Pengembangan Perkebunan Kakao Menggunakan Model Sistem Dinamik Produksi Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah Syafruddin dan Andi Irmadamayanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah E-mail:
[email protected] Abstrak Sulawesi Tengah merupakan wilayah yang berpotensi mendukung program strategis pemerintah pusat dan daerah dalam pencapaian produksi kakao Nasional sesuai dengan visi dan misi pemerintah daerah Kabupaten parigi Moutong yang ingin menjadikan Kabupaten Parigi Moutong terdepan pada tahun 2020 yang berbasis agribisnis. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi faktor yang berpotensi sebagai titik pengungkit peningkatan produksi sehingga menjadi rekomendasi model pengembangan pertanian dalam menunjang produksi kakao di Sulawesi Tengah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - September 2014 di Kabupaten Parigi Moutong. Pengumpulan data primer dengan metode survey dan wawancara sedangkan data sekunder dengan metode desk study. Hasil menunjukkan bahwa analisis skenario menunjukkan program gerakan Nasional pengembangan kakao di Kabupaten Parigi Moutong cukup berhasil meningkatkan produksi, namun saat ini (4 tahun) program gernas) telah menunjukkan ada gejala penurunan atau pelandaian. Adapun faktor yang menjadi titik pengungkit peningkatan produksi kakao adalah perbaikan inovasi terutama (pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan peremajaan kakao). Kata kunci : dinamik system, kakao, produksi.
Pendahuluan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia menunjukkan bahwa Pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi berfokus pada kegiatan-kegiatan ekonomi utama pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan (Menkom Ekonomi, 2011; BI, 2011). Kakao merupakan komoditi unggulan daerah dan merupakan sumber penghasilan devisa negara dan memberikan peluang terbukanya lapangan kerja yang cukup. Provinsi. Sulawesi Tengah merupakan salah satu penghasil kakao yang cukup besar di Indonesia. Secara Nasional luas areal perkebunan kakao sebesar 16,27% dari dengan produksi 17,97% total produksi Nasional terbesar ke-2 setelah Sulawesi Selatan (Kementan, 2014). Lahan sesuai untuk pengembangan kakao sangat baik dan luas (Sayafruddin et al, 2004). Pengembangan Model dengan tujuan untuk studi tingkah-laku sistem melalui analisis rinci akan komponen atau unsur dan proses utama yang menyusun sistem dan interaksinya antara satu dengan yang lain. Jones et al, 1987 dalam Hendriadi, 2012 mengemukakan dua sasaran pokok dari pengembangan model yaitu : (1) Untuk memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai hubungan sebab akibat (cause-effect) dalam suatu sistem serta untuk menyediakan interpretasi kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik akan sistem tersebut, (2) Lebih mengarah ke tingkat penerapan atau berorientasi pada masalah yaitu untuk mendapatkan prediksi yang lebih baik akan tingkah-laku dari sistem yang digunakan segera dalam perbaikan pengendalian atau pengelolaan sistem. Luas wilayah Kabupaten Parigi Moutong sekitar 623.185 ha. Dari luas tersebut, potensi lahan untuk perkebunan meliputi : kakao seluas 98.119 ha yang terdiri atas potensi untuk tanaman kakao 65.433 ha, kelapa seluas 27.328 ha dan cengkeh 3.331 ha serta tanaman perkebunan lainnya
1484
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
