Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP HARIAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN GAMAL (Gliricidia sepium) (The Daily Body Live Gain of Etawah Grade Doe Due to Given of Gliricidia (Gliricidia sepium) Supplementation) F.F. MUNIER1, DWI PRIYANTO2 dan D. BULO1 1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso 62 Biromaru, Sulawesi Tengah, 94364 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT The utilization of Gliridia (Gliricidia sepium) as supplementation for goat not optimal. This is occured still many farmers not yet to know that is gliricidia can be utilized as ruminant feed. The yet gliricidia is enough available in farmer land to be used as canopy plant for cocoa plant. This Assessment had aim to know effect gamal supplementation toward daily body live gain of goat. The assessment was done in Jono-Oge Village and Tondo Village, Sirenja Sub-District, Donggala Regency, Central Sulawesi Province from August – December 2004. Amount of 24 Etawah Grade dues have 8-12 mounts of age which were be devided 1 group as control (farmer habitual) and 3 groups for feed treatment. Every group of treatment was use 6 dues, 3 heads in Jono-Oge Village and 3 heads in Tondo Village. P0 = without gliricidia (Gliricidia sepium) supplementation (farmer habitual), P1 = 500 g/head/day gliricidia, P2 = 600 g/ekor/hari gliricidia, P3 = 700 g/ekor/hari gliricidia. These feed were be given to goat every morning before to be raised. Natural grass was consume goat during to be raised in coconut plantation with tide and move system from 12.00 – 17.00. Weighing was done every 2 weeks in the mornoing before feeding. Statistical analysis used Complate Random Desain (CRD) and to be tested with Least Signicantly Different (LSD) Test. Result of statistical analysis have shown that gliricidia supplemantation was not signicantly different (P > 0,05) among P0 and P1, P2, P3 for daily body live gain of goat. The daily body live gain was the highest for P3 60,43 g to be followed P2 52,79 g, P1 46,55 g and the lowest for P0 was 20,15 g. Key Words: PE Due, Gliricidia, Feed Supplement ABSTRAK Pemanfaatan gamal (Gliricidia sepium) sebagai pakan tambahan untuk kambing tidak optimal. Hal ini disebabkan karena masih banyak petani yang belum mengetahui bahwa gamal dapat dimanfaaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Padahal daun gamal cukup tersedia di lahan petani yang digunakan sebagai tanaman penaung bagi tanaman kakao. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gamal terhadap pertambahan bobot hidup harian (PBHH) kambing. Pengkajian ini telah dilaksanakan di Desa JonoOge dan Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Agustus – Desember 2004. Sebanyak 24 ekor kambing peranakan Etawah (PE) betina berumur 8 – 12 bulan yang dibagi menjadi 1 kelompok kontrol (kebiasaan petani) dan 3 kelompok untuk perlakuan pakan. Setiap kelompok perlakuan menggunakan 6 ekor kambing betina, 3 ekor ditempatkan di Desa Jono-Oge dan 3 ekor di Desa Tondo. P0 = tanpa pemberian gamal (Gliricidia sepium) (pola petani), P1 = 500 g/ekor/hari gamal P2 = 600 g/ekor/hari gamal, P3 = 700 g/ekor/hari gamal. Pakan tambahan gamal ini diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan. Rumput alam dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang rumput di perkebunan kelapa dengan sistem ikat pindah dari 12.00 – 17.00. Penimbangan dilakukan setiap 2 minggu yakni pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan. Analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) dan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian gamal tidak berbeda nyata (P>0,05) antara P0 dan P1, P2, P3 untuk PBHH kambing. PBHH tertinggi pada P3 yaitu 60,43 g diikuti P2 52,79 g, P1 46,55 g dan terendah P0 yaitu 20,15 g. Rataan bobot badan akhir kambing betina tertinggi pada P3 yaitu 23,67 kg diikuti P2 23,25 kg, P1 24,17 kg dan terendah P0 yakni 18,33 kg. Kata Kunci: Kambing PE Betina, Gamal, Pakan Suplemen
490
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
