Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
KAMBING PERANAKAN ETAWAH PENGHASIL SUSU SEBAGAI SUMBER PERTUMBUHAN BARU SUB-SEKTOR PETERNAKAN DI INDONESIA I-KETUT SuTAmA
dan IGM .
BuDIARSANA
Balai Penelilian Temak, P.O . Box 221, Ciawi-Bogor
RINGKASAN Belum banyak yang mengetalmi bahwa kambing Peranakan Etawah (PE) mempunyai kemampuan yang cukup tinggi sebagai ternak perah (penghasil susu) di Indonesia . Akibatnya potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal . Pengembangan kambing ini dalam skala yang lebih Was clan lebih bestir akan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani di pendapaan, dari produksi susu yang selama ini belum dimanfaatkan . Produksi susu kambing PE dapat mencapai 1,5 - 3,5 kg per hari, yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh petani baik untuk dijual maupun untuk konsumsi sendiri, guna meningkatkan kualitas gizi keluarga petani: Untuk itu diperlukan ketersediaan tcknologi pemeliliaraan kambing perah, clan penyuluhan tentang manfaat susu kambing bagi kesehatan, disamping peluang usaha yang ada untuk menambah pendapatan dari susu kambing . Kata kunci : Kambing PE, susu PENDAHULUAN Kambing Peranakan Etcwah menipakan salah satu bangsa kambing lokal Indonesia dengan jumlah populasi yang, relatif kecil. Kambing ini mempunyai konformasi tubuh yang lebih bestir dari jenis lainnya sehingga sering dipakai dalam program perbaikan mutu bibit kambing di Indonesia . Selama ini ternak kambing masili berfungsi sebagai ternak tabungan bagi petani, untuk mengatasi masa-masa sulit seperti mat kegagalan panen atau jika perlu uang tunai yang sifatnya mendadak (SADIKIN, 1992, SARWONO et al ., 1993). Dengan demikian, pengembangan ternak kambing tenrtama pada daerah-daerah marginal dalam rangka menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dan sekaligus membantu memecahkan masalah kemiskinan di pedesaan (PRANADA clan SYAHBUDDIN, 1992), akan lebill mudah diterima petani . Walaupun demikian, peluang agribisnis peternakan kambing PE ini terbuka luas terutama untuk produksi susu, sehingga sumbangan ternak kambing terhadap pendapatan petani yang selama ini hanya diperkirakan berkisar 15-48% dari total pendapatan (PAAT et al ., 1992a, b; DJOHARJAm et al., 1993; SARWONO et al., 1993), akan jadi lebill tinggi. Seekor kambing PE dewasa mampu menghasilkan susu sekitar 1,5 kg/hcri selama 90 hcri pertama masa laktasi . Produksi tertinggi yang pernah diperoleh adalah 2,5 - 3,7 kg/hari (SUTAMA, data belum dipublikasi). Harga susu kambing di pasaran relatif cukup tinggi (Rp . 4.000 - 6 .000/liter) namun pangsa pasarnya masih lerbatas. Pada makalah ini dibahas kemampuan kambing PE sebagai ternak penghasil susu, karakteristik susu kambing dan manfaatnya berdasarkan informasi yang tersedia baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan . 156
Seminar Nasional Peternakan dan Veterlner 1997
RANGKUMAN Pertumbuhan
Berat lahir anak kambing PE berkisar 2 - 4 kg (Tabel 1). Berat lahir anak jantan lebib tinggi dari betina, demikian juga pertumbuhan pra-sapih, sehingga bobot sapih lebih tinggi pada jantan dari pada betina . Pemisahan anak dwi induk segera setelah lahir clan kemudian diberi susu:dalam botol dua kali sehari, menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat (40 - 65 g/hari) dari mereka yang tetap dengan indtdcnya (75 - 110 g/llari) (SUTAMA et al ., 1995) . Hal ini menunjiddcan pentingnya konsumsi.susu.. induk bagi anak kambing pra-sapih. Setelah sapih; pertumbuhan kambing sangat ditentukan oleh jumlah clan kualitas pakan yang dikonsumsi . Ternak kambing mempunyai sifat seleksi yang sangat tinggi terhadap jenis atau bagian tanaman, sebagai upaya untuk mendapatkan pakan yang lebih bergizi. Apabila ketersediaan hijauan pakan sangat terbatas sifat selektif ternak tersebut jadi berkurang atau hilang sania sekali . Di India, sifat selektif dari kambing ini dimanfaatkan untuk membersilikan gulma ("bio weeding") pada areal tanaman pertanian (SRITPNA, 1992). Tingginya sifat selektif terhadap jenis dan bagian tanaman tertentu serta kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan menyebabkan ternak kambing mampu hidup pada daerah yang cukup kering (Yonu et al., 1994) dimana jenis ternak lain mungkin sudah tidak menunjukkan kondisi yang nonnal . Pada kondisi stasiun percobaan, pertumbuhan kambing PE 30 - 62 g/hari (WoDZIC1cATOMASZEWShA clan MASTII;A, 1993 . SUTAMA et al., 1994, 1995), sehingga berat potong sekitar 25 - 35 kg akan diperolell pada umur 8 - 12 bulan. Persentase karkas kambing PE pada beberapa basil penelitian bervariasi 41,6 - 48,6% (Tabel 2). Tabel 1. Pertumbultan kambing Peranakan Etawah pada berbagai kondisi pemeliharaan
