Peningkatan Performans Sapi Potong dengan Pemberian Pakan Berbasis Limbah Jagung di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan A. Nurhayu, Andi Baso L. Ishak, dan Andi Ella
287
PENINGKATAN PERFORMANS SAPI POTONG DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBASIS LIMBAH JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN Enhancing Performance of Beef-Cattle by Corn Waste-based Feeding in Bantaeng, South Sulawesi A. Nurhayu, Andi Baso L. Ishak, dan Andi Ella Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Makassar 90242 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT The study was conducted in Barangloe Village, Pa'jukukang District, Bantaeng Regency, South Sulawesi. Its objective was to see the effect of corn waste on the increase of beef cattle performance. Studies using 15 bulls aged 2.5–3 years are divided into 3 treatments with 5 replicates: (T1) 100% natural/elephant grass (control), (T2) 50% natural/elephant grass + 40% corn straw + 10% concentrate, and (T3) 40% natural/elephant grass + 50% corn straw + 10% concentrate. Corn straw was fermented using probiotic for 21 days, while corn cob was dried first and then finely ground and mixed with concentrate used together with corn tumpi. The results showed that (T3) could improve the performance of beef cattle, characterized by the highest daily body weight gain of 0.30 kg/head/day, while daily body weight gain of (T2) was 0.27 kg/head/day and (T1) was only 0.15 kg/head/day. Average dry matter intake of cattle for (T1) was 6.9 kg/head/day, (T2) was 5.34 kg/ head/day, and (T3) was 5.1 kg/head/day. The lowest feed conversion rate of the three treatments was achieved by treatment (T3) 17.4, followed by (T2) 19.72, and (T1) 45.49. The results of farming analysis showed that (T3) provided the greatest benefit of Rp1,512,500, (T2) Rp1,316,500, and the lowest was (T1) Rp439,000. Key words: waste, corn, feed, beef cattle, performance
ABSTRAK Kajian telah dilaksanakan di Desa Barangloe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Tujuan kegiatan adalah untuk melihat pengaruh pemberian limbah jagung terhadap peningkatan performans sapi sapi potong. Kajian menggunakan 15 ekor sapi jantan berumur 2,5–3 tahun yang dibagi dalam 3 perlakuan dengan 5 ulangan, yaitu: (T1) 100% rumput alam/gajah (kontrol), (T2) 50% rumput alam/gajah + 40% jerami jagung + 10% konsentrat, dan (T3) 40% rumput alam/gajah + 50% jerami jagung + 10% konsentrat. Jerami jagung difermentasikan dengan menggunakan probiotik selama 21 hari, sedang tongkol jagung dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling halus dijadikan campuran pada konsentrat bersama tumpi jagung. Hasil penelitian menunjukkan (T3) mampu meningkatkan performans sapi potong yang ditandai dengan pertambahan bobot badan harian paling tinggi sebesar 0,30 kg/ekor/hari, (T2) 0,27 kg/ekor/hari, dan (T1) yang hanya diberi hijauan saja sebesar 0,15 kg/ekor/hari. Rerata konsumsi bahan kering sapi pada (T1) 6,9 kg/ekor/hari, (T2) 5,34 kg/ekor/hari, dan (T3) 5,1 kg/ekor/hari. Nilai konversi pakan terendah dari ketiga perlakuan tersebut dicapai oleh perlakuan (T3), yaitu 17,4 diikuti oleh perlakuan (T2) 19,72 dan (T1) sebesar 45,49. Hasil analisis usaha tani menunjukkan (T3) memberikan keuntungan yang paling besar, yaitu Rp1.512.500; (T2) sebesar Rp1.316.500; dan terendah adalah (T1) sebesar Rp439.000. Kata kunci: limbah, jagung, pakan, performans, sapi potong
PENDAHULUAN
Kebutuhan daging di Indonesia semakin meningkat setiap tahun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani. Rasa dan aroma daging sapi tidak dapat digantikan oleh daging lain. Fenomena ini sesuai dengan pendapat Kasryno et
288
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
al. (2004) bahwa dalam dasawarsa mendatang akan terjadi perubahan pada konsumsi masyarakat di mana permintaan produk peternakan dan hortikultura akan semakin meningkat. Kebutuhan nasional untuk daging sapi pada tahun 2011 sebesar 402,9 ribu ton, namun di sisi lain kemampuan pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dari produksi dalam negeri baru 70% atau sebesar 282,9 ribu ton. Sisanya pemerintah menempuh kebijakan mengimpor sebesar 35% yang terdiri dari sapi bakalan sebesar 46,3 ribu ton dan daging sebesar 73,7 ribu ton. Peningkatan perekonomian dan peningkatan populasi penduduk berimplikasi terhadap permintaan kebutuhan pangan termasuk daging sapi dan pada tahun 2014 diperkirakan mengalami peningkatan permintaan menjadi 467 ribu ton (meningkat 10% dari tahun 2010). Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sekitar 420,3 ribu ton diperoleh dari produksi lokal dan sisanya 46,7 ribu ton (10%) dipenuhi dari impor (Ditjennak, 2010). Berdasarkan data di atas, maka untuk mencukupi permintaan daging nasional produksi daging nasional perlu ditingkatkan. Usaha pengembangan peternakan sapi perlu didukung oleh ketersediaan pakan yang berkualitas yang cukup sepanjang tahun. Namun demikian, sampai saat ini terbatasnya ketersediaan pakan hijauan pada musim kemarau dan rendahnya daya beli peternak terhadap pakan komersial (konsentrat) yang berkualitas juga masih menjadi kendala utama, sehingga perlu mencari alternatif pakan ternak (Gunawan et al., 2013). Pengembangan ternak sapi potong sangat potensial di Sulawesi Selatan, di mana dahulunya Sulawesi Selatan dikenal sebagai gudang ternak karena menjadi penghasil utama sapi potong di Indonesia. Populasi sapi potong mencapai 16,61 juta ekor pada tahun 2012 (BPS, 2013). Sulawesi Selatan juga berpotensi sebagai kawasan pengembangan tanaman jagung, dengan luas panen sebesar 318,47 ribu ha mampu menghasilkan produksi jagung sebesar 1,45 juta ton (BPS, 2012). Dengan melihat potensi pertanaman jagung yang cukup luas di daerah ini maka, limbah tanaman jagung merupakan salah satu pakan ternak sapi yang cukup potensil. Limbah tanaman jagung terutama berupa batang, daun, kulit tongkol dan janggel mencapai 1,5 kali bobot biji. Artinya, jika dihasilkan 8 ton biji per ha, akan sekaligus diperoleh 12 ton limbah yang dapat dijadikan pakan sapi, baik secara langsung maupun melalui pengolahan lebih dahulu (Faesal, 2013). Limbah tanaman jagung biasanya melimpah pada saat panen, sehingga tidak setiap saat tersedia. Karena itu, diperlukan teknologi pengolahan limbah saat melimpah dan disimpan untuk persediaan pakan sapi atau ternak ruminansia lainnya pada saat musim kemarau. Selain itu, disinyalir bahwa nilai gizi limbah tanaman jagung rendah, sehingga pengolahan limbah tanaman jagung perlu dilakukan untuk meningkatkan daya cerna dan nilai gizinya. Proses fermentasi merupakan salah satu upaya meningkatkan daya cerna dan daya simpan pakan jerami jagung. Proses fermentasi menggunakan biostarter untuk mempercepat peningkatan kualitas pakan dan untuk penyimpanan jangka panjang sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau (Matondang dan Fadwiwati, 2005; Mathius, 2003; Haryanto, 2003). Pengolahan limbah tanaman jagung ditujukan selain untuk tahan disimpan juga meningkatkan kandungan nutrisinya (William et al., 2013). Berdasarkan paparan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian limbah jagung terhadap peningkatan performans sapi potong.
METODE PENELITIAN Kajian telah dilaksanakan di Desa Barangloe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Limbah jagung berupa berupa jerami jagung difermentasikan dengan menggunakan probiotik selama 21 hari, sedangkan tongkol jagung dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling halus dijadikan campuran pada konsentrat bersama tumpi jagung, dedak, dan tepung ikan sebagai sumber protein (Tabel 1). Selanjutnya, pakan diberikan berdasarkan perlakuan pada 15 ekor sapi jantan berumur 2,5–3 tahun yang dibagi dalam 3 perlakuan dengan 5 ulangan, yaitu: T1
: 100% rumput alam/gajah (kontrol)
Peningkatan Performans Sapi Potong dengan Pemberian Pakan Berbasis Limbah Jagung di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan A. Nurhayu, Andi Baso L. Ishak, dan Andi Ella
T2
: 50% rumput alam/gajah + 40% jerami jagung + 10% konsentrat
T3
: 40% rumput alam/gajah + 50% jerami jagung + 10% konsentrat
289
Perlakuan dilakukan selama 4 bulan (120 hari), penimbangan dilakukan 4 kali yaitu 1 kali dalam 1 bulan. Analisis data dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan uji lanjut BNT. Data yang dikumpulkan adalah bobot badan ternak, pertambahan bobot badan harian, serta konsumsi, dan konversi pakan. Tabel 1. Susunan konsentrat yang digunakan adalah No.
Nama bahan
Persentase (%)
1.
Dedak padi
45
2.
Tongkol jagung
20
3.
Tumpi jagung
20
4.
Tepung ikan
10
5.
Molases
4,5
6.
Garam
0,25
7.
Pikuten
0,25
Jumlah
100
Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan pakan
Bahan
Bahan kering
Protein kasar
Serat kasar
Lemak kasar
---------------------------------- % -------------------------------Jerami jagung Konsentrat
89,1
4,77
30,53
1,06
13,68
12,95
4,32
Sumber: Sariubang (2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan ternak sapi sangat tergantung pada pakan serta kemampuannya dalam memanfaatkan pakan. Rata-rata bobot hidup awal, bobot akhir, dan PBHH ternak sapi yang diberi limbah jagung ditunjukkan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Rataan bobot badan dan PBBH sapi yang diberi limbah jagung di Desa Barang Loe, Kecamatan Pa’jukukang, Kabupaten Bantaeng Parameter
Perlakuan T0
T1
T2
Bobot awal (kg/ekor)
135,3 + 1,38
136,5 + 0,85
137,1 + 0,73
Bobot akhir (kg/ekor)
153,5 + 0,66
169,0 + 1,05
172,8 + 0,84
a
b
PBBH (kg/ekor/hari) Keterangan:
a, b
0,15 + 0,01
0,27 + 0,01
0,30 + 0,01
b
Huruf yang berbeda mengikuti nilai rataan pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
290
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Tabel 3 menunjukkan perlakuan T2 yang diberikan jerami jagung sebesar 50%, rumput alam 40% ditambah konsentrat 10% mampu meningkatkan performans sapi potong yang ditandai dengan pertambahan bobot badan harian paling tinggi sebesar 0,30 kg/ekor/hari lebih tinggi dibanding dengan perlakuan T1 yang diberi jerami jagung sebesar 40%, rumput alam 50%, dan konsentrat 10% sebesar 0,27 kg/ekor/hari dan T0 yang hanya diberi hijauan saja sebesar 0,15 kg/ekor/hari. Pelakuan T2 dan T1 yang sama-sama diberikan limbah jagung berupa jerami jagung ditambah konsentrat berbahan limbah jagung memberikan pertambahan bobot badan yang lebih baik dibanding perlakuan T0 di mana ternak sapi hanya diberi hijauan dan kadang-kadang ditambah dedak tergantung kondisi perekonomian pemiliknya. Hal ini disebabkan kualitas pakan T2 dan T1 lebih baik dibanding T0. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Antonius (2010) bahwa pertambahan bobot badan harian ternak merupakan cerminan kualitas dan nilai biologis pakan. Hijauan di sekitar lokasi kajian yang pada musim kemarau sangat terbatas dan kualitasnya rendah menyebabkan pertambahan bobot badan sapi rendah pada perlakuan T0. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nurdiati et al. (2012) bahwa produktivitas ternak ruminansia pada umumnya rendah karena mengkonsumsi pakan dalam jumlah dan kualitas rendah. Pada perlakuan T2 dan T1, jerami difermentasi terlebih dahulu sehingga komposisi nutriennya lebih baik dan kandungan serat kasarnya lebih rendah.
Gambar 1. Grafik bobot badan ternak sapi yang diberi limbah jagung
Konsumsi dan Konversi Pakan Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Rosida, 2006). Konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk mengetahui kebutuhan pokok dan produksi. Tingkat konsumsi dapat menggambarkan palabilitas. Mariam (2004) menyatakan bahwa jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat oleh ternak.
Peningkatan Performans Sapi Potong dengan Pemberian Pakan Berbasis Limbah Jagung di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan A. Nurhayu, Andi Baso L. Ishak, dan Andi Ella
291
Tabel 4. Rataan konsumsi dan konversi pakan
Parameter Konsumsi BK (kg/ekor/hari)
Perlakuan T0
T1
6,9 + 0,36 a
PBBH (kg/ekor/hari)
0,15 + 0,01
Konversi pakan
45,49 + 0,26
Keterangan:
a
T2
5,34 + 0,16
5,1 + 0,11
b
0,30 + 0,01
0,27 + 0,01
b
19,72 + 0,22
b b
17,14 + 0,18
ab
Huruf yang berbeda mengikuti nilai rataan pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Rerata konsumsi bahan kering sapi yang diamati selama masa penelitian adalah pada T0 6,9 kg/ekor/hari atau sebesar 4% dari rerata bobot badan sapi potong, T1 5,34 kg/ekor/hari atau sebesar 3,1% dari rerata bobot badan sapi potong dan T2 5,1 kg/ekor/hari atau sebesar 2,9% dari rerata bobot badan sapi potong. Dari data tersebut diketahui bahwa konsumsi bahan kering sapi selama penelitian mencukupi, bahkan lebih dari kebutuhan pada T0. Seperti yang dikemukakan oleh Tillman et al. (1991), kemampuan mengkonsumsi pakan setiap sapi per harinya dalam bentuk bahan kering sebanyak 3% dari berat badannya. Tingginya konsumsi bahan kering namun pertambahan bobot badan harian rendah pada T0 disebabkan oleh konsumsi bahan kering yang diberikan oleh peternak yang bervariasi jenis maupun jumlahnya pada tiap sapi, meskipun banyak akan tetapi nutrien yang terkandung dalam bahan pakan belum mencukupi kebutuhan ternak sehingga meskipun konsumsi BK tergolong normal tetapi PBBH yang dihasilkan rendah. Jumlah pakan (bahan kering) yang dikonsumsi dibagi dengan PBH per satuan waktu akan menghasilkan konversi pakan. Nilai ini akan semakin efisien jika jumlah pakan yang dikonsumsi lebih sedikit, tetapi menghasilkan PBBH yang lebih tinggi atau sama Nilai konversi pakan terendah dari ketiga perlakuan tersebut dicapai oleh perlakuan (T2) yaitu 17,4 diikuti oleh perlakuan (T1) 19,72 dan (T0) sebesar 45,49. Nilai konversi hasil penelitian lebih tinggi dengan pendapat Siregar (2008), yang menyatakan bahwa konversi pakan untuk sapi yang baik adalah 8,56-13,29. Konversi pakan dipengaruhi oleh kesediaan nutrien dalam ransum dan kesehatan ternak. Hal ini menunjukkan bahwa ternak pada perlakuan T2 lebih efisien dalam penggunaan pakan dibandingkan dengan ternak pada perlakuan T1 dan T0. Perlakuan T0 dengan nilai konversi pakan yang tinggi disebabkan ternak mengkonsumsi hijauan yang lebih banyak namun pertambahan bobot badan ternak rendah. Hal ini dikarenakan ternak hanya diberi rumput alam dan hijauan lain yang berkualitas rendah. Selain disebabkan oleh pakan, juga disebabkan cara pemeliharaan yang masih bersifat tradisional. Kenyataannya hampir sebagian besar peternak berasal dari usaha keluarga dengan skala pemeliharaan rendah. Akibatnya dengan jumlah ternak yang minim petani berpendapat bahwa sumber pakan yang berasal dari padang penggembalaan alam, merupakan pakan utama karena murah dan mudah penggunaannya.
Analisis Usaha Tani Tabel 5 menunjukkan, pada T2 memberikan keuntungan yang paling besar yaitu Rp1.512.500 T1 sebesar Rp1.316.500 dan terendah adalah T0 sebesar Rp439.000. Keuntungan yang rendah pada T0 oleh karena saat musim kemarau peternak sangat kesulitan mencari hijauan pakan di lahan pertaniannya sendiri, sehingga banyak peternak yang membeli pakan hijauan dari luar daerah dengan harga mahal yang mengakibatkan nilai pengeluaran tinggi (feed cost) sedangkan PBBH yang diperoleh rendah. Nilai PBBH dapat dioptimalkan dengan menerapkan manajemen pemeliharaan yang baik seperti pemberian pakan yang berkualitas, sanitasi dan kebersihan, dan tata laksana pemeliharaan kesehatan ternak. Feed cost dapat ditekan dengan memilih bahan pakan untuk menyusun ransum yang mudah dicari atau tersedia secara kontinyu dan murah harganya akan tetapi dapat saling melengkapi membentuk formulasi ransum yang serasi dan seimbang (Basuki, 2002).
292
Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial
Tabel 5. Analisis usaha tani sapi yang diberi limbah jagung di Desa Barang Loe, Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng. Uraian Berat awal Harga beli (per kg) ADG Lama pemeliharaan (hari) Berat jual (kg) Biaya pakan/hari Biaya obat-obatan Harga jual (kg) Biaya transport Tenaga kerja Biaya (Rp) - Pembelian - Transpor - Biaya pemeliharaan Jumlah pengeluaran Penerimaan (Rp) penjualan ternak Penjualan pupuk Jumlah penerimaan Keuntungan B/C ratio
T0 135,50 25.000,00 0,15 120,00 153,50 7.050 50.000 35.000 50.000 5.000
Perlakuan T1 136,50 25.000,00 0,27 120,00 169,00 4.050 50.000 35.000 50.000 5.000
T2 137,10 25.000,00 0,30 120,00 172,80 3.400 50.000 35.000 50.000 5.000
3.387.500 50.000 1.496.000 4.933.500 5.372.500 5.372.500 439.000 1,09
3.412.500 50.000 1.136.000 4.598.500 5.915.000 5.915.000 1.316.500 1,29
3.427.500 50.000 1.058.000 4.535.500 6.048.000 6.048.000 1.512.500 1,33
Keterangan: Harga rumput Rp500/kg; jerami Rp500/kg; konsentrat Rp1.840/kg
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian ini bahwa pemberian limbah jagung berupa jerami jagung fermentasi, tongkol, dan tumpi sebagai pakan mampu meningkatkan performans sapi potong ditandai dengan pertambahan bobot badan yang cukup tinggi dan konversi pakan yang rendah serta memberikan keuntungan yang lebih baik dibanding ternak hanya diberi hijauan saja.
DAFTAR PUSTAKA Antonius. 2009. Potensi Jerami Padi Hasil Fermentasi Probion sebagai Bahan Pakan dalam Ransum Sapi Simmental. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Bogor. Basuki, P. 2002. Pengantar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Bahan Kuliah. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. BPS. 2012. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Stastik Sulawesi Selatan. Makassar. BPS. 2013.Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Stastik Sulawesi Selatan. Makassar. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Implementasi PSDS di Daerah: Lokasi dan Target Sasaran. Makalah disampaikan pada acara: “Rapat Koordinasi Pengawalan PSDS 2014” di Surabaya, 6–7 April 2010. Direktorat Jenderal Peternakan, Kementerian Pertanian. Jakarta. Faesal. 2013. Pengolahan limbah tanaman jagung sebagai pakan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
Peningkatan Performans Sapi Potong dengan Pemberian Pakan Berbasis Limbah Jagung di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan A. Nurhayu, Andi Baso L. Ishak, dan Andi Ella
293
Gunawan, E.R., D. Suhendra, dan D. Hermanto. 2013. Optimalisasi integrasi sapi, jagung, dan rumput laut (pijar) pada teknologi pengolahan pakan ternak berbasis limbah pertanian jagung–rumput laut guna mendukung program bumi sejuta sapi (BSS) di Nusa Tenggara Barat. Buletin Peternakan 37(3):157-164. Haryanto, B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ternak ruminansia. Warta Litbang Pertanian 25:1-3. Karsyono, F., W. Rosegrant, C. Ringler, S. Adiwibowo, R. Beresford, M. Bosworth, G.M. Collado, I. Gonarsya, A Gulati, B. Isdijo, Natasukarya, D. Prabowo, E.G. Sa’id, S.M.P Tjonronegoro dan P Tjitropranoto. 2004. Strategi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Indonesia yang Memihak Masyarakat Miskin. Laporan ADBTA No. 3843-INO. Agricuture and Rural Development Strategy Study AARD-CASER.ADB, SEAMEOSEARCA in association with CRESENT. Bogor. Mathius, I. W. 2003. Perkebunan kelapa sawit dapat menjadi basis pengembangan sapi potong. Warta Litbang Pertanian 25:1-4. Matondang, R.H. dan A.Y. Fadwiwati. 2005. Pemanfaatan jerami jagung fermentasi pada sapi dara Bali (Sistem Integrasi Jagung Sapi). Prosiding. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak, Puslitbang Peternakan. p. 104-108 Mariam, T. 204. Perbedaan Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi dan Efisiensi Pakan Antara Sapi Jantan PO dengan Fries Holand dalam Kondisi Peternakan Rakyat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung. Nurdiati, K., E. Handayanta, dan Lutojo. 2012. Efisiensi Produksi sapi potong pada musim kemarau di peternakan rakyat daerah pertanian lahan kering Kabupaten Gunungkidul. Tropical Animal Husbandry 1(1):52-58 . Rosida, I. 2006. Analisis Potensi Sumber Daya Peternakan Kabupaten Tasikmalaya Sebagai Wilayah Pengembangan Sapi Potong. Skripsi. Fakultas Peternakan, Instiut Pertanian Bogor. Bogor. Sariubang, M., A. Nurhayu, A. Ella dan N. Qomariyah. 2012. Pengkajian sistem integrasi sapi potong dan tanaman jagung mendukung swasembada daging sapi di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Badan Litbang Pertanian. Makassar Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta. Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusuma, dan S. Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. William, M., R.J. Densley, G.O Edmeades, J.J. Kleamans, and S.B. McCarter. 2013. Using Maize Silage to Reduce Impact of Dairy Farm on Water Use and Quality in New Zeland. Genetic Technology ltd. PO Box105-303 Xucland –New Zeland. Mayzways 45 Herimas st. Cambridge.