PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN (Midrib and leaf palm as substituting forages for feed cattle at East Luwu South Sulawesi) A. Nurhayu, A. B. L Ishak, dan Andi Ella Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Makassar 90242 Indonesia
[email protected]
ABSTRAK Kajian telah dilaksanakan di Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Tujuan kajian adalah melihat pengaruh pemberian pelepah dan daun sawit sebagai substitusi hijauan terhadap produktivitas sapi potong. Kajian menggunakan 15 ekor sapi jantan berumur 1,5 – 2 tahun yang dibagi dalam 3 perlakuan dengan 5 ulangan yaitu (T0) hijauan 100% (kontrol), (T1) 60% hijauan + 40% pelepah dan daun sawit + konsentrat 1 % dari bobot badan dan (T2) 40% hijauan + 60% pelepah dandaun sawit + konsentrat 1 % dari bobot badan. Penimbangan dilakukan 4 kali yaitu 1 kali setiap bulan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan T1 memberikan pertambahan bobot badan paling tinggi sebesar 0,27 kg/ekor/hari, kemudian (T2) 0,19 kg/ekor/hari dan terendah (T0) 0,07 kg/ekor/hari. Konversi pakan pada (T1) 14,7, (T2) 19,7 dan (T0) 68. Disimpulkan bahwa pemberian pelepah dan daun sawit sebagai substitusi hijauan pada pakan sapi potong sampai tingkat 60% mampu meningkatkan bobot badan ternak sapi potong dibanding hanya diberi hijauan dan lebih efisien dalam penggunaan pakan. Kata Kunci : Pelepah daun sawit, pakan,sapi, PENDAHULUAN Indonesia. Produksi perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Selatan untuk tahun 2009 sebagian besar bersumber dari perkebunan rakyat yaitu sebesar 17.101 ton, sisanya bersumber dari produksi perkebunan negara sebesar 13.097 ton, produksi perkebunan swasta sebesar 751 ton (Statistik Perkebunan, 2010). Dari segi pengembangan ternak sapi potong, Sulawesi Selatan dikenal sebagai gudang ternak, karena menjadi penghasil utama sapi potong di Indonesia setelah Jawa Timur. Sulawesi Selatan memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan menjadi sentra pembibitan sapi potong. Populasi sapi Sulawesi Selatan 2011 telah mencapai satu juta ekor, bahkan Pada triwulan ke tiga tahun 2012 sudah mencapai 1.107.124 ekor (Disnak dan Keswan Sulawesi Selatan, 2013). Dalam pengembangan populasi dan produksi ternak, salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah dari segi pakan baik kuantitas, kualitas, faktor pembatas (antinutrisi), harga dan ketersediaannya. Pakan merupakan salah satu faktor
108
yang menentukan keberhasilan usaha ternak. Menurut Rohaeni dan Hamdan (2004) salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan ternak sapi yaitu kesulitan mendapatkan hijauan/pakan terutama di wilayah lahan kering khususnya pada musim kemarau. Ketersediaan sumber pakan ternak semakin berkurang akibat lahan terbuka digunakan untuk perumahan dan kecendrungan dari petani untuk menanam lahan dengan tanaman pertanian yang dapat bermanfaat langsung untuk kebutuhan manusia. Maka pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan alternatif adalah salah satu solusi untuk menanggulagi kekurangan pakan ternak ruminansia. Dengan diversifikasi pemanfaatan produk samping (by-product) yang sering dianggap sebagai limbah (waste) dari limbah pertanian dan perkebunan menjadi pakan dapat mendorong perkembangan agribisnis ternak ruminansia secara integratif dalam suatu sistem produksi terpadu dengan pola pertanian dan perkebunan melalui daur ulang biomas yang ramah lingkungan atau dikenal “zero waste production system” (Wahyono, dkk, 2003). Salah satu produk samping tanaman perkebunan yang belum dimanfaatkan secara optimal adalah