Berat badan (kg) Sumber Astuti (1984) Setiadi & Sitonts (1984) Setiadi et al. (1987) Setiadi et al. (1989) Triwulamungsill (1999) Sutama et al. (1984) Sutama et al. (1995) Rataan
I-ahir 2,50 2,51 2,50 2,95 2,90 3,25 2,75
Sapih 10,7 8,6 9,9 8,9 12,7 11,1 10,2
12 bln 15,4 16,6 20,5 17,5
PBBH (g) 65,4 27,0 38,4 62,4 48,3
Keterangan di desa st. pembbitan st. percobaan di desa st. percobaan st. percobaan st. percobaan
Tabel 2. Berat potong dan persentase karkas kambing Peranakan Etawab
SekslUmur Betina (1) 1 - < 1,5 talnln 1,5 < 2 talnm Jantan (2) 2 - < 2,5 tahun Smutxr : 1) .
UtwYAS1H
Berat Badan (kg) 21,3 24,6 28,0
Karkas (%) 48,2 48,8 45,6
28,9
41,6
et at. (1993); 2) . St rrAMA et al. (data belum dipublikasi)
157
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Kinerja reproduksi Di Indonesia, ternak kambing meminjukkan aktivitas reproduksi sepanjang tahun, dengan tingkat prolifikasi yang cukup baik (OBST et al., 1980 ; BASUKI et al., 1982 ; SOESILo et al., 1989), sehingga sangat membantu dalam program pengembangan dan peningkatan populasi kambing di Indonesia . Namun tingkat kematian anak pra-sapill yang masih relatif tingggi yaitu 12-50% (NoAmYoNo et al., 1984 ; LINGGODJIWO, 1994 ; ANGGRAENI et al ., 1995), menipakan kendala yang perlu diatasi . Pemberian "creep-feed" terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan dan sekaligus menekan tingkat kematian (MARTAWIDJAYA et al ., 1995 ; HARYANTo dan INOUNU, 1993) . Kambing PE betina mencapai pubertas (birahi pertama) pada umur 10 - 12 bulan dan pada berat badan sekitar 13,5 - 22,5 kg (rataan 18,5 kg) atau sekitar 55-60% dari berat badan dewasa (SUrAMA et al ., 1994, 1995) (Tabel 3). Pen)berian pakan tambahan konsentrat dan Urea Molases Blok menpercepat pcrtumbullan dan unwr pubertas 20 hari lebih awal dari kontrol (WODZICKA-TOMASZEWSKA dan MASTIKA, 1993) . Ulnumnya birahi pertama ini diikuti oleh ovulasi (SLrrAMA et al., 1995), sehingga perkawinan pada birahi pertama dapat menghasilkan kebuntingan . Walaupun demikian, penundaan umur perkawinan pertama perlu dilakukan untuk memberi kesempatan ternak untuk mencapai kondisi dan berat badan yang cukup untuk mempertahankan kebuntingan dan kinerja produksi dan reproduksi selanjutnya . THoMAS (1990) menyarankan perkawinan pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak tersebut mumpunyai berat badan minimal 60% dari berat badan dewasa . Tabel 3. Umur dan berat badan pubertas kambing Peranakan Etawah Jenis kelamin
Umur (bulan)
Berat badan (kg)
Jantan Betula
6-8 10-12
12,9-18,7 13,5-22,5
Dari berbagai sumher (data diolah)
Siklus birahi pada kambing PE bervariasi 18 - 22 hari (rataan 19 hari), dengan lama birahi adalah 25 - 40 jam . Namun sering juga dijumpai ternak mempunyai siklus yang agak panjang. Tingkat konsepsi pada birahi pertama adalah rendah (45 - 60%), sebagian disebabkan adanya ternak (5 - 101/6) yang birahi tanpa diikuti dengan ovulasi (SUTAMA et al., 1994, 1995) . Lama kebuntingan 144 - 156 hari, rataan 149 hari, dan jumlah anak sekelahiran l - 3 ekor, tergantung umur dan paritas induk. Pada kambing PE jantan, pubertas (adanya spermatozoa pada ejakulat) terjadi pada umur 22,8 minggu dan berat badan 18,7 kg (SANDHI et al., 1989), lebih tinggi dari hasil (12,9 kg) yang dilaporkan BASUKI et al. (1982) . Kambing ini sudah dapat mengawini betina sekitar umur 10-12 bulan (BHINAWA et al . 1991) . Walaupun demikian, penggunaan pejantan sebagai pemacek sebaiknya ditunda hingga ternak tersebut mempunyai gigi tetap 2 buah (umur sekitar 1,5 tahun) untuk menghindari kentsakan inutu bibit ternak .
