UKURAN DAN BENTUK KEPALA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DEWASA DI TIGA PETERNAKAN
GRACE LADY SIHOMBING
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ukuran dan Bentuk Kepala Kambing Peranakan Etawah (PE) Betina Dewasa di Tiga Peternakan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Grace Lady Sihombing NIM D14110060
ABSTRAK GRACE LADY SIHOMBING. Ukuran dan Bentuk Kepala Kambing Peranakan Etawah (PE) Betina Dewasa di Tiga Peternakan. Dibimbing oleh RINI HERLINA MULYONO dan AFTON ATABANY Penelitian bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk kepala berikut pencirinya pada kambing PE betina dewasa di Peternakan Cordero, Pelaihari dan Peternakan Doa Anak Yatim (DAY). Ukuran dan bentuk kepala digunakan untuk membedakan karakteristik morfometrik antara kelompok kambing PE betina dewasa. Peubah-peubah pengukuran kepala tidak diperhatikan oleh peternak sehingga kambing beradaptasi dan memiliki penampilan khas. Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi kelengkapan data dasar morfometrik kambing PE di Indonesia, disamping tujuan konservasi. Variabel meliputi akrokranion-prosthion, basionprosthion, panjang rahang bawah, tinggi kepala, tuber facial kiri-kanan, nasionrhinion, entorbitale kiri-kanan, euryon kiri-kanan, supraorbitale kiri-kanan. Data sekunder diperoleh dari 90 ternak. Analisis data menggunakan statistik deskriptif, T2Hotelling, Analisis Komponen Utama dan D2-Mahalanobis. Akrokranion-prosthion dan basion-prosthion merupakan penciri ukuran kepala kambing PE betina dewasa di tiga peternakan. Penciri bentuk kepala kambing PE betina dewasa di peternakan Cordero, Pelaihari dan DAY masing-masing adalah nasion-rhinion; tinggi kepala dan supraorbitale; euryon. Kerumunan data morfometrik kepala kambing PE betina dewasa pada tiga peternakan tersebut memisah satu sama lain dengan kerumunan data Pelaihari memisah lebih jauh. Dendogram ketidakserupaan morfometrik kepala kambing PE betina dewasa peternakan Cordero dan DAY membentuk pengelompokan yang berbeda dengan Pelaihari. Kata kunci: dendogram, kambing Peranakan Etawah, kerumunan, morfometrik kepala
ABSTRACT GRACE LADY SIHOMBING. Studies of Head Size and Shape at Etawah Grade Does in Three Farms. Supervised by RINI HERLINA MULYONO and AFTON ATABANY. This study aims to determine the size, shape and characteristics of head on goats in the Cordero, Pelaihari and Doa Anak Yatim Farms. The size and shape of the head is used to distinguish between groups morphometric characteristics of Etawah Grade Does. The variables of head measure is not noticed by the breeder, so goats adapt and have a distinctive appearance. The results of this study can be used as basic morphometric data of Etawah Grade does in Indonesia, and for the conservation. The variables measured were akrokranion-prosthion, basion-prosthion, the length of the lower jaw, head height, tuber facial left-right, nasion-rhinion, entorbitale left-right, euryon left-right dan supraorbitale left-right. The study used 90 data. The data analysis using descriptive, T2-Hotelling statistics and Principal Component Analysis were used to create clusters diagram and dendogram. Akrokranion-prosthion and basion-prosthion became discriminators of Etawah grade
does head size in all three farms. Discriminatots of Etawah Grade does head shape on Cordero farm was nasion-rhinion, Pelaihari was head hight and supraorbitale, DAY Farm was euryon left-right. The data of linear measurement classified separated each other. Morphometric data of Etawah Grade does head on Cordero and DAY Farm were different class with Pelaihari. Key words: cluster, dendogram, Etawah Grade does, head morphometri
UKURAN DAN BENTUK KEPALA KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) BETINA DEWASA DI TIGA PETERNAKAN
GRACE LADY SIHOMBING
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
vii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Ukuran dan Bentuk Kepala Kambing Peranakan Etawah (PE) Betina Dewasa di Tiga Peternakan”. Penelitian dilaksanakan pada April-Juni 2015 dengan menggunakan data sekunder dari peternakan Cordero di Ciapus, Bogor Jawa Barat, Pelaihari Kalimantan Selatan, dan peternakan Doa Anak Yatim (DAY) di Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea, Bogor Jawa Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Rini H Mulyono, MSi dan Dr Ir Afton Atabany, MSi serta Dr Rudi Priyanto, Msi atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan. Terima kasih kepada Ibunda Atur Sinaga, Putri Asdora, Putra Rahaldo, Queen Anggun, Prince Ananda dan seluruh keluarga untuk dukungan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Pipih, kakak Novita, bang Fuad, Arum, Wildan, dan teman-teman IPTP 48 untuk semangat, bantuan dan kerja samanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Grace Lady Sihombing NRP D14110060
viii
DAFTAR ISI ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan Alat Prosedur Pengumpulan, Pengolahan Data, Penyajian Hasil dan Pembahasan Pengukuran Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Analisis T2-Hotelling Analisis Komponen Utama Diagram Kerumunan Data Kepala Kambing PE Betina Dendogram Ketidakserupaan Morfometrik Kepala Kambing PE Betina SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
iii iii vi ix ix 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 5 5 8 9 12 13 14 14 18
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
5 6 7 8
9
Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman variabel permukaan linear kepala kambing PE betina penelitian Hasil analisis T2-hotelling variabel permukaan linear kepala kambing PE betina Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di peternakan Cordero Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel variabel permukaan linear kepala di peternakan Cordero Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di Pelaihari Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel permukaan linear kepala di Pelaihari Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di peternakan Doa Anak Yatim Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel permukaan linear kepala di peternakan Doa Anak Yatim Rekapitulasi jarak minimum D-Mahalanobis pada kambing PE betina penelitian
6 8 9
9 10 10 11
