Lokakarya Nasional Kambing Potong
SISTEM PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH F.F. MUNIER dan IGP. SARASUTHA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah
ABSTRACT The Rearing System of Goat in Palu Valley Central Sulawesi.-. The population of goat in Central Sulawesi during three years occur of decreasing, this is caused by rearing system of goat still traditional, without attach of technology. The limitation factor of farmer to improve rearing system of goat is education. The highest of education level for farmers are Elementry School (SD) graduation 48,8% followed by Juniour High School (SLTP) graduation 32,6% and the lowest Senior High School (SLTA) graduation 18,6%. The old of farmers approximately are 23-75 years with rearing animal experience 5-35 years. The birth weight for single birth is buck kid 3,0 kg/head and due kid 2,5 kg/head. The average of body weight is buck 20-25 kg/head and due 15-20 kg/head. Commonly of rearing system for goat to grazing in native pasture with availability of forage limitation. The totally of availability for forage in Bora village (Sigi-Biromaru sub-district) 1.516,2 kgs/ha/year, Pewunu village (Dolo sub-district) 4,084,8 kgs/ha/year, Porame village (Marawola sub-district) 4.774,8 kgs/ha/year, Kawatuna village (Palu Selatan sub-district) 1.912,9 kgs/ha/year, and Paboya village (Palu Timur sub-district) 1.053,6 kg/ha/year. Key words: Rearing system, goat, Palu Valley ABSTRAK Populasi ternak kambing di Sulawesi Tengah selama tiga tahun terakhir terjadi penurunan, hal ini disebabkan oleh sistem pemeliharaan ternak kambing yang masih bersifat tradisional, tanpa adanya sentuhan teknologi. Faktor pembatas bagi peternak untuk melakukan perbaikan sistem pemeliharaan ternak kambing adalah pendidikan. Tingkat pendidikan peternak tertinggi adalah tamatan SD yaitu 48,8% diikuti tamatan SLTP 32,6% dan terendah tamatan SLTA 18,6%. Umur peternak berkisar 23-75 tahun dengan pengalaman beternak 5-35 tahun. Bobot lahir anak kambing kelahiran tunggal, untuk jantan 3,0 kg/ekor dan betina 2,5 kg/ekor. Rataan bobot badan ternak kambing dewasa, untuk jantan 2025 kg/ekor dan betina 15-20 kg/ekor. Sistem pemeliharaan ternak kambing umumnya digembalakan di padang penggembalaan dengan terbatasnya ketersediaan hijauan pakan. Total ketersediaan hijauan pakan di Desa Bora (Kecamatan Sigi-Biromaru) 1.516,2 kg/ha/tahun, Desa Pewunu (Kecamatan Dolo) 4,084,8 kg/ha/tahun, Desa Porame (Kecamatan Marawola) 4.774,8 kg/ha/tahun, kelurahan Kawatuna (kecamatan Palu Selatan) 1.912,9 kg/ha/tahun, dan Kelurahan Paboya (Kecamatan Palu Timur) 1.053,6 kg/ha/tahun. Kata kunci: Sistem pemeliharaan, ternak kambing, Lembah Palu
PENDAHULUAN Populasi ternak kambing di Sulawesi Tengah menurun terus selama tiga tahun terakhir (20002002) yang semula berjumlah 184.781 ekor pada tahun 1999 berubah menjadi berturut-turut 181.139 ekor (2000), 162.965 ekor (2001) dan menurun menjadi 162.628 ekor (2002). Baru pada tahun 2003 meningkat menjadi 164.254 ekor (DISTANBUNNAK SULTENG, 2003). Selama kurun waktu tiga tahun terjadi penurunan populasi ternak kambing setiap tahunnya sebesar 7.384 ekor atau terjadi penurunan 2,6% dari total populasi. Rendahnya perkembangan populasi disebabkan oleh sistem pemeliharaan ternak kambing secara tradisional. Ternak kambing hanya digembalakan di padang penggembalaan dengan mengkonsumsi rumput alam yang ketersediaannya terbatas dan
