tertentu tidak dapat dipisahkan dengan tingkat adaptasi maupun kemantapan penampilannya pada suatu lingkungan tumbuh.
Respon Petani Dari hasil wawancara dengan 20 petani, mulai dari pertumbuhan tanaman padi sampai panen dan prosesing secara umum mereka mengetahui bahwa varietas padi yang diuji cobakan memiliki umur genjah dan sangat genjah serta agak tahan/tahan terhadap penyakit blas leher. Respon petani terhadap beberapa varietas unggul baru padi tertera pada Tabel 3. Di antara tiga varietas yang diuji cobakan ditingkat petani, varietas yang dipilih dan diinginkan petani yaitu varietas berumur genjah, memiliki potensi hasil tinggi, tahan terhadap penyakit blas leher. Tabel 3. Respon petani terhadap produktivitas varietas unggul baru padi dengan pendekatan PTT di lahan sawah irigasi Desa Sri Agung MK 2011. No
Varietas
Jumlah petani (orang)
Respon petani (orang)
Persentase (%)
1 2 3
Inpari 10 Inpari 13 IR 64
20 20 20
20 15 5
100 75 25
Dengan adanya respon petani yang cukup tinggi terhadap VUB Inpari 10 dan Inpari 13 . Maka pada musim tanam berikutnya yaitu pada MH 2011 menunjukkan VUB Inpari 10 dan Inpari 13 penanamannya mencapai 50 ha. Menurut Taryat et al. (2000) bahwa Varietas unggul padi sawah akan berkembang di masyarakat apabila memiliki tiga faktor yaitu potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit serta memiliki mutu yang baik. Selain itu rasa nasi akan mempengaruhi perkembangan varietas padi tersebut. Selanjutnya Somaatmadja (1995) mengatakan bahwa suatu varietas dapat dikatakan adaptif apabila dapat tumbuh baik pada wilayah penyebarannya, dengan produksi yang tinggi dan stabil, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dapat diterima petani.
Analisis Usahatani Dari hasil analisis usahatani menunjukkan penerimaan dari ke tiga VUB padi cukup bervariasi (Tabel 4). Penerimaan VUB padi Inpari 13 lebih tinggi diikuti oleh Inpari 10 dan IR 64. Hal ini disebabkan hasil padi yang diperoleh VUB Inpari 13 lebih tinggi dibanding Inpari 10 dan IR 64.
Tabel 4. Analisis usahatani per ha terhadap produktivitas varietas unggul baru padi dengan pendekatan PTT di lahan sawah irigasi Desa Sri Agung MK 2011. No
Uraian Inpari 10
I.
II.
III.
IV.
Sarana Produksi (Rp) - Benih - Urea - SP 36 - KCl - Pestisida Jumlah Tenaga Kerja (Rp) - Semai - Olah tanah - Caplak - Cabut bibit - Tanam - Pemupukan - Penyiangan - Pengendalian hapen - Panen/prosesing Jumlah Total I + II Penerimaan (Rp) a.Hasil (kg/ha) b.Harga (Rp/kg) Total (axb) Pendapatan (Rp) R/C MBCR Inpari 13 vs IR 64 MBCR Inpari 13 vs Inpari 10 MBCR Inpari 10 vs IR 64
VUB Inpari 13
IR 64
125.000 210.000 190.000 200.000 300.000 1.025.000
125.000 210.000 190.000 200.000 300.000 1.025.000
125.000 210.000 190.000 200.000 300.000 1.025.000
100.000 800.000 100.000 240.000 360.000 150.000 200.000 200.000 2.635.700 4.785.700 5.810.700
100.000 800.000 100.000 240.000 360.000 150.000 200.000 200.000 3.063.000 5.213.000 6.238.000
100.000 800.000 100.000 240.000 360.000 150.000 200.000 200.000 2.250.000 4.400.000 5.425.000
6.180 2.000 12.360.000 6.549.300 2,13
7.150 2.000 14.300.000 8.062.000 2,29
5.250 2.000 10.500.000 5.075.000 1,93 4,67 4,54 4,82
Penerimaan VUB Inpari 13 lebih tinggi dibanding Inpari 10 dan IR 64 yaitu Rp. 14.300.000,per hektar, sedangkan penerimaan Inpari 10 dan IR 64 masing-masing adalah Rp 12.360.000,- dan Rp 10.500.000,-per hektar. Bila dilihat dari efisiensi usahatani yaitu nilai R/C usahatani padi menggunakan Inpari 13, dan Inpari 10 lebih besar dari 2,0 sedangkan IR 64 yaitu 1,93. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi VUB Inpari 13 dan Inpari 10 cukup kompetitif karena usahatani kedua varietas unggul tersebut memberikan nilai tambah dan menguntungkan (Malian, 2004). Nilai MBCR antar perlakuan cukup beragam, MBCR Inpari 13 vs IR 64 menunjukkan bahwa besarnya tambahan penerimaan adalah 4,67 kali dari besarnya tambahan biaya. MBCR Inpari 13 vs Inpari 10 menunjukkan bahwa besarnya tambahan penerimaan adalah 4,54 kali dari besarnya tambahan biaya. Sedangkan MBCR Inpari 10 vs IR 64 menunjukkan bahwa besarnya tambahan penerimaan adalah 4,82 kali dari besarnya tambahan biaya. Malian (2004) berpendapat bahwa teknologi usaha pertanian yang dikaji akan menarik petani bila secara intuitif nilai MBCR lebih besar atau sama dengan dua.
KESIMPULAN 1. Keragaan tanaman padi Varietas Inpari 10 dan Inpari 13 pertumbuhannya lebih baik sampai sangat baik dan Intensitas serangan blas leher Inpari 10 dan Inpari 13 lebih rendah dibanding varietas IR 64. 2. Hasil gabah tertinggi Inpari 13 yaitu 7,15 t/ha dan Inpari 10 (6,86 t/ha). Hasil ke dua VUB tersebut lebih tinggi dibanding Varietas IR 64 (5,25 t/ha). 3. Respon petani cukup baik pada Varietas Inpari 10 dan Inpari 13 sehingga ditanam pada musim berikutnya. 4. Penerimaan usahatani padi Inpari 13 lebih tinggi dibanding usahatani Inpari 10 dan IR 64. R/C ratio Inpari 13 dan Inpari 10 lebih besar dari 2 sedangkan IR 64 R/C yaitu 1,93.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah B, S Tjokrowidjojo dan Sularjo. 2008. Perkembangan dan prospek perakitan padi tipe baru di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Indonesian Agricultural Research and Development Journal. Volume 27, Nomor 1. 2008. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Bogor Alimoeso S. 2009. Program peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Prosiding Seminar Nasional Padi 2008. Buku 1. Balai Besar Penelitian Padi. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Anwari B. 1986. Sifat genetik komponen hasil pada tanaman padi (Oryza sativa L.).Tesis Magister Sain. Fakultas Pasca Sarjana. UGM. Yogyakarta Balitpa. 2003. Penelitian padi menuju revolusi hijau lestari. Balitpa. Puslitbangtan. Badan Litbang. Jakarta Daradjat AA. 2001. Program pemuliaan partisipatif pada tanaman padi: Konsep dan Realisasi. Lokakarya dan Penyelarasan Perakitan Varietas Unggul Komoditas Hortikulura melalui Penerapan Program Shuttle Breeding. Jakarta Departemen Pertanian. 2002. Panduan teknis sistem integrasi padi ternak. Departemen Pertanian. Jakarta Flinn JC and DP Garrity. 1986. Yield stability and modern rice technology. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines. IRRI. 1996. Standart evaluation system for rice. International Rice Research Institute. Los Banos. Philippines Malian AH. 2004. Analisis ekonomi usahatani dan kelayakan finansial teknologi pada skala pengkajian. Makalah disajikan dalam pelatihan Analisis Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis Wilayah. Bogor, 29 November- 9 Desember 2000. 28 hal. Ou SH. 1985. Rice disease. 2nd ed. Commonwealth Mycological insiute. Kew. Surrey. England. Satoto dan B Suprihatno. 1998. Heterosis dan stabilitas hasil hibrida-hibrida padi turunan galur mandul jantan IR62829A dan IR58025A. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. Vol 17. No 1. 1998. Puslitbangtan. Badan Litbangtan. Bogor Sosromarsono S. 1995. Pedoman pemantauan kegiatan pengendalian hama dan penyakit tanaman padi. ISDP. Palembang. Sumsel Soewito T, Z Harahap dan Suwarno. 1995. Perbaikan varietas padi sawah mendukung pelestarian swasembada beras. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Bogor, 23-25 Agustus 1993. Kinerja Tanaman Pangan Buku 2. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian Somaatmadja S. 1995. Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Sudir, Suprihatno, Agus Guswara dan Husin M Toha. 2003. Pengaruh genotipe, pupuk dan fungisida terhadap penyakit blas leher pada padi gogo. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. Vol 21. No 1. 2003. Puslitbangtan. Badan Litbangtan. Bogor Taryat T, ZA Simanulang dan E Sumadi. 2000. Keragaan padi unggul varietas Digul, Way Apo Buru dan Widas di lahan potensial dan marginal. Paket dan komponen teknologi produksi padi. Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV di Bogor tanggal 23-24 November 1999. Puslitbangtan. Bogor Vegara BS. 1982. Low teperature problems in growing rice. Lectur Notes gev Training eat IRRI. Los Banos, Philippines. Swastika DKS. 2004. Beberapa teknik analisis dalam penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1) : 90-103 Zaini, Z., Diah W.S. dan M. Syam. 2004. Petunjuk lapang pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah. maningkatkan hasil dan pendapatan, manjaga kelestarian lingkungan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.