11 12
DAFTAR GAMBAR 1 2
3
Variabel permukaan linear kepala yang telah diamati Kerumunan data pada kambing PE betina di peternakan Cordero, Pelaihari, dan peternakan Doa Anak Yatim berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk kepala Dendogram ketidakserupaan morfometrik kepala kambing PE betina yang diamati
3
12 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi kambing selama tahun 2012 sampai 2014 mengalami peningkatan sekitar 6% (Badan Pusat Statistik 2014). Peningkatan populasi tersebut menunjukkan bahwa kambing berperanan tinggi untuk penyediaan bahan pangan sumber protein hewani masyarakat Indonesia. Kambing Peranakan Etawah (PE) telah beradaptasi baik sebagai kambing dwiguna (penghasil daging dan susu) di Indonesia dan menyebar seperti di Jawa dan Kalimantan. Eksistensi kambing PE sebagai kambing dwiguna sangat tergantung pada seleksi peternak ke arah sifat mana kambing tersebut dipelihara. Kambing PE merupakan hasil grading-up antara kambing Kacang dan kambing Etawah (Atabany 2001; BSN 2008; Kostaman dan Sutama 2006). Kambing ini memiliki keunggulan sifat perah dari kambing Etawah dan sifat pertumbuhan dari kambing Kacang di daerah tropis basah. Kepala merupakan salah satu organ yang fungsinya penting untuk aktivitas fisiologis sehingga memiliki sifat masak dini (Hafez 1955). Tumbuh kembang pada ternak menurut Hammond (1932) pada umumnya dimulai dari bagian kepala (cranium) menuju ke arah pinggang (loin), kemudian pembentukan otot dan lemak. Peubah-peubah pengukuran kepala tidak diperhatikan oleh peternak. Kambing yang telah beradaptasi memiliki penampilan khas karena pengaruh lingkungan tempat tinggal sehingga menghasilkan ukuran (size) dan bentuk (shape) kepala yang khas. Ukuran dan bentuk kepala digunakan untuk membedakan karakteristik morfometrik antara kelompok kambing PE betina dewasa di peternakan Cordero, BPTU KDI-HPT Pelaihari atau Pelaihari dan peternakan Doa Anak Yatim (DAY) karena bersifat mewaris. Interaksi ternak terhadap lingkungannya menurut Campbell (1999) dipengaruhi ukuran dan bentuk. Ukuran merupakan salah satu sifat kuantitaif dan menurut Warwick et al. (1995) sifat kuantitatif penting dalam bidang peternakan dan sangat dipengaruhi lingkungan. Ukuran-ukuran kepala dipelajari dalam ilmu yang disebut kraniometri. Studi mengenai kraniometri telah dilakukan sebelumnya pada ternak Domba Ekor Tipis (DET), domba Batur, domba Wonosobo, domba Garut Tangkas dan domba Garut Pedaging (Khasanah 2013; Pratiwi 2013). Asoen (2008) juga melakukan penelitian kraniometri pada ternak kerbau rawa, kerbau sungai, dan persilangannya. Olopade dan Onwuka (2008) telah mempelajari kraniometri pada ternak kambing Red Sokoto (Maradi) di Nigeria. Hayashi et al. (1980) memperlajari mengenai sapi lokal dan banteng di Indonesia dengan menggunakan analisis komponen utama. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk kepala berikut pencirinya pada kambing PE betina dewasa di tiga peternakan yaitu Peternakan Cordero,Pelaihari dan Peternakan DAY. Hasil penelitian dapat menjadi informasi untuk kelengkapan data dasar morfometrik kambing PE di Indonesia, disamping tujuan konservasi.
2
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian menguji perbandingan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina dewasa beserta penciri ukuran dan bentuk di peternakan Cordero, Pelaihari, dan peternakan DAY. Variabel yang diukur meliputi akrokranion-prosthion (X1), basionprosthion (X2), panjang rahang bawah (X3), tinggi kepala (X4), tuber facial kirikanan (X5), nasion-rhinion (X6), entorbitale kiri-kanan (X7), euryon kiri-kanan (X8), supraorbitale kiri-kanan (X9). Hasil penelitian dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk tujuan konservasi.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Data yang diolah menggunakan data sekunder. Pengumpulan dan pengolahan data dan penterjemahan hasil disajikan dalam bentuk tulisan. Hal tersebut dilakukan pada April-Juni 2015. Bahan Data kambing PE betina dewasa pada penelitian terdiri atas data kambing PE di peternakan Cordero, Pelaihari dan peternakan Doa Anak Yatim. Kambing PE yang digunakan berasal dari Kaligesing, Jawa Tengah. Data kambing PE betina berasal dari hasil pengukuran pada kambing yang telah dewasa tubuh (berumur 1-2 tahun) atau minimal sepasang gigi seri telah berganti dengan gigi seri tetap (I0 telah diganti dengan I1), masing-masing peternakan sebanyak 30 buah. Alat Alat yang digunakan ketika pengambilan data adalah pita ukur dan jangka sorong. Prosedur Pengumpulan, Pengolahan Data, Penyajian Hasil dan Pembahasan Data sekunder diperoleh dari Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan IPB. Data diklasifikasikan berdasarkan kelompok ternak. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tulisan. Pengukuran Data sekunder bagian-bagian permukaan linear kepala pada kambing PE betina diperoleh berdasarkan metode Hayashi et al. (1980) yang telah dimodifikasi. Gambar 1 menyajikan metode pengukuran yang telah dilakukan pada bagian-bagian permukaan linear kepala pada kambing PE betina yang terdiri atas akrokranionprosthion (X1), basion-prosthion (X2), panjang rahang bawah (X3), tinggi kepala (X4), tuber facial kiri-kanan (X5), nasion-rhinion (X6), entorbitale kiri-kanan (X7), euryon kiri-kanan (X8), supraorbitale kiri-kanan (X9). Akrokranion-prosthion (X1) atau panjang muka merupakan hasil pengukuran dari ujung tulang tengkorak sampai batas titik tepi bawah rahang atas. Basion-
3
prosthion (X2) atau panjang kepala dari batas pangkal tulang baji sampai titik tepi bawah rahang atas. Panjang rahang bawah (X3) dari ujung titik tepi bawah rahang atas sampai pangkal rahang bawah. Tinggi kepala (X4) dari ujung tulang tengkorak sampai rahang bawah. Tuber facial kiri-kanan (X5) atau panjang lebar dari ujung tulang pipi kiri sampai pipi kanan. Nasion-rhinion (X6) atau panjang hidung dari pangkal hidung sampai tulang hidung bagian bawah. Entorbitale kiri-kanan (X7) atau jarak antara lekuk mata bagian dalam dari pangkal entorbitale (lekuk mata) kiri sampai pangkal entorbitale kanan. Euryon kiri-kanan (X8) atau lebar kepala dari pelipis sebelah kiri sampai sebelah kanan. Supraorbitale kiri-kanan (X9) dari penonjolan tulang supraorbitale kiri dan kanan.
Gambar 1 Variabel permukaan linear kepala yang telah diamati Analisis Data Statistik deskriptif Data yang diperoleh dianalisis deskriptif yang meliputi rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman (Walpole 1992). Statistik T2-Hotelling Data setelah dianalisis deskriptif, diolah dengan statistik T2-Hotelling (Gaspersz 1992), sebagai berikut: T2 =
(
-
Selanjutnya besaran: F= T2 Akan berdistribusi dengan derajat bebas V1 = p V2 = n1 + n2 – p 1 Keterangan: T2 = hasil uji statistik T2-Hotelling F = nilai hitung untuk T2-Hotelling n1 = ukuran sampel kambing PE betina dari kelompok 1 n2 = ukuran sampel kambing PE betina dari kelompok 2
4
P
= banyaknya variabel yang digunakan = invers dari matriks kovarian (SG) X1 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 1 X2 = vektor nilai rataan variabel acak dari kelompok 2
Hipotesis dalam pengujian tersebut adalah: H0 : U1 = U2: berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama sama dengan kelompok kedua H0 : U1 U2 : berarti bahwa vektor nilai rataan dari kelompok pertama berbeda dengan kelompok kedua Analisis Komponen Utama Analisis Komponen Utama (AKU) diturunkan dari matriks kovarian digunakan untuk memperoleh persamaan ukuran dan bentuk kambing PE betina pada masing masing peternakan. Penciri ukuran dan bentuk ditentukan berdasarkan persamaan tersebut. Rumus AKU menurut Gaspersz (1992) sebagai berikut:
Keterangan: = Komponen utama ke – p (p = 1,2,3,...10) = Variabel ke-p (p = 1,2,3,...,10) = Vektor ciri atau vektor Eigen ke – p untuk p = 1,2,.., 10 dengan komponen utama ke – p
Menurut Fremlin (2000) ukuran umumnya merujuk pada pengertian seperti panjang, luas dan volume. Model rumus persamaan ukuran berdasarkan Gaspersz (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut:
Keterangan: = Skor ukuran ( skor komponen utama pertama) = Akrokranion-prosthion = Basion-prosthion = Panjang rahang bawah = Tinggi kepala = Tuber facial kiri-kanan = Nasion-rhinion = Entorbitale kiri-kanan = Euryon kiri-kanan = Supraorbitale kiri-kanan = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-p untuk p = 1, 2, ... , 9
Bentuk menurut Kendall (1984) didefinisikan sebagai seluruh informasi geometris yang akan tidak berubah ketika parameter lokasi, skala, dan rotasinya diubah. Bentuk adalah satu titik temu antara ruang dan massa. Rumus persamaan bentuk berdasarkan Gaspersz (1992) yang dimodifikasi sebagai berikut:
5
Keterangan: = Skor bentuk (skor komponen utama kedua) = Akrokranion-prosthion = Basion-prosthion = Panjang rahang bawah = Tinggi kepala = Tuber facial kiri-kanan = Nasion-rhinion = Entorbitale kiri-kanan = Euryon kiri-kanan = Supraorbitale kiri-kanan = Vektor ciri atau vektor Eigen ke-P untuk P = 1, 2, ... , 10
Pembuatan Diagram Kerumunan Diagram kerumunan dibuat berdasarkan skor ukuran (sumbu X) dan skor bentuk (sumbu Y). Setiap noktah pada diagram mencerminkan data setiap individu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Statistik Deskriptif Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan lingkungan tempat kambing PE betina dipelihara memberikan perbedaan ukuran kepala. Ukuran kepala bukan merupakan produk seleksi langsung peternak, tetapi lebih merupakan produk seleksi alam. Hal tersebut diperlihatkan dengan ukuran-ukuran kepala yang berbeda yang disesuaikan dengan lingkungan tempat kambing PE betina dipelihara (Tabel 1). Analisis statistik deskriptif memperlihatkan bahwa bahwa Peternakan Cordero memiliki ukuran kepala yang lebih besar dibanding dengan dua peternakan lain pada akrokranion-prosthion (X1), basion-prosthion (X2), tinggi kepala (X4), euryon kirikanan (X8) dan supraorbitale kiri-kanan (X9). Pertumbuhan kepala menurut Cray (2009) dipengaruhi oleh fungsi otot, genetik, faktor hormon, nutrisi, temperatur dan ketinggian tempat. Berdasarkan data BMKG (2012), suhu di Peternakan Cordero berkisar 26 oC, paling rendah daripada dua peternakan lain. Menurut BMKG (2012), rataan suhu di peternakan DAY dan Pelaihari, masing-masing sebesar 27 dan 31 oC. Cray (2009) menyatakan bahwa lebar kepala pada manusia ditemukan lebih besar pada suhu yang rendah. Ukuran euryon kiri-kanan (X8) kambing PE betina ditemukan terbesar dan terseleksi paling ketat (Tabel 1). Menurut Hafez dan Dyer (1969) dan Saparto (2004) ukuran tulang bersifat mewaris. Ukuran-ukuran linear permukaan kepala kambing PE betina merupakan produk dari adaptasi ternak terhadap lingkungan. Ukuran kepala kambing PE betina Cordero, ditemukan paling lebar, dalam dan panjang yang diperlihatkan dengan ukuran tertinggi pada akrokranion-prosthion (X1), basion-prosthion (X2) dan tinggi kepala (X4). Supraorbitale kiri-kanan (X9) berukuran terbesar yang diikuti dengan ukuran euryon kiri-kanan (X8). Ukuran basion-prosthion (X2) terbesar tetapi belum terseleksi ketat. Tujuan produksi susu secara komersial di peternakan Cordero mengarahkan seleksi ketat peternak ke sifat produksi susu yang secara tidak langsung mempengarui ukuran-ukuran permukaan linear kepala kambing PE betina. Sebaliknya lima variabel tersebut pada kambing PE betina Pelaihari berukuran terkecil, yang merupakan produk adaptasi kambing PE
6
betina terhadap suhu lingkungan yang lebih tinggi karena perbedaan garis lintang. Peternakan dengan memiliki suhu 31 oC ini membuat kambing PE betina mengalami cekaman panas dan beradaptasi terhadap lingkungan tersebut yang diperlihatkan dengan bagian-bagian ukuran kepala tersebut terkecil. Hal tersebut merupakan produk dari seleksi alam. Tabel 1 Rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman variabel permukaan linear kepala kambing PE betina penelitian Variabel Cordero Farm Pelaihari DAY Farm (n = 30) (n = 30) (n = 30) -----------------------------(mm)-----------------------Akrokranion-prosthion (X1)