nilai nutrisinya yang rendah, apalagi saat musim kemarau sangat terbatas ketersediaan hijauan pakan yang berkualitas (KASRINO, 1994). Kondisi ini didukung oleh tidak adanya penanganan yang baik pada ternak kambing seperti pengandangan sesuai syarat teknis, pemberian pakan tambahan, pemberian vitamin, pengendalian parasit cacing dan scabies. Menurut AMAR (2003) bahwa salah satu penyebab penurunan populasi ternak adalah terbatasnya ketersediaan hijauan pakan. Hal ini mengakibatkan ternak kambing mengalami kekurangan gizi (malnutrition) sehingga terjadi penurunan bobot badan bahkan sering terjadi kematian pada ternak kambing yang terserang penyakit atau parasit. Saat terjadi kebuntingan, ternak kambing mengalami kekurangan gizi sehingga melahirkan anak yang lemah. Hal ini diperburuk lagi dengan tidak tersedia air susu
171
Lokakarya Nasional Kambing Potong
induknya sehingga terjadi kematian pada anak yang baru dilahirkan. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memperbaki sistem pemeliharaan ternak kambing di Lembah Palu dengan berbagai kegiatan penyuluhan dan demonstrasi serta pemberian paket bantuan ternak bibit, obat-obatan, vitamin dan vaksin. Disamping itu diperoleh dukungan dari BPTP Sulawesi Tengah sebagai penyedia teknologi spesifik lokasi. Namun untuk mengubah perilaku peternak agar dapat memperbaiki sistem pemeliharaan ternak kambingnya membutuhkan waktu yang lama. Makalah ini bertujuan untuk membahas sistem pemeliharaan ternak kambing di Lembah Palu yang umum dilakukan peternak berdasarkan kondisi alam, kemampuan peternak dan kinerja produksi ternak kambing serta potensi ketersediaan hijauan pakan di padang penggembalaan. KEADAAN UMUM LEMBAH PALU DAN PETERNAK Keadaan Umum Lembah Palu Sulawesi Tengah memiliki kawasan Lembah Palu yang terbagi kedalam dua wilayah yaitu kota Palu dan kabupaten Donggala. Di wilayah Lembah Palu, cukup potensial untuk pengembangan usaha dibidang pertanian. Usaha pertanian yang berkembang dan mendominasi Lembah Palu adalah tanaman pangan (padi dan palawija), buah-buahan dan sayuran, ternak unggas dan ternak ruminansia kecil. Khusus ternak ruminansia kecil sangat potensial untuk dikembangkan karena didukung oleh masih tersedianya padang penggembalaan rumput alam yang cukup luas. Wilayah kawasan Lembah Palu terdiri atas kota Palu meliputi Kecamatan Palu Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kecamatan Palu Timur, Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Tawaeli, sedangkan untuk Kabupaten Donggala meliputi Kecamatan Sigi-Biromaru, Kecamatan Dolo, Kecamatan Marawola, Kecamatan Pakuli dan Kecamatan Kulawi. Suhu udara saat musim hujan mencapai 25,8oC−28,6oC (BMG, STASIUN METEOROLOGI BANDARA MUTIARA PALU, 2002) tetapi pada musim kemarau suhu udara dapat mencapai 32−35oC, bahkan pada puncak musim kemarau dapat mencapai 36oC (MUNIER, 2003). Hasil penelitian HUSAIN (2003) melaporkan bahwa suhu lingkungan pada siang hari di padang penggembalaan terbuka di Lembah Palu yang diukur pada 30 cm diatas permukaan tanah mencapai 41oC dengan kelembaban 30%. Lembah
172
