Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
KANDUNGAN NUTRISI MINERAL DAN POTENSI PAKAN HIJAUAN LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PAKAN KAMBING (Mineral Content and Potential of Forage of Peatland in Central Kalimantan as Forages for Goat) JOHN BESTARI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Central Kalimantan has peatland area which is highly acidic, high in organic matter, and low fertility for plant cultivation. Central Kalimantan is province passed by equator line. The temperature relatively hot, it is 32oC and 23oC at night. The average rainfall is 2,500 mm/year. Various vegetation as sasendok, delingu, pakis, aseman, and gajihan can be used as feed for animals, but little known about mineral and nutrition of forege in peatland. Five male local goats whith average weight 20 kg were used in this research. Experiment was done for 5 period for 10 day per period. Adaptation of animals was 6 day and during experiment animals were fed 3 kg forage. During 4 day 10% of total feces and 5% of total urine were collected and save for analysis. Result indicated that peat landof Palangkaraya had low fertility, average dry matter intake for Sasendok 3.32%, Delingu 3.0%, Pakis 6.2%, Aseman 3.9%, and Gajihan 3.5% of live body weight. Average daily gain: sasendok 90 g, delingu 50 g, pakis 60 g, aseman 30 g, and gajihan 70 g. The result showed that gajihan was the most efesient than other forage of peat land. Minerals nutrition like calcium, phosforous, magnecium forage in peat land enough for local goats except zinc which is deficiency. Forage of peat land at Palangkaraya Kalimantan Tengah has potential as feed for goat. Key Words: Minerals, Forage Peatland, Local Goats ABSTRAK Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut yang cukup luas dengan sifat keasaman yang tinggi, kandungan organik yang tinggi, dan kesuburan tanah rendah. Kalimantan Tengah merupakan suatu provinsi yang dilewati garis khatulistiwa dan mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Pada siang hari udara relatif panas mencapai 32°C dan malam hari 23°C. Berbagai vegetasi semak terdapat pada lahan gambut, seperti: sasendok atau uyah-uyahan (Plantago mayor), delingu (Dianella ensifolia sp.), pakis (Asplenum nidus), asem-aseman (Baccaurea bracteata), gajihan (Stenochlaena palustris), hidup sepanjang tahun dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Vegetasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Namun belum banyak diketahui tentang nilai nutrisi dari hijauan tersebut khususnya nilai nutrisi mineral. Penelitian ini menggunakan 5 ekor kambing kacang dengan bobot hidup rata-rata 20 kg. Penelitian selama 5 periode dan 10 hari setiap periode. Ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan selama 6 hari sebelum pengumpulan data dilakukan. Selama penelitian hijauan diberikan dua kali setiap hari dengan jumlah 3 kg/ekor, konsumsi ransum dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya, penimbangan bobot hidup dilakukan setiap akhir periode penelitian. Penggunaan celemek dilakukan kepada semua ternak percobaan, sehingga urin langsung ditampung pada ember penampungan. Pada 4 hari terakhir setiap periode penelitian, total feses dan urine ditampung serta ditimbang, sampel feses dan urine masing-masing diambil sebanyak 10% dari berat feses dan 5% dari volume urine lalu ditimbang dan dikeringkan. Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis varians kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan gambut Palangkaraya merupakan lahan gambut dengan tingkat kesuburan yang rendah. Rata-rata bobot hidup yang dihasilkan adalah 30 – 90 g/ekor/hari. Rata-rata konsumsi bahan kering selama penelitian untuk hijauan sasendok 3,32%, delingu 3,0%, pakis 6,2%, aseman 3,9% dan gajihan 3,5% dari bobot hidup. Kandungan mineral Ca, P, Mg dari hijauan lahan gambut dapat memenuhi kebutuhan mineral untuk ternak kambing kecuali mineral Zn yang masih di bawah kebutuhan ternak. Kata Kunci: Mineral, Hijauan Lahan Gambut, Kambing Kacang
430
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