PENDAHULUAN Sistem pemeliharaan kambing yang dilakukan oleh petani termasuk di wilayah petani miskin (poor farmer) masih bersifat tradisional. Kondisi ini terjadi karena kambing dipelihara oleh petani sebagai usaha sampingan sehingga curahan tenaga kerja untuk manajemen pemeliharaan kambing sangat terbatas. Curahan tenaga untuk penanganan kambing hanya sebatas melepaskan kambing dari kandang, digembalakan atau diikatkan di padang penggembalaan. Kambing yang hanya dilepas atau digembalakan setiap hari di padang penggembalaan lebih banyak mengkonsumsi rumput alam. Rumput alam memiliki unsur nutrisi yang rendah sehingga apabila dikonsumsi kambing tidak dapat memenuhi standar kebutuhan hidup pokok dan produksi. Pemenuhan standar kebutuhan hidup pokok dan produksi kambing dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan berupa leguminosa saat di dalam kandang. Beberapa jenis leguminosa yang memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu jenis leguminosa potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan tambahan bergizi tinggi adalah daun gamal (Gliricidia sepium). Tanaman gamal ini sudah tersebar di tingkat petani baik sebagai tanaman pagar maupun tanaman penaung terutama pada tanaman kakao. Produksi gamal dalam bentuk bahan segar adalah 349,7 g/pohon/panen dengan sistem pertanaman lorong yang dikombinasikan dengan rumput raja dan rumput gajah (YUHAENI et al., 1997). Kandungan nutrisi gamal cukup tinggi terutama protein kasar. BAKRIE (1996) melaporkan bahwa kandungan nutrisi gamal cukup tinggi yakni kandungan bahan kering 23,0%, protein kasar 24,2% dan serat kasar 43,5%. Pemanenan daun gamal cukup mudah dengan sistem potong dan angkut (cut and carry). Secara teknis pohon gamal sebagai penaung bagi tanaman kakao dianjurkan selalu dipotong (dipangkas) agar iklim mikro disekitar tanaman kakao tidak lembab. Kondisi iklim mikro disekitar tanaman kakao lembab merupakan kondisi yang baik untuk media berkembang hama dan penyakit kakao. Disamping itu, pemotongan gamal juga
memberikan kesempatan terjadi pertunasan baru (peremajaan). Pemberian gamal pada kambing sebagai pakan tambahan diharapkan dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) yang diikuti oleh kenaikkan bobot badan yang tinggi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gamal sebagai pakan tambahan terhadap PBHH kambing yang dipelihara secara semi intensif. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan di Desa JonoOge dan Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah dari bulan Agustus – Desember 2004. Pemilihan kedua desa ini berdasarkan arahkan dari Pemerintah Kecamatan Sirenja karena kedua desa ini merupakan wilayah petani miskin (poor fermer areas). Disamping itu kedua desa ini bersebelahan sehingga kondisi sosial, budaya dan agroklimatnya sama. Sebanyak 24 ekor kambing Peranakan Etawah (PE) betina berumur 8 – 12 bulan yang dibagi menjadi 1 kelompok kontrol (kebiasaan petani) dan 3 kelompok untuk perlakuan pakan. Kambing ditempatkan didalam kandang sistem panggung secara acak. Setiap kelompok perlakukan menggunakan 6 ekor kambing betina, 3 ekor ditempatkan di Desa Jono-Oge dan 3 ekor di Desa Tondo. P0 = tanpa pemberian gamal kontrol (kebiasaan petani), P1 = 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia sepium), P2 = 600 g/ekor/hari gamal, P3 = 700 g/ekor/hari gamal. Pakan tambahan gamal ini diberikan pada kambing setiap pagi hari sebelum digembalakan. Pemberian gamal dalam bentuk dilayukan (dikering-anginkan) agar dapat mengurangi kadar air dan bau khas gamal yang kurang disukai kambing. Rumput alam sebagai pakan dasar dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang rumput perkebunan kelapa dalam milik masyarakat dengan sistem ikat pindah dari 12.00 – 17.00. Ikat pindah kambing dilakukan 2 kali sehari yaitu pertama jam 12.00 – 14.00 dan kedua jam 14.00 – 17.00. Sebelum dimulai pengkajian, semua kambing berikan obat parasit cacing dan diberikan vitamin Bkompleks agar kondisinya lebih baik. Khusus kambing yag terserang kudis (scabies) diobati
491
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
hingga sembuh. Adaptasi pemberian gamal selama 2 minggu sebelum dilaksanakan pengkajian. Sisa gamal yang tidak dimakan kambing diambil sebagian dan dikumpulkan, sedangkan rumput alam diambil dari padang penggembalaan tempat kambing digembalakan (di perkebunan kelapa) untuk dianalisis kandungan bahan kering, protein kasar dan serat kasar. Pengaruh pemberian gamal terhadap bobot hidup akan diamati dengan melakukan penimbangan kambing setiap dua minggu sekali pada pagi hari sebelum diberikan pakan tambahan gamal. Penimbangan ini dilaksanakan selama empat bulan (sembilan kali penimbangan) pada semua kambing betina yang dikaji. PBHH kambing dihitung dengan menggunakan rumus: PBHH =
