Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
PEMANFAATAN DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGAH (Utilization of Gliricidia Leaf as Feed of Goat at Cacao Plantation in Central Sulawesi) DANIEL BULO, AGUSTINUS N., KAIRUPAN dan F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah
ABSTRACT Goat has a prospective potency to be developed in Central Sulawesi, as many farmers raise goats although generally still of tradisional extensive system with level adoption of technology still low, so that the income is not optimal. As we know that Central Sulawesi area is also producer of cacao because most farms at the existing agroecosystem of dry lowland are used as plantation of cacao, but farmers still have goat as alternative effort. The result of study showed that feeding 80% gliricidia leaf + 20% cacao leaf + mineral in elevated cage type (K1P1) indicating better result with mean feed consumption of 2.4 kg/head/day and body weight of 0,078 kg/head/day. Rate of pregnancy was 80% with kids 2.0 head/born and birth weight of 2,7 kg and mortality 0,0%. Economic analysis indicated that with treatment of K1P1 gave income equal to Rp 1.950/head/day with R/C rasio of 1,63. Key words: Goat, gliricidia, cage, cacao ABSTRAK Ternak kambing adalah salah satu komoditi peternakan yang berpotensi untuk dikembangkan di daerah Sulawesi Tengah karena sebagian masyarakat tani memelihara kambing walaupun pada umumnya masih bersifat ektensif tradisional dengan adopsi teknologi yang masih rendah, sehingga hasil yang didapatpun tidak optimal. Seperti diketahui daerah Provinsi Sulawesi Tengah adalah merupakan penghasil kakao yang cukup tinggi karena sebagian besar lahan yang berada pada agroekosistem lahan kering dataran rendah dimanfaatkan sebagai perkebunan kakao, dan masyarakat masih memelihara ternak kambing. Dari hasil pengkajian terhadap pemberian pakan dan penggunaan tipe kandang menunjukkan bahwa, pemberian pakan 80% daun gamal + 20% daun kakao + mineral pada tipe kandang panggung (K1P1), memberikan hasil yang terbaik dengan rata-rata konsumsi ransum 2,4 kg/ekor/hari dan pertambahan bobot badan harian 0,078 kg/ekor/hari. Penampilan reproduksi dengan tingkat kebuntingan 80% jumlah anak rata-rata 2 ekor per kelahiran dengan bobot lahir 2,7 kg dan tingkat kematian 0,0%. Sedangkan perhitungan ekonomi menunjukkan bahwa dengan perlakuan K1P1 meberi keuntungan sebesar Rp 1.950/ ekor/hari dengan R/C ratio 1,63. Kata kunci: Kambing, gamal, kandang, kakao
PENDAHULUAN Populasi ternak kambing di Sulawesi Tengah sekitar 200.000 ekor (ANONIMOUS, 1998a), dengan daerah tujuan pengeluaran ternak pada tahun 1998 adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Selain itu potensi pasar domestik juga tidak kalah pentingnya karena telah melekat dengan keadaan sosial budaya masyarakat setempat
bahwa kebutuhan kambing juga digunakan dalam acara-acara spiritual keagamaan sebagai sumber pangan yang bergizi. Pemotongan dan produksi daging ternak khususnya kambing pada tahun 1998 meningkat masing-masing sebesar 0,49 dan 4,22%, ini terjadi karena permintaan lokal/domestik meningkat dan standar kebutuhan gizi nasional khusus daging sebesar 7,6 kg/kapita/tahun (ANONIMOUS, 1998b). Untuk mendukung kebutuhan tersebut
375
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
maka diperlukan manajemen pemeliharaaan yang lebih baik dan terkontrol. Pemeliharaan ternak kambing di Sulawesi Tengah umumnya masih dilakukan secara konvensional dengan tingkat adopsi teknologi yang masih rendah sehingga akan memberikan hasil yang relatif rendah baik secara kuantitas maupun kualitas, juga sering disebut sebagai hewan pengganggu baik untuk tanaman pertanian maupun ketertiban lalu lintas perhubungan darat. Dengan pemeliharaan secara tradisional maka kemungkinan terserang penyakit jauh lebih besar dan pada tahun 1998 dilaporkan bahwa populasi ternak kambing telah mengalami penurunan sebesar 11,31% (ANONIMOUS, 1998a) Masalah yang umum dihadapi oleh petani peternak yang masih tetap bertahan pada pola dan sistem ekstensif tradisional adalah tidak tersedianya pakan, baik jumlah maupun mutunya sepanjang tahun. Hal tersebut terjadi karena sebagian lokasi peternakan di daerah ini berada pada agroekosistem iklim kering, bahkan musim kemarau panjang hampir terjadi setiap tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa jenis pakan unggul yang dapat tumbuh dan beraptasi baik di daerah beriklim kering dan digunakan sebagai pelindung pada tanaman kakao yaitu tanaman gamal (PAAT et al., 1994). Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ternak antara lain dengan pemberian konsentrat leguminosa (MATHIUS et al., 1984). Suplementasi gamal pada rumput gajah dapat meningkatkan pertumbuhan ternak domba (RANGKUTI et al., 1997) dan frekuensi kebuntingan meningkat (SUPRIYATI et al. 1995). Lebih lanjut dilaporkan bahwa pemberian gamal pada ternak domba sebagai suplemen pada rumput gajah yang diberikan setiap hari meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan harian sebesar 37 g/ekor. Limbah pertanian seperti brangkasan kacang tanah, brangkasan kedelai, brangkasan jagung memiliki kandungan protein yang cukup tinggi untuk keperluan produksi dan pencernaan yang baik pada ternak ruminansia (LEBDOSUKOYO, 1982). Sedangkan brangkasan jagung dan kulit buah kakao merupakan sumber serat kasar tinggi yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme rumen. Kambing kacang yang diberikan brangkasan jagung 135 g/ekor/hari, brangkasan kacang
376
tanah 162 g/ekor/hari, daun ubi kayu 136 g/ekor/hari dan daun lamtoro 112 g/ekor/hari dalam bentuk bahan kering menghasilkan rataan pertambahan bobot badan harian 56,3 g. Sedangkan kombinasi rumput gajah 186 g/ekor/hari dan konsentrasi 145 g/ekor/hari dalam bentuk bahan kering menghasilkan pertambahan bobot badan harian 40,4 g (ELLA et al., 1996). Selanjutnya dilaporkannya pula bahwa pemberian rumput alam 100% pada ternak kambing hanya dapat memenuhi kebutuhan protein 86,15 g/ekor, sedangkan kombinasi 75% rumput alam dan 25% Desmodium dapat memenuhi kebutuhan protein 130,31 g/ekor. Tingginya konsumsi protein ternak kambing ini menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Pemeliharaan ternak kambing yang dikandangkan, di samping tingginya faktor keamanan juga mudah mengontrol faktor reproduksi, dapat mencegah terjadinya kembung perut/bloat (penyakit kembung perut merupakan kasus lazim dan sering menimbulkan kematian pada ternak kambing dalam pemeliharaan ekstensif), mudah melakukan recording serta kotoran ternak mudah dijadikan sebagai pupuk organik. Dengan mengontrol keragaman reproduksi maka mudah melakukan pengaturan perkawinan sehingga dapat meningkatkan interval kelahiran, pada manajemen perkawinan yang benar maka kambing dapat beranak tiga kali selama dua tahun (PEACOCK, 1987). Berbagai potensi yang ada di agroekosistem lahan kering dataran rendah dapat ditingkatkan pemanfaatannya dengan menggunakan berbagai teknologi sumberdaya maupun budidaya yang terintegrasi, ramah lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan poduksi dan pendapatan masyarakat. Salah satu komoditas yang dominan di lahan kering dataran rendah yang sangat dominan di Sulawesi Tengah adalah tanaman kakao. Selama negara kita mengalami krisis, justru komoditas ini yang merupakan komoditas ekspor sangat nyata meningkatkan pendapatan petani. Selain itu petani kakao juga sebagian besar beternak kambing, di mana sistem pemeliharaannya ternak dilepas bebas. Akibatnya ternak-ternak tersebut mengganggu ketertiban umum, merusak lingkungan, dan selain itu pertumbuhannya tidak optimal dan
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
sering terserang berbagai jenis penyakit. Di pihak lain petani kakao menggunakan tanaman gamal sebagai pelindung tanaman kakao, sedangkan tanaman tersebut belum dimanfaatkan sebagai pakan tambahan untuk ternak mereka. Dengan menggunakan sistem pemeliharaan semi intensif, kambing yang berkeliaran dapat dikandangkan dan diberi pakan tambahan berupa rumput alam dan gamal yang banyak tersedia di alam. Berdasarkan beberapa permasalahan serta potensi sumberdaya yang ada, maka dilakukan pengkajian dengan tujuan untuk mengkaji suatu model susunan ransum ternak kambing dengan pemberian supplemen daun gamal sebagai sumber protein yang dijadikan pakan dasar. Selain itu juga untuk mengkaji model kandang kambing yang murah dan mudah dilakukan petani. METODOLOGI Pengkajian ini dititikberatkan pada komponen teknologi pakan yang berkualitas dan perkandangan yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing. Pendekatan yang digunakan dalam pengkajian ini adalah pendekatan sosial ekonomi dengan pemecahan masalah spesifik ternak kambing sebagai salah satu usahatani yang belum bersifat komersial. Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Pesona Kecamatan Ampibabo Kabupaten ParigiMoutong, pada zona agroekologi lahan kering dataran rendah, yaitu pada lokasi yang sama dengan pengkajian penggunaan klon unggul untuk pengembangan tanaman kakao secara vegetatif menunjang program rehabillitasi kakao. Di lokasi tersebut sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pekebun terutama kakao, peternak kambing dan nelayan. Penentuan lokasi akan diawali dengan kegiatan survei Partisipatory Rural Appraisal (PRA), yang melibatkan semua unsur pemerintah desa, pemuka masyarakat, kelompok tani dan lembaga lainnya yang terkait. Peternak kooperator adalah anggota kelompok tani yang memiliki ternak kambing dan lahan kebun kakao. Peternak kooperator yang terlibat dalam pengkajian ini berjumlah 12 kepala keuarga. Ternak kambing yang
digunakan dalam pengkajian sejumlah 36 ekor yang merupakan ternak milik anggota kelompok tani yang sekaligus sebagai pemilik lahan kebun kakao. Bahan pakan hijauan yang digunakan adalah daun gamal, daun kakao dan mineral yang diperoleh dari areal kebun di lokasi kandang. Model kandang yang digunakan dalam pengkajian ini terdiri atas dua model yaitu, kandang pola petani (lantai tanah) dan pola introduksi (lantai panggung) dengan ukuran 0,8 m2/ekor. Percobaan disusun menurut rancangan acak lengkap pola faktorial 2 x 2 dengan 3 ulangan Faktor A adalah kandang pola petani dan pola introduksi sedangkan faktor B adalah ransum yang terdiri atas 2 macam yaitu pola petani sebagai kontrol (daun gamal 80% daun 20% daun kakao) dan pola introduksi (80% daun gamal +20% kakao + mineral. Pemberian obat cacing dan vaksinasi dilakukan pada semua ternak percobaan sebelum pengkajian. Parameter yang diamati meliputi : konsumsi ransum, pertambahan bobot badan harian, tingkat kebuntingan, Jumlah anak perkelahiran, bobot lahir anak, mortalitas dan nilai ekonomis. Data hasil pengukuran pertambahan bobot badan harian diuji statistik dengan analisis varians (anova) dan selanjutnya apabila ada perbedaan nyata dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) (STEEL DAN TORRIE, 1995). Nilai ekonomis dihitung berdasarkan analisis return cost ratio, yaitu perbandingan antara penerimaaan dan biaya (SOEKARTAWI, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Penampilan produksi ternak kambing selama pengkajian sebagai terlihat pada Tabel 1. Perlakuan K1 P1 menunjukkan rata-rata konsumsi ransum lebih tinggi (2,40 kg/ekor/hari) dibandingkan dengan pola petani (1,51 kg/ekor/hari), ini diduga karena adanya lingkungan kandang yang lebih baik dan meningkatnya palatabilitas ternak dengan adanya penambahan mineral dalam ransum. CHURCH dan POND (1982) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu palatabilitas, selera, tekstur fisik pakan, gerak laju pakan dalam ransum dan pengaruh lingkungan. Palatabilitas dan selera
377
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
dipengaruhi oleh rasa, warna, bau serta ukuran dan tekstur. Faktor lain adalah kualitas pakan dengan kandungan protein tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan, akan tetapi faktor kebiasaan dari ternak itu sendiri sangat berpengaruh. Selain itu faktor lingkungan juga sangat berpengaruh temperatur yang tinggi menyebabkan turunnya konsumsi ransum. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan memberikan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Rata-rata pertambahan bobot badan harian dari hasil analisa data yang terkumpul selama pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan dengan pola introduksi menunjukan hasil lebih baik yaitu sebesar 0,078 kg/ekor/hari dibandingkan dengan pola petani (0,057 kg/eko/hari), dan secara statistic memberikan Tabel 1.
