C.4. USAHA PETERNAKAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesi yang kemungkinan memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara Ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernafasan, seperti asma dan TBC. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga yang masih cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing pernah memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping ini relatif lebih mudah dalam manajemen. Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya kambing peranakan Etawah (PE), yang umumnya masih lebih dominan sebagai sumber daging dibandingkan dengan sumber air susu. Susu kambing belum dikenal secara Iuas seperti susu sapi padahal memiliki komposisi kimia yang cukup baik (kandungan protein 4,3% dan lemak 2,8%) relatif lebih baik dibandingkan kandungan protein susu sapi dengan protein 3,8% dan lemak 5,0% (Sunarlim dkk, 1992). Disamping itu dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing lebih mudah dicerna, karena ukuran molekul lemak susu kambing lebih kecil dan secara alamiah sudah berada dalam keadaan homogen (Sunarlim dkk, 1992) (Sinn, 1983). Produktivitas biologis kambing cukup tinggi, 8-28% lebih tinggi dibandingkan sapi (Devendra, 1975). Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai dengan 3 ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah dibanding sapi. Pengembangan usaha kambing PE mempunyai peluang pasar yang cukup tinggi di Kabupaten Cianjur karena daya dukung kesesuaian iklim dan aksesibilitas ke berbagai daerah konsumen. Tingginya impor dan masih rendahnya produksi susu sapi dalam negeri, merupakan pasar yang perlu dijajagi. Dari aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia mengkonsumsi kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama setelah sapi dan ayam. Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia di dominasi oleh usaha rumah tangga dengan skala pemilikian 4 – 10 ekor.
Permintaan kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri kurang sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut. Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat sesuai dengan kambing PE. Komoditas susu kambing juga memiliki propek yang baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya susu tersebut. Kabupaten Cianjur memiliki keunggulan komparatif dalam usaha peternakan kambing karena ketersediaan lahan luas diikuti oleh kemampuan penduduk dalam menangani ternak ini. Perkembangan teknologi dalam bidang peternakan yang pesat memungkinkan untuk mencapai produktivitas lebih dari yang ada pada saat ini.
1.2. Tujuan Melakukan analisis finansial usaha ternak kambing di lingkungan di Kabupaten Cianjur mencangkup keuntungan usaha jangka pendek maupun jangka panjang serta prospek pengembangan di masa yang akan datang (peluang pasar).
II. PELUANG PASAR 2.1. Karakteristik Pasar Pasar bagi daging kambing dapat digolongkan menjadi 2 bagian besar yakni pasar tradisional bagi masyarakat pedesaan dan sebagian masyarakat kota dan pasar khusus bagi masyarakat kota. Kedua jenis konsumen daging kambing ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Konsumen dari pasar tradisonal belum memperhatikan aspek-aspek kesehatan hewan, pembangunan jenis daging dan cara penanganan daging. Sedang konsumen masyarakat kota sangat memperhatikan masalah-masalah kesehatan hewan/daging, cara penanganan dan pembagian jenis daging. Besarnya pangsa kedua jenis pasar ini tak dapat ditentukan. Pada pasar tradisional, daging kambing dibeli oleh pedagang dari ternak, kemudian dipotong di rumah pemotongan hewan atau dipotong sendiri. Penjualan daging ini dilaksanakan di pasar-pasar umum. Pasar khusus masyarakat kota umumnya membeli dari pedagang daging yang telah disertifikasi. Daging dipotong di rumah pemotongan hewan dan dijual di supermarket atau di toko-toko khusus yang menjual daging. Hotel dan restoran selain membeli dari supermarket juga membeli dari pemasok yang khusus mengantarkan daging ke restoran sesuai dengan pesanan.