244.33±11.35 (4.65%)
236.83±15.45 (6.52%)
240.00±16.61 (6.92%)
Basion-prosthion (X2)
264.00±17.73 (6.72%)
217.83±14.48 (6.65%)
257.00±16.43 (6.39%)
Panjang rahang bawah (X3)
147.76±5.56 (3.76%)
150.34±4.89 (3.25%)
149.83±5.09 (3.40%)
Tinggi kepala (X4)
146.46±6.43 (4.39%)
138.78±7.96 (5.74%)
139.70±10.43 (7.47%)
Tuber facial kiri-kanan (X5)
41.503±5.421 (13.06%)
53.43±6.79 (12.72%)
37.874±5.276 (13.93%)
Nasion-rhinion (X6)
118.52±10.50 (8.86%)
126.37±7.65 (6.06%)
124.55±10.41 (8.36%)
Entorbitale kiri-kanan (X7)
48.50±6.05 (12.48%)
53.78±6.23 (11.58%)
48.17±6.76 (14.03%)
Euryon kiri-kanan (X8)
94.18±6.92 (7.34%)
74.52±6.22 (8.35%)
90.22±14.00 (15.52%)
Supraorbitale kiri-kanan (X9)
80.90±7.14 (8.83%)
57.89±7.60 (13.13%)
71.44±8.70 (12.18%)
Keterangan: Persen dalam tanda kurung menunjukkan koefisien keragaman
Panjang rahang bawah (X3) kambing PE betina Pelaihari berukuran terbesar. Rahang bawah berfungsi untuk mengunyah hijauan makanan secara maksimal, telah dilakukan pada kambing PE betina Pelaihari. Kualitas hijauan makanan di peternakan tersebut diduga terendah karena curah hujan yang tersedikit dan terletak di tepian pantai. Menurut BMKG (2006), curah hujan di Pelaihari 2 376 mm/tahun, sedangkan di Peternakan Cordero dan DAY sebesar 3 500-4 500 mm/tahun. Kondisi tanah di tepian pantai mengandung kadar garam tinggi yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman hijauan pakan. Penyerapan unsur penting bagi tanaman menjadi tidak optimal sehingga kandungan nutrisi pakan hijauan menjadi rendah. Penelitian pada tanaman jagung yang diberi perlakuan cekaman salin tersebut, mengalami penurunan pertumbuhan luas daun, berat kering tajuk, berat kering akar, laju asimilasi bersih dan laju pertumbuhan nisbi (Suwignyo et al. 2010). Kualitas hijauan pakan yang rendah diperlihatkan dengan kandungan serat kasar yang tinggi (Murni et al. 2008; Djajanegara 1999).
7
Rahang yang kuat digunakan untuk proses pengunyahan hijauan berserat kasar tinggi pada kambing PE betina. Proses pengunyahan sempurna ditemukan pada ternak berahang kuat. Menurut Stynder et al. (2007) dan Dwipayanti et al. (2009) pada manusia, penggunaan otot pengunyahan dan penggunaan gigi dilakukan secara optimal bila mengalami perubahan dalam kebiasaan mengkonsumsi makanan seperti tekstur makanan yang lebih kasar. Tanaman bakau (mangrove) tumbuh di daerah pesisir pantai, dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga bersifat salin dan tanahnya jenuh air. Pada umunya secara anatomi tanaman memperlihatkan kutikula yang tebal, lapisan lilin, dan stomata dari beberapa jenis mangrove sebagai akibat suhu yang tinggi (Onrizal 2005). Nasion-rhinion (X6) kambing PE betina di Pelaihari berukuran terbesar karena mengalami cekaman panas sehingga panas dalam tubuh harus dikeluarkan melalui aktivitas penguapan melalui keringat dari permukaan kulit. Purwanto et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan suhu tubuh diiringi dengan peningkatan aktivitas penguapan melalui keringat dari permukaan kulit dan peningkatan frekuensi pernafasan. Luasan permukaan hidung berkorelasi positif dengan ukuran nasionrhinion (X6), tuber facial kiri-kanan (X5) dan entorbitale kiri-kanan (X7, yang pada kambing PE betina Pelaihari berukuran tertinggi sebagai produk seleksi alam. Ternak beradaptasi dengan suhu lingkungan tinggi. Suhu lingkungan terendah di peternakan Cordero mempertahankan nasion-rhinion (X6) terkecil sebagai akibat dari penciutan pembuluh darah yang berada di hidung dikarenakan ketersediaan oksigen yang lebih sedikit dibandingkan dengan Pelaihari. Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan dengan kadar oksigen rendah atau tidak menguntungkan (Mangunkusomo 2001). Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu menciutkan pembuluh darah. Peternakan Cordero terletak di Kecamatan Ciapus pada ketinggian 750 mdpl yang memiliki kadar oksigen udara lebih rendah dibanding dengan Pelaihari yaitu pada ketinggian 25 mdpl. Tuber facial kiri-kanan (X5) dan entorbitale kiri-kanan (X7) berukuran terkecil pada kambing PE betina di peternakan DAY, mengindikasikan bahwa kambing tersebut dapat bertahan sebagai produk seleksi alam pada suhu yang lebih rendah dari Pelaihari. Panas tubuh dipertahankan dalam tubuh dengan mengurangi penguapan keringat yang membawa panas tubuh dari permukaan kulit di sekitar hidung melalui ukuran terkecil pada ketiga variabel tersebut. Mekanisme ini merupakan upaya ternak mempertahankan suhu tubuh dalam zona nyaman. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) zona suhu nyaman kambing adalah 18-30 oC. Pada penelitian ini suhu lingkungan peternakan Cordero, Pelaihari dan DAY dan, berturut-turut 26, 31 dan 27oC (BMKG 2014). Ukuran basion-prosthion (X2) dan euryon kiri-kanan (X8) serta tinggi kepala (X4) mengindikasikan volume kepala, yang berkorelasi positif dengan suhu lingkungan. Ketiga variabel tersebut ditemukan berukuran sedang di peternakan DAY dengan basion-prosthion (X2) terseleksi ketat, berkuran besar di peternakan Cordero dengan euryon kiri-kanan (X8) atau lebar kepala serta tinggi kepala (X4) terseleksi ketat, dan berukuran kecil di Pelaihari. Menurut Saparto (2004) perbedaan ukuran kepala pada kerbau di lingkungan peternakan yang berbeda merupakan indikasi kejadian evolusi yang dipengaruhi oleh gen-gen tertentu dalam jangka waktu panjang. Pada penelitian ini perbedaan ukuran kepala merupakan produk seleksi alam secara langsung dan seleksi manusia secara tidak langsung. Arah kebijakan
8