Ratan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum ternak kambing selama pengkajian
Perlakuan
Pertambahan bobot badan (kg/ekor/hari)
Konsumsi ransum (kg/ekor/hari)
K0 P0
0.057 a
1,51
K0 P1
0.063
a
1,82
K1 P0
0.070 b
2,00
K1 P1
b
2,40
0.078
a,b menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) K0 P0 = kandang pola petani + 100% gamal K0 P1 = kandang pola petani + 100% gamal + mineral (Introduksi) K1 P0 = kandang panggung (introduks)+ 100% gamal (pola petani) K1 P1 = kandang panggung (introduksi) + 100% gamal + mineral (introduksi)
dan teknologi anjuran tersebut kemungkinan terjadi karena pola petani dengan pemeliharaaan secara konvensional. Peningkatan bobot badan pada pola introduksi kemungkinan besar dipengaruhi oleh adanya perbaikan lingkungan, dimana dengan model kandang anjuran ternak akan merasa aman dan terjamin kesehatannnya. Selain itu ransum dengan pola introduksi dengan penambahan mineral dapat meningkatkan palatabiltas ransum, yang diikuti dengan meningkatnya konsumsi pakan. Penampilan reproduksi ternak kambing selama pengkajian dapat telihat pada Tabel 2. Pengamatan terhadap beberapa penampilan reproduksi ternak betina percobaan selama pengkajian diperoleh, tingkat kebuntingan pada akhir pengkajian masing-masing perlakuan berturut-turut untuk K0 P0, K0 P1, K1 P1 dan K1 P1 adalah 40,0, 47,50, 75,00, dan 80,00% (Tabel 2). Terlihat adanya perbedaan antara perlakuan, hal ini diduga karena adanya pengaruh kondisi perkandangan dan kondisi induk yang melahirkan. Jumlah anak per kelahiran tampaknya berbeda, di antara perlakuan, kemungkinan sangat dipengaruhi oleh faktor genetik., Adanya perbedaan bobot lahir antara perlakuan, kemungkinan terjadi karena adanya pengaruh fisik dari induk yang melahirkan. Persentase kematian yang terjadi selama pengkajian berlangsung pada perlakuan K0 P0 sebesar 25%. Hal ini kemungkinan terjadi berhubungan dengan manajemen pemeliharaaan yang dilakukan petani, di mana kondisi yang kurang terkontrol, sehingga ternak mudah diserang penyakit. Umumnya ternak mati diakibatkan oleh penyakit bloat (kembung perut).