Tingkat permintaan daging kambing tidak terlalu fluktuatif sepanjang tahun, namun permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha. Pada hari raya tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan harga akan meningkat pula. Pada Hari raya Idul Adha, dijual kambing hidup yang sehat untuk digunakan pada kegiatan keagamaan. Persepsi konsumen. Dari hasil studi Sukmawati et al. 19.., memperlihatkan tentang posisi susu kambing yang semakin penting di amsyarakat. Dari hasil wawancara tersebut, bahwa sebagian besar konsumen memanfaatkan susu kambing sebagai obat (56,3%) selebihnya untuk menambah daya tahan tubuh (31,2%) dan sebagai aprodisiak (12,5%). Susu kambing lebih dikeal sebagai penawar penyakit tertentu disamping sebagai sumber gizi. Konsumen beranggapan bahwa susu kambing bermanfaat sebagai penawar gatrointestinal, penyakit pernafasan (asma, TBC, bronkhitis) sebagai aprodisiak dan untuk menjaga kondisi kesehatan (thahar dkk, 1995). Dari uji organoleptik menunjukkan bahwa susu kambing cukup digemari seperti layaknya susu sapi (Sunarlin, 1992). Susu kambing mempunyai kandungan total bahan kering (abu) dan lemak lebih tinggi daripada sapi, demikian juga kandungan mineralnya (Ca, P, Ca:P, CI, ,kecuali Fe dan Cu), vitaminnya (vitamin A dan B) serta riboflavin (tabel 1). Total protein, albinum dan globulin serta casein memang rendah, namun non protein nitrogen lebih tinggi pada kambing daripada susu sapi. Sunarlin memberikan analisis yang agak berbeda, kandungan protein susu kambing relatif lebih tinggi, yaitu 4,3% dibanding susu sapi (3%). Kandungan protein susu kambing hasil analisis ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Triwulaningsih (1986) yang hanya 2,1%. Sedangkan kadar lemak susu kambing (2,8%) lebih rendah dibandingkan kadar lemak susu sapi, yaitu 5,0%. Triwulaningsih melaporkan hasil yang relatif tinggi, yaitu 3,69%. Dari data yang ada, susu kambing ternyata sangat potensial sebagi sumber protein hewani disamping susu sapi. Bagi anak-anak (bayi) yang alergi terhadap susu sapi, susu kambing dapat menggantikannya. Oleh sebab itu, tepat sekali kalau pemasyarakatn susu kambing dikaitkan dengan program gizi keluarga dalam program posyandu. Di Inggris, susu kambing selain dikonsumsi, juga diolah menjadi berbagai bentuk seperti keju, krim, mentega dan yoghurt (Mackenzie,1970). Harga yang sangat menarik. Persepsi tersebut diatas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mahalnya harga susu kambing jika dibandingkan harga susu sapi yang dapat mencapai 10 kali lipat. Harga susu kambing Etawah segar adalah Rp 12.000/liter di Jakarta, sebaliknya harga susu sapi Rp 2000 – 3000,-/liter.
Konsumsi Susu Kambing. Akhir-akhir ini konsumsi susu kambing terus meningkat dari tahun ketahun. Laju peningkatan populasi yang tidak seimbang dengan laju permintaan kambing tersbut akan menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi tersebut. Jika diperkirakan seekor kambing dapat menghasilkan daging seberat 10 kg, laju permintaan daging kambing 6% per tahun dan laju peningkatan populasi kambing sebesar 3% per tahun maka proyeksi permintaan dan populasi kambing tahun 1999 terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Proyeksi Permintaan dan Produksi Kambing Indonesia (000 ekor) Tahun 1991 1993 1995 1997 1999 11,609
12,316
13,067
13,862
14,706
Permintaan kambing
7,966
8,951
10,057
11,300
12,697
Keseimbangan Persediaan
3,643
3,365
3,010
2,562
2,009
Populasi kambing
Sumber : Statistik Peternakan Dari Tabel 1 diatas terlihat dengan laju permintaan sebesar 6% per tahun dan tingkat produksi permintaan sebesar 6% pertahun dan tinglat produksi sebesar 3% per tahun, maka dalam 10 tahun mendapat, kebutuhan daging Indonesia mungkin lagi dicukupi.
III. DESKRIPSI USAHA DAN KOEFISIEN TEKNIS PRODUKSI 3.1. Faktor Teknis Populasi kambing di Indonesia saat ini mencapai 7 juta ekor. Jumlah ini 76% diantaranya berada di Pulau Jawa. Kambing umumnya dipelihara dengan cara yang sangat sederhana di setiap rumah tangga pedesaan. Setiap keluarga pada umumnya memiliki 4 – 6 ekor kambing yang dipelihara dengan dikandangkan di halaman rumah dan digembalakan di areal bekas panen atau lahan beras. Pakan yang diberikan setiap hari berasal dari rumput yang ada di seputar rumah. Jenis kambing yang saat ini banyak dipelihara adalah kambing lokal dan kambing etawa. Jenis kambing etawa merupakan jenis yang memiliki produktivitas tinggi dan daya tahan yang Iebih baik. Kambing betina jenis ini mencapai kematangan seksual pada umur 8 – 9 bulan. Masa kehamilan selama 5 bulan dan masa Iaktasi 4 bulan. Dengan peemeliharaan yang baik, kambing dapat dikawinkan lagi 2 – 3 bulan lagi setelah melahirkan. Setiap melahirkan kambing mampu menghasilkan 2 – 3 ekor anak, sehingga dalam dua tahun dapat menghasilkan 6 – 9 ekor anak. Kambing dewasa jenis ini memiliki berat karkas bersih 18 – 20 kg untuk kambing jantan dan 15 – 18 untuk betina. Masa subur kambing betina setelah berusia 5 tahun.