B–A L
dimana: B : bobot badan akhir A : bobot badan awal L : lama pemeliharaan Analisis data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (SASTROSUPADI, 2000) dengan rumus: Yij = µ + Ti + Eij; J = 1,2,3, …… r
i = 1,2,3, …… t
dimana: Yij : µ : Ti : Eij :
respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. nilai tengah umum. pengaruh perlakuan ke-i pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Apabila hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakukan memberikan pengaruh nyata terhadap PBHH, maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dari prosedur SASTROSUPADI, 2000 dengan rumus: BNT = t (db galat) x
492
√
2s2 Ulangan
dimana: s2 : kuadrat tengah (KT) HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen pemeliharaan kambing Manajemen pemeliharaan kambing Desa Jono-Oge dan Desa Tondo umumnya masih bersifat tradisional. Kambing dilepaskan dan berkeliaran mencari pakan di halaman rumah atau pekarangan, bahkan masuk ke areal kebun. Hal ini juga berlaku di daerah lainnya, CHAMDI (2003) melaporkan bahwa sistem pemeliharaan kambing yang dilakukan oleh peternak di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Propinsi Jawa Timur, dari total responden 72,0% petani melakukan pemeliharaan kambing secara tradisional dan 28,0% petani melakukan pemeliharaan kambing secara semi intensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih rendahnya kesadaran peternak untuk mengelola usaha ternak kambing dengan baik. Padahal dengan sistem pemeliharaan kambing yang baik dan memenuhi persyaratan teknis dapat meningkatkan produktivitas. Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa kambing sangat menyukai buah kakao sehingga kambing yang dilepas masuk kedalam kebun kakao untuk merenggut buah muda dari pohon kakao. Hal ini apabila dibiarkan dapat mengganggu produksi buah kakao dan merupakan hama bagi tanaman kakao. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal ini dengan sistem pemeliharaan di kandangkan penuh (intensif) atau sistem ikat pindah (semi intensif) di padang penggembalan. Kambing yang dipelihara secara intensif atau semi intensif memerlukan penanganan khusus seperti pemberian pakan tambahan berupa leguminosa dan atau konsentrat, pemberian vitamin, pengendalian penyakit dan parasit serta pengobatan apabila terserang penyakit. Khusus kegiatan pengendalian penyakit, parasit dan pengobatan kambing sudah dapat dilakukan sendiri oleh petani yang terlibat dalam kegiatan pengkajian ini. Disamping itu perlu diperhatikan pengaturan reproduksi terutama menghindari terjadi perkawinan keluarga (inbreeding) dan melakukan seleksi untuk meningkatkan mutu
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
genetik kambing. Mutu genetik kambing lokal yang ada di Desa Jono-Oge dan Desa Tondo rendah karena terjadi perkawinan keluarga dan tidak ditangani dengan baik oleh pemiliknya. Kegiatan pengkajian ini mengintroduksi jenis kambing unggul PE yang didatangkan dari Lembah Palu agar dapat memperbaiki mutu genetik kambing lokal di kedua desa tersebut. Kandungan nutrisi rumput alam dan leguminosa Kandungan nutrisi rumput alam dan gamal yang dikonsumsi kambing selama pengkajian dapat memenuhi kebutuhan unsur nutrisi untuk hidup pokok dan produksi terutamam protein kasar (Tabel 1). Hasil penelitian MUNIER dan POLNAJA (1997) melaporkan bahwa rumput alam yang mendominasi perkebunan kelapa rakyat tempat merumput kambing adalah jenis rumput Axonopus compressus dan sebagian kecil Paspalum conyugatum, sedangkan jenis leguminosa yang mendominasi adalah setro (Centrosema pubescens) dan kalopo (Calopogonium muconoides). Kedua jenis rumput ini memiliki kandungan nutrisi yang rendah terutama protein kasar umumnya dibawah 10%. Kandungan nutrisi gamal di lokasi pengkajian ini lebih rendah dari hasil penelitian sebelumnya. MUNIER (2005) melaporkan bahwa kandungan nutrisi gamal di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu yakni kandungan bahan kering 83,6%, protein kasar 23,5% dan serat kasar 24,3%. Adanya perbedaan kandungan nutrisi ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lahan dan kandungan hara tempat tumbuh gamal. Pada pengkajian ini gamal dipotong dari lahan kakao sebagai tanaman penaung sehingga terjadi kompetisi mengambilan hara dengan tanaman pokok (kakao).