pemuliaan yang berbeda pada ketiga peternakan tersebut, mempengaruhi ukuran kepala. Kambing PE betina di peternakan Cordero dan DAY lebih diarahkan ke tipe perah, sedangkan di Pelaihari lebih ke arah pedaging. Menurut Atabany (2001) dan Kostaman dan Sutama (2006) kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna yang diarahkan ke sifat perah dan pedaging. Produksi susu kambing PE di peternakan Cordero dan DAY diduga lebih besar dibandingkan dengan yang ditemukan di Pelaihari. Produksi susu kambing PE di Pelaihari diduga hanya mencukupi kebutuhan anaknya, karena lebih diarahkan ke tipe pedaging. Produksi susu di peternakan Cordero diduga lebih tinggi dibandingkan dengan peternakan DAY karena merupakan perusahaan komersial dengan seleksi lebih ketat pada produksi susu. Harga air susu yang jauh lebih besar dibandingkan dengan peternakan kambing perah komersial Cordero, kurang memotivasi peternak DAY untuk menyeleksi ke arah produksi susu lebih ketat, yang diperlihatkan dengan ukuran-ukuran variabel permukaan linear kepala yang tidak terseleksi ketat kecuali pada basion-prosthion (X2). Analisis T2-Hotelling Menurut Gaspersz (1992) analisis T2-Hotelling bertujuan untuk mendapatkan perbedaan vektor nilai rata-rata diantara dua populasi. Pengujian statistik ini secara bersamaan pada sembilan variabel ukuran permukaan linear kepala. Analisis T2Hotelling (Tabel 2) mengindikasikan bahwa ukuran permukaan linear kepala kambing PE betina sangat berbeda (P<0.01) diantara peternakan. Tabel 2 Hasil analisis T2-Hotelling variabel permukaan linear kepala kambing PE betina Kelompok Statistik T2-Hotelling Nilai F Nilai P Kesimpulan Cordero vs Pelaihari 14.44 80.24 0.00 ** Cordero vs DAY 1.33 7.37 0.00 ** Pelaihari vs DAY 12.19 67.70 0.00 ** Keterangan : **=sangat nyata (P<0.01)
Perbedaan lingkungan karena perbedaan lintang antara lokasi Peternakan Cordero dan DAY dengan Pelaihari memberikan perbedaan ukuran permukaan linear kepala. Website Resmi Kabupaten Bogor (2015) menyatakan bahwa Peternakan Cordero dan DAY terletak pada 6.19o - 6.47o LS dan pada Website Resmi Pemkab Tanah Laut (2015) Pelaihari terletak pada 3.64°-3.99° LS. Letak lintang mempengaruhi suhu udara. Semakin besar lintang maka lingkungan akan semakin sedikit menerima radiasi matahari, sehingga suhu udara semakin rendah. Hal tersebut mempengaruhi ukuran permukaan linear kepala kambing PE betina yang diamati. Adaptasi terhadap suhu udara tinggi pada kambing PE betina di Pelaihari diperlihatkan dengan ukuran permukaan linear kepala yang lebih kecil pada bagianbagian tertentu. Seleksi alam menghendaki hanya kambing PE betina berukuran kepala seperti itu yang dapat bertahan. Perbedaan ukuran linear permukaan kepala antara DAY dan peternakan Cordero lebih disebabkan perbedaan manajemen pemuliaan. Seleksi produksi susu di peternakan Cordero lebih ketat karena bersifat komersial. Seleksi terhadap sifat perah di peternakan DAY kurang ketat karena lebih diarahkan ke wisata rohani dengan harga per liter susu kambing jauh di atas rata-rata produk komersial.
9
Peternakan DAY dan Cordero menggunakan jenis pakan yang hampir sama, yaitu Pennicetum purpureum (rumput gajah), Panicum maximum (rumput benggala), Paspalum dilatatum (rumput Australia), Brachiaria mutica (rumput para), Imperata cylindrica (rumput ilalang) dan legum seperti Calopogonium mucunoides (rumput kacang asu). Penambahan ampas kurma dilakukan di peternakan Cordero. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari. Analisis Komponen Utama Cara seekor hewan berinteraksi dengan lingkungannya menurut Campbell (1999) dipengaruhi ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk kepala dapat dijelaskan melalui AKU (Analisis Komponen Utama) yang divisualisasikan dalam diagram kerumunan. Kerumunan data kepala pada masing-masing peternakan menjelaskan karakteristik morfometrik kepalanya. Penciri ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di suatu peternakan dapat ditentukan melalui persamaan ukuran dan bentuk kepala dalam studi kraniometri. Penciri ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina, dapat ditentukan berdasarkan persamaan ukuran dan bentuk yang disajikan pada Tabel 3, 5 dan 7. Tabel 3 Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di Peternakan Cordero Persamaan KT λ Ukuran = 0.486X1+0.839X2+0.122X3+0.057X4+0.049X5+ 0.154X6+0.056X7+0.077X8+0.074X9
53.7%
424.77
Bentuk = -0.042X1-0.185X2-0.051X3-0.179X4+0.135X5+ 0.775X6+0.156X7+0.382X8+0.376X9
16.4%
129.67
Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah; X4=tinggi kepala; X5= tuber facial kiri-kanan; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale kiri-kanan; X8=euryon kiri-kanan; X9=supraorbitale kiri-kanan; KT=Keragaman Total; λ=Akar Ciri (Ragam)
Tabel 4 Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel variabel permukaan linear kepala di Peternakan Cordero Variabel Ukuran Bentuk Akrokranion-prosthion (X1)
0.883
-0.042
Basion-prosthion (X2)
0.975
-0.119
Panjang rahang bawah (X3)
0.452
-0.104
Tinggi kepala (X4)
0.183
-0.317
Tuber facial kiri-kanan (X5)
0.186
0.284
Nasion-rhinion (X6)
0.302
0.840
Entorbitale kiri-kanan (X7)
0.191
0.294
Euryon kiri-kanan (X8)
0.229
0.629
Supraorbitale kiri-kanan (X9)
0.214
0.600
10
Hasil analisis menunjukkan bahwa akrokranion-prosthion (X1) dan basionprosthion (X2) menjadi penciri ukuran di ketiga peternakan. Tabel 1 menyajikan bahwa ukuran akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2) kambing PE betina Cordero tertinggi, Peternakan DAY sedang dan Pelaihari terendah. Hal tersebut menunjukkan korelasi negatif antara ukuran akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2) terhadap suhu lingkungan. Suhu lingkungan yang tinggi di Pelaihari karena ketinggian dari permukaan laut yang lebih rendah, memungkinkan hanya kambing-kambing PE betina dengan ukuran akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2) yang rendah yang bertahan. Sebaliknya, pada kambing PE betina di lingkungan bersuhu rendah pada ketinggian dari permukaan laut yang lebih besar, hanya memungkinkan kambing-kambing PE betina dengan ukuran akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2) yang tinggi yang bertahan. Tabel 5 Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di Pelaihari Persamaan KT
λ
Ukuran = 0.682X1+0.641X2-0.026X3-0.190X4+0.209X50.188X6+0.021X7-0.034X8-0.082X9
57.2%
443.94
Bentuk = -0.300X1+0.245X2-0.106X3+0.475X4+0.202X50.318X6+0.279X7+0.391X8-0.490X9
11.4%
88.41
Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah; X4=tinggi kepala; X5= tuber facial kiri-kanan; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale kiri-kanan; X8=euryon kiri-kanan; X9=supraorbitale kiri-kanan; KT=Keragaman Total; λ=Akar Ciri (Ragam)
Tabel 6 Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel permukaan linear kepala di Pelaihari Variabel Ukuran Bentuk Akrokranion-prosthion (X1)
0.930
-0.183
Basion-prosthion (X2)
0.933
0.159
Panjang rahang bawah (X3)
-0.112
-0.204
Tinggi kepala (X4)
-0.503
0.561
Tuber facial kiri-kanan (X5)
0.649
0.280
Nasion-rhinion (X6)
-0.518
-0.391
Entorbitale kiri-kanan (X7)
0.071
0.421
Euryon kiri-kanan (X8)
-0.115
0.591
Supraorbitale kiri-kanan (X9)
-0.227
-0.606
Stres panas dialami kambing PE betina di Pelaihari sehingga kambing tersebut berupaya untuk mempertahankan suhu ideal tubuhnya dengan tidak banyak menyimpan panas atau mengeluarkan panas tubuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Campbell (1999) bahwa semakin kecil seekor hewan, semakin besar rasio antara luas permukaan tubuhnya dengan volume tubuhnya, dan dengan demikian semakin besar panas yang hilang ke atau dari sekelilingnya. Korelasi yang relatif tinggi ditemukan antara skor ukuran terhadap akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2), masing-masing baik pada peternakan Cordero (0.883 dan
11
0.975), Pelaihari (0.930 dan 0.933), maupun peternakan DAY (0.960 dan 0.969) yang disajikan pada Tabel 1, 2 dan 3. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa para ahli taksonomi lebih tertarik terhadap bentuk karena bentuk secara genetis lebih diwariskan. Ukuran nasionrhinion (X6) pada kepala kambing PE betina Peternakan Cordero menjadi penciri bentuk dengan nilai korelasi yang tinggi (0.840). Ukuran tinggi kepala (X4) dan supraorbitale (X9) pada kepala kambing PE betina Pelaihari menjadi penciri bentuk dengan nilai korelasi masing-masing 0.561 dan −0.606. Ukuran euryon kiri kanan (X8) pada kepala kambing PE betina Peternakan DAY menjadi penciri bentuk dengan nilai korelasi masing-masing 0.960. Penciri bentuk kepala kambing PE betina tidak ditemukan sama pada setiap peternakan. Menurut Everitt dan Dunn (1998) ahli taksonomi lebih menekankan komponen utama kedua yang mengindikasikan bentuk karena banyak dipengaruhi faktor genetik. Perbedaan penciri bentuk kepala kambing PE pada ketiga peternakan lebih disebabkan arah seleksi peternak terhadap sifat perah dan daging yang secara tidak langsung mempengaruhi bentuk kepala. Tabel 7 Persamaan ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina di Peternakan Doa Anak Yatim Persamaan KT λ Ukuran = 0.674X1+0.673X2-0.015X3+0.002X4+0.068X5+ 0.285X6+0.065X7-0.039X8-0.029X9
49.3%
559.16
Bentuk = 0.126X1-0.120X2+0.120X3+0.087X4+0.053X5+ 0.139X6+0.007X7+0.850X8+0.451X9
22.1%
250.27
Keterangan: X1=akrokranion-prosthion; X2=basion-prosthion; X3=panjang rahang bawah; X4=tinggi kepala; X5= tuber facial kiri-kanan; X6=nasion-rhinion; X7=entorbitale kiri-kanan; X8=euryon kiri-kanan; X9=supraorbitale kiri-kanan; KT=Keragaman Total; λ=Akar Ciri (Ragam)
Tabel 8 Korelasi antara ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina terhadap setiap variabel permukaan linear kepala di Peternakan Doa Anak Yatim Variabel Ukuran Bentuk Akrokranion-prosthion (X1)
0.960
0.120
Basion-prosthion (X2)
0.969
-0.116
Panjang rahang bawah (X3)
-0.070
0.373
Tinggi kepala (X4)
0.005
0.132
Tuber facial kiri-kanan (X5)
0.305
0.159
Nasion-rhinion (X6)
0.647
0.211
Entorbitale kiri-kanan (X7)
0.227
0.016
Euryon kiri-kanan (X8)
-0.066
0.960
Supraorbitale kiri-kanan (X9)
-0.079
0.820
12
Diagram Kerumunan Data Kepala Kambing PE Betina
Keterangan :
Peternakan Cordero,
Pelaihari,
Peternakan Doa Anak Yatim
Gambar 2 Kerumunan data pada kambing PE betina di peternakan Cordero, Pelaihari, dan Peternakan Doa Anak Yatim berdasarkan skor ukuran dan skor bentuk kepala Willey (1981) menyatakan bahwa analisis komponen utama digunakan untuk membuat diagram kerumunan. Nishida et al. (1982) menyatakan bahwa sumbu X menunjukkan skor ukuran dan sumbu Y menunjukkan skor bentuk. Skor ukuran dan bentuk kepala kambing PE betina diamati pada penelitian ini. Kambing PE betina di Pelaihari memiliki ukuran linear permukaan kepala yang paling kecil dibandingkan dengan dua peternakan lain dengan kerumunan yang menempati sisi paling kiri. Berdasarkan diagram kerumunan, kambing PE betina di peternakan Cordero dan peternakan DAY memiliki ukuran linear permukaan kepala yang relatif sama yang diperlihatkan dari posisi kerumunan dengan skor ukuran (pada sumbu x) yang relatif sama. Ketiga peternakan kambing PE memiliki bentuk kepala yang berbeda satu sama lain berdasarkan rentang skor bentuk (sumbu y) yang berbeda sehingga kerumunan terpisah satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa bentuk kepala kambing PE betina setiap individu tidak sama atau berbeda satu sama lain. Proses adaptasi kambing PE terhadap lingkungan menyebabkan penyesuaian bentuk kepala di tiap peternakan. Everitt dan Dunn (1998) menyatakan bahwa komponen utama kedua yang mengindikasikan bentuk bersifat mewaris karena lebih dipengaruhi oleh genetik. Perbedaan skor bentuk kepala kambing PE betina pada penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk kepala bersifat khas.
13
Dendogram Ketidakserupaan Morfometrik Kepala Kambing PE Betina Kambing-kambing penelitian di tiga peternakan diduga berasal dari Kaligesing Jawa Tengah sebagai sentra penjualan kambing PE. Menurut Noor (2008), ternak yang dipindahkan ke lingkungan yang berbeda akan mengalami cekaman lingkungan, manajemen dan makanan. Ternak beradaptasi terhadap cekaman, yang diindikasikan dengan jarak ketidakserupaan morfometrik kepala kambing PE betina diantara dua peternakan yang diamati. Hasil perhitungan jarak minimum D2Mahalanobis yang telah diakarkan (Tabel 10) menunjukkan bahwa Pelaihari memiliki jarak yang lebih jauh terhadap dua peternakan lain dibandingkan dengan peternakan Cordero terhadap DAY. Jarak yang dekat menunjukkan bahwa adaptasi kambing PE betina terhadap lingkungan relatif tidak berbeda jauh. Hal tersebut digambarkan dengan suhu lingkungan, kelembaban dan curah hujan yang hampir sama antara peternakan Cordero dan DAY. Menurut BMKG (2012) suhu di peternakan Cordero dan DAY berkisar antara 26-27 oC dan curah hujan berkisar antara 3 500 - 4 500 mm/tahun. Curah hujan berhubungan dengan jenis vegetasi yang dapat tumbuh. Jenis pakan hijauan yang diberikan pada kedua peternakan tersebut relatif sama. Tabel 10 Rekapitulasi jarak minimum D2-Mahalanobis pada kambing PE betina penelitian (nilai telah diakarkan) Peternakan Cordero Pelaihari DAY
Cordero
Pelaihari
7.473 2.265
6.854
DAY
Hal yang berbeda ditemukan antara ukuran-ukuran linear permukaan kepala kambing PE betina pada dua peternakan tersebut terhadap Pelaihari, karena perbedaan lingkungan yang jauh. Kondisi lingkungan Pelaihari berbeda jauh terhadap dua peternakan lain. Suhu di Pelaihari berada pada kisaran 24-31 oC, curah hujan rendah yaitu 2376 mm/tahun dan berada pada ketinggian 25 mdpl (BMKG 2014). Dendogram ketidakserupaan morfometrik kepala kambing PE betina di tiga peternakan disajikan pada Gambar 3. Dendogram memperlihatkan bahwa pada titik percabangan 3.6 data kambing PE betina dibedakan menjadi kategori 1 dan kategori 2. Kategori 1 terdiri atas data kambing PE betina peternakan DAY dan Cordero dan kategori 2 hanya meliputi data kambing PE betina Pelaihari. Ketidakserupaan morfometerik data kepala kambing PE betina antara peternakan Cordero dan DAY ditemukan sebesar 1.1, sedangkan ketidakserupaan morfometrik data ukuran-ukuran permukaan linear kepala kedua peternakan tersebut terhadap data kambing PE betina Pelaihari ditemukan sebesar 2.4.