Secara sederhana reproduksi kambing dapat digambarkan dalam skema berikut :
Secara teoritis, kambing dapat menghasilkan 6 – 9 anak setiap dua tahun. Reproduksi kambing juga dipengaruhi oleh tingkat kecukupan gizi yang ada. Kebutuhan pakan kambing dipenuhi dengan rumput yang di tanam oleh proyek di areal yang ada. Selain rumput, kambing juga memerlukan makanan tambahan berupa bijibijian untuk mempercepat pertumbuhannya. Tambahan pakan diperkirakan 24 ton per tahun. Untuk menyuburkan rumput dipergunakan pupuk organik yang banyaknya 32 kg per ha per tahun. Pemupukan hanya dilakukan pada 3 tahun pertama proyek, untuk masa-masa selanjutnya rumput
hanya
akan
dirawat,
zat-zat
organik
yang
dapat
menyuburkan
dapat diperoleh dari kompos kotoran ternak. Selain itu untuk kepentingan ditambahkan obat-obatan berupa hormon vitamin. Daging kambing jantan umumnya kurang disenangi karena memiliki serat yang
tanah
kenyal dan bau yag cukup tajam. Oleh karenanya, penjualan kambing jantan dilakukan pada usia muda kecuali kambing jantan yang hendak dijadikan pejantan. Perkiraan perkembangan kambing pada ranch didasarkan pada perhitungan berikut: -
Kematian tahunan kambing dewasa
: 10%
-
Daya tahan hidup (survival rate) jantan
: 65%
-
Daya tahan hidup (survival rate) betina
: 85%
-
Tingkat pergantian induk
: 35%
(Kematian 10%, penyisihan karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%) -
Persentasi induk yang disisihkan
: 10%
-
Tingkat pengantian induk
: 25%
Usaha kambing ternak ini menggunakan induk 16 ekor dengan periode pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh adalah 2,25 ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara penggunaan jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual sebagai pejantan afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina dipilih sebanyak 2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya dijual. Penjualan ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup. Beberapa hasil penelitian (Sukmawatu et al.) memperlihatkan keragaan produksi kambing etawah dengan sistem pemeliharaan yang dikandangkan (sistem pemeliharaan intensif) dipelihatkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Keragaan Produktivitas Kambing Karakteristik Litter size (ekor/kelahiran)
2,25
Berat lahir (kg)
3
Kematian anak pra-sapih (%)
8
Pertumbuhan anak harian (g)
-
-
pra sapih
135
-
lepas sapih
100
Menurut Triwulaningsih (1986) produksi susu kambing PE sekitar 0,498 – 0,692 liter per ekor per hari dengan produksi tertinggi dicapai 0,868 liter. Menurut Devandra (1983) rataan
produki susu kambing Etawah berkisar 0,7 – 1,0 kg per hari dengan rata-rata waktu laktasi 140 hari. Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasasi dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama kedua, dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan bulan kedua, dapat mencapai produksi 4 liter/ekor/hari.
IV. SKALA USAHA I KAPASITAS PRODUKSI Dari hasil studi di beberapa lokasi, serta untuk dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga secara optimal dan dimungkinkannya tercapainya tingkat investasi yang cocok bagi kebanyakan masyarakat di Cianjur, maka skala usaha yang disarankan dalam usaha kambing etawah untuk produksi air susu adalah 16 ekor induk kambing dengan masa pemeliharaan 6 tahun.
V. ALTERNATIF LOKASI Sebagai ternak perah, lokasi yang ideal bagi peternakan kambing perah adalah pada daerah dengn dukungan sarana transportasi yang menandai, bersuhu sejuk (sekitas 20 C) atau pada daerah dengan ktinggian dari permukaan laut lebih dari 600 m, dengan ketersediaan air bersih yang cukup. Wilayah pengembangan adalah pada daerah dengan lama periode kering tidak lebih dari 4 bulan, sehingga ketersediaan hijauan dapat lebih terjamin. Sedapat mungkin ketersediaan lahan untuk tanaman rumput juga tersedia. Berdasarkan persyaratan ini, maka Desa tegal Lega Kecamatan Warung Kondang merupakan salah satu lokasi potensial untuk pengembangan Takokak, Campaka dan Cugenang.