Konsumsi hijauan pakan Komposisi hijauan pakan yang dikonsumsi oleh kambing terdiri dari pakan dasar (basal feed) dan pakan tambahan (feed additive). Pakan dasar dikonsumsi kambing saat digembalakan dan pakan tambahan dikonsumsi kambing saat dikandang. Porsi ini harus sesuai dengan kebutuhan kambing karena apabila salah satu porsi ini berkelebihan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi. Kelebihan pakan dasar mengakibatkan kambing mengalami kekurangan nutrisi terutama protein kasar karena umumnya jenis pakan dasar dari rerumputan atau limbah pertanian (brangkasan) yang memiliki kandungan protein kasar yang rendah. Sebaliknya kelebihan pakan tambahan terutama yang berasal dari jenis leguminosa akan mengakibatkan gangguan pencernaan karena adanya terbentuk gas yang berlebihan di dalam rumen. Disamping itu fungsi mikrobial pengurai serat kasar yang ada didalam rumen tidak dapat melakukan penguraian serat kasar secara optimal. Hasil pengkajian BULO et al. (2001) menunjukkan bahwa porsi yang ideal pakan dasar untuk kambing sebesar 60% dan pakan tambahan dari leguminosa 40% menghasilkan PBHH yang tinggi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada P0 mengkonsumsi protein kasar terendah karena tidak diberikan pakan tambahan gamal, hanya mengkonsumsi rumput alam saat digembalakan di padang penggembalaan setiap hari mengikuti kebiasaan petani. Pemberian pakan tambahan gamal pada kambing, P1 = 500 g/ekor/hari, P2 = 600 g/ekor/hari dan P3 = 700 g/ekor/hari dapat dihabiskan. Hal ini menandakan bahwa porsi tersebut dapat memenuhi kekurangan kebutuhan protein kasar dari rerumputan yang dikonsumsi kambing saat digembalakan. Total konsumsi unsur nutrisi harian per individu kambing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan nutrisi hijauan pakan Jenis hijauan pakan
Kandungan nutrisi (%) Bahan kering
Protein kasar
Serat kasar
Rumput alam
26,9
8,2
25,3
Gamal
42,7
18,3
38.2
Sampel dianalisis di Lab. Analitik Fak. Pertanian Univ. Tadulako, Palu, 2005
493
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Total unsur nutrisi yang dikonsumsi per individu kambing dari gamal Total dikonsumsi (g) Perlakukan
Bahan kering
P1 P2 P3
Protein kasar
Serat kasar
213,5
91,5
191,0
256,2
109,8
229,2
298,9
128,1
267,4
Pakan dasar berupa rumput alam untuk P0, P1, P2 dan P3 dikonsumsi kambing saat digembalakan di padang rumput perkebunan kelapa rakyat. Pertambahan bobot hidup harian Peningkatan produksi ditandai dengan adanya peningkatan bobot hidup kambing yang dipelihara secara semi intensif. Hasil penimbangan ternak setiap dua minggu menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan gamal memperlihatkan adanya peningkatan bobot hidup kambing. Hal ini dapat dilihat pada akhir kegiatan pengkajian menunjukkan bahwa semua perlakukan (P1, P2 dan P3) mengalami kenaikkan bobot hidup akhir. P0 (tanpa diberikan pakan tambahan) juga mengalami kenaikkan bobot hidup akhir tetapi kenaikkannya paling rendah (Tabel 3). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian pakan tambahan gamal tidak berpengaruh nyata (P > 0,01) terhadap rataan PBHH kambing betina (Tabel 3). Perlakuan pemberian pakan tambahan gamal secara statistik tidak memperlihatkan perbedaan nyata karena tingkat pemberiannya hanya selisih 100
g/ekor/hari atau selisih 18,3 g/ekor/hari untuk protein kasar dan 42,7 g/ekor/hari untuk bahan kering. Namun antara perlakuan (P1, P2 dan P3) memperlihatkan perbedaan PBHH, dimana makin banyak diberikan pakan tambahan gamal diikuti oleh PBHH yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh TILLMAN et al. (1983) dan MCDONALD (1988) bahwa pertumbuhan ternak akan sesuai dengan banyaknya ransum yang dikonsumsi. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa peningkatan protein dalam ransum dapat menghasilkan pertambahan bobot hidup yang lebih tinggi pada kambing (MARTAWIDJAJA et al., 1996). P3 mendapatkan konsumsi pakan tambahan gamal lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya sehingga konsumsi protein kasar juga lebih tinggi yaitu 128,1 g/ekor/hari dan bahan kering 298,9 g/ekor/hari. Protein kasar yang dikonsumsi kambing pada P3 ini melebihi standar kebutuhan hidup pokok dan produksi sedangkan bahan kering masih dibawah standar kebutuhan hidup pokok dan produksi. Standar kebutuhan protein kasar untuk hidup pokok bagi kambing betina hanya 38 g/ekor/hari dan bahan kering 480 g/ekor/hari (NRC, 1981) dalam CHEEKE (1999). Kelebihan protein kasar yang dikonsumsi oleh kambing dimanfaatkan untuk mensintesa asam amino, membangun dan menjaga organ tubuh serta sebagai sumber energi bagi ternak (TILLMAN et al., 1983). Kambing yang dikaji ini digembalakan sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak untuk merumput. Kelebihan protein lainnya sebagian besar (50 – 70%) dikeluarkan melalui feses dan sebagian kecil (10 – 20%) terbuang melalui urine (SIANIPAR et al., 2005).