PENDAHULUAN Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut yang cukup luas dengan sifat keasamannya yang tinggi, kandungan organik yang tinggi, dan kesuburan tanah rendah. Kalimantan Tengah merupakan suatu provinsi yang dilewati garis khatulistiwa dan mendapat penyinaran matahari lebih dari 50% sepanjang tahun. Pada siang hari udara relatif panas mencapai 32°C dan malam hari 23°C. Ratarata curah hujan pertahun relatif tinggi yaitu mencapai 1900 – 3100 mm (LIMIN 2002). Berbagai vegetasi semak terdapat pada lahan gambut, seperti: Sasendok atau uyahuyahan (Plantago mayor), delingu (Dianella ensifolia sp), pakis (Asplenum nidus), asemaseman (Baccaurea bracteata), gajihan, geronggang, kelakai (Stenochlaena palustris), lombokan (Clerodindrum sp.), karamunting (Malastoma candidum) hidup sepanjang tahun dan tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Vegetasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Kambing merupakan ternak ruminansia yang mempunyai kemampuan tinggi dalam beradaptasi dengan lingkungan dan dapat memanfaatkan berbagai hijauan. Berdasarkan pengamatan di lapangan ternak kambing yang dipelihara secara alami di lahan gambut Kalimantan Tengah mengkonsumsi berbagai vegetasi seperti yang tersebut di atas, namun dalam keadaan alami pertumbuhan kambing sangat lambat, kerapuhan tulang, sering mengalami keguguran dan kematian bayi. Hal ini diduga kandungan nutrisi hijauan yamg rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan hidup. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi nilai nutrisi mineral hijauan dari lahan gambut di Kalimantan Tengah Palangkaraya. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di lahan gambut Desa Kalampangan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Shizinai Livestock Farm University of Hokaido Jepang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging, Institut Pertanian Bogor, yang dilaksanakan dari September 2004 sampai dengan Juni 2005. Materi yang digunakan sebanyak 5 ekor kambing kacang dengan bobot hidup rata-rata 20 kg ditempatkan
secara acak pada 5 hijauan lahan gambut yaitu: sasendok atau uyah-uyah (Plantago mayor), delingu (Dianella ensifolia sp.), pakis (Asplenum nidus), asem-aseman (Baccaures bracteata), dan gajihan (Stenochlaena palustris). Penelitian ini dilakukan selama 5 periode dengan 10 hari setiap periode. Ternak dibiarkan beradaptasi dengan pakan selama 6 hari sebelum pengumpulan data dilakukan. Selama penelitian hijauan diberikan dua kali setiap hari dengan jumlah 3 kg/ekor, konsumsi ransum dicatat setiap hari dengan menimbang jumlah yang diberikan dan sisanya, penimbangan bobot hidup dilakukan setiap akhir periode penelitian. Penggunaan celemek dilakukan kepada semua ternak percobaan, sehingga urin langsung ditampung pada ember penampungan. Pada 4 hari terakhir setiap periode penelitian, total feses dan urine ditampung serta ditimbang, sample feses dan urine masing-masing diambil sebanyak 10% dari berat feses dan 5% dari volume urin lalu ditimbang dan dikeringkan. Kandungan mineral dalam pakan, feses dan urin dianalisis dengan atomic absorption spectrophotometer (AAS). Penentuan hewan untuk mendapatkan hijauan perlakuan dilakukan secara acak mengikuti rancangan bujur sangkar latin 5 x 5. Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam (Anova). Kemudian dilanjutkan dengan Uji Tukey (STEEL dan TORRIE, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengkajian yang diperoleh disajikan pada Tabel 1. Hasil analisa nutrisi mineral beberapa vegetasi yang dapat dijadikan sebagai pakan ternak dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan Ca untuk hijauan lahan gambut berkisar antara 0,56 – 2,85%. Sasendok mengandung kadar mineral Ca tertinggi dibandingkan hijauan yang lain, kandungan Ca hijauan lahan gambut tidak berbeda dengan rumput gajah 0,7%, rumput lapangan 0,45% (RAYBURN 2006), alfalfa 1,47 (DAHLIN 2006). Kandungan fosfor untuk hijauan lahan gambut berkisar antara 0,06 – 0,21%, kandungan fosfor hijauan lahan gambut lebih rendah dari kandungan rumput gajah 0,7%, rumput lapangan 0,38%, dan alfalfa 0,24%.