Palu termasuk wilayah bayangan hujan sehingga jarang terjadi hujan tetapi persediaan air tanah cukup dan air yang berasal dari sungai-sungai yang ada di Lembah Palu (MUNIER, 2003). Curah hujan di Lembah Palu berada pada kisaran 450−1000 mm/tahun dengan sebaran curah hujan tertinggi pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus (SYAFRUDDIN et al., 2003). Rendahnya curah hujan dan suhu udara yang relatif tinggi mengakibatkan ketersediaan rumput alam di padang penggembalaan terbatas, namun saat turun hujan terjadi pertumbuhan vegetasi rumput alam di padang penggembalaan. Keadaan Umum Peternak Mata pencaharian penduduk secara umum di Lembah Palu adalah bertani dengan membudidayakan tanaman pangan, palawija, sayuran dan buah-buahan. Namun pendapatan dari usahatani ini belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Usaha ternak ruminansia kecil seperti ternak kambing sangat membantu untuk menopang pendapatan keluaga. Ternak kambing dijadikan sebagai tabungan dan setiap saat dapat dijual apabila membutuhkan uang, baik untuk keperluan hajatan, keperluan sekolah anaknya maupun untuk keperluan lainnya. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi terhadap kemampunan peternak untuk melakukan perbaikan sistem pemeliharaan ternak melalui kegiatan transfer teknologi secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil survei MUNIER (2003) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peternak di Lembah Palu adalah tamatan SD yaitu 48,8%, tamatan SLTP 32,6% dan tamatan SLTA 18,6%, sedangkan umur peternak berkisar 23-75 tahun. Tingkat pendidikan tertinggi di Lembah Palu didominasi tamatan SD dan termasuk tidak tamat SD. Tingkat pendidikan penduduk yang rendah ini menyebabkan tidak maksimal penyerapan inovasi teknologi sehingga output yang dihasilkan kurang memenuhi standar produksi (CHAMDI, 2003). Umur peternak di Lembah Palu masih dalam kisaran umur produktif. Menurut AGUSTIAN dan NURMANAF (2001) bahwa kisaran umur 15−54 tahun adalah kisaran umur dimana produktifitas kerja tinggi yang umumnya teralokasi untuk beragam aktivitas dalam usahataninya. Khusus umur peternak di Lembah Palu yang diatas 54 tahun jumlahnya tidak banyak dan aktivitasnya hanya menggembalakan ternak kambing saja. Pengalaman peternak memelihara ternak kambing di Lembah Palu berkisar 5-35 tahun. Berdasarkan lamanya pengalaman beternak ini, seharusnya
Lokakarya Nasional Kambing Potong
sudah dilakukan perbaikan sistem pemeliharaan ternak kambing dari sistem tradisional menjadi semi intensif bahkan intensif. Namun pada kenyataannya sistem pemeliharaan masih tradisional, hal ini disebabkan karena sistem pemeliharaan ini dilakukan oleh peternak secara turun temurun dengan menggembalakan ternak kambingnya di padang penggembalaan. Pemilikan ternak kambing yang dipelihara oleh peternak di Lembah Palu berstatus milik sendiri tetapi ada sebagian peternak menggaduhkan ternak kambing milik orang lain dan digembalakan secara bersamaan. Kisaran pemilikan ternak kambing 14−36 ekor/peternak (MUNIER, 2003), dimana kisaran pemilikan ini lebih tinggi dari pemilikan ternak kambing secara umum di pedesaan dengan skala usaha sambilan. Menurut BUDIARSANA et al. (2003) bahwa kisaran pemilikan ternak kambing di pedesaan 3−7 ekor/peternak dengan skala usaha sambilan. Adanya perbedaan kisaran pemilikan ini disebabkan peternak di Lembah Palu memelihara ternak kambing dibiarkan berkembangbiak dan sewaktu-waktu saja dijual apabila membutuhkan uang. Kinerja Produksi Ternak Kambing Ternak kambing yang umum dipelihara oleh peternak di Lembah Palu adalah jenis Peranakan Etawa (PE). Jenis kambing ini termasuk dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (HASTONO, 2003). Keberadaan jenis ternak kambing PE di Lembah Palu ini sudah lama melalui program perbaikan mutu genetik ternak kambing yang dilakukan oleh dinas peternakan. Namun masih banyak juga ditemukan jenis kambing lokal (kambing kacang) terutama di daerah pinggiran Lembah Palu. Kambing PE ini sudah beradaptasi baik dengan kondisi alam Lembah Palu dengan suhu udara yang tinggi dan kelembaban yang rendah serta kondisi padang penggembalaan dengan keterbatasan tersedianya rumput pakan. Adaptasi ternak kambing di Lembah Palu cukup baik yang ditunjukkan dengan kemampuan reproduksi yang cukup tinggi. Pada umumnya kelahiran anak terjadi satu tahun dua kali dengan jumlah anak rata-rata dua ekor (kembar dua), tetapi kadang-kadang melahirkan anak kembar tiga. Khusus induk kambing bunting pertama melahirkan anak tunggal. Bobot lahir anak kelahiran tunggal untuk jantan 3,0 kg/ekor dan betina 2,5 kg/ekor. Bobot lahir yang dilaporkan oleh ADIATI et al. (1998) lebih tinggi yaitu jantan 3,8 kg/ekor dan betina 2,8 kg/ekor, dimana ternak kambing PE
diberikan pakan dasar dan konsentrat yang cukup didalam kandang. Adanya perbedaan bobot lahir ini disebabkan oleh perbedaan manajemen pemeliharaan. Pemeliharaan ternak kambing di Lembah Palu umumnya di gembalakan dengan mengkonsumsi rumput alam yang terbatas ketersediaannya sehingga mengalami kekurangan unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi. Disamping itu tidak diberikan pakan tambahan, pengendalian penyakit dan parasit. Rataan bobot badan ternak kambing dewasa, untuk jantan 20−25 kg/ekor dan betina 15−20 kg/ekor.Ternak kambing PE yang ada di lembah Palu ini tidak menghasilkan air susu yang banyak sehingga tidak dikomersilkan. Produksi air susu sesudah melahirkan hanya cukup untuk dikonsumsi anaknya, bahkan kadang-kadang tidak tersedia air susu untuk anaknya. Rendahnya produksi air susu ternak kambing PE ini dipengaruhi oleh umur ternak, masa laktasi dan faktor lainnya seperti tatalaksana pemeliharaan, pakan, serta penyakit (HASTONO, 2003). Serangan penyakit pada ternak kambing Lembah Palu hampir tidak ada, kalaupun ada jumlah kasus terbatas seperti mastitis dan gangguan pencernaan seperti diare dan kembung akibat terlalu banyak mengkonsumsi hijauan pakan yang mengandung kadar air tinggi. Gangguan klinis lainnya disebabkan serangan parasit cacing dan scabies. Serangan parasit ini dapat menurunkan produktivitas ternak kambing, bahkan serangan parasit yang menahun dapat mangakibatkan kematian. Gangguan klinis lainnya adalah kekurangan gizi yang dapat mengakibatkan pertambahan bobot badan rendah dan pada saat hijauan pakan di padang penggembalaan terbatas, maka akan terjadi penurunan bobot badan. Kondisi ini diikuti oleh bobot badan dewasa yang rendah dan tidak subur. SISTEM PEMELIHARAAN Ternak kambing dipelihara oleh peternak di Lembah Palu sebagai usaha sambilan dan usaha pokoknya adalah dibidang pertanian seperti padi, palawija, sayuran dan buah-buahan. Hasil survei MUNIER et al. (2002) di Lembah Palu yang diwakili oleh kelurahan Kawatuna, kecamatan Palu Selatan, kota Palu melaporkan bahwa dua belas responden menyatakan memelihara ternak sebagai usaha sambilan dan empat responden menyatakan sebagai usaha pokok. Namun pada kenyataan ditingkat peternak, hasil penjualan ternak dapat memberikan kontribusi terbesar untuk pendapatan keluarga.