seluas 2.117 ha (Bappeda, Kab. Parigi Moutong 2013). Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Parigi Moutong pada periode 1990 hingga 1995 mencapai 1,1 – 1,2 ton/ha dan tertinggi di Sulawesi Tengah, sedangkan pada periode 1997 hingga 2015 produktivitasnya hanya sekitar 0,6 0,8 t/ha (BPS Kabupaten Donggala 1996 dan BPS Kabupaten Parigi Moutong 2013). Rendahnya produktivitas kakao di wilayah ini disebabkan oleh : umur tanaman sudah tua, adanya serangan hama dan penyakit terutama penggerek buah kakao (PBK) dan virus deseace (VCD) serta rendahnya tingkat perawatan oleh petani. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao seluas 323.100 ha yang terdiri atas lahan sangat sesuai (S1) seluas 5.196 ha, cukup sesuai (S2) seluas 21.146 ha dan sesuai marginal (S3) seluas 296.758 ha (Syafruddin dkk, 2005; Syafruddin dkk 2006). Produksi kakao di Kabupaten Parigi Moutong telahmengalami pelandain/levelling off sejak tahun 2008. Dari data tersebut potensi lahan terbesar adalah sesuai marginal, ini menggambarkan bahwa untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan rekayasa dan inovasi teknologi sesuai dengan karakteristik permasalahannya terutama pada lahan dengan tingkat kesesuaian sedang dan rendah (S2 dan S3). Tujuan Penelitian Mengidentifikasi faktor yang berpotensi sebagai titik pengungkit pencapaian target peningkatan produksi kakao dan merumuskan rekomendasi kebijakan pembangunan sektor pertanian, khususnya kakao guna mengakselerasi pencapaian sasaran program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao di Sulawesi Tengah. Metodologi
Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup dari kegiatan ini terdiri atas survei dan dilaksanakan sebanyak dua tahap yaitu : a. Identifikasi permasalahan dan potensi pengembangan komoditas kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah b. Tahap perumusan rekomendasi pengembangan kakao di Kabupaten Parigi Moutong. Kedua tahapan kegiatan ini akan dikoordinasikan dengan pemerintah daerah dan para stake holders (petani, penyuluh dan pengusaha) melalui FGD baik dilapangan maupun di Dinas terkait. Kegiatan tahap satu dilakukan dengan tujuan penetapan permasalahan dan potensi pengembangan kakao. Hasil yang diperoleh pada kegiatan tahap satu ini, akan disosialisasikan dengan petani, stake holders dan Pemda untuk menyepakati rekomendasi yang akan menjadi prioritas dan di analisis lebih lanjut sebagai bahan acuan dalam dalam pengembangan kakao di Kabupaten Parigi Moutong. Metode pelaksanaan Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan cara survey dan wawancara langsung dengan petani, tokoh masyarakat dan informan lainnya. Penyusunan data dan laporan awal dilakukan setelah pengumpulan data sekunder dan data primer serta koordinasi dengan pemda. Hasil kesepakatan antara peneliti dan stake holders termasuk pemerintah daerah, petani, penyuluh dan pengusaha yang berkaitan dengan sektor pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1485
Tahapan pelaksanaan pada kegiatan
a. Melakukan pengumpulan data lapangan (kondisi riil) lapangan, kondisi sarana dan prasarana pendukung pada usahatani lahan sawah, jagung, sayuran, buah-buahan dan tanaman kakao.
b. Melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya dilanjutkan dengan pembuatan laporan awal dalam bentuk FGD.
c. Sosialisasi ke pemerintah daerah dan stake holders lainnya. Waktu dan Lokasi Kegiatan Kegiatan ini telah dilaksanakan selama 5 (lima) bulan (bulan Maret s/d Juli 2014) dengan lokasi seluruh wilayah Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Tahapan Pelaksanaan Pada Kegiatan Tahap 2 Kegiatan tahap 2 merupakan kelanjutan kegiatan tahap 1 dengan tetap melakukan survey lapang untuk melengkapi data yang belum tercoper pada kegiatan tahap 1. Adapun tahapan kegiatan yang akan dilakukan pada tahap 2 ini antara lain : melakukan FGD untuk menetapkan faktor-faktor yang paling mempunyai titik ungkit paling besar dan paling cepat untuk ditangani. Adapun tahapan kegiatan pada tahap 2 ini terdiri atas : a)
Pengembangam Model (system thingking).
b) Pembuatan Causal Loop. c) Pembuatan Stock and Fow Diagram. d) Analisis Sensifitas. e) Melakukan Focus Group Discussion (FGD) di tingkat kabupaten untuk menetapkan f)
komoditi yang akan dilakukan analisis lebih lanjut. Analisis kebijakan dan penetapan program.