4,000
L
3,500
3,000
2,500
3
a
a
2,000
1,500
1,000
500
0
Illiilillllllllll"III'IllllllllllilIIII11llllllllll'IIIII1IIIIIIIiIIIlillilliIIlill!IIIIIIIIIIIIIIIIIillllllllll111111il'IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII!IIIIIIIII'Illllllllllllllllllllllll
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Hari laktasi
110
120
130
140
150 ,
160
Grafk 1. Profil produksi susu harian kambing Peranakan Eta%vah selama 199 hari laktasi
70
181
191
Seminar Nasional Peternalu+n dan Veteriner J 997
Produksi susu
Penelitian tentang kernampuan produksi susu kambing PE di Indonesia masih sangat terbatas . Dari informasi yang tersedia, diketahui bahwa produksi susu kambing PE masih sangat bervariasi 0,45 - 2,2 liter/hari (OBST dan NAPITUPULU, 1984; SUTAMA et al., 1995), dengan panjang masa laktasi sangat beragam yaitu 92 - 256 hari (rataan 156,1 hari) pada laktasi pertama dan 127 - 287 hari (rataan 170 hari) pada laktasi ketiga. Produksi susu kambing PE pada laktasi pertama jauh lebih rendah dari produksi susu pada laktasi berikutnya (Tabel 4). Total produksi susu selama 90 hari pertama laktasi pada kambing PE dewasa bervariasi 93 - 231 kg (rataan 133,8 kg) . Dari populasi kambing PE yang ada di Balitnak, diketahui beberapa ekor ternak secara konsisten menghasilkan susu lebih dari 2 kg/hari, dan produksi susu tertinggi yang pernah diperoleh adalah 3,7 kg/hari . Dari saat laktasi produksi susu meningkat tajaln hingga sekitar hari ke 20 - 45 masa laktasi, tergantung tingkat produksi kambing tersebut (Grafik 1). Besarnya variasi produksi susu kambing PE (Tabel 4) menunjukkan tidak seragamnnya mutu genetik kambing tersebut, dan hal ini akan memberi peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi susu melalui program seleksi . Berdasarkan perhitungan nilai MPPA ("Most Probable Producing Ability") diketahui bahwa kambing PE di Balitnak mempunyai nilai MPPA sebesar 157,461 kg (ANGGRAENI, 1997) dan untuk peningkatan produksi susu disarankan untuk melakukan pengeluaran ternak ("culling") terhadap ternak-ternak yang produksi susunya dibawah rataan (sekitar 50% dari populasi) . Secara umum rataan produksi susu kambing PE ini lebih rendah dari produksi susu kambing perah di daerah sub-tropis seperti kambing Saanen, British Alpine, Toggenburg, Anglo Nubian, yang khusus diseleksi sebagai ternak perah. Kambing tersebut dapat menghasilkan susu 5 - 6 liter/ekor/hari pada kambing produksi tinggi atau sekitar 2 - 3 liter/ekor/llari bagi kebanyakan kambing perah (STEMMER, 1991). Alternatif lain untuk mempercepat peningkatan produksi susu kambing PE adalah melalui kawin silang (cross breeding) dengan kambing perah impor, namun harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai memusnahkan sumberdaya ternak lokal yang ada . Tabel 4 . Produksi susu kambing Peranakan Etawah di Balai Penelitian Ternak, Cia,%vi-Bogor Muda (laktasi I)(')
Dewasa (laktasi III)(2)
Rataan
Kisaran
Rataan
Kisaran
Masa laktasi (hari)
156,1
92 - 256
170
127-287
Produksi susu 90 hari pertama laktasi (g/ekor/hari)
497,5
285-825
1 .486,4
1.032,2 - 2.455,1
Total produksi susu 90 hari masa laktasi (kg/ekor)
45,1
26-74
133,8
92,9-220,9
Total produksi susu per laktasi (kg)
-
-
157,9
110,4 - 209,0
Rataan produksi susu selama laktasi (g/ekor/hari)
-
-
922,7
783,3 - 1 .083,3
Parameter
Siunber : (1) SMAMA et al . (1995); (2) SIrrAMA et al . (data belum dipublikasi)
160
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Karakteristik susu kambing Perbandingan kandungan zat gizi susu kambing PE dsn kambing Saanen dari daerah sub-tropis disajikan pada Tabel 5, sedsngkan perbandingan kandungan zat gizi antara susu kambing dengan susu sapi dan air susu ibu (ASI) terlihat pada Tabel 6. Perbedaan yang sangat mencolok antara susu kambing PE dengsn susu kambing Saanen adalah dalam hal kandungan lemak susunya yaitu 4-8% pada kambing PE, sedang pada kambing Saanen hanya 3,4%, disamping juga kandungan proteinnya yang lebih tinggi pada kambing PE (4,1 - 4,9% vs 3,1%). Kandungan air pada susu kambing PE hssil perahan di sore hari sedikit lebih tinggi dari hasil perahan di pagi hari, sehingga persentase kandungan zat gizi lainnya pada susu hasil perahan di sore hari lebih tinggi daripada di pagi hari (Tabel 5). Ditinjau dari kualitasnya, susu kambing mempunyai komposisi nutrisi yang hampir sarna dengan susu sapi dan air susu ibu (ASI) kecuali kandungan Niacin dan beberapa. mineral (Ca, P, Na dsn K). Nsmun ada sedikit perbedaan yang mengakibatkan susu kambing mempunyai karakteristik yang khas. Susu kambing warnanya lebih putih dari susu sapi karena susu kambing tidak mengandung karoten yang menyebabkan warna agak kekuningan seperti pada susu sapi (LE JAOUEN, 1981). Kadar protein susu kambing sekitar 3 - 5%. Sedangkan kandungan lemak pada susu kambing berkisar 3 - 6 %, dan sebagian besar (99%) terdiri dari gliserida dan steroid. Butiran lemak pada susu kambing berdiameter 1-10 mikromikron, seperti pada susu sapi . Akan tetapi butiran lemak yang berdiameter kecil pada susu kambing lebih banyak dibandingkan pada susu kambing sehingga mudah dicerna . (SINN, 1982). Inilah kemungkinan sebabnya pada orang yang mengalami "lactose intolerance" sering diberi susu kambing. Tabel _i. Kandungan gizi susu kambing Peranakan Etawali (PE) dan Saanen Bangsa Kambing Komponen
PE (''
PE (2)
PE (')
Saanen (°)
Pagi
Sore
86,38
84,28
-
83,39
-
Lemak
4,42
6,54
7,92
7,26
3,41
Protein
4,27
4,13
4,81
4,88
3,07
BKTL
9,19
9,17
-
9,36
-
Ca
0,15
0,16
-
-
-
P
0,12
0.12
856,31
914,23
-
-
-
Air
Energi (kal/g)
BKTL : Baban keting tanpa lemak. Smmber : (1). SurAMA et al., (1995); (2). SURnNINOSIH (1982) ; (3). PRASTIw1(1996) ; (4).
GALL (1981)
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
Tabel 6. Perbandingan komposisi susu sapi, susu kambing dan air susu ibu (ASI), per 100 g Nutrisi
Susu Sapi
Susu Kambing
Air, Susu IN (ASI)
3,3 3,3 4,7 61 93 19 13
3,6 4,2 4,5 69 111 134 14 0,05
1,0 4,4 6,9 70 14 32 3 0,03 17
Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalori Posfor, P (g) Kalsimn, Ca (g) Magnesium, Mg (mg) Besi, Fe (Ing) Natrium, Na (mg) Kalium, K (mg) Vitamin A (IU) Thiamin (mg) Riboflavin (Ing) Niacin (mg) Vitamin B-6 (mg)
0,05 49 152 126 0,04 0,16 0,08 0,04
50 204 185 0,05 0,14 0,28 0,05
51 241 0,014 0,04 0,18 0,01
Sruntrer : US DepaMtent of Agriculture (1976)
Kegunaan susu kambing Susu kambing umumnya dikonsumsi dalam bentuk susu segar. Saat ini budaya konsumsi susu kambing di Indonesia belum terbentuk . Untuk ini diperlukan upaya penyebarluasan informasi tentang manfaat susu kambing, dan kemungkinan bisnis yang ada dari susu tersebut . Saat ini produksi susu kambing di Indonesia masih langka dan pasarnya masih terbatas pada kalangan masyarakat tertentu, sehingga harga susu kambing segar di pasaran masih relatif tinggi (Rp. 4.000 - Rp. 6.000/liter) (PRATINA dan TANIus, komunikasi langsung) . Pengolahan susu kambing di Indonesia menjadi mentega, yoghurt dan keju belum banyak dilakukan, walaupun usalla kearah itu sudah mulai dirintis oleh penisahaan swasta (PRATINA, komunikasi langsung) . Melalui proses fermentasi dengan memanfaatkan "lactic acid bacteria" seperti Streptococcus lactics, S. cremoris, S. thertnophilus, L. bulgaricus (FooNr, dan CHoo, 1991), susu kambing dapat disimpan dan dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama. Cara sederhana untuk mempertahankan mutu susu adalah dengan memanaskan atau pasteurisasi . Melalui cara ini susu kambing dapat tahan hingga 108 jam jika disimpan pada susu 4 - 10 °C (PRASTIWI, 1996). Teknologi sederhana pembuatan mentega, keju dan yoghurt perlu ditumbult kembangkan sehingga dapat memberikan nilai tambah yang lebill tinggi bagi susu kambing, dart menambah variasi makanan dan gizi masyarakat di Indonesia . Seperti disebutkan di atas, susu kambing mempunyai butir-butir Lmak yang lebih kecil daii susu sapi, dan berada dalam keadaan yang lebih homogen sehingga mudah dicerna, maka susu kambing sangat baik diberikan bagi orang yang mengalami gangguan pencernaan kalau minurn 162
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997
susu sapi ("lactose intolerant") . Disamping itu, walaupun belum dibuktikan secara medis, susu kambing diyakini oleh kalangan tertentu dapat mengurangi penderitaan penyakit pernafasan dan mag . Kemampuan susu kambing sebagai obat alternatif terhadap beberapa jenis penyakit perlu diteliti lebih mendalam . Pola pengembangan kambing peranakan etawah penghasil susu Beberapa cara dapat ditempuh dalam pengembangkan kambing PE ini sebagai ternak penghasil susu di Indonesia diantaranya : a. Peternakan Rakyat Pengembangan dengan pola peternakan rakyat ini akan dapat melibatkan banyak petani yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia . Mengingat cara pemeliharaan kambing ditingkat petani masih relatif sederhana tanpa memperhatikan teknik-teknik produksi yang tepat, maka harapan kambing ini untuk dapat mengekspresikan potensi genetiknya menjadi sangat kecil. Disamping itu pada peternakan rakyat junilah . pemilikan ternak kambing masih relatif kecil sehingga pemeliharaan ternak kambing tersebut akan tetap sebagai usaha sambilan. Akibatnya pemeliharaan kambing PE ini tidak akan dapat sebagai sumber pedapatan utama bagi petani . Namun kalau dilihat dari target jumlah petani yang dapat dicapai melalui pola ini adalah sangat besar, sehingga dampaknya terhadap peningkatan konsumsi gizi keluarga tani melalui konsumsi susu kambing akan lebili besar dan luas. b. Peternakan swasta komersial Berbeda dengan pola peternakan rakyat, jika pola pengembangan kambing PE melalui pola peternakan swasta komersial ini yang ditempuh, maka usaha peternakan kambing PE penghasil susu ini hanya terbatas pada para pemodal besar saja. Dengan dukungan modal yang kuat, pihak swasta akan mampu memaksimalkan produksi melalui pemanfaatkan teknologi mutakhir yang tersedia . c. Pola kemitraan Inti - Plasma Pola ini merupakan kompromi antara kedua pola pengembangan tersebut diatas. Dalam hal ini pihak swasta bertindak sebagai inti yang berkewajiban membina petani (plasma) dalam beternak kambing perah, dan menampung produksi yang dihasilkan plasma untuk dipasarkan. Kunci sukses pola kemitraan ini akan sangat tergantung pada ketersediaan pasar, dan tingkat produksi dapat disesuaikan dengan permintaan pasar . Dalam penkembangan pola kemitