Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PEMANFAATAN PUCUK TEBU SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG (The Use of Sugar Cane Tops as Feed for Beef Cattle) A. NURHAYU, MATHEUS SARIUBANG dan ANDI ELLA Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Gowa ABSTRACT To reduce the feeding cost, reseacrh to using the sugar factory disposal, sugar cane tops as feed for beef cattle were had been done. The research used 18 cattles as samples that divided into 3 groups. The level of sugar cane tops feeding 0,15 kg and 30 kg, for each group of sample, mixed with other feeds. The result showed, that the nutrient formula III (30 kg of “Elephant Grass”, 12 kg Shad, 6 kg Bran, 6 gr Phosphor and, 30 kg Starbio) could be increasing 0,213 kg of weight per day. The result of work analysis using value input– output method indicated that B/C ratio was 1,09, or equal to Rp. 41.235/head/month.
Key words: Sugar cane tops, beef cattle ABSTRAK Untuk menekan biaya pakan maka dilakukan penelitian dengan memanfaatkan limbah yang berasal dari pabrik gula yaitu pucuk tebu sebagai pakan sapi potong. Penelitian menggunakan sapi potong sebanyak 18 ekor yang dibagi dalam tiga (3) kelompok. Tingkat pemberian pucuk tebu sebanyak 0, 15 kg dan 30 kg dan dicampur dengan pakan lainnya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa formula ransum III (Rumput Gajah 30 kg, gamal 12 kg, dedak 6 kg, Phospor 6 gr, Starbio 30 kg) dapat memberikan tambahan bobot badan 0,213 kg/hari. Hasil analisa usaha dengan memakai nilai input–output diperoleh B/C Ratio 1,09 atau nilai sebesar Rp. 41.235/ekor/bulan.
Kata kunci: Pucuk tebu, sapi potong PENDAHULUAN Potensi sapi potong untuk mendukung pembangunan Sulawesi Selatan cukup besar. Hal ini dapat terlihat dari jumlah populasi sapi potong di Sulawesi Selatan sebanyak 718.164 ekor (STATISTIK, 2000). Sedangkan kenyataannya pengiriman sapi potong antar pulau dan pemotongan di RPH pada tahun 2000 masing-masing 11.231 ekor dan 45.030 ekor. Data ini menunjukkan bahwa baru 7,83% potensi sapi potong ikut mendukung pembangunan di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi untuk lebih meningkatkan peranan sektor peternakan baik dalam pembangunan regional maupun pembangunan nasional. Masalah utama pengembangan sapi potong di Sulawesi Selatan adalah semakin menyempitnya padang penggembalaan alam. Kekurangan produksi hijauan pakan lebih terasa pada musim kemarau, dimana produksi hijauan pakan ternak mengalami penurunan tajam atau hanya sekitar 50% dari produksi rata-rata. Pengadaan/penyediaan hijauan pakan umumnya mengandalkan di luar usaha tani seperti pinggir jalan, tanggul irigasi, pinggi-pinggir sungai, pematang sawah, dalam hutan dan tanah-tanah kosong yang tidak digunakan untuk tanaman pangan (CRISTIANTO, 1982). Produktivitas hijauan pakan yang bersumber di luar usahatani tersebut sangat rendah dan tidak dapat
273
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
mendukung produktivitas ternak khususnya ternak ruminansia (sapi, kerbau, dan kambing) karena tidak pernah dilakukan pengelolaan. Di Sulawesi Selatan perkiraan produksi limbah pucuk tebu cukup besar hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut . Tabel 1. Produksi Limbah Pucuk Tebu di Pabrik Gula Bone, Camming, PG Takalar. Uraian
Satuan
PG Bone
PG Camming
PG Takalar
Luas
Ha
3.309,85
3.307,40
6.000,00
Tebu
Ton
90.284,00
79.073,50
220.402,70
Pucuk tebu*)
Ton
12.646,00
7.109,02
30.856,37
Keterangan: PTP Nusantara XIV (Persero), 2000 *) Diasumsikan rendemen pucuk tebu 14%, ampas tebu 33%, Blotong dan tetes 3,5%.
Potensi yang demikian besar belum dimanfaatkan peternak sebagai pakan ternak. Menurut SIREGAR et al. (1992) pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak ruminansia baru sekitar 39% dari potensinya. Selebihnya dibuang, dibakar atau untuk keperluan nonternak. Belum termanfaatkannya limbah pertanian secara optimal disebabkan waktu panen yang tidak kontinu, hanya pada bulan-bulan tertentu saja. Menurut BASYA (1984) masa tersedianya pucuk tebu di Indonesia adalah bulan April sampai bulan Nopember dengan puncak ketersediaan dari bulan Juni sampai September. Akibatnya pucuk tebu belum dimanfaatkan secara maksimal mengingat kendala yang dihadapi berkaitan dengan ketersediaan pucuk tebu. Selain itu, seperti umumnya limbah pertanian pucuk tebu memiliki nilai nutrisi dan biologis yang cukup rendah. Hal ini disebabkan oleh tanaman pertanian tersebut dipanen pada saat hasil utamanya telah mencapai tingkat kematangan yang diinginkan (MATHIUS, 1993). Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas limbah pertanian, baik dengan cara fisik maupun biologis tetapi cara-cara tersebut biasanya disamping mahal, hasilnya juga kurang memuaskan. Secara kimiawi meningkatkan residu yang mempunyai efek buruk sedangkan cara biologis memerlukan peralatan yang mahal (karena harus anaerob) dan hasilnya kurang disukai ternak (karena bau amonia yang menyengat). Cara baru yang relatif murah dan hasilnya sangat disukai ternak adalah fermentasi dengan “Mikroorganisme (Starbio)”. Penggunaan mikroorganisme pada pakan ternak sapi potong dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pakan tersebut sehingga efisiensi penggunaannya menjadi lebih baik selain itu dapat di simpan dalam waktu yang lama dan digunakan pada saat paceklik atau musim kemarau panjang. MATERI DAN METODE Penelitian pucuk tebu sebagai pakan sapi potong dilaksanakan di lokasi Station IPPTP Gowa, Sulawesi Selatan. Ternak sapi Bali yang digunakan sebanyak 18 ekor yang terbagi dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor sebagai kontrol dan 12 ekor dalam kelompok perlakuan. Paket teknologi yang diujicobakan dilokasi tersebut dengan pemanfaatan pucuk tebu dengan “Mikroorganisme (Starbio)”.
274
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Pembuatan fermentasi pucuk tebu Bahan: •
Pucuk tebu
•
Koloni mikroba (Starbio) 6 kg
•
Urea
•
Air secukupnya (kelembaban 60%)
1 ton
6 kg
Cara membuat: •
Pucuk tebu ditumpuk setebal 30 cm, kalau perlu dinjak-injak, lalu ditaburi urea, Starbio dan kemudian disirami air secukupnya mencapai kelembaban 60% (bila kita remas, apabila air tidak menetes tetapi tangan kita basah, berarti kadar air mendekati 60 %).
•
Tahapan pertama diulangi sampai ketinggian tertentu (minimal 1,5 meter).
•
Tumpukan pucuk tebu dibiarkan 21 hari.
•
Kemudian dibongkar dan diangin-anginkan/dikeringkan.
•
Diperoleh pucuk tebu fermentasi yang siap diberikan pada sapi atau pun disimpan sebagai stok simpanan di gudang.
Sumber: (Lembah Hijau Multifarm LHM, Research Station Solo, Indonesia, 2000) Susunan ransum yang diberikan pada tiap masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 2. Pengumpulan data dilakukan secara berkala (satu kali sebulan selama 3 bulan) melalui pengamatan langsung, penimbangan dan pengukuran. Tabel 2. Susunan ransum yang diberikan pada tiap kelompok Kelompok
Komposisi I
II
III
Rumput Gajah, kg
60
45
30
Gamal, kg
12
12
12
Dedak, kg
6
6
6
-
15
30
15
15
15
Starbio pucuk tebu, kg Phospor, g
HASIL DAN PEMBAHASAN Pucuk tebu sebagai limbah perkebunan memiliki nilai nutrisi dan biologis yang cukup rendah. Oleh karena itu sebelum diberikan ke ternak (sapi potong) perlu perbaikan nilai nutrisi dan biologisnya terlebih dahulu. Salah satu usaha untuk memecahkan masalah tersebut adalah melalui fermentasi dengan menggunakan “Mikroorganisme”. Sebagai sumber mikroorganisme dalam penelitian ini dipergunakan starbio. 275
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Perbandingan susunan zat-zat makanan pucuk tebu segar dan pucuk tebu fermentasi “Mikroorganisme” dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi zat-zat makanan pucuk tebu segar dan yang difermentasi “Mikroorganisme” Zat Makanan (%) Bahan Kering Protein Kasar Lemak Serat Kasar BETN Abu
Segar*) 24,77 5,47 1,37 37,90 45,60 10,21
Pucuk Tebu
Fermentasi**) 92,77 2,62 11,65 30,55 47,41 11,02
Sumber: *) MUSOFIE (1983) **) Lab IPPTP Gowa (2000)
Berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pucuk tebu segar mengandung serat kasar yang cukup tinggi sehingga daya cerna dan palatabilitasnya rendah. Sedangkan pucuk tebu fermentasi “Mikroorganisme” kandungan Serat Kasar lebih rendah sehingga akan meningkatkan daya cerna dan palatabilitas pakan tersebut. Namun kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan pucuk tebu segar. Menurut TILMAN et al. (1989) hal tersebut kurang berarti bagi ternak ruminansia karena kualitas protein suatu bahan makanan banyak dipengaruhi oleh aktivitas mikoorganisme dalam retikulo-rumen. Mikroorganisme dapat mendegradasi semua protein dan asam amino makanan membentuk asam amino baru. Fermentasi protein makanan yang berkualitas rendah dalam rumen dapat meningkatkan kualitas protein karena nilai biologis protein mikroorganisme tinggi. Tabel 4. Rataan Pertambahan bobot badan harian yang diberi pucuk tebu fermentasi Parameter Bobot badan (kg/ekor/hari) Lingkar dada (cm/ekor/hari) Panjang badan (cm/ekor/hari) Tinggi pundak (cm/ekor/hari)
I (Tanpa pucuk tebu fermentasi) 0,116 0,031 0,033 0,029
II (Pucuk tebu fermentasi 15 kg) 0,192 0,033 0,043 0,043
III (Pucuk tebu fermentasi 30 kg) 0,213 0,042 0,052 0,044
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pemberian pucuk tebu fermentasi “Mikroorganisme (starbio)” pada perlakuan II (rumput gajah 45 kg+Gamal 12 kg+dedak 6 kg+pucuk tebu fermentasi 15 kg+phospor 15 g) dan III (rumput gajah 30 kg+Gamal 12 kg+dedak 6 kg+pucuk tebu fermentasi 30 kg+phospor 15 gr) cenderung meningkatkan bobot badan yang lebih baik dibanding I tanpa pucuk tebu fermentasi (rumput gajah 60 kg+Gamal 12 kg+dedak 6 kg phospor 15 g). Sementara kelompok perlakuan III yang mendapat pucuk tebu fermentasi lebih banyak yaitu 30 kg memberikan pertambahan bobot badan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok II yang hanya diberi 15 kg. Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh hasil bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan, lingkar dada, maupun tinggi pundak sapi potong. Adanya kecendrungan pertambahan ukuran badan ternak tersebut dijelaskan oleh CV Lembah hijau (2000) bahwa penggunaan mikroorganisme (Starbio)” pada pakan ternak sapi potong akan 276
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
membantu memecah struktur jaringan yang sulit terurai dalam proses pencernaan sehingga zat-zat nutrien lebih mudah diserap. Begitu pula hampir semua protein kasar dapat dipecah sehinga akhirnya membentuk protein mikroba yang nilai biologinya tinggi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pucuk tebu dapat menggantikan posisi rumput gajah tanpa ada pengaruh negatif terhadap ternak sapi potong. Selain itu pucuk tebu dapat membantu penyediaan pakan ternak pada musim kemarau, dimana pada saat itu produksi rumput menurun baik kuantitas maupun kualitasnya. Di sisi lain pucuk tebu sebagai limbah perkebunan ketersediaannya cukup melimpah. Untuk lebih meningkatkan pertambahan bobot badan pada sapi potong yang diberikan pucuk tebu fermentasi diperlukan pakan tambahan. Menurut MUSOFIE et al (1982) penambahan konsentrat atau tanaman leguminosa dapat meningkatkan nilai pakan pucuk tebu. Pada penelitian ini selain pucuk tebu yang difermentasi yang diberikan (perlakuan II dan III) juga diberikan konsentrat berupa dedak serta leguminosa yaitu daun gamal (Gliricidia sepium), sedangkan mineral adalah phospor pada tiap-tiap kelompok perlakuan. Analisis ekonomi Analisis manfaat dan biaya merupakan analisis kelayakan investasi suatu usaha dengan salah satu kriteria utama yang digunakan adalah metode B/C (benefit over cost ratio) adapun analisa ekonominya ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Analisa keuntungan usaha sapi potong dengan pemberian pucuk tebu Uraian Biaya tetap: - Penyusutan kandang - Kandang Biaya tidak tetap: - Sapi bakalan - Mikroorganisme (Starbio) - Garam - Dedak -P - Obat-obatan - Urea - Stardec - Transportasi - Upah buruh Sub total Pemasukan: - Berat badan - Kotoran Sub total: Total penerimaan Perhitungan Laba–Rugi: Pemasukan–Pengeluaran Keuntungan ekor/bulan B/C Ratio
Unit
Harga
Jumlah 50.000 Diabaikan
18 ekor 24 kg 18 kgx5 gx90 hr 18 kgx90 hr 45 gx90 hr 18 24 kg 6 kg 18x2 4x3 bln
1.500.000 9.000 400 300 2.200 5.000 1.100 9.000 10.000 50.000
27.000.000 216.000 3.240 486.000 8.910 90.000 26.400 54.000 360.000 600.000 28.894.550
0,174x30x3x18 72,36x90
10.000 200
2.818.800 1.302.480 4.121.280 31.121.280
27.000.000+4.121.280 31.121.280-28.894.550 2.226.730/18/3 31.121.280 28.894.550
2.226.730 41.235 1,09
277
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh selama penelitian dapat disimpulkan bahwa teknologi pucuk tebu dengan fermentasi “Mikroorganisme Starbio” dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sapi Bali bakalan lebih tinggi dibanding dengan tanpa pemberian pucuk tebu fermentasi. Berdasarkan analisa ekonomi dengan pemberian pucuk tebu fermentasi dapat memberikan keuntungan Rp. 41.235/ekor/bulan dengan B/C ratio 1,09. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 1998. Kebijaksanaan Operasional dan Rencana Kegiatan Subsektor Peternakan. T.A. 2000. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. ANONIMOUS. 2000. Angka-angka Produksi PTP Nusantara XIV (Persero). PG Takalar. ANONIMOUS. 2000. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. BASYA, S. 1984. Pucuk Tebu, Potensi dan Peranannya dalam Penyediaan Pakan Ternak Ruminansia. Waifa 204.1.3 CRISTIANTO, K. 1982. Aspect of The Cattle Economis in South Sulawesi, 45–53 Indonesia in Livestock in Asia. Issues and Policies International Development Research Centre, Otawa CA. LEMBAH HIJAU MULTIFARM 2000. Integrated Farming System Resume Pelatihan. Reseach Station Solo, Indonesia. MATHIUS, I.W. 1993. The Potential and Feeding Value of King Grass (Pennisetem purpureophoides) for sheep and goats. Paper Presented on International Seminar on Livestock and Feed Development in the Tropies. Padang 21-25 Oktober 1991. MUSOFIE, A., N.K. WARDHANI dan S. TEDJOWAHJONO. 1982. Pemanfaatan Pucuk Tebu sebagai Sumber Hijauan Makanan Ternak. Majalah Perusahaan Gula Pasuruan XVIII (1-2-3). SIREGAR, A. R dan C. Talib. 1992. Penggemukan Sapi Bali dan Ongole di Tawaehi, Sulawesi Tengah. Proc. Agro Industri Peternakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak, Bogor. TILMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUM dan S. LEBDOSOEKOJO. 1989. Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
278