Pengumpulan Data Data yang terkumpul berupa kondisi: 1) Permasalahan pertanaman dan kelembagaan ditingkat petani, 2) Kebijakan Pemda yang berkaitan dengan pengembangan komoditi tersebut, 3) Kondisi sarana dan prasarana dan 4) Kondisi penyuluh pertanian lapangan. Sedangkan untuk analisis data dilakukan secara deskriptif (kualitatif) dan kuantitatif menggunakan metode modelling analysis (system dinamik) (Badan Litbang Pertanian, 2013).
Analisis Data Analisis data untuk kegiatan tahap dua menggunakan model dinamik system dengan tahapan analisis yaitu :
1486
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
a)
Causal loop Hama dan Penyakit
+ -
Potensi Lahan -
+
+-
Produktivitas
Luas Pertanaman +
+
+ + +
+
Pemupukan
Produksi Kakao +
+
Klon Unggul Pemeliharaan +-
Gambar 1. Diagram Cousal Loop Perkembangan Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. b)
Pembuatan stock and flow diagram Sebelum model simulasi di operasikan maka langkah awal yang dilakukan adalah uji validasi
untuk mengetahui kesesuaiannya dengan sistem nyata. Cara yang digunakan dalam validasi model ini adalah membandingkan perilaku model dengan perilaku historisnya. Model yang dianggap valid apabila perilaku historis variabel-variabel yang dipergunakan dalam model mirip atau memiliki trend yang sama. Untuk mengukur tingkat kepercayaan terhadap model yang dibangun dalam mewakili perilaku nyata dapat diukur dengan kesalahan kuadrat rata-rata (mean square error; MSE) dan kesalahan yang telah dinormalisasi adalah dengan persentase kesalahan akar kuadrat rata-rata (root-mean-square percent error : RMSPE)
Gambar 2. Struktur Model Pertanian Ramah Lingkungan Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1487
Keterangan : MSE
=
mean square error
S1 At
= =
nilai simulasi pada waktu t nilai aktual pada waktu t
n
=
pengamatan (t = 1.., n)
c)
Adapun data historis pada yang dibandingkan perilakunya antara lain adalah: (1) luas pertanaman kakao, (2) Produksi kakao dan (3) Produktivitas kakao. Dari hasil validasi seperti yang terlihat pada Tabel 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa model sudah menyerupai kondisi sistem yang ditinjau. Hasil simulasi dan historis rata-rata menunjukkan kedekatan data simulasi terhadap data historis yang menunjukkan perbedaan yang sangat kecil dan trend sama. Model dianggap valid bila MSE <5 % (Suryani, 2006).
Tabel 1. Nilai dan Hasil Validasi Model Terhadap Luas Panen Kakao. Tahun
St
Akt
(St-Akt) /Akt
(St-Akt)/Akt2
2009
9,990
9,547
0.0315
0.0008
2010
10,601
11,484
(0.0680)
0.0049
2011
8,557
7,801
0.0933
0.0092
2012
9,878
11,415
(0.1247)
0.01555
0.0579
0.0308
MSE Sumber : Dinas Perkebunan Kab. Parigi Moutong 2015 Data diolah oleh tim
Tabel 2. Nilai dan Hasil Validasi Model Terhadap Produksi Kakao. Tahun
St
Akt
(St-Akt)/Akt
(St-Akt)/Akt2
2009
314,557
277,281
0.307
0.0431
2010
314,557
355,260
(0.052)
0.0034
2011
314,557
339,491
(0.014)
0.0002
2012
314,557 MSE
366,999
(0.082)
0.0078
0.1155
0.0466
Sumber : Dinas Perkebunan Kab. Parigi Moutong 2015 Data diolah oleh tim
Analisis Kebijakan dan rekomendasi Hasil analisis sensifitas dilanjutkan dengan FGD pada tingkat Pemda dan stake holders lainnya, serta DPRD selaku pengawas. Lalu dilanjutkan dengan analisis kebijakan, penetapan program dan tahapan kegiatan (road map) beserta rancangan pembiayaannya.
1488
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Hasil dan Pembahasan Kondisi Eksisting a.