14
1.1
2.4
1.1
Cordero DAY Pelaihari
3.6
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Gambar 3 Dendogram ketidakserupaan morfometrik kepala kambing PE betina yang diamati
Dendogram ketidakserupaan morfometrik ukuran kepala kambing PE betina bersesuaian dengan diagram kerumunan pada Gambar 2. Kerumunan data kambing PE betina peternakan Cordero dan DAY berdekatan, sedangkan Pelaihari memisah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penciri ukuran kepala kambing PE betina peternakan Cordero, Pelaihari dan peternakan DAY adalah akrokranion-prosthion (X1) dan basion-prosthion (X2). Penciri bentuk kepala kambing PE betina di peternakan Cordero adalah nasionrhinion (X6), Pelaihari adalah tinggi kepala (X4) dan supraorbitale (X9), peternakan Cordero adalah euryon (X8). Data ukuran linear permukaan kepala kambing PE betina pada peternakan Cordero, Pelaihari dan peternakan DAY membentuk kerumunan terpisah satu sama lain. Kerumunan data kambing PE betina Pelaihari terpisah jauh. Data morfometrik kepala kambing PE betina peternakan Cordero dan DAY membentuk pengelompokan yang berbeda dengan Pelaihari. Saran Hasil pengamatan ukuran-ukuran linear permukaan kepala kambing PE betina dapat ditelaah lebih lanjut dengan mengasosiasikannya terhadap sifat lain yang berhubungan dengan produktivitas ternak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Afifi AA, Clark. 1996. Computer Aided Multivariate Analysis. London (UK): Chapman & Hall.hlm 330-353. Asoen NJF. 2008. Studi craniometrics dan pendugaan jarak genetik kerbau sungai, rawa dan silangannya di Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Atabany A. 2001. Studi kasus produktivitas kambing peranakan Etawah dan kambing Saanen pada peternakan Kambing Perah Barokah dan PT Taurus Dairy Farm [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
15
Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Perkiraan cuaca provinsi Kalimantan Selatan [Internet]. [diunduh 2014 Desember 12]. Tersedia pada http://bmkg.go.id Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi ternak tahun 2012-2014. [Internet]. [20 November 2014]. Tersedia pada http://bps.go.id. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Kambing Peranakan Ettawa (PE). SNI 7352:2008. Jakarta (ID). Badan Standarisasi Nasional. Campbell JR, Lack JF. 1985. The Science of Animal That Serve Humanity. 3rd Editional. London (UK): McGraw-Hill Book Company, Inc. Cray JJJ. 2009. The interaction of androgenic hormone and craniofacial variation: relationship between epigenetics and the environment on the genome with an eye toward non-syndromic craniosynostosis. [disertasi]. Pittsburgh, Amerika Serikat (US): University of Pittsburgh. p.4. Damayanti S. 2004. Karakteristik morfometrik ukuran dan bentuk kepala pada domba Garut dan persilangannya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Davendra C, Burn M. 1994. Produksi Kambing Perah di Daerah Tropis. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung. Djajanegara, A. 1999. Local livestock feed resources. In: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. Indonesia (ID). RAP Publication 1999/37 : 29-39. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim A. 2009. Komplikasi post odontektomi gigi molar ketiga rahang bawah impaksi. Surabaya (ID). Vol. 58, No. 2, Mei 2009, hal. 20-24 Everitt BS, Dunn G. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. New York (US). Halsted Press, an Imprint of John Wiley and Sons Inc. Hlm 45-66. Fremlin DH. 2000. Measure Theory. England (UK). Univerity of Essex. Gaspersz V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Bandung (ID). Tarsio. Hafez ESE. 1955. Differential growth of organ and edible meat in domestic fowl. Poult. Sci. 34: 745-754. Hafez ESE, Dyer IA. 1969. Animal Growth and Nutrition. Philadelphia (USA). Lea and Febinger Pr. Hammond J. 1932. Growth and Development of Mutton Qualities in Sheep. Edinburgh. Oliver and Boyd. Hayashi Y, Nishida T, Otsuka J, Abdulgani IK. 1980. Measurement of the skull of native cattle and banteng in Indonesia. (ID). The Research Group of Overseas Scientific Survey. Kendall DG. 1984. Shape Manifolds, Procrustean Metrics, and Complex Projective Spaces. Bull. London Math. Soc, 16 (1984), 81-121 Khasanah H. 2013. Variabel pembeda morfometrik ukuran permukaan kepala antara domba betina Ekor Tipis, Batur, Wonosobo dan Garut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kostaman T, Sutama IK. 2006. Korelasi bobot badan induk dengan lama bunting, litter size dan bobot lahir anak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Balai Penelitian Ternak. Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak. Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS Dan Minitab. Bogor (ID) : IPB Press.
16
Murni R, Suparjo, Akmal, Ginting BL. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah Untuk Pakan. Jambi (ID): Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Nishida T, Nozawa K, Hashiguchi T, Mansjoer SS. 1982. Body measurement and analysis of external genectic characters of Indonesian Native Fowl. In: The Origin and Phylogeny of Indonesian Native Livestock :75‐83. Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya Olopade JO, Onwuka SK. 2008. A craniometric analysis of the skull of the red sokoto (Maradi) goat (Capra hircus). Nigeria (NG). Department of Veterinary Anatomy, Faculty of Veterinary Medicine, University of Ibadan, Nigeria. Eur J Anat, 12 (1): 57-62. Onrizal. 2005. Adaptasi tumbuhan mangrove pada lingkungan salin dan jenuh air [skripsi]. Medan (ID). Universitas Sumatra Utara. Ozcan S, Aksoy G, Kurtul I, Aslan K, Ozudogru Z. 2010. Comparative morphometric study on the skull of the tuj and morkaraman sheep. Turkey (TR). Kafkas univ vet fak derg. 16(1): 111-114. Pratiwi R. 2013. Perbandingan ukuran dan bentuk morfometrik permukaan kepala beberapa domba lokal Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwanto BP, Herada M, Yamamoto S. 1996. Effect of drinking water temperature on heat balance and thermoregulatory responses in dairy heifers. Aust. J. Agric. Res. 47:505-512. Saparto. 2004. Studi kraniometri sapi jawa dan beberapa bangsa sapi potong di Indonesia [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Smith JB, Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID). Suwignyo RA, Hayati R, Mardiyanto.2010. Toleransi tanaman jagung terhadap salinitas dengan perlakuan stres awal rendah. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. J. Agrivigor 10(1): 73-83. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistik. Bambang, S, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic 3rd Ed. Warwick EJ, Astuti J, Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada. Stynder DD, Ackermann RR, Sealy JC. 2007. Clinical epidemiology. American journal of physical anthropology. Wiley Subscription Services, Inc., A Wiley Company. 134(4): 489-500.
17
LAMPIRAN 1 Urutan rataan variabel yang diamati dan penentuan variabel yang ketat diseleksi berdasarkan perolehan koefisien keragaman terendah. Variabel
Cordero Farm (n = 30)
BPTU-KDI HPT Pelaihari (n = 30)
DAY Farm (n = 30)
Akrokranion-prosthion (X1)
1*
3
2
Basion-prosthion (X2)
1
3
2*
Panjang rahang bawah (X3)
3
1*
2
Tinggi kepala (X4)
1*
3
2
Tuber facial kiri-kanan (X5)
2
1*
3
Nasion-rhinion (X6)
3
1*
2
Entorbitale kiri-kanan (X7)
2
1*
3
Euryon kiri-kanan (X8)
1*
3
2
Supraorbitale kiri-kanan (X9)
1*
3
2
Keterangan : 1= ukuran besar, 2= ukuran sedang, 3= ukuran kecil; * = paling diseleksi
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 29 November 1993 dari pasangan Dr. Albert Sihombing, M.Eng dan Dra. Atur Sinaga, MA. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Budi Mulia Bogor pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan tinggi pada tahun yang sama di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN tertulis. Selama perkuliahan, penulis memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum Genetika Ternak (2015) dan aktif dalam grup vokal D’Los Fapetos. Selain itu penulis juga berkesempatan mendapatkan Beasiswa Bantuan Mahasiswa (BBM) dari tahun 2012-2014.