Tabel 3. Rataan bobot hidup awal, bobot hidup akhir, kenaikkan bobot hidup, PBHH Bobot hidup awal (kg)
Bobot hidup akhir (kg)
Kenaikkan bobot hidup (kg)
PBHH (g)
P0
15,91
18,33
2,42
20,15a
P1
18,58
24,17
5,59
46,55a
P2
16,92
23,25
6,33
52,79a
P3
16.42
23,67
7,25
60,43a
Perlakuan
Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
494
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tingginya PBHH P3 yakni 60,43 g karena diberikan pakan tambahan gamal sebanyak 700 g/ekor/hari, PBHH ini lebih tinggi dari hasil penelitian sebelumnya. ELLA et al. (2004) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kambing PE yang diberikan pakan gamal 40% + rumput lapangan 60% + dedak padi 200g/ekor/hari dan urea molases blok dengan PBHH 53,0 g. Adanya perbedaan PBHH ini diduga disebabkan oleh perbedaan tingkat konsumsi hijauan pakan. Pada penelitian ini kambing digembalakan (ikat pindah) dibawah perkebunan kelapa rakyat dengan ketersediaan rumput yang cukup dan tidak dibatasi merumputnya sedangkan penelitian sebelumnya pemberian rumput lapangan dibatasi. P0 (kebiasan petani) memperlihatkan PBHH terendah (20,15 g) karena hanya mengkonsumsi rumput alam saat digembalakan dan tidak diberikan pakan tambahan gamal. Kondisi ini mengakibatkan jumlah protein kasar yang dikonsumsi kambing juga rendah. Kekurangan protein dalam ransum yang dikonsumsi dapat menghambat pertumbuhan ternak (ENSMINGER dan PARKER, 1968; GATENBY, 1986). Pada Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa bobot hidup akhir tertinggi terjadi pada P3 yaitu 23,67 kg dengan kenaikan bobot hidup 7,25 kg selama empat bulan, kemudian diikuti oleh P2 yaitu 23,25 kg dengan kenaikan bobot hidup 6,33 kg, sedangkan P1 24,17 kg dengan kenaikan bobot hidup 5,59 kg dan terendah P0 yaitu 18,33 kg dengan kenaikan bobot hidup hanya 2,42 kg. Adanya perbedaan kenaikkan bobot hidup diantara perlakukan disebabkan oleh perbedaan jumlah gamal yang diberikan pada kambing. P3 memiliki bobot hidup akhir tertinggi dibandingkan dengan perlakukan lainnya karena diberikan pakan tambahan gamal sebanyak 700 g/ekor/hari, diikuti oleh P3 dan P2 dengan diberikan gamal masing-masing 600 g/ekor/hari dan 500 g/ekor/hari. Rataan bobot hidup akhir dari P1, P2 dan P3 (masingmasing 24,17 kg, 23,35 kg dan 23,67 kg) ini sudah termasuk bobot hidup kambing PE betina yang relatif tinggi dengan kisaran umur 8 – 12 bulan. Menurut TRIWULANNINGSIH (1988) bahwa bobot hidup kambing PE betina berumur satu tahun berbobot hidup 19,14 kg, tetapi bobot hidup ini masih dapat meningkat, sedangkan rataan bobot hidup kambing PE
betina pada P0 (18,33 kg) masih dibawah dari standar bobot hidup betina dewasa ideal. KESIMPULAN Pemberian pakan tambahan gamal (Gliricidia sepium) pada kambing meskipun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap PBHH tetapi masih dapat meningkatkan PBHH kambing betina. Rataan PBHH P1, P2 dan P3 masing-masing 46,55 g, 52,79 g dan 60,43 g kg dengan rataan bobot hidup akhir masing-masing 24,17 kg, 23,25 kg dan 23,67 kg. sedangkan P0 hanya 20,15 g dengan rataan bobot hidup akhir hanya 18,33 kg. DAFTAR PUSTAKA BAKRIE, B. 1996. Feeding manajement of ruminant livestock in Indonesia: In Ruminant nutrisi and the tropics and subtropics. ACIAR, Canberra, Austrsilia. pp. 119 – 129. BULO, D., Z. SANNANG, H. AGUS, A.N. KAIRUPAN, FEMMI N.F. dan A. LASENGGO. 2002. Penelitian Adaptif pemeliharaan kambing sistem terkurung dengan introduksi lamtoro dan gamal. Makalah Seminar Hasil Penelitian BPTP Sulawesi Tengah TA 2001, Palu, 2 Maret 2002. CHAMDI, A.N. 2003. Kajian profil sosial ekonomi usaha kambing di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 312 – 317. CHEEKE, P.R. 1999. Applied animal nutrition, feed and feeding. Seconc Edition. Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River, New jersey, USA. ENSMINGER, M.E. and R.O. PARKER. 1986. Sheep and goats science. 5th Ed. The Interstate Printers and Publisher. Inc. Danville, Illionis. pp. 235 – 253. GATENBY, R.M. 1986. Sheep production in the tropics and subtropics. Tropical Agricultural Series, Longmans, London and New York. MARTAWIDJAJA, M. SORTA, S. SITORUS, B. SETIADI dan A. SUPARYANTO. 1996. Penelitian Anak Kambing Pra-sapih. Laporan Hasil Kegiatan Penelitian APBN tahun 1995, Balitnak, Bogor.
495
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
MCDONALD, P., R.A. EDWARD and J.F.D. GREENHALGH. 1988. Animal nutrition. 4th Ed. Longman Scientific and Technical, New York. MUNIER, F.F. 2005. Bobot hidup domba Ekor Gemuk (DEG) yang diberikan pakan tambahan leguminosa. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 410 – 415. MUNIER, F.F. dan C.M. POLNAJA. 1997. Ketersediaan hijauan pakan ternak di bawah pohon kelapa di Kabupaten Donggala. Pros. Seminar HasilHasil Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru. BPTP Biromaru, Palu. hlm. 54 – 63. SASTROSUPADI, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Kanisius, Yogyakarta.
TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADPROJO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1986. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. TRIWULANNINGSIH, E. 1988. Pertumbuhan kambing Peranakan Etawah (PE) sampai dengan umur satu tahun. Pros. Pertemuan Ilmiah Ruminansia, Cisarua, Bogor 8 – 10 Nopember 1988. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 152 – 157. YUHAENI, S., N.P. SURATMINI, N.D. PURWANTARI, T. MANURUNG dan E. SUTEDI. 1997. Pertanaman Lorong (alley cropping) leguminosa dengan rumput pakan ternak: Pengaruh jenis rumput dan jarak larikan glirisidia terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan pakan. JITV 2(4): 242 – 249.
DISKUSI Pertanyaan: 1. Perlakuan berapa yang paling menguntungkan apabila dihitung analisa finansial? Seberapa besar keuntungannya? 2. Bagaimana respons peternak terhadap hasil kajian dan sudah sejauh mana didiseminasikan? Jawaban: 1. Perlakuan yang paling menguntungkan pada P3 dengan PBHH 60,43 g dengan bobot hidup akhir 23,67 kg, kami tidak menghitung analisa finansialnya, tapi bobot hidup di atas 20 kg untuk kambing betina PE berkisar Rp. 350.000 – Rp. 400.000 dan bobot hidup di bawah 20 kg dengan harga berkisar Rp. 250.000 – Rp. 300.000. 2. Petani sekitar lokasi pengkajian sudah memanfaatkan daun gamal sebagai pakan tambahan, sebelumnya mereka tidak mengetahui daun gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing dan sapi. Pohon gamal digunakan sebagai tanaman penaung tanaman kakao.
496