173
Lokakarya Nasional Kambing Potong
Manajeman pemeliharaan ternak kambing di Lembah Palu seperti perkandangan, pengendalian penyakit dan parasit serta pemberian pakan masih bersifat tradisional. Kandang dibuat dari bahan yang sederhana dan berfungsi sebagai naungan saja, tanpa lantai dan dinding. Kotoran ternak didalam kandang dibiarkan menumpuk sehingga sanitasi kandang tidak terjaga dengan baik. Akibatnya ternak kambing mengalami gangguan parasit cacing dan scabies. Serangan parasit cacing dan scabies dibiarkan oleh peternak dan kalaupun ada penanganan dengan menggunakan ramuan tradisional, hal ini mengakibatkan lambatnya proses penyembuhan. Sebagian kecil peternak mengatasi serangan parasit atau penyakit pada ternak kambingnya dengan mendatangkan petugas untuk mengobati dengan konsekuensi membayar pengganti obat. Pemberian pakan tambahan kurang populer dilakukan oleh para peternak kambing di Lembah Palu dengan alasan harus menambah waktu untuk mencarikan hijauan pakan. Sebagian kecil peternak sudah mulai mengadopsi teknologi pemberikan pakan tambahan dengan memanfaatkan sisa panenan palawija seperti brangkasan kacang tanah dan brangkasan kedelai. Pemanfaatan leguminosa pohon seperti gamal dan lamtoro sudah dilakukan sebagian kecil peternak terutama para peternak yang memelihara ternak kambing sebagai usaha pokok. Pakan dasar (basal feed) diberikan pada ternak kambing saat digembalakan di padang
penggembalaan yang didominasi vegetasi rumput alam. MUNIER et al. (2004) melaporkan hasil survei di Lembah Palu menunjukkan bahwa semua responden menggembalakan ternaknya di padang penggembalaan dengan mengkonsumsi rumput alam dan sebagian kecil peternak memberikan hijauan pakan tambahan (Tabel 1). Pemberian limbah pertanian berupa batang/daun jagung dan brangkasan kacang lima responden (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran para peternak di Lembah Palu masih hanya tiga responden yang memberikan daun gamal dan daun lamtoro dari 29 responden kurang untuk memberikan pakan tambahan berupa leguminosa dan limbah pertanian. Padahal pemberian hijauan pakan tambahan sangat diperlukan bagi ternak kambing untuk menutupi kekurangan unsur nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup pokok dan produksi. Disamping itu lokasi padang penggembalaan jauh dari lokasi kandang sehingga ternak membutuhkan energi yang banyak untuk merumput. Ternak kambing dikandangkan pada malam dan menjelang siang hari (jam 11.00−12.00) ternak kambing digembalakan hingga jam 17.00−18.00. Ternak ini digembalakan pada padang penggembalaan milik desa/kelurahan yang cukup luas. Saat digembalakan ternak kambing dibiarkan merumput (grazing) sejauh mungkin hingga cukup terpenuhi kebutuhannya, sedangkan peternak/penggembala mengikuti ternaknya dari belakang.
Tabel 1. Cara Pemeliharaan Dan Pemberian Pakan Tambahan Untuk Ternak Kambing, Lembah Palu, 2004
Lokasi
Cara pemeliharaan
Jumlah responden (orang) per lokasi
Jumlah Responden (orang) Memberikan pakan Tambahan Leguminosa*
Limbah Pertanian**
Desa Bora, Kecamatan Sigi-Biromaru
Digembalakan
4
-
-
Desa Pewunu, Kecamatan Dolo
Digembalakan
5
1
2
Desa Porame, Kecamantan Marawola
Digembalakan
4
-
-
Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan
Digembalakan
13
2
3
Kelurahan Paboya, Kecamantan Palu Timur
Digembalakan
3
-
-
29
3
5
Total responden *Daun gamal dan lamtoro **Batang/daun jagung dan brangkasan kacang tanah
174
Lokakarya Nasional Kambing Potong
KETERSEDIAAN HIJAUAN PAKAN DI PADANG PENGGEMBALAAN Lahan kering di Lembah Palu umumnya digunakan sebagai padang penggembalaan umum (communal grazing). Ciri khas lahan kering adalah tidak tersedia air (pengairan) dan hanya mengharapkan hujan. Namun curah hujan di Lembah Palu ralatif rendah sehingga ketersediaan hijauan pakan dipadang pengembalaan ini juga terbatas pada saat musim kemarau, tetapi saat musim hujan ketersediaan hijauan pakan jumlahnya berlimpah (ARIF, 2001). Vegetasi yang tumbuh di padang penggembalaan didomisasi oleh jenis rumput alam dan sebagian kecil saja ditumbuhi jenis leguminosa. Hasil identifikasi HAMSUN rendah. Pada Tabel 2 disajikan rataan ketersediaan hijauan pakan di Lembah Palu yang diwakili lima and AMAR (2001) di Kelurahan Paboya, Kecamatan Palu Timur dan Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan melaporkan bahwa jenis rumput yang dominan tumbuh adalah Cynodon sp. dan Digitaria fuscescens dan jenis leguminosa adalah Tephrosia sp., Desmodium triflorum dan Alysicarpus sp. Jenis rerumputan dan leguminosa ini termasuk jenis hijauan penutup tanah yang tipis dan produksi hijauannya rendah. Pada Tabel 2 disajikan rataan ketersediaan hijauan pakan di Lembah Palu yang diwakili lima kecamatan yang ada di kawasan Lembah Palu. Produksi hijauan tertinggi ada di desa Porame, kecamatan Marawola, Kabupaten Donggala dan diikuti desa Pewunu, Kecamatan Dolo, Kabupaten Donggala. Tingginya produksi hijauan pakan di
kedua desa ini karena curah hujan di wilayah tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan desa/kelurahan lainnya. Kandungan protein kasar pada rumput dan leguminosa dengan mengambil sampel di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan dan Kelurahan Paboya, Kecamatan Palu Timur kota Palu. Untuk Kelurahan Kawatuna, kandungan protein kasar rumput adalah 5,1% dan leguminosa 9,3% (AMAR 2000a), sedangkan di kelurahan Paboya, kandungan protein kasar rumput adalah 5,1−6,2% dan leguminosa 8,6−9,3% (AMAR 2000b). Kandungan protein kasar dari kedua jenis hijauan pakan ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan protein kasar untuk pertumbuhan ternak kambing. Ternak kambing yang digembalakan di padang penggembalaan sebaiknya diberikan pakan tambahan berupa legunimosa seperti gamal, lamtoro, desmanthus, sentro dan brangkasan kacang tanah yang cukup tersedia di Lembah Palu sehingga dapat menutupi kekurangan protein kasar. KESIMPULAN Sistem pemeliharan ternak kambing di Lembah Palu masih bersifat tradisional dengan mengandalkan padang penggembalaan sebagai sumber hijauan pakan yang mengakibatkan produktivitasnya rendah. Rendahnya tingkat pendidikan peternak memperlambat proses adopsi teknologi padahal potensi alam yang tersedia cukup mendukung untuk perbaikan sistem pemeliharaan ternak kambing.
Tabel 2. Rataan ketersediaan hijauan pakan di Lembah Palu Lokasi
Tersedia kg/ha/tahun Rumput alam
Leguminosa
Total tersedia
Desa Bora, Kecamatan Sigi-Biromaru
1.472,4
43,8
1.516,2
Desa Pewunu, Kecamatan Dolo
4.069,2
15,6
4,084,8
Desa Porame, Kecamatan Marawola
4.247,4
527,4
4.774,8
Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan
1.912,8
-
1.912,8
1.053,6
-
1.053,6
Kelurahan Paboya, Kecamatan Palu Timur Sumber: MUNIER et al. (2003)
175
Lokakarya Nasional Kambing Potong
DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., D. YULISTIANI, R.S.G. SIANTURI, HASTONO, IG.M. BUDIARSNA, I-K. SUTAMA dan I-W. MATHIUS. 1998. Pengaruh perbaikan pakan terhadap respon reproduksi induk kambing peranakan etawah. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 17-18 September 2001. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 474-482. AGUSTIAN, A. dan A.R. NURMANAF. 2001. Kontribusi usahatani ternak ruminansia kecil terhadap pendapatan rumah tangga dan prospek pengembangannya dalam memanfaatkan peluang pasar pada masa mendatang (Kajian di kabupaten Deli Serdang-Sumatera Utara). Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor 1-2 Desember 1998. Jilid I. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 491-495. AMAR, A.L. 2000a. Komposisi botanis tumbuhan menerna dan daya tampung penggembalaan umum di kelurahan kawatuna lembah palu, sulawesi tengah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. 16(3):48-55. AMAR, A.L. 2000b. Evaluasi penggembalaan umum lahan kering di kelurahan kawatuna lembah palu, sulawesai tengah. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 6(3): 57-65. AMAR, A.L. 2003. Tanaman hijauan pakan untuk pengembangan sapi potong pada lahan kering dan perkebunan di Sulawesi Tengah. Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya Pengembangan Agribisnis Sapi Potong Sulawesi Tengah, di Auditorium Universitas Tadulako, Palu tanggal 15−16 Desember 2003. ARIEF, R. 2001. Pengaruh penggunaan jerami padi amoniasi terhadap daya cerna ndf, adf dan adl ransum domba lokal. J. Agroland 8(2): 208-215. BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA, STASIUN METEOROLOGI BANDARA MUTIARA PALU. 2002. Data Suhu Udara Periode Pebruari-Mei 2002. BUDIARSANA. I.G.M., I-K. SUTAMA, M. MARTAWIJAYA dan T. KOSTAMAN. 2003. Produktivitas kambing Peranakan Etawah (PE) pada Agroekosistem yang berbeda. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 150156. CHAMDI, N.C. 2003. Kajian profil sosial ekonomi usaha kambing di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 312317.
176
DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROPINSI SULAWESI TENGAH. 2003. Kebijakan pengembangan agribisnis sapi potong di kota dan di kabupaten se Sulawesi Tengah. Makalah Seminar Nasional dan Lokakarya Pengembangan Agribisnis Sapi Potong Sulawesi Tengah, di Auditorium Universitas Tadulako, Palu tanggal 1516 Desember 2003. HAMSUN, M. dan A.L. AMAR. 2001. An overview on rangeland productions at two locations of communal grazing for the low income farmers in Palu Valley, Central Sulawesi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Agroland 8(2): 193-202. HASTONO. 2003. Kinerja produksi kambing Peranakan Etawah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 9-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 91-94. HUSAIN, M.H. 2003. Pengaruh radiasi sinar matahari terhadap konsumsi pakan, air minum dan beberapa parameter fisiologi pada Kambing. Jurnal Ilmiah Agri Sains. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Hlm. 50-56. KASRINO, F. 1994. Penelitian dan Pengembangan Peternakan dalam Pembangunan Pertanian dalam Pelita VI. Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Pengelolaan dan Komunikasi Hasil Penelitian Pertanian. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 31-35. MUNIER, F.F., D. BULO dan A.N. KAIRUPAN. 2002. Karakteristik pemeliharaan ternak Domba Ekor Gemuk (DEG) di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Pros. Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan Pertanian, “Memacu pembangunan agribisnis melalui optimalisasi sumber daya lahan dan Penerapan Teknologi Spesifik Daerah”, Ujung Pandang 22-23 Oktober 2002. Buku II, Puslitbangtanak, Bogor. Hlm. 441-448. MUNIER, F.F. 2003. Karakteristik sistem pemeliharaan ternak ruminansia kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 327332. MUNIER, F.F., D. BULO, SYAFRUDDIN dan FEMMi N.F. 2003. Pertambahan bobot badan Domba Ekor Gemuk (DEG) yang dipelihara secara semiintensif. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 303306.
Lokakarya Nasional Kambing Potong
MUNIER, F.F., SAIDAH, F.N. FAHMI, D. BULO dan SYAFRUDDIN. 2004. Peluang pendirian klinik teknologi ternak ruminansia kecil di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Makalah Seminar Nasional Klinik Teknologi Pertanian, Manado 9-10 Juni 2004.
SYAFRUDDIN, A.N. KAIRUPAN dan F.F. MUNIER. 2003. Potensi dan kesesuaian lahan untuk pengembangan pakan ruminansia di Lembah Palu. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003. Puslitbangnak, Bogor. Hlm. 266-271.
177