POTENSI UBIJALAR SEBAGAI SUMBER HIJAUAN PAKAN TERNAK Sri Umi lestari1) dan Ricky Indri Hapsari1) E-mail:
[email protected] 1)
PS Agroteknologi, FP-Univ. Tribhuwana Tunggadewi ABSTRAK
Penggunaan ubijalar sebagai sumber hijauan pakan ternak masih terbatas di Indonesia, padahal volume brangkasan yang dapat dipanen jumlahnya bisa cukup besar. Disamping diperlukan hasil umbinya sebagai bahan pangan, ubijalar juga dapat dimanfaatkan brangkasannya sebagai sumber pakan ternak. Penelitian ini bertujuan mengklasifikasi tipe-tipe ubijalar berdasarkan ratio bobot kering umbi/brangkasan (ratio R/F) untuk menilai 17 kultivar ubijalar agar tersedia pilihan untuk diintegrasikan dalam pola tanam dan pola usaha pada sistem tanaman–ternak secara terpadu. Rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan digunakan dalam penelitian ini. Ukuran petak percobaan 2.5 m x 5 m, terdiri dari 4 gulud, masing-masing gulud ditanami stek dengan jarak tanam 25 cm dalam baris. Dengan demikian terdapat 40 stek per petak percobaan. Semua kultivar yang dievaluasi diberi pupuk dasar NPK dengan dosis 250 kg (15 15 15), diberikan dua kali. Tanaman dipanen setelah tanaman berumur 4 bulan dan diamati berdasarkan parameter bobot umbi segar, bobot kering umbi, bobot brangkasan segar, bobot kering brangkasan, indeks panen (IP), dan ratio bobot kering umbi/brangkasan (R/F). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh belas kultivar yang dievaluasi dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu 3 kultivar lebih sesuai untuk menghasilkan forage, 10 kultivar sesuai untuk keperluan dual-purpose, yakni untuk penyediaan umbi dan sekaligus penyedia forage, dan 4 kultivar lebih sesuai hanya untuk penyedia bahan pangan.
Kata kunci: hijauan/brangkasan, ratio R/F, ubijalar
PENDAHULUAN Penggunaan ubijalar sebagai sumber hijauan pakan ternak masih terbatas di Indonesia, padahal volume brangkasan yang dapat dipanen jumlahnya cukup besar. Menurut Peters (2008) para pemulia ubijalar di CIP-SSA mengestimasi besarnya volume brangkasan ubijalar (sweet potato vines) kultivar-kultivar di Afrika Timur bisa mencapai 35 t – 60 t/ha/musim atau 70 t – 120 t/ha/tahun. Volume brangkasan tersebut berpotensi sebagai sumber pakan ternak untuk substitusi rumput, terutama untuk sapi perah dan kambing, maupun babi. Besar-kecilnya volume brangkasan yang bisa dihasilkan oleh suatu kultivar tergantung pada tipe ubijalar dalam menghasilkan umbi, brangkasan, atau perimbangan antara umbi dan brangkasan.
Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
1
Menurut Leon-Velarde et al. (1997), kultivar-kultivar ubijalar dapat diklasifikasikan ke dalam lima tipe, yaitu: (1) forage (hijauan pakan ternak), (2) low dual-purpose (penghasil umbi dan forage rendah), (3) high dual-purpose (penghasil umbi dan forage tinggi), (4) low root production (penghasil umbi yang rendah), dan (5) high root production (penghasil umbi yang tinggi). Kultivar yang tergolong pada tipe low dual purpose dan high dual purpose maupun yang tipe forage sesuai diintegrasikan pada sistem tanaman–ternak secara terpadu. Disamping itu, brangkasan ubijalar cocok untuk pakan ternak karena kandungan protein kasarnya tinggi, berkisar antara 16 – 29 % berdasar bobot kering, sebanding dengan hijauan leguminose (An et al., 2003). Demikian pula menurut Kaya dan Yildirim (2011) ubijalar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kadar kuning telur ayam, karena umbi maupun daun ubijalar masingmasing mengandung -carotene dan xanthophyll, yang sangat bermanfaat bagi unggas. Beberapa peneliti telah banyak mengkaji ubijalar bagi peruntukan dualpurpose, antara lain adalah: Leon-Velarde (CIP Program Report, 1999-2000), Larbi et al. (2007), Peters (2008), Etela et al. (2008), Claessens et al. (2009), Kaya dan Yildirim (2011), Etela dan Kalio (2011), serta Ahmed et al. (2012). Kajian-kajian tersebut terkait penggunaan bahan substitusi brangkasan ubijalar untuk mengganti sebagian hijauan rumput pakan ternak
yang sesuai diimplementasikan bagi pengembangan
sistem pertanian bio-industri sinergi peternakan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas, keragaan 17 kultivar ubijalar yang ditanam selama musim tanam tahun 2013, dalam rangka penilaian potensi ubijalar sebagai sumber hijauan pakan ternak untuk diarahkan ke dalam sistem pertanian bio-industri sinergi peternakan dilaporkan dalam tulisan ini. METODE PERCOBAAN Bahan Penelitian Tujuh belas kultivar digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari sembilan varietas yang telah dilepas, enam klon merupakan hasil penelitian Nur Basuki (D67 dan 73-6/2) dan hasil penelitian Lestari et al. (2012a; 2012b) yang didanai oleh Program Hibah Bersaing, serta 2 varietas lokal yang telah dikoleksi di Kebun Percobaan Universitas Brawijaya, berlokasi di Desa Jatikerto, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang. Varietas ubijalar yang telah dilepas meliputi: Cangkuang, Ayamurasakhi, Sari, Jago, Papua Solosa, Sawentar, Beta 1, Beta 2 dan Beniazuma. Klon-klon koleksi yang ikut Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
2
dievaluasi meliputi D67, 73-6/2, BIS OP-4, BIS OP-61, 73 OP-5, 73 OP-8, dan dua varietas lokal (Kuningan Merah dan Kuningan Putih). Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2013. Rancangan Percobaan Percobaan dilaksanakan menggunakan rancangan percobaan acak kelompok dengan tiga ulangan. Semua varietas/klon yang dievaluasi ditanam pada petak percobaan berukuran 2,5 m x 5m, yang terdiri dari 4 gulud dan ditanami stek ubijalar (panjang + 25 cm) dengan jarak tanam 25 cm dalam baris, sehingga terdapat 40 stek per plot percobaan. Semua tanaman diberi pupuk NPK dengan dosis 250 kg NPK (15-15-15) dan diberikan dua kali, 1/3 dosis pada saat tanam dan sisanya ketika tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Tanaman dipanen pada umur 4 bulan setelah tanam dan diamati berdasarkan parameter pengamatan, sebagai berikut: bobot umbi segar, bobot kering umbi, bobot brangkasan segar, bobot kering brangkasan, indeks panen (IP), dan ratio bobot kering umbi/brangkasan (R/F). Analisis Data Data hasil percobaan dianalisis untuk menghitung nilai rerata dan Standart Error, disajikan pada Tabel 1. Parameter pengamatan ratio bobot kering umbi/brangkasan (ratio R/F) digunakan untuk klasifikasi klon yang didasarkan pada kriteria kelompok atau tipe (1) forage (R/F 0 – 1), (2) low dual-purpose (R/F > 1 – 1.5), (3) high dualpurpose (R/F > 1.5 – 2.0), (4) low root production (R/F > 2.0 – 3.0), dan (5) high root production (R/F > 3.0) (Leon-Velarde et al., 1997). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 memperlihatkan bahwa dari 17 kultivar yang dievaluasi terbagi ke dalam 4 kelompok atau tipe peruntukan, yakni kelompok forage terdiri dari 3 kultivar, kelompok low dual-purpose (3 kultivar), kelompok high dual-purpose (7 kultivar), kelompok low root production (4 kultivar). Diantara ke-17 kultivar yang dievaluasi tidak ada yang termasuk ke dalam kelompok high root production. Kelompok forage lebih cenderung menghasilkan banyak brangkasan/hijauan untuk penyediaan pakan ternak daripada diharapkan menghasilkan umbi untuk bahan pangan (5 – 8 t/Ha). Bobot brangkasan yang bisa dihasilkan berkisar antara 10 – 15 t/Ha. Kultivar-kultivar dalam
Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
3
tipe forage tidak efisien dalam translokasi fotosintat ke zink di dalam umbi, ditandai dengan indeks panennya rendah, lebih kecil dari 50%. Kelompok kultivar yang termasuk ke dalam dual-purpose ada 10 kultivar, 3 tergolong low dan 7 tergolong high dual-purpose. Artinya, cukup banyak kultivar yang dapat dipilih untuk diimplementasikan dalam sistem pertanian bio-industri sinergi peternakan.
Pada kultivar-kultivar kelompok ini perlu dikembangkan teknologi
pemangkasan brangkasan secara periodik tanpa menurunkan hasil umbi yang dapat dipanen. Beberapa hasil penelitian (Larbi et al., 2007; Peters, 2008; Etela et al., 2008; Claessens et al., 2009; Kaya dan Yildirim, 2011; Etela dan Kalio, 2011; serta Ahmed et al., 2012) perlu diadaptasi untuk mengembangkan teknologi budidaya ubijalar yang sinergi bagi penyediaan pakan untuk ternak dalam sistem pertanian bio-industri. Tabel 1. Keragaan bobot umbi segar, bobot kering umbi, bobot brangkasan segar, bobot kering brangkasan, indeks panen (IP) dan ratio bobot kering umbi/brangkasan (R/F) dari 17 kultivar ubijalar No Kultivar
Bobot umbi (t/Ha) BK umbi (t/Ha)
BB Brangkasan (t/Ha)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
4.83 8.04 5.48 8.52 11.20 11.79 6.63 8.63 12.78 12.04 10.79 13.76 18.22 13.17 12.27 13.00 10.63
12.39 14.64 10.18 11.28 13.07 12.30 5.95 6.25 9.78 12.21 8.28 9.05 12.38 8.42 6.78 8.22 4.98
Cangkuang BIS OP-61 Beniazuma Papua Solossa BIS OP-4 Beta 1 D67 Ayamurasakhi Kuningan Merah Sawentar Jago Beta 2 73 OP-5 Kuningan Putih Sari 73 OP-8 73-6/2
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
0.16 0.34 0.48 0.81 1.82 0.68 0.68 0.38 0.36 0.70 0.28 0.53 0.53 1.13 0.78 0.72 0.43
1.82 2.18 2.06 2.97 3.55 4.17 2.20 3.38 3.37 4.66 3.62 4.41 5.61 4.46 3.88 4.43 3.55
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
0.08 0.07 0.16 0.23 0.63 0.39 0.24 0.19 0.10 0.29 0.19 0.44 0.22 0.37 0.24 0.29 0.16
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
1.89 2.08 0.64 1.74 1.24 1.22 0.56 0.47 0.37 0.94 0.06 0.63 0.97 0.50 0.63 0.38 1.89
BK Brangkasan (t/Ha) 3.18 2.95 2.38 2.60 2.98 2.84 1.45 1.96 1.90 2.61 1.94 2.30 2.79 2.13 1.82 1.63 1.26
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
0.54 0.31 0.13 0.47 0.16 0.28 0.15 0.12 0.11 0.24 0.09 0.29 0.16 0.25 0.16 0.06 0.05
IP (%) 38.56 43.32 46.16 55.01 51.75 59.45 60.26 63.35 64.02 64.19 64.99 66.10 66.72 68.16 68.34 72.75 73.67
+ + + + + + + + + + + + + + + + +
2.83 2.57 0.88 6.71 4.13 0.53 0.28 0.27 1.88 2.03 0.64 1.09 2.16 0.87 0.70 1.52 2.83
R/F
Kriteria
0.57 0.74 0.87 1.14 1.19 1.46 1.52 1.72 1.77 1.78 1.86 1.91 2.01 2.09 2.13 2.71 2.81
Forage
Keterangan: Ratio R/F 0 – 1.0 (forage); 1.0 – 1.5 (Low dual purpose); 1.5 – 2.0 (High dual purpose); 2.0 – 3.0 (Low root production); > 3.0 (High root production) BK = bobot kering, IP = Indeks Panen
Kisaran hasil umbi yang dicapai oleh kultivar-kultivar kelompok dual-purpose sebesar 7 – 18 t/Ha (Tabel 1). Kisaran hasil yang masih relatif rendah dibandingkan potensinya, seperti dikemukakan oleh
Saleh dan Hartoyo
(2003) bahwa potensi
produksi ubijalar cukup tinggi, berkisar antara 30 – 40 t/ha. Penyebab rendahnya hasil
Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
4
Forage Forage Low Dual Purpose Low Dual Purpose Low Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose High Dual Purpose Low Root Production Low Root Production Low Root Production Low Root Production
umbi seperti disebutkan diduga diakibatkan oleh rendahnya ketersediaan hara di lokasi percobaan, seperti terlihat dari hasil analisis tanah yang disajikan pada Tabel 2. Terlihat bahwa dengan jenis tanah Alfisol yang mempunyai pH termasuk masam, C-org dan N sangat rendah, K dan Ca juga sangat rendah, meskipun kandungan P-tanah termasuk tinggi, menurut kriteria Balittanah (2005). Bagi ubijalar, ketersediaan K yang sangat rendah menjadi faktor pembatas dalam pembentukan umbi, dalam pengertian translokasi fotosintat dari source ke zink terganggu. Proses pembentukan dan pembesaran umbi tanaman ubijalar membutuhkan unsur hara K dalam jumlah yang cukup (Endah et al., 2006). Pemberian pupuk kalium sampai dengan dosis 120 kg K2O/ha memberikan hasil ubijalar varietas Narutokintoki di lahan sawah sebesar 16,32 t/ha, sedangkan tanpa pemberian kalium hasil yang dicapai hanya sebesar 5,77 t/ha (Putra dan Permadi, 2011). Demikian pula hasil penelitian Paulus (2011), pemberian dosis 108 kg K2O/ha pada sistem tumpangsari ubijalar dengan jagung mampu memberikan hasil ubijalar sebesar 16,83 t/ha. Dengan dosis 250 kg NPK (15-15-15), yang hanya menyediakan kalium sebanyak 37,5 kg K2O/Ha, diduga kuat menjadi penyebab rendahnya hasil ubijalar di lokasi percobaan. Oleh karena itu ke depan harus dilakukan penelitian peningkatan penggunaan pupuk Kalium untuk meningkatkan hasil umbi. Tabel 2. Hasil Analisis Tanah di Lokasi Penelitian pH 1:1 Lokasi penelitian Malang
Jenis tanah Alfisol
Sifat*)
H2O 5.4 Masam
KCl 1N 4.5
C-org (%)
Ntotal (%)
P (mg/kg) Bray1
Olsen -
0,59
0.05
12.65
Sangat rendah
Sangat rendah
tinggi
K Ca NH4OAC 1 N pH 7
Fe
HCl 0.1 N
me/100 g 0.09
0.06
Sangat rendah
Sangat rendah
Zn ppm
172.8
8.89
*) Menurut Balittanah (2005)
Bobot brangkasan dari 10 kultivar pada kelompok dual-purpose berkisar antara 6 – 13 t/Ha dan nilai IP berkisar antara 51 -67% (Tabel 1). Diharapkan apabila tidak terjadi adanya unsur pembatas rendahnya ketersediaan kalium (Tabel 2), potensi hasil brangkasan juga dapat ditingkatkan, sehingga ketersediaan sumber pakan ternak lebih tinggi lagi. Pada Tabel 1 juga memperlihatkan ada kelompok tanaman ubijalar yang termasuk pada tipe low root production dan tidak ada yang dapat digolongkan pada Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
5
kelompok high root production. Kultivar Kuningkan Putih dan Sari serta klon 73 OP-8 dan 73-6/2 termasuk klon-klon yang low root production. Ke empat kultivar ini cenderung lebih sesuai dibudidayakan untuk penyediaan bahan pangan, karena hasil brangkasanya hanya kira-kira 30%. Hal ini dapat dilihat dari kisaran nilai IP-nya yang mencapai 68–74% (Tabel 1), artinya sebagian besar fotosintat dari source ditranslokasikan untuk pembentukan umbi, sebagian kecil + 30% untuk pembentukan brangkasan. Dengan demikian, dari 17 kultivar yang ditanam dan dievaluasi keragaan bobot umbi, brangkasan, indeks panen dan ratio R/F-nya dapat dibedakan antara kultivar yang sesuai untuk forage, dual perpose dan yang sesuai untuk produksi umbi. Antar kultivar pada kelompok yang berbeda dapat saling dikombinasikan untuk memenuhi pola tanam dan pola usaha sesuai sistem pertanian berlanjut dan berkonsep bio-industri yang sinergi peternakan (sesuai dengan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) ke depan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1.Tujuh
belas kultivar yang dievaluasi dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat)
kelompok, yaitu 3 (tiga) kultivar lebih sesuai untuk menghasilkan forage, 10 kultivar
sesuai untuk keperluan low- dan high-dual-purpose, yakni untuk
penyediaan umbi dan sekaligus penyedia forage, dan 4 kultivar lebih sesuai hanya untuk penyedia bahan pangan. 2.Tipe
kultivar yang sesuai untuk penghasil forage meliputi Cangkuang,
Beniazuma dan BIS OP-61; yang sesuai untuk keperluan penyediaan umbi sekaligus untuk produksi forage (dual-purpose) meliputi: Papua Solossa, BIS OP-4, Beta 1, D67, Ayamurasakhi, Kuningan Merah, Sawentar, Jago, Beta 2 dan 73 OP-5; sedangkan yang hanya sesuai untuk penghasil umbi meliputi: Kuningan Putih, Sari, 73 OP-8 dan 73-6/2. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ditlitabmas yang telah mendanai pelaksanaan penelitian ini melalui Program Kompetitif Hibah Penelitian Strategis Nasional TA 2012 dan 2013. Hal serupa disampaikan kepada Balitkabi yang telah menyediakan beberapa Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
6
variaetas ubijalar yang telah dilepas dan FP-UB yang mengijinkan penulis melaksanakan penelitian dan menyimpan koleksi klon-klon ubijalar hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M., R. Nigussie-Dechassa, and B. Abebie. 2012. Effect of Planting Methods And Vine Harvesting on Shoot and Tuberous Root Yields of Sweetpotato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) in the Afar Region of Ethiopia. Afr.J.Agric.Res. Vol 7 (7): 1129-1141. An, L.V., B.E. Frankow-Lindberg, and B.E. Lindberg. 2003. Effect of harvesting interval and defoliation on yield and chemical composition of leaves, stems and tubers of sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) plant parts. Field Crops Res. 82: 49-58. Balittanah. 2005. Petunjuk Tenis Analisis tanah, Tanaman, Pupuk dan air. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Claessens, L., J.J. Stoorvogel, and J.M. Antle. 2008. Ex ante assessment of dualpurpose sweet potato in the crop-livestock system of western kenya: A minimum-data approach. Agricutural Systems 99: 13-22. Endah, D. P. A., S. Fatimah dan D. Kastono. 2006. Pengaruh tiga macam pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tiga varietas ubi jalar. pp.314-324. Dalam: Prosiding Seminar Nasional PERAGI,Yogyakarta. Etela, I. and G.A. Kalio. 2011. Yields components and 48-h rumen dry matter degradation of three sweet potato varieties in Ndama steers as influenced by date of harvesting. JASR, Vol.11: 15-21. Etela, I., U.I. Oji, G.A. Kalio, and G.O. Tona. 2008. Studies on sweet potato forage and dried brewers’ grain as supplements to green panic for Bunaji cows. Tropical Grasslands, Vol. 42: 245-251. Kaya, S. and H. Yildirim. 2011. The Effect of Dried Sweet Potato (Ipomoea batatas (L.) Lam.) Vines on Egg Yolk Color and Some Egg Yield Parameters. Int. J. Agric. Biol. 15: 766-770. Larbi, A., I. Etela, H.N. Nwokocha, U.I. Oji, N.J. Anyanmu, L.D. Gbaraneh, S.C. Anioke, R.O. Balogun, ad I.R. Muhammad. 2007. Fodder and tuber yields, and fodder quality of sweetpotato cultivars at different maturity stages in the West African humid forest and savanna zones. Animal Feed Sci. Tech. 135: 126-138. León-Velarde, C. U. 1999-2000. Using Competing Traits To Select Dual-Purpose Sweetpotato in Native Germplasm. CIP Program Report. CIP and ILRI. LimaPeru.
Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
7
León-Velarde, C. U., J. Roca, J. Arteaga, L. Quispe, and A. Parraga. 1997. Perpectives on sweet potato: Dual purpose varieties. In: Program report 1995-1996. International Potato Center, Lima, Peru. p. 291–294. Lestari, S.U. dan N. Basuki. 2013. Variabilitas Kandungan Besi pada Beberapa Varietas Ubijalar di Indonesia. Seminar Nasional 3 in 1 Agronomi, Hortikultura dan Pemuliaan Tanaman di FP-UB, 21-22 Agustus 2013. Lestari, S.U. dan N. Basuki. 2014. Stabilitas Kandungan Besi pada Klon/Varietas Ubijalar. Seminar Nasional Hasil Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian 2014. Malang. Lestari, S.U., R.I. Hapsari and Sutoyo. 2012a. Improving Storage Root protein Content in Sweet Potato through Open-mating Pollination. Agrivita, Vol. 34. No. 3: 225-232. Lestari, S.U., R.I. Hapsari dan R. Djoko. 2012b. Pengujian Daya Hasil Ubijalar Kaya Protein. Buana Sains Vol.12. No. 2: 71-78. Paulus, J,M. 2011. Pertumbuhan Dan Hasil Ubi Jalar Pada Pemupukan Kalium Dan Penaungan Alami Pada Sistem Tumpangsari Dengan Jagung. J. Agrivigor 10(3): 260-271. Peters, D. 2008. Assessment of the Potential of Sweetpotato as Livestock Feed in East Africa: Rwanda, Uganda, and Kenya. A report presented to The International Potato Center (CIP) in Nairobi. Putra, S. dan K. Permadi. 2011. Pengaruh Pupuk Kalium terhadap Peningkatan Hasil Ubi Jalar Varietas Narutokintoki Di Lahan Sawah. Agrin Vol. 15, No. 2: 133142.
Disajikan pada Symposium dan Seminar Nasional Peragi di UNS pada tanggal 13-14 November 2014
8