perbedaan nyata (P<0,05). Perbedaan pertambahan bobot badan antara pola petani Tabel 2. Penampilan reproduksi ternak kambing masing-masing perlakuan selama pengkajian Perlakuan
Parameter K0 P0
K0 P1
K1 P0
K1 P1
Tingkat kebuntingan (%)
40.0
47,50
75,00
80,00
Jumlah anak per kelahiran (ekor)
1,00
1,00
1,00
2,00
Bobot lahir (kg)
1,50
2,10
2,20
2,75
Mortalitas (%)
25,0
0,0
0,0
0,0
378
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 3. Analisis ekonomi pada masing-masing perlakuan selama pengkajian Uraian
Volume (kg)
Harga satuan (Rp)
Pendapatan/hari (Rp)
R/C
Perlakuan (K0 P0) Gamal
1,70
600
1020
PBB
0,057
25000
1425
R/C
1,40
Perlakuan(K0 P1) Gamal
1,85
600
1110
PBB
0.069
25000
1.725
R/C
1,55
Perlakuan (K1 P0) Gamal
1,90
600
1140
PBB
0.07
25000
1750
R/C
1,54
Perlakuan (K1 P1) Gamal PBB
2,0
600
1200
0,078
25000
1950
R/C
1,63
Analisis ekonomi Hasil analisa ekonomi pada masing–masing perlakuan terlihat pada Tabel 3. Hasil pada Tabel 3. tampak bahwa pola introduksi (anjuran) memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan pola petani yaitu sebesar Rp 750 per ekor per hari, dengan nilai R/C 1,63. Dengan nilai ini dapat dinyatakan bahwa teknologi anjuran secara finansial dapat memberikan manfaat atau layak untuk dilakukan usaha. KESIMPULAN Dengan penggunaan kandang panggung dan 80% daun gamal + 20% daun kakao + mineral daun gamal memberikan pertambahan bobot badan harian terbaik (0,078 kg/ekor/hari), tingkat kebuntingan 80% dengan jumlah anak per kelahiran rata-rata 2,0 dengan bobot lahir rata-rata 2,75 kg dan tingkat kematian (mortalitas) sebesar 0%. Dari segi ekonomisnya, secara finansial perlakuan (K1P1) layak usaha dengan nilai R/C ratio sebesar 1,63). Paket teknologi anjuran dapat diadopsi oleh petani sekitar 80%
DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 1998a. Dinas Perternakan TK. I. Laporan Peternakan Sulawesi Tengah. Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Tengah. ANONIMOUS. 1998b. Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak Bogor. CHURCH, D.C. dan W.G. POND, 1982. Basic Animal Nutrition and Feeding 2nd.ed. John Wiley and Sons New York. ELLA, A., R. SALAM dan A. SAENAB. 1996. Uji Palatabilitas Hijauan Flamengia congesta dan Desmodium rensonii sebagai Pakan Ternak. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Cisarua, 7-8 November 1995. Puslitbangnak, Bogor. Hal. 595-598. LEBDOSUKOYO, S. 1982. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Menunjang Kebutuhan Pakan Ruminansia. Proc. Pertemuan Ruminansia Besar, Cisarua, 6-9 Desember 1982. Puslitbangnak, Bogor. Hal. 78-84. MATHIUS, I.W., J.E. VAN EYS and M. RANGKUTI. 1984. Supplementation of Napier Grass with Tree Legume, Effect on Intake, Digestibility and Weight Gain of Lambs. Working Paper. No. 33. Balitbangnak, Puslitbangnak, Bogor.
379
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
PAAT, P.C., P. PONGASAPAN dan DANIEL BULO. 1994. Penggemukan dan Pembesaran Kambing PE dengan Suplementasi Daun Leguminosa dan Sumber Energi. Laporan Hasil Penelitian Sub. Balitnak Gowa. PEACOCK, CH. 1987. Petunjuk Teknis Beternak Domba dan Kambing. Balitnak Ciawi. Bogor. RANGKUTI, M., SUTIPTO PH. dan NISWAR SYAFA’AT. 1997. Keterpaduan Penelitian dan Pengembangan Lahan Kering. Disajikan sebagai Bahan Diskusi pada RAKER Badan Penelitian dan Pengemabang Pertanian di Yokyakarta tanggal 18–20 Desember 1997.
380
SOEKARTAWI. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). SUPRIATI. K., I.W. MATHIUS dan I. SUTIKNO. 1997. Budidaya Campuran Gliricidia dengan Rumput Raja. Inovasi Teknologi Seperempat Abad Badan Litbang Pertanian. Badan Litbang Pertanian. STEEL R.G.D dan T.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta