Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PERBAIKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING KACANG DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (The Improvement Kacang Goat Management in Dry land of Buana Sakti Village Batang Hari Sub District Lampung Timur Regency) M. SILALAHI, RENI D. TAMBUNAN dan ELMA BASRI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung, Jl. H. Z.A. Pagar Alam No. 1A, Bandar Lampung
ABSTRACT The assessment on Kacang goat management improvement was conducted in the dry land area of Buana Sakti Village, Batang Hari Sub District, Lampung Timur Regency. Eleven farmer families were used as cooperators. Goat management techniques introduced were housing, flushing for pregnant and milking goats, introduction of superior PE bucks, and regular medication. This assessment was aimed to have goat management technology that can be applied to improve goat’s productivity. Parameters observed were cooperator-farmer’s characters, goat-owner scale, the amount of newborn kids, newborn weight, and weight gain. Periodic observation was conducted every month and data gathered was analyzed descriptively. Results showed that farmer’s knowledge on goat’s reproduction was very low, this is related to their low education level. The Changed from floor-stall system to stage-stall system affected goats’ health (indicated by no scabies and pneumonia attack) until at the end of the assessment. Beside that, goats’ performance was exteriorly well. Goat’s daily weight gains were low: 29.5 g/head/day for mature goats; 32.0 g/head/day for young goats; and 31.5 g/head/day for kids. Flushing on female goats improved newborn weight and litter size. The utilization of superior PE bucks improved female started goat’s fertility. Key word: Kacang Goat, Stall, Flushing ABSTRAK Pengkajian perbaikan tatalaksana pemeliharaan ternak kambing kacang di lahan kering Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur telah dilakukan. Sebanyak 11 keluarga petani (kooperator) digunakan sebagai peternak kooperator. Teknik budidaya ternak kambing yang diintroduksikan meliputi: perkandangan, perbaikan pakan pada induk bunting dan menyusui, introduksi pejantan PE unggul, dan pengobatan secara berkala. Tujuan pengkajian ini adalah untuk memperoleh teknologi tatalaksana pemeliharaan ternak kambing yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing. Parameter yang diamati yaitu: karakteristik peternak kooperator, skala pemilikan ternak, jumlah anak lahir, bobot lahir dan pertambahan berat badan. Pengamatan berkala (monitoring) dilakukan setiap bulan dan data dianalisis secara deskriptif. Hasil pengkajian memperlihatkan: Tingkat pengetahuan peternak terhadap reproduktivitas induk sangat rendah. Hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan peternak kooperator yang rendah; perubahan sistem lantai kandang menjadi sistem panggung mengakibatkan kambing tidak terserang scabies dan pneumonia hingga akhir pengkajian serta secara eksterior penampilan kambing terlihat lebih baik; Pertambahan bobot badan harian ternak kambing yang dipelihara peternak masih rendah yaitu 29,5 g/ekor/hari untuk induk dewasa, 32 g/ekor/hari untuk kambing muda dan 31,5 g/ekor/hari untuk anak kambing; flushing meningkatkan bobot lahir anak dan litter size; penggunaan PE pejantan unggul dapat meningkatkan fertilitas induk. Kata Kunci: Kambing Kacang, Kandang, Flushing
PENDAHULUAN Kambing kacang termasuk jenis kambing asli Indonesia yang telah beradaptasi dengan
lingkungannya. Ukuran tubuhnya kecil, namun termasuk ternak penghasil daging yang baik dan potensial. Sampai sekarang peternakan kambing kacang masih didominasi oleh
567
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