VI. PEMBIAYAAN DAN KELAYAKAN INVESTASI Investasi tetap yang diperlukan dalam pegembangan ternak kambing PE meliputi bangunan kandang, pembelian bibit betina dan jantan, sewa lahan, pembuatan gudang, dan lain-lain. Total investasi untuk skala pemeliharaan 16 ekor betina dan 2 ekor jantan sebesar Rp. 21.500.000,-. Sedangkan biaya operasional yang diperlukan dan dikeluarkan setiap tahunnya mencangkup biaya replacement stock, pakan, obat, tenaga kerja, peralatan dan lainlain dengan total kebutuhan pertahun sebesar Rp. 9.200.000,-. Sehingga total kebutuhan dana pinjaman, yang terdiri dari biaya investasi tetap dan biaya operasioanl selama satu tahun sebesar Rp 30.700.000,-. Struktur pembiayaan dan investasi diperlihatkan dalam Tabel 3.
Komponen biaya adalah komponen biaya tenaga kerja dan pakan masing-masing sebesar 32 dan 31%. Komponen penerimaan terdiri dari penjualan susu, penjualan betina afkir, penjualan jantan afkir, penjualan anak betina, penjualan anak jantan, dan penjualan pupuk. Total penerimaan setiap tahun mencapai Rp. 39.240.000,-.
Tabel 3. Estimasi Input-Output Usaha Ternak kambing Perak (rupiah/tahun) Biaya dan Penerimaan
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Mulai awal 1.Pembuatan kandang
5.000.000
2.Pembelian ternak
8.000.000
-
Betina
2.000.000
-
Pejantan
2.500.000 2
3.Sewa lahan (500 m )
3.000.000
4.Gudang 20.500.000 Biaya tetap 1.Penyusunan Kandang
500.000
2.Penyusunan Gudang
300.000 800.000
Biaya variabel 1. Replacement
1.500.000
2.Pakan
2.916.000
3.Obat-obatan
1.150.000
4.Tenaga Kerja
3.00000
5. Peralatan
200.00
6. Lain-lain
657.500 9.423.700 30.723.700
Output 1.Penjualan susu
22.000.000
2.Penjualan betina afkir
400.000
3.Penjualan jantan afkir
200.000
4.Penjualan anak jantan
9.600.000
5.Penjualan anak betina
5.600.000
6.Penjualan pupuk
1.440.000 39.240.000
Dengan skala 16 ekor betina dan 2 ekor jantan bagi petani dapat merupakan usaha pokok dalam usaha tani. Keuntungan usaha setelah dikurangi beban bunga 18 persen per tahun diprediksi sebesar Rp 24.514.000,- per tahun atau Rp 2.042.833,- per tahun. Berdasarkan perhitungan selama lima tahun, NPV pads tingkat PE mampu bertahan dalam suku bunga yang tinggi, karena IRR yang sangat tinggi (> 100%). Jangka waktu pengembalian juga relatif cepat, sekitar 0,66 tahun atau sekitar 8 bulan.
Tabel 4. Indikator Investasi Usaha Ternak Kambing PE Kabupaten Cianjur Skala 6 Ekor Betina dan 2 Ekor Jantan No
Komponen
Nilai
1
NPV (I=18%/th)
64.262.039
2
NPV (I=25%/th)
54.090.450
3
IRR
4
Payback Period (BI)
> 100% 7,29
VII. PELUANG PIHAK INVESTOR Dari hasil analisis biaya dan investasi tersebut di atas, ternyata usaha peternakan kambing etawah dengan air susu sebagai produk utama adalah Iayak secara teknis, ekonomis dan finansial di Kabupaten Cianjur bila dilaksanakan dengan manajemen berorientasi komersial dan dengan disertai sistem pemeliharaan yang intensif. Penerapan teknologi sederhana berupa pembuatan kandang yang bersifat permanen dan hygines serta mula mengintroduksi pakan konsentrat yang seimbang, sehingga kematian anak dapat ditekan dan keragaan reproduksi menjadi lebih baik membuat usaha ini dapat berjalan lebih efisien dan dapat menguntungkan bagi peternak. Untuk ekspansi usaha bagi peternak tentunya terbatas, khususnya dalam hal pengadaan modal kerja. Dalam hal ini ada peluang bagi investor untuk membantu masyarakat dengan membuat kemitraan usaha, dimana investor dapat berperan sebagai inti dan masyarakat peternak sebagi plasma yang saling menguntungkan. Bagi peternak penerimaan cash income yang lebih terjamin oleh inti merupakan sesuatu yang sangat menarik.