Keragaan Penggunaan Inovasi dan Teknologi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah telah memperkenalkan
inovasi teknologi klon unggul dan sambung samping di Kecamatan Kasimbar Kabupaten Donggala saat itu, sebelum menjadi Kabupaten Parigi Moutong. Hasil yang dicapai pada saat itu cukup baik. Meskipun demikian bahwa saat ini komoditi kakao memperlihatkan kecenderungan penurunan produksi dan produktivitas. Produktivitas kakao sejak adanya serangan hama dan penyakit mengalami penurunan yang sangat signifikan. Periode tahun 1997 hingga 2012 produktivitas kakao sudah berada dibawah produktivitas pada tahun 1995 hingga 1996 (Tabel 3). Produktivitas tanaman kakao di Kabupaten Parigi Moutong pada periode 1990 hingga 1995 mencapai 1,1 – 1,2 ton/ha dan tertingi di Sulawesi Tengah, sedangkan pada periode 1997 hingga 2015 produktivitasnya hanya sekitar 0,6 - 0,8 t/ha (BPS Kabupaten Donggala 1996 dan BPS Kabupaten Parigi Moutong 2013). Rendahnya produktivitas kakao di wilayah ini disebabkan oleh: umur tanaman sudah tua, adanya serangan hama dan penyakit terutama penggerek buah kakao (PBK) dan virus deseace (VCD) serta rendahnya tingkat perawatan oleh petani. Kondisi ini merupakan suatu tantangan sekaligus peluang dalam percepatan peningkatan produksi kakao di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah Tabel 12. Tabel 3.
Perkembangan Luas Panen, Produksi (t) dan Produktivitas (t/ha) Kakao di Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah Selama Kurun Waktu Tahun 2007-2012 Tahun
Uraian Kakao - Luas Panen - Produktivitas - Produksi
2007 61.780 0, 463 28.586
2008 65.392 0,774 43.901
2009 65.439 0,802 43.962
2010
2011
2012
47.302 0,501 237.005
47.304 0,64 302.746
47.322 0,545 257.713
Sumber : BPS Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah 2013
b. Penggunaan Klon Unggul Penggunaan klon unggul dan bermutu di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah masih rendah. Menurut data Dinas Perkebunan Propinsi Sulawesi Tengah bahwa penggunaan klon unggul dan bermutu di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah masih berkisar 42% dari total pertanaman kakao yang ada. Kebanyakan petani diKabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah menggunakan klon yang sudah berkembang disekitar lokasi pertanamannya. Hasil tabulasi data yang diperoleh menunjukkan bahwa masih 76,55% menggunakan klon yang telah lama berkembang di wilayahnya selebihnya menggunakan klon introduksi (ISC 60, ISC 13 dan RCC 72) Gambar 3. Penggunaan klon yang sesuai dengan kondisi agroklimat maka varietas yang bersangkutan akan memperagakan kemampuan genetik maksimalnya sehingga tanaman dapat berproduksi dengan baik dan berkelanjutan (Subagio, 1995; Amien 2004).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1489
DRC16
Sulawesi 1
Gambar 3. Perbandingan Antara Klon Unggul Lama (era 1999) dengan Klon Unggul Baru (Sulawesi 1).
Sulawesi 2
ICCRI 03
Gambar 4. Perbandingan Antara Klon Baru (Sulawesi 1) dengan Klon Unggul Baru Lainnya. c.
Keragaan Inovasi dan Teknologi Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu komponen teknologi yang sangat penting dalam
pencapaian produksi yang tinggi bagi tanaman. Hasil identifikasi dilapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pemupukan ditingkat petani sudah dilakukan oleh petani di Kabupaten Parigi
1490
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Moutong. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan data dan informasi kondisi fisik dan kimia maupun biologi lahan sawah yang akurat pada skala detail. Oleh karena itu, kajian identifikasi kondisi dan sifat tanah lahan sawah sangat diperlukan. Hambatan petani untuk melakukan pemupukan karena harga pupuk mahal (tidak disubsidi) seperti di tanaman pangan dan sulitnya mendapat pupuk serta belum ada rekomendasi pemupukan di lokasi masing-masing. Dari beberapa hasil penelitian menggambarkan bahwa permasalahan yang dihadapi lahan yang ada di wilayah Kabupaten Parigi Moutong adalah tingkat kesuburan yang relatif rendah hingga sedang terutama disebabkan oleh kadar bahan organik tanahnya yang rendah disamping ada beberapa daerah yang berlereng sangat curang telah ditanami komoditas pertanian termasuk kakao sehingga mudah mengalami kerusakan atau degradasi lahan (Maskar dan Syafruddin, 1998; Syafruddin dkk, 2006). Hasil tabulasi penggunaan pupuk baik jenis maupun dosis dan waktu aplikasi terlihat bahwa hanya 43,23 % yang menggunakan pupuk secara lengkap berdasarkan rekomendasi dan anjuran yang telah ada sisanya 56,77 % yang belum lengkap. Permasalahan yang sangat mendasar pada inovasi teknologi pemupukan adalah cara pemupukan yaitu 100 % petani yang diidentifikasi melakukan pemupukan dengan menghambur merata pada permukaan tanah, sehingga efektivitas pupuk sangat rendah. Cara ini sangat tidak efektif karena sebagian besar atau sekitar 90 % dari pupuk yang dihambur hilang baik terbawah oleh aliran permukaan maupun akibat penguapan. d.
Keragaan Inovasi Pengendalian Hama dan Penyakit
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi kakao sangat nyata di Sulawesi Tengah termasuk Kabupaten Parigi Moutong adalah adanya serangan hama dan penyakit yang banyak dijumpai di Sulawesi Tengah termasuk Kabupaten Parigi Moutong. Hama yang paling tinggi dampak negatifnya terhadap pertanaman dan produksi kakao di Kabupaten Parigi Moutong adalah: penggerek buah kakao dan batang, sedangkan penyakit terdiri atas: busuk buah, VSD dan busuk akar. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa sudah lebih dari 90 % pertanaman kakao di Kabupaten Parigi Moutong telah mengalami kerusakan termasuk yang telah di rehabilitasi melalui gerakan nasional peningkatan produksi kakao (Gernas) mulai mengalami kerusakan akibat serangan hama terutama VSD. Analisis dan Rancangan Model a. Hasil analisis model dengan kondosi/program saat ini Eksisting Hasil analisis terlihat bahwa peningaktan produksi kakao diKabupaten Parigi Moutong akibat adanyan program gerakan Nasional Peningkatan produksi kakao (Gernas) dapat memperbaiki tingkat produktivitas kakao di Kabupaten Parigi Moutong dalam jangka pendek. Gernas kakao yang telah dilaksanakan selama 4 tahun berhasil meningkatkan produksi kakao secara signifikan, namun apabila tidak diikuti oleh program jangka panjang yang baik dan berkesinambungan terutama perbaikan tekni pemeliharaan dan peremajaan tidak dapat mempertahankan produksi kakao dalam jangka waktu yang lama. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan Gernas saja produksi kakao mulai mengalami penurunan pada tahun 2016 Gambar 5. Kondisi ini menggambarkan bahwa dengan program yang telah ada (kegiatan Gernas) saja tanpa diikuti oleh perbaikan dan peningkatan mutu inovasi teknologi dan dukungan sarana dan prasarana yang disertai oleh pemingkatan kapasitas dan kemandirian petani, maka keberhasilan Gernas kakao tidak dapat berlanjut termasuk di Kabupaten Parigi Moutong. Dari Grafik tersebut terlihat bahwa produksi kakao di Kabupaten Parigi Moutong akibat gernas kakao sangat nyata
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1491
meningkatkan produksi, namun peningkatan produksi hanya mampu bertahan hingga tahun ke dua dan pada tahun ke tiga sudah melandai dan mengalami penurunan produksi mulai tahun 2016 (Tahun ke 4), sehingga perlu mendapat perhatian dengan baik dan serius agar Kabupaten Parigi Moutong tetap menjadi penyangga utama kakao di Sulawesi Tengah. Ton/yr
Ton/yr
Grafik A.
Grafik B.
400.000
350.000
300.000
300.000
Produksi (Ton/yr)
250.000
Produksi (Ton/yr) 200.000
200.000
100.000 150.000 2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2013
2014
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
Tahun
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Produksi kakao di Kabupaten Parigi Moutong dengan Program Saat Ini. Adapun faktor yang berpotensi sebagai titik pengungkit peningkatan produksi yaitu dengan perbaikan inovasi terutama yang berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan peremajaan. Hama dan Penyakit masih merupakan faktor yang sangat perlu mendapat perhatian, karena hingga saat ini, belum dapat teratasi dengan baik. Sedangkan pemupukan dan peremajaan sudah mulai dilakukan oleh petani. Dengan demikian bahwa jika pengendalian haman dan penyakit dapat dilakukan dan diterapkan dengan baik, maka produksi dan produktivitas kakao diwilayah ini dapat ditingkatkan (Rosida dan Darman, 2014) Kesimpulan dan Saran Hasil analisis menggunaan model dinamik sistem menunjukkan program gerakan Nasional pengembangan kakao di Kabupaten Parigi Moutong cukup berhasil meningkatkan produksi, namun saat ini (4 tahun) program gernas) telah
menunjukkan ada gejala penurunan atau
pelandaian. Hasil simulasi menandakan bahwa model ini mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam jangka waktu panjang dengan faktor yang berpotensi sebagai titik pengungkit peningkatan produksi yaitu dengan perbaikan inovasi terutama yang berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit, pemupukan dan peremajaan Daftar Pustaka
Amien, L.I., 2004. Agroekologi dan alternative pengembanngan pertanian di Sumatra. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian : 13. (1) : 1 - 8. Badan Litbang Pertanian 2013. Bahan Raker 1 Badan Litbang Pertanian di Jakarta 17-21 Januari 2013.
1492
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
BI, 2011. Indikator Sektor Pertanian Sulawesi Tengah. Bappeda Kabupaten Parimo, Sulawesi Tengah, 2013. RPJM Pembangunan Pertanian Kabupaten Parimo, Propinsi Sulawesi Tengah BPS Provinsi Sulawesi Tengah 2011. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Badan Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. BPS Kabupaten Donggala 1996. Kabupaten Donggala Dalam Angka. BPS Kabupaten Parimo, 2013. Kabupaten Parimo Dalam Angka. Hendriadi, A. 2012. Tantangan Kebijakan Pertanian Nasional. Materi Pelatihan Sistem Dinamik Untuk Analisis Kebijakan Sektor Pertanian Indonesia. Bandung 5-9 Nopember 2012. Kerja Sama Badan Litbang Pertanian School of Bisness and Manajemen Institut Teknologi Bandung. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. 2011. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Deputi Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Pertanian. Kementerian pertanian Jakarta Maskar dan Syafruddin 1998. Status Hara Pada Daerah Pertanaman Kakao Rakyat di Sulawesi Tengah. Laporan Hasil Penelitian BPTP Biromaru. Rosida dan Saiful Darman, 2014. Implementasi Model Strategi Pengembangan Agribisnis Untuk Peningkatan Produksi, Pengendalian Penyakit Kanker Stadium Awal pada Tanaman Kakao dan Peningkatan Nilai Tambah Produk. Makalah di Sampaikan pada: Rapat Kordinasi Kelitbangan. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Parigi Moutong Subagio, H., D. Djaenuddin, G. Jayanto dan A. Syahruddin, 1995. Arahan Pengembangan Komoditas Berdasarkan Kesesuaian Lahan. Pros. Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat. Puslitbangtanak. Hal 27-54. Syafruddin, Agustinus. N. Kairupan, A. Negara dan J. Limbongan, 2004. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Tengah. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23 (2): 61-67. Syafruddin, Khatijah dan Saidah, 2005. Pemetaan Zona Agroekologi Skala 1: 50.000 Kabupaten Parimo Kecamatan Tinombo-Moutong Kabupaten Parigi Moutong Syafruddin, Khatijah dan Saidah, 2006. Pemetaan Zona Agroekologi Ampibabo – Sausu Kabupaten Parigi Moutong
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1493