431
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Tabel 1. Komposisi mineral hijauan lahan gambut Palangkaraya berdasarkan bahan kering Hijauan
Bahan kering (%)
Ca (%)
P (%)
Mg (%)
Zn (mg/kg)
Sasendok (Plantago mayor)
22,34
2,85
0,18
0,76
12,99
Delingu (Dianella ensifolia sp.)
21,40
0,83
0,12
0,53
5,72
Pakis (Asplenum nidus)
15,92
1,10
0,11
1,06
11,12
Aseman (Baccaurea bracteata)
21,56
1,92
0,06
0,41
19,00
Gajihan (Stenochlaena palustris)
14,75
0,56
0,15
1,02
3,55
Kandungan Mg hijauan lahan gambut 0,2 – 1,06%, nilai ini lebih tinggi dari rumput gajah yaitu 0,13%. Kandungan Zn hijauan lahan gambut berkisar antara 3,55 – 19,00 ppm, rumput Gajah 26.1 ppm. Hasil penelitian DEWI (2004) kandungan Zn hijauan lahan gambut berkisar antara 33 – 58 ppm. Dari hasil analisa komposisi kimia dari hijauan lahan gambut mengandung kadar mineral yang rendah, namun hijauan lahan gambut dapat dimanfaatkan sebagai pakan kambing karena tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan hidup sepajang tahun. Untuk memenuhi kebutuhan kambing diperlukan suplemen mineral. Pada Tabel 2 memperlihatkan hijauan lahan gambut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi bahan segar. Namun konsumsi yang tertinggi terdapat pada hijauan sasendok. Hal ini disebabkan oleh palatabilitas yang tinggi pada sasendok. Sesuai yang dilaporkan HERLINA (2003) bahwa kambing yang digembalakan di lahan gambut dan dibiarkan memilih makanannya ternyata hijauan yang paling tinggi palatabilitas adalah sasendok kemudian delingu. Menurut pernyataan PETERSON (2005) bahwa konsumsi pakan ditentukan oleh palatabilitas Konsumsi
bahan kering berbeda nyata (P > 0,05) terhadap hijauan. Hijauan Sasendok memperlihatkan konsumsi bahan kering tertinggi disamping karena konsumsinya yang tinggi juga disebabkan oleh kandungan bahan kering yang tinggi. Pada penelitian ini konsumsi bahan kering hijauan lahan gambut, sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan adalah masing-masing 3,3, 3,0, 6,2, 3,9, dan 3,5% dari bobot hidup. Ini sesuai dengan pernyataan LUGINBUHL and POORE (2005) yang menyatakan bahwa kambing mengkonsumsi bahan kering pakan 5 – 7% dari bobot hidup. Menurut PETERSON (2005) bahwa konsumsi bahan kering pada ternak ruminansia dapat berkisar antara 1,5 – 3,5%, tetapi pada umumnya 2 – 3% dari bobot hidup. Rataan pertambahan bobot hidup kambing dari semua hijauan berkisar antara 30–90 g/ekor/hari. Pertambahan bobot hidup tertinggi dicapai pada kambing yang mendapat pakan sasendok yaitu 90 g/ekor/hari. Hasil ini lebih besar dibandingkan yang dilaporkan MERKEL et al. (1999) bahwa kambing yang mendapat pakan hanya hijauan dengan lama merumput 6,5 jam/hari memberikan pertambahan bobot hidup 35,7 g/ekor/hari. Pertambahan bobot hidup secara keseluruhan sudah ideal kecuali
Tabel 2. Performan kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Hijauan Sasendok
Delingu
Pakis
Aseman
Gajihan
Konsumsi pakan (g/hari) Segar
2617,40
2462,60
2525,40
2329,80
2454,60
Bahan kering
584,73b
529,99ab
402,04ab
502,31ab
362,05a
90
50
60
30
70
PBH (g/hari)
Tanda huruf superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
432
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
hijauan aseman, hal ini sesuai dengan pendapat SARWONO (2003) bahwa pertambahan bobot hidup ideal kambing adalah 40 – 50 g/ekor/hari. Selanjutnya menurut NRC (1985) bahwa kambing pada bobot hidup 20 kg pertambahan bobot hidup minimal 50 g/hari.
Status mineral kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa konsumsi mineral kalsium untuk hijauan sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan masing-
Tabel 3. Konsumsi, absorbsi, eksresi dan retensi mineral pada kambing yang diberi hijauan lahan gambut (mg/hari) Mineral Kalsium
Fosfor
Magnesium
Zincum
Sasendok
16647,18
1046,66
4479,01
15,30
Delingu
4379,34
653,47
2808,89
3,09
Pakis
4414,44
454,31
4281,76
4,47
Aseman
9639,23
306,40
2079,54
9,54
Gajihan
2045,60
550,32
3718,28
1,48
Sasendok
3125,77
211,06
955,82
1,26
Delingu
1878,01
310,41
862,79
2,42
Pakis
1655,65
256,60
979,49
0,79
Aseman
2852,16
206,49
653,37
1,66
Gajihan
1334,76
224,18
782,34
1,14
Sasendok
13521,40
835,60
3523,18
14,04
Delingu
2501,32
343,06
1946,09
0,67
Pakis
2758,78
197,70
3302,27
3,68
Aseman
6787,07
99,91
1426,17
7,88
Gajihan
710,83
326,13
2935,95
0,34
Sasendok
156,64
8,93
962,60
0,18
Delingu
143,12
6,77
992,56
0,63
Pakis
206,84
8,39
1465,77
0,15
Aseman
288,78
8,06
1296,77
0,22
Gajihan
109,62
8,07
770,06
0,02
Konsumsi
Eksresi melalui feses
Absorbsi
Eksresi melalui urine
Retensi Sasendok
13364,76
826,66
2560,58
13,85
Delingu
2358,19
336,28
953,53
0,04
Pakis
2551,93
189,30
1836,50
3,52
Aseman
6498,28
91,84
129,39
7,65
Gajihan
601,21
318,05
2165,87
0,32
433
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
masing adalah 16,65, 4,38, 4,4, 9,64, dan 2,01 g/ekor/hari. Menurut NRC (1985) kebutuhan kambing akan Ca adalah 0,43% dari bobot hidup, kebutuhan mineral Ca dapat terpenuhi untuk hijauan sasendok dan aseman. Sedangkan untuk hijauan delingu, pakis dan gajihan masih di bawah kebutuhan. Menurut PILIANG (2004) kekurangan konsumsi mineral Ca dapat menyebabkan terjadi resorbsi tulang sehingga dapat menyebabkan kerapuhan tulang apabila tingkat defesiensi sangat besar. Namun apabila konsumsi mineral Ca sangat tinggi dapat menyebabkan penurunan pertambahan bobot hidup, dapat menekan penggunaan protein, lemak, mineral fosfor, magnesium, zat besi, Zn, dan mangan. Umumnya ruminan lebih tahan terhadap nisbah Ca : P yang lebih luas dibandingkan dengan monogastrik, tetapi Ca : P yang terlampau lebar menurunkan penampilan hewan yang sedang tumbuh. Kandungan P yang sangat tinggi dapat mengikat Ca menjadi bentuk yang sukar larut sehingga menghambat absrobsi Ca dan P. Perbandingan Ca : P di atas 7 : 1 dapat menekan pertambahan bobot hidup (PARAKKASI 1995). Konsumsi mineral fosfor selama penelitian adalah 1,05, 0,7, 0,45, 0,31 dan 0,55 g/ekor/hari masing-masing untuk sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan. Jumlah konsumsi fosfor untuk kambing yang direkomendasikan oleh NRC (1985) adalah 0,2% dari bobot hidup, dalam penelitian ini jumlah kandungan fosfor dalam hijauan sesuai dengan yang direkomendasikan, namun ruminansia (kambing) masih dapat toleran apabila kandungan ransum mengandung fosfor 0,6% (RAYBURN, 2006). Konsumsi mineral magnesium selama penelitian adalah 4,5, 2,8, 4,2, 2,1, dan 3,7 g/ekor/hari untuk masing masing hijauan lahan gambut yaitu sasendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan. Kandungan Mg dalam hijauan lahan gambut berkisar antara 0,41 – 1,06. Kebutuhan Mg ransum yang direkomendasi NRC (1985) adalah 0,05 – 0,25%, menurut MANCHEN (2006) 0,12 – 0,18%, Hijauan lahan gambut mengandung kadar mineral Mg dapat memenuhi kebutuhan bagi kambing. Kandungan magnesium dalam urine 5,8, 5,3, 3,0, 2,6 dan 5,11 mg/100 ml urine yang berarti
434
kandungan mineral magnesium dalam pakan penelitian masih kurang tapi belum berbahaya bagi ternak. Konsumsi mineral seng selama penelitian adalah 15,30, 3,10, 4,47, 9,55, dan 1,48 mg/ekor/hari untuk hijauan asendok, delingu, pakis, aseman, dan gajihan. Kandungan Zn dalam hijauan lahan gambut berkisar antara 5,7 – 19,00 ppm. Kadar seng dalam pakan sangat rendah dibandingkan dengan laporan HAENLEIN (2005) bahwa defesiensi Zn pada ternak yang digembalakan bila kandungan Zn dalam ransum kurang dari 40 mg/kg ransum, namun tanda-tanda defesiensi akan nampak apabila pakan mengandung Zn kurang dari 3 ppm (NRC 1985). Kondisi defesiensi mineral Zn yang tidak begitu parah akan memperlihatkan tanda-tanda seperti gangguan pencernaan, nafsu makan sedikit menurun, pertumbuhan terganggu, sukar bunting. Kelebihan mineral Zn sebanyak 1% dalam ransum hewan dapat menekan pertumbuhan, gangguan pada alat reproduksi dan anemia (PILIANG 2004). KESIMPULAN Kambing yang mengkonsumsi hijauan lahan gambut dapat memberikan pertambahan bobot hidup di atas bobot hidup ideal. Hijauan lahan gambut berpotensi sebagai pakan ternak kambing. Hijauan lahan gambut mempunyai kandungan mineral yang dapat memenuhi kebutuhan ternak kecuali kadar mineral Zn yang defesien. Suplementasi Zn sangat diharapkan. Perlu dilakukan penelitian mengenai reproduksi kambing Kacang dan kandungan semua mineral makro dan trace mineral pada semua hijauan lahan gambut. DAFTAR PUSTAKA DAHLIN, H. 2006. A logical guide to feeding your goat. www.orecity.k12.or.us/4H/pmeadows. htm. DEWI, E.R. 2004. Kajian Dampak Pengembalaan Ternak Kambing Terhadap Sifat Tanah dan Kualitas Vegetasi Pakan di Lahan Gambut yang Telah Terbakar. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
HAENLEIN, G.F.W. 2006. Goat healt and husbandry. Mineral suplements Cooperative Extension Dairy Specialist University of Delaware. http://ag.udel.edu/. HERLINA, E. 2003. Evaluasi Nilai Nutrisi dan Potensi Hijauan Asli Lahan Gambut Pedalaman di Kalimantan Tengah sebagai Pakan Ternak Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. LIMIN, SH. 2002. Biophysical Characteristics of Area between Sebangau and Katingan Rivers Central Kalimantan. Centre for International Co-operation in Management of Tropical Peatland (CIMTROP). Palangkaraya University, Palangkaraya.
Ruminant Research. J. Int. Goat Assoc. 16(2): 113 – 119. NATIONAL RESEARCH COUNCIL (NRC). 1985. Nutrient Requerment of goats. Washington, DC. National Academi Press. PARAKKASI, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. PETERSON, P.R. 2005. Forage for goat production. Dept. Virginia Tech. University, Blacksburg. PILIANG, W.G. 2004. Nutrisi Mineral. Edisi 7. Institut Pertanian Bogor, Bogor. RAYBURN, E.B. 2006. Forage Quality – Minerals. Extension Specialist. Virginia University.
LUGINBUHL, J.M. and M.H. POORE. 2005. Nutrition of Meat Goats. EAH Webmaster, Department of Animal Science, NCSU.
SARWONO, B. 2003. Beternak Kambing Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
MANCHEN, R. 2006. Mineral Associate Professor & Extension Livestock Specialist. Texas Agricultur al Extensio n Service, Uvalde.
STEEL, R.D. dan J.H. TORRIE. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta. Gramedia.
MERKEL, R.C. et al. 1999. Growth Potential of five Sheep Genotypes in Indonesia. Small
435