limbah perkebunan kelapa sawit. Tanaman perkebunan ini mempunyai potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, baik unggas maupun ruminansia berupa daun, pelepah, tandan kosong, cangkang, serabut buah, batang, lumpur sawit, dan bungkil kelapa sawit. Limbah ini mengandung bahan kering, protein kasar dan serat kasar yang nilai nutrisinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pakan ternak ruminansia (Mathius, dkk, 2003). Pakan alternative yang tersedia dari kebun kelapa sawit diantaranya adalah pelepah dan daun kelapa sawit. Pada umumnya pelepah kelapa sawit dipanen sebelum buah dipanen. Hal ini dilakukan karena posisi tandan kelapa sawit berada pada celah-celah pelepah kelapa sawit. Dengan perkataan lain, bahwa jumlah pelepah yang diperoleh setiap hari oleh setiap pemanen akan sangat bergantung pada jumlah tandan buah segar (TBS) yang berhasil dipanen. Setiap harinya dapat diperoleh 50 -100 TBS. Dengan imbangan TBS dan pelepah yang dipanen setiap harinya maka jumlah pelepah yang berhasil dikumpulkan sejumlah 50 – 100 batang pelepah (Rokhman, 2004). Kabupaten Luwu timur merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang mempunyai perkebunan kelapa sawit yang cukup luas yaitu 12.320,05 ha (BPS Luwu Timur, 2011). Berdasarkan perkiraan, tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan 1825 pelepah / pohon /tahun atau sekitar 10 ton bahan kering/ha/tahun (Rohaeni, 2004). Dengan menggunakan asumsi bahwa 50% luas areal kelapa sawit yang ada di Luwu Timur dapat menghasilkan pelepah dan daun kelapa sawit maka pelepah yang dihasilkan tidak kurang dari 62.600,57 ton/tahun. Selain pelepah juga dihasilkan daun sekitar 0,5 kg/pelepah sehingga akan diperoleh bahan kering 4.131,59 ton/ha. Prediksi produksi limbah pelepah dan daun sangat besar, sehingga apabila tidak dimanfaatkan akan mencemari lingkungan, di lain pihak pelepah dan daun sawit dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk menjawab masalah yang dihadapi setiap tahun yaitu kurang dan terbatasnya ketersediaan hijauan sebagai pakan ternak sapi. Tujuan pengkajian adalah untuk melihat pengaruh pemberian limbah pelepah dan daun sawit sebagai substitusi hijauan terhadap pertumbuhan ternak sapi.
109
MATERI DAN METODE Kajian dilaksanakan Desa Benteng Kecamatan Burau Kabupaten Luwu Timur. Limbah tanaman kelapa sawit berupa pelepah dan daun, diolah menjadi pakan ternak dengan terlebih dahulu dipotong kecil-kecil lalu dimasukan ke mesin pencacah sehingga halus (gambar 1 dan 2). Selanjutnya pakan diberikan berdasarkan perlakuan pada 15 ekor sapi jantan berumur + 1,5 – 2 tahun yang dibagi dalam 3 perlakuan dengan 5 ulangan yaitu : - Perlakuan T0
:
hijauan 100% (kontrol),
- Perlakuan T1
:
60% hijauan + 40% pelepah dan daun sawit + konsentrat 1 % hari bobot badan
- Perlakuan T2
:
40% hijauan + 60% pelepah dan daun sawit + konsentrat 1 % dari bobot badan
Penimbangan dilakukan 4 kali yaitu 1 kali dalam 1 bulan. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan uji lanjut BNT. Data yang dikumpulkan adalah bobot badan ternak, pertambahan bobot badan harian, konsumsi dan konversi pakan. Tabel 1. Kandungan nutrient bahan penyusun konsentrat Bahan Pakan
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Dedak padi (80%)
13,5
6,3
4,6
Tepung ikan (5%)
53,3
6,01
3,6
Bungkil kelapa (10%)
18
11,2
6,83
Molases (4,5%)
5,3
-
-
Garam (0,25%)
-
-
-
Pikuten (0,25%)
-
-
-
Gambar 1. Pelepah dan daun dipotong kecil
110
Gambar 2. Pelepah dan daun dicacah hingga halus HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Pelepah dan daun Sawit sebagai Pakan Tabel 2. Komposisi nutrisi produk samping tanaman dan hasil ikutan kelapa sawit Bahan/produk samping