peternak tradisional yang tersebar di pelosok daerah Indonesia. Pemeliharaan ternak yang dilakukan petani, masih bersifat usaha penunjang, namun peranannya cukup penting karena dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan (CHANIAGO, 1993). Besar kecilnya pendapatan usaha ternak tergantung dari tingkat produktivitas ternaknya, dimana faktor terbesar dipengaruhi oleh pakan yang diberikan. Pada usaha peternakan kambing rakyat tradisional, untuk pakan hanya memanfaatkan vegetasi alam dan limbah pertanian. Vegetasi yang tersedia di alam cukup bervariasi, selain rumput diantaranya hijauan leguminosa yang kandungan nutrisinya lebih baik daripada rumput atau limbah pertanian. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun leguminosa (glirisidia) sebagai ransum campuran dengan rumput gajah, dapat meningkatkan jumlah konsumsi dan pertambahan berat badan lebih tinggi (BATUBARA et al., 2003). Namun demikian daun leguminosa ini umumnya belum dimanfaatkan secara luas oleh peternak di desa karena berbagai faktor dan kendala. Mengingat besarnya peranan ternak kambing maka berbagai usaha telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mengembangkan potensi ternak kambing tersebut, baik melalui sektor permodalan, penyuluhan, perbaikan makanan ternak, pengendalian penyakit, maupun perbaikan mutu genetik melalui perkawinan silang (GUNTORO et al., 2004). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing dan pendapatan peternak adalah dengan pola integrasi antara ternak dan tanaman. Pola integrasi antara ternak dan tanaman merupakan komponen dalam mendukung perbaikan lahan pertanian (HARYANTO et al., 2002) yang didukung pengembangan kelembagaan Kelompok Usaha Agribisnis Terpadu (SUNTORO et al., 2002). Kegiatan ini cukup memiliki prospek dalam mendukung konsep “Low External Input Sustainable Agriculture” (LEISA) sebagai langkah efisiensi usahatani sehingga mampu meningkatkan usahatani dan pendapatan rumah tangga petani. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan perbaikan tatalaksana pemeliharaan ternak kambing kacang untuk mempelajari sistem pemeliharaan dan pemberian pakan pada kambing kacang, khususnya yang
568
dilakukan peternak di daerah lahan kering Kabupaten Lampung Timur. MATERI DAN METODE Pengkajian ini merupakan kegiatan penelitian on-farm yang memperkenalkan teknologi baru dan memperbaiki teknik konvensional serta melibatkan peneliti, penyuluh dan aparat Dinas Peternakan setempat bekerjasama dengan kelompok tani Tunas Mekar di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari Kabupaten Lampung Timur. Pengkajian ini menggunakan ternak kambing kacang milik petani yang diusahakan oleh 11 petani peternak kooperator. Peternak kooperator dilatih mengenai teknologi beternak kambing, diberi pakan tambahan berupa konsentrat untuk induk bunting dan menyusui dan mineral blok. Untuk menjaga kesehatan kambing dilakukan pengobatan secara berkala. Pada pengkajian ini introduksi pejantan PE unggul sebanyak 2 ekor yang pemeliharaannya dilakukan oleh ketua kelompok di lokasi pengkajian. Monitoring pelaksanaan pengkajian dilakukan setiap bulan. Pakan yang digunakan adalah hijauan pakan yang tersedia di sekitar lokasi peternak yang ketersediaannya sangat tergantung kepada musim. Hijauan leguminosa pohon seperti glirisidia berasal dari guludan atau teras miring lahan petani yang selain berfungsi sebagai pencegah terjadinya erosi juga sebagai penghasil hijauan pakan kususnya untuk ternak kecil seperti kambing. Data yang dikumpulkan meliputi: karakteristik peternak kooperator, skala pemilikan ternak jumlah anak lahir, bobot lahir pertambahan berat badan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu membandingkan data sebelum pengkajian dengan data sesudah pengkajian. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum pengkajian Petani di desa Buana Sakti umumnya memelihara ternak khususnya ternak unggas dan ternak kambing. Rataan pemilikan ternak kambing adalah 8,1 ekor setiap rumah tangga yang dipelihara secara tradisional. Tujuan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
pemilikan kambing adalah merupakan tabungan yang dapat dijual setiap saat. Desa Buana Sakti merupakan sentra pengembangan tanaman palawija sehingga cukup tersedia limbah pertanian yang dapat dijadikan pakan bagi kambing. Perencanaan dari Dinas Peternakan Lampung Timur daerah Desa Buana Sakti merupakan pengembangan ternak ruminansia besar yaitu sapi. Karakteristik peternak kooperator Karakteristik peternak merupakan hal yang menentukan dalam pemahaman tentang informasi mengenai integrasi tanaman dan ternak serta kemampuan teknologi. Pengamatan terhadap 11 peternak kooperator terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi umur dan pendidikan peternak kooperator di Desa Buana Sakti tahun 2005 Jumlah responden
Persentase (%)
Muda (< 45 tahun)
3
27
Sedang (46 – 55 tahun)
7
64
Tua (> 55 tahun)
1
9
Rendah (SD)
6
55
Sedang (SMP)
3
27
Menengah (SMA)
2
18
Parameter Struktur umur (tahun)
Tingkat Pendidikan
Umur peternak sangat beragam dengan kisaran 30 – 55 tahun. Umur produktif yang paling tinggi mencapai 64% termasuk berumur sedang, yakni usia antara 46 – 55 tahun. Jika melihat potensi umur produktif yang relatif besar, cukup optimis memungkinkan petani untuk mengadopsi teknologi yang diintroduksikan. Menurut HANAFI (2002) bahwa semakin tua seseorang (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. Tingkat pendidikan petani relatif sangat rendah, yakni hanya sampai tingkat SD sebesar 55%, sedangkan bagi petani yang berpendidikan sedang (SMP) hanya 27% dan
berpendidikan menengah (SMU) sebesar 18% (Table 1). Melihat masih relatif rendahnya tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani, maka perlu menjadi bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam merencanakan program pembangunan pertanian khususnya subsektor peternakan. Untuk menambah wawasan peternak kooperator, sebanyak 7 orang peternak kooperator telah dibawa studi lapang meninjau peternakan kambing PE yang diusahakan peternak binaan BPTP Lampung di Desa Suka Marga, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung Utara. Pada akhir pengkajian ini juga telah dilakukan sosialisasi pembuatan kompos dan cara penanaman leguminosa terutama Glirisidia yang dapat dijadikan pagar, disamping sebagai sumber pakan. Skala pemilikan ternak Jumlah ternak kambing yang dipelihara oleh peternak kooperator bervariasi berkisar antara 4 – 14 ekor dengan rataan 8,1 ekor, dengan komposisi 27% dewasa, 44% muda dan 29% anak (Tabel 2). Sebelum Pengkajian terdapat 2 ekor kambing jantan dan hanya satu ekor yang sudah sering dikawinkan. Perbandingan kambing dewasa jantan dengan betina adalah 1 : 22 berarti seekor jantan mengawini 22 induk/tahun. Pada awal pengkajian di introduksikan 2 ekor pejantan PE unggul yang diharapkan dapat disilangkan dengan induk kambing kacang milik peternak kooperator. Sampai akhir pengkajian ini pejantan PE unggul telah dikawinkan dengan 8 ekor induk. Rendahnya tingkat perkawinan ini disebabkan tingkat pengetahuan peternak terhadap tanda birahi yang masih rendah dan waktu peternak yang terbatas untuk membawa induk kambingnya ke tempat pejantan (Pak Bayan dan ketua kelompok ternak). Menurut ENSMINGER dan PARKER (1986), kambing jantan mampu mengawini betina 7 – 15 ekor per minggu, bahkan pada domba dengan cara hand mating mampu mengawini 50 – 75 ekor betina. Pada akhir pengkajian bertepatan dengan menjelang Idul Adha sebanyak 51,7% pejantan muda dan dewasa (15 ekor) dan 14,3% induk muda dan dewasa telah dijual peternak kooperator dengan harga yang cukup tinggi yaitu Rp. 15.000 per kg berat hidup.
569
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Rata-rata skala pemilikan dan rataan berat badan ternak kambing berdasarkan status fisiologisnya tahun 2005 Status fisiologis ternak
Jumlah ternak (ekor)
% dari total
Berat badan (kg/ekor)
Rataan pemilikan per peternak (ekor)
Betina
22
25
29,6
2,00
Jantan
2
2
35
0,18
Betina
13
14
19,0
1,18
Jantan
27
30
23,0
2,46
Betina
14
16
11,54
1,27
Jantan
12
13
12,42
1,01
90
100
Dewasa (> 12 bulan)
Muda (8 – 12 bulan)
Anak (< 8 bulan)
Total
Peternak sangat berharap untuk memperbaiki keturunan kambing miliknya, sehingga mereka menginginkan agar dibantu untuk mendapatkan bibit unggul maupun pejantan unggul kambing PE. Pada umumnya peternak siap membeli, akan tetapi mereka sangat menginginkan adanya pihak ketiga yang bersedia menggaduhkan kambing PE kepada mereka. Ternak kambing yang dipelihara sebagian besar terserang scabies (kudisan) pada awal pengkajian. Hal ini diduga akibat kandang
8,1
lantai tanah sehingga kotoran, urin, sisa pakan menyatu dalam kandang sementara kambing juga tiduran diatas kororan tersebut. Scabies ini biasa menyerang ternak terutama pada musim penghujan karena kelembaban kandang cukup tinggi (Gambar 1). Pada akhir pengkajian tidak ditemukan kambing yang terserang scabies. Hal ini terjadi akibat kandang yang sudah bersih (panggung) dan tersedianya Ivomec pada kelompok peternak (Gambar 2).
Gambar 1. Sistem lantai kandang tanah dan belum ada pemisahan kandang berdasarkan status fisiologis (sebelum pengkajian)
570
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Gambar 2. Kandang sistem panggung dengan pemisahan kandang berdasarkan fisiologi (sesudah pengkajian)
Keragaan berat badan kambing Keragaan perubahan ternak kambing adalah perubahan berat badan kambing kacang jantan dan betina dalam kurun waktu tertentu. Perubahan berat kambing selama pengkajian (156 hari) pengamatan disajikan pada Tabel 3. Dari rataan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) ternak kambing jantan lebih tinggi dari yang betina untuk induk dewasa dan kambing muda. Hasil pengkajian ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian DANIEL
et al. (2004) yang mampu menaikkan berat badan 57 g/ekor/hari. Rendahnya pertambahan berat badan ini disebabkan tingginya tingkat pemilikan ternak (8,1 ekor) per peternak kooperator. Di lain pihak peternak kooperator usaha pokoknya adalah usaha tani lahan kering yang umumnya mengusahakan tanaman pangan jagung dan tanaman tahunan. Sedangkan usaha ternak kambing adalah usaha sampingan yang sifatnya sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual bila perlu uang dalam waktu singkat.
Tabel 3. Keragaan perubahan berat badan kambing kacang berdasarkan status fisiologisnya tahun 2005 Berat awal (kg/ekor)
Berat akhir (kg/ekor)
Pertambahan bobot hidup harian (g/ekor/hari)
Betina
24,3
29,6
26
Jantan
22,8
27,9
33
Betina
14,3
19,0
26
Jantan
16,6
23,0
38
Betina
6,9
11,54
33
Jantan
6,8
12,42
32
Status fisiologis ternak Dewasa (> 12 bulan)
Muda (8 – 12 bulan)
Anak (< 8 bulan)
571
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tatalaksana pemberian pakan Tatalaksana pemberian pakan kambing di Desa Buana Sakti, dilakukan dengan cara diaritkan rumput yang diberikan di kandang. Hijauan pakan yang diberikan di kandang, sebagian besar rumput alam dicampur rumput budidaya, dedaunan terutama daun leguminosa dan limbah pertanian. Jumlah yang disediakan rata-rata sebanyak 30,2 kg/hari untuk rata-rata pemilikan ternak 8,1 ekor. Ketersediaan pakan merupakan faktor utama untuk proses kelangsungan hidup. Dihitung berdasarkan satuan ekor ternak, maka rata-rata hijauan yang diberikan adalah 30,2 kg/8,1 = 3,73 kg/ekor/ hari. Menurut MATHIUS et al. (1989) ternak kambing membutuhkan hijauan pakan segar antara 10 – 15% dari berat badan setiap hari. Pemberian mineral blok untuk masingmasing kambing peternak kooperator meningkatkan konsumsi pakan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh CHURCH dan POND (1982) bahwa penambahan mineral dalam ransum dapat meningkatkan palatabilitas ransum, yang diikuti dengan meningkatnya konsumsi pakan. Pada induk bunting dan induk sedang menyusui diberikan pakan tambahan berupa konsentrat dan dedak halus sebanyak 1% dari bobot badan. Pemberian pakan tambahan pada induk bunting dan induk sedang menyusui dilaporkan dapat memperbaiki kualitas induk dan meningkatkan bobot lahir anak. WARDANI et al. (1998) melaporkan bahwa pemberian pakan tambahan berprotein tinggi pada saat ternak dikawinkan dan sebelum melahirkan sampai saat menyusui nyata bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan perkawinan, mengurangi kematian anak pra-sapih serta menambah kemungkinan kelahiran kembar. Jumlah anak lahir, bobot lahir anak dan litter size Tingkat reproduktivitas ternak selama pengkajian disajikan pada Tabel 4. Pemberian pakan tambahan pada induk bunting dan induk sedang menyusui nyata meningkatkan rataan bobot lahir dan litter size. Pada pengkajian ini bobot lahir anak yang diberi pakan tambahan (2,38 kg) lebih tinggi dibandingkan dengan bobot lahir anak dari induk yang tidak diberi
572
pakan tambahan (2,24 kg). Demikian juga halnya dengan litter size induk yang diberi pakan tambahan lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang tidak diberi pakan tambahan. Bobot lahir anak juga berbeda antara jantan dan betina, baik dengan perlakuan pakan tambahan maupun tidak. Bobot lahir jantan lebih tinggi (2,42 kg) dibandingkan bobot lahir betina hanya (2,12 kg). Hasil pengkajian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh SIMANJUNTAK dan YAYU (2004) yang dilakukan pada integrasi ternak kambing dengan lahan perkebunan. Untuk tahun pertama pengkajian ini, data hasil perkawinan kambing kacang dengan pejantan PE, seperti lama bunting, umur pubertas, tingkat fertil induk belum dapat dilaporkan. Pada tahun kedua akan diupayakan untuk melatih salah satu peternak agar dapat mengumpulkan data bobot lahir anak, waktu yang tepat mengawinkan induk kambing dan mencatat tanggal perkawinan ternak. Hal ini erat kaitannya untuk menghitung calving interval dan kapan anak akan lahir. Tabel 4. Parameter Reproduksi, Jumlah Anak Lahir, Bobot Lahir dan Litter size Kambing dengan flushing dan non flushing Parameter
Flushing
Non-flushing
Jumlah ternak melahirkan (ekor)
6
4
Jumlah anak (ekor)
12
5
Rataan bobot lahir (kg/ekor)
2,38
2,24
2
1,25
Litter size
KESIMPULAN DAN SARAN Dari tahap pertama kegiatan pengkajian ini dapat disimpulkan: 1. Tingkat pengetahuan peternak terhadap reproduktivitas induk sangat rendah. 2. Perubahan sistem lantai kandang tanah menjadi sistem panggung mengurangi kambing terserang scabies dan pneumonia serta secara eksterior penampilan kambing lebih baik.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
3. Pertambahan bobot badan harian ternak kambing yang dipelihara peternak masih rendah yaitu 29,5 g/ekor/hari untuk induk dewasa, 32 g/ekor/hari untuk kambing muda dan 31,5 g/ekor/hari untuk anak kambing.
GUNTORO, S., MADE RAY YASA, RUBIYO dan I. NYOMAN SUYASE. 2004. Optimalisasi integrasi usahatani kambing dan tanaman kopi. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. Hlm. 389 – 395.
4. Teknologi flushing dapat diterapkan pada ternak kambing yang dipelihara on-farm di ahan petani. Teknologi Flushing memperbaiki penampilan reproduksi induk dan anak hasil perkawinan.
HANAFI, H. 2002. Keefisienan Jaringan Komunikasi dalam Inovasi Teknologi Pengembangan Agribisnis (kasus untuk ternak kambing PE di Kabupaten Sleman D.I. Yogjakarta. Tesis Pascasarjana IPB, Bogor
DAFTAR PUSTAKA
HARYANTO, B, I. INOUNU, B. ARSANA dan K. DIWYANTO. 2002. Panduan Teknis. Sistem Integrasi Padi – Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
BATUBARA, L.P, S.P. GINTING, K. MANIHURUK, J. SIANIPAR dan A. TARIGAN. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 106 – 109. CHANIAGO, T.D. 1993. Sistem Manajemen Pengelolaan Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Salatiga. CHURCH, D.C. and W.G. POND. 1982. Basic Animal Nutrition and Feeding 2th Ed. John Weley and Sons New York. DANIEL, B., AGUSTINUS N. KAIRUPAN dan F.F. MUNIER. 2004. Pemanfaatan daun gamal (Gliricidia sepium) sebagai pakan ternak kambing pada perkebunan kakao di Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. Hlm. 375 – 380. ENSMINGER, M.E. and R.O. PARKER. 1986. Sheep and Goat Science. Fifth. Ed. Interstate Printers and Publisher. Inc. Danville, Illinois.
MATHIUS, I-W, D. YULISTIANI dan AGUSTINUS WILSON. 1989. Tatalaksana pemberian pakan kambing – domba. Kumpulan peragaan dalam rangka penelitian ternak kambing-domba di pedesaan. Balitnak/CR-CRSP. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 49 – 89. SIMANJUNTAK, A.S. dan YAYU Z. 2004. Pengkajian integrasi ternak kambing berbasis perkebunan: Uji adaptasi teknologi flushing dan laser punktur terhadap reproduksi ternak kambing di lahan perkebunan. Pros. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman – Ternak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan BPTP Bali dan CASREN. hlm. 462 – 467. SUNTORO, M. SYUKUR, SUGIARTO, HENDIARTO dan H. SUPRIYADI. 2002. Pedoman Umum. Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas padi terpadu 2002. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. WARDHANI, N.K., AHMAD MUSOFIE dan RUDI HARWONO. 1989. Upaya perbaikan pakan dengan metode flushing untuk meningkatkan produktivitas kambing. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 48 –53.
573
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
DISKUSI Pertanyaan: 1. Apakah ada proses seleksi dalam penentuan kambing unggul? 2. Kapan flushing dilakukan, dan pengaruhnya terhadap apa? 3. Konsentrat yang dipakai apakah konsentrat komersial atau formula sendiri? Jawaban: 1. Dalam penelitian ini penentuan kambing unggul hanya dilihat dari penampilan eksternal. 2. Flushing dilakukan pada saat bunting sampai dengan beranak. Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh flushing terhadap jumlah anak dan produksi susu. 3. Konsentrat yang dipakai adalah konsentrat komersial yang dijual di Poultry shop(konsentrat komersial).
574