BK (%)
Abu
PK
SK
LK
BETN
Ca
P
-------------------------- % BK -------------------------------
Daun tanpa lidi
46,18
13,40
14,12
21,52
4,37
46,59
0.84
0,17
Pelepah
26,07
5,10
3,07
50,94
1,07
39,82
0,96
0,08
Lumpur sawit
24,08
14,40
14,58
35,8
14,78
16,36
1,08
0,25
Bungkil
91,83
4,14
16,33
36,68
6,49
28,19
0,56
0,84
Serat Perasan
93,11
5,90
6,20
48,10
3,22
-
-
-
Tandan kosong
92,10
7,89
3,70
47,93
4,70
-
0,24
0,04
Bila ditinjau dari segi potensi kandungan gizi/nutrien limbah sawit sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai pakan ternak. Hasil beberapa penelitian yang dilaporkan menunjukkan bahwa limbah sawit mempunyai kandungan gizi pakan yang bervariasi tergantung jenis limbah. Menurut Mathius, dkk (2003) diketahui bahwa sebagian besar limbah kelapa sawit mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Selanjutnya bila produk limbah kelapa sawit dimanfaatkan untuk ternak dapat menyebabkan kekurangan nutrien sehingga menurunkan produktivitas. Tabel 2 menunjukkan, kandungan serat kasar limbah kelapa sawit cukup tinggi, khususnya daun dan pelepah yaitu 21,52% dan 50,94%. Kandungan protein kasar daun sawit cukup baik yaitu 14,12% sedangkan pelepah protein kasarnya sangat rendah yaitu 3,07%. Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun kelapa sawit pada sapi mencapai 45% (Sianipar, 2009). Selanjutnya bila produk limbah kelapa sawit dimanfaatkan untuk ternak dapat menyebabkan kekurangan nutrien sehingga menurunkan produktivitas sehingga sebelum dimanfaatkan terlebih dahulu dilakukan perlakuan untuk meningkatkan kualitas dan daya cernanya (Indraningsih, dkk, 2006).
111
Pelepah dan daun kelapa sawit yang digunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan mempunyai kendala oleh karena adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Pada kajian ini pelepah dan daun kelapa sawit sebelum dimanfaatkan sebagai pakan terlebih dahulu dilakukan perlakuan fisik yaitu dipotong-potong kecil kemudian dicacah sampai halus dengan menggunakan mesin pencacah sehingga akan lebih mudah dikonsumsi oleh ternak (gambar 1 dan 2). Pengamatan secara visual terhadap sapi-sapi yang diberi limbah kelapa sawit yaitu pelepah dan daun sawit sebagai substitusi hijauan cukup menarik. Pelepah dan daun sawit yang sudah dihaluskan pada awal pemberian kurang disukai ternak. Namun setelah diberi beberapa hari ditambah dengan pemberian konsentrat ternak sapi yang baru belajar mengkonsumsi pelepah dan daun sawit secara bertahap mulai menyenangi dan mengkonsumsinya. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan ternak sapi sangat tergantung pada pakan serta kemampuannya dalam memanfaatkan pakan. Rata-rata bobot hidup awal, bobot akhir dan PBHH ternak sapi ditunjukkan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Rataan bobot badan dan PBBH sapi yang diberi pelepah dan daun sawit di Desa Benteng, Kec. Burau Kab. Luwu Timur Parameter
Perlakuan T0
T1
T2
Bobot awal (kg/ekor)
127,8 ± 8,58
126,2 ± 50,15
126,8 ± 40,58
Bobot akhir (kg/ekor)
136,6 + 12,72
158,7 ± 48,73
149,8± 42,92
PBBH (kg/ekor/hari)
0,07 + 10,39a
0,27 + 49,93 b
0,19 ± 40,98b
Keterangan: abHuruf yang berbeda mengikuti nilai rataan pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Tabel 3 menunjukkan, perlakuan (T1) yaitu ternak yang diberi hijauan 60% disubstitusi dengan pelepah dan daun sawit 40% ditambah pakan tambahan konsentrat 1% dari bobot badan memberikan pertambahan bobot badan harian yang paling tinggi yaitu 0,27 kg/ekor/hari. Perlakuan (T2) ternak diberi hijauan 40% disubstitusi dengan pelepah dam daun sawit 60% ditambah pakan tambahan konsentrat 1% dari bobot badan memberikan pertambahan bobot badan yang kedua yaitu 0,19 kg/ekor/hari dan yang terendah adalah perlakuan (T0) hanya diberi hijauan saja tanpa substitusi pelepah daun sawit pertambahan bobot badan sapi sebesar 0,07 kg/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pelepah dan daun sawit dapat digunakan sebagai sumber pakan untuk mensubstitusi hijauan, pemberiannya pada ternak sampai tingkat 60 % mampu meningkatkan bobot badan ternak. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Yunika (2008) pada sapi Peranakan Ongole yang mendapatkan pelepah daun sawit, jerami padi dan jerami jagung fermentasi Phanerochaete chrysosporium dimana pertambahan beratnya antara 0,35 – 0,45 kg/ekor/hari sedangkan hasil penelitian Thony (2007) pada sapi peranakan brahman yang mendapatkan pelepah daun kelapa sawit dalam pakan diperoleh pertambahan berat badan sapi berkisar antara 35 – 786 gr/ekor/hari. Sitompul (2003) mengemukakan bahwa pelepah sawit merupakan sumber pakan bagi ternak untuk
112
Bobot badan (kg)
mensubstitusi pakan hijauan. Namun pemanfaatan pelepah daun sawit disarankan agar dicampur dengan bahan pakan lain yang berkualitas seperti konsentrat karena pelepah daun sawit mempunyai kandungan gizi dan nilai kecernaan pelepah sawit cukup rendah (48%) kontribusi energi pelepah sawit diperkirakan hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pokok sehingga untuk pertumbuhan, bunting dan laktasi diperlukan pakan tambahan sehingga kekurangan protein dan energi dapat terpenuhi. 170 160 150 140 130 120 110 100
T0 T1 T2 1
2
3
4
Penimbangan ke-
Gambar 3. Grafik bobot badan ternak sapi yang diberi pelepah dan daun sawit Konsumsi dan Konversi Pakan Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Rosida, 2006). Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk mengetahui kebutuhan pokok dan produksi. Tingkat konsumsi dapat mengambarkan palatabiltas. Mariam (2004) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak. Tabel 4. Rataan konsumsi dan konversi pakan Parameter
Konsumsi BK (kg/ekor/hari) PBBH (kg/ekor/hari) Konversi pakan
Perlakuan T0
T1
T2
5,5+ 0,19
4,53 + 0,12
4,29 + 0,17
0,07 + 10,39
0,27 + 49,93
0,19 ± 40,98
68 + 0,2b
14,7+ 0,22a
19,7 + 0,01a
Keterangan: abHuruf yang berbeda mengikuti nilai rataan pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Jumlah pakan (bahan kering) yang dikonsumsi dibagi dengan PBH per satuan waktu akan menghasilkan konversi pakan. Nilai ini akan semakin efisien jika jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit, tetapi menghasilkan PBBH yang lebih tinggi atau sama. Nilai konversi pakan terendah dari ketiga perlakuan tersebut dicapai oleh perlakuan (T1) yaitu 14,7, diikuti oleh perlakuan (T2) 19,7 dan (T0) sebesar 68. Nilai konversi hasil penelitian lebih tinggi dengan pendapat Siregar (2008), yang menyatakan bahwa konversi pakan untuk sapi yang baik adalah 8,56-13,29. Konversi pakan dipengaruhi oleh kesediaan nutrien dalam ransum dan kesehatan ternak. Hal
113
ini menunjukkan bahwa ternak pada perlakuan T1 lebih efisien dalam penggunaan pakan dibandingkan dengan ternak pada perlakuan T2 dan T0. Perlakuan T0 dengan nilai konversi pakan yang tinggi disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang lebih banyak namun pertambahan bobot badan ternak rendah. Hal ini dikarenakan ternak hanya diberi rumput lapangan dan hijauan lain yang berkualitas rendah. Selain disebabkan oleh pakan, juga disebabkan cara pemeliharaan yang masih bersifat tradisional. Kenyataannya hampir sebagian besar peternak berasal dari usaha keluarga dengan skala pemeliharaan rendah. Akibatnya dengan jumlah ternak yang minim petani berpendapat bahwa sumber pakan yang berasal dari padang penggembalaan alam, merupakan pakan utama karena murah dan mudah penggunaannya. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian ini bahwa pemberian pelepah dan daun sawit sebagai substitusi hijauan pada pakan sapi potong sampai tingkat 60% mampu meningkatkan bobot badan ternak sapi potong dibanding hanya diberi hijauan dan lebih efisien dalam penggunaan pakan DAFTAR PUSTAKA BPS Luwu Timur, 2011. Luwu Timur dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Luwu Timur. Sulawesi Selatan. Disnak dan Keswan Sul-Sel. 2013. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sulawesi Selatan, Makassar. Indraningsih, R. Widiastuti dan Y. Sani. Limbah Pertanian dan Perkebunan sebagai Pakan Ternak : Kendala dan Prospeknya. 2006. Lokakarya Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak Ruminansia Besar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta Kariyasa, K. 2005. Sistem integrasi tanamanternak dalam perspektif reorientasi kebijakan subsidi pupuk dan peningkatan pendapatan petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 3 (1): 68-80. Mariam, T. 204. Perbedan Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Efisiensi Pakan Antara Sapi Jantan PO Dengan Fries Holand Dalam Kondisi Peternakan Rakyat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. Mathius I.W., D. Sitompul, B.P. Manurung, dan Azmi. 2004. Produk samping tanaman dan pengolahan kelapa sawit sebagai bahan pakan ternak sapi potong : suatu tinjauan. Hlm : 120-128. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal. Rohaeni, E. S., dan A. Hamdan. 2004. Profil dan prospek pengembangan usahatani sapi potong di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta 8-9 Oktober 2004. P. 132-139.
114
Rokhman. 2004. Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Dasar Sapi. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Tahun 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 133. Badan Litbang Pertanian. Rosida, I. 206. Analisis Potensi Sumber Daya Peternakan Kabupaten Tasikmalaya Sebagai Wilayah Pengembangan Sapi Potong. Skripsi. Fakultas Peternakan Instiut Pertanian Bogor. Sianipar, T.P. 2009. Efek Pelepah Daun Kelapa Sawit dan Limbah Industrinya sebagai Pakan terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole Pada Fase Pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Sitompul, D. 2003. Desain pembangunan kebun dengan system usaha terpadu ternak sapi Bali. Prosiding Lokakarya Nasional: Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bengkulu 9-10 September 2003. P. 81-88. Statistik Perkebunan. 2010. Potensi Kelapa Sawit di Sulawesi Selatan. Statistik Perkebunan. Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Thony, F.K.P., 2007. Pengaruh Penggunaan Pelepah Daun Kelapa Sawit Dalam Pakan Berbasis Limbah Perkebunan Terhadap Performans Sapi Peranakan Brahman Lepas Sapih, USU press. Medan Wahyono, D.E., Hardianto, R., Anam, C., Wijono, D.B., Purwanto, T. dan Malik, M., 2003. Strategi Pemanfaatan Limbah Pertanian dan Agroindustri Untuk Pembuatan Pakan Lengkap Ruminansia. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Sapi Potong, Lembang, Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Yunika, K., 2008. Uji Ransum Berbasis Pelepah Daun Sawit, Jerami Padi dan Jerami Jagung Fermentasi Dengan Phanerochaete chrysosporium Terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole. USU-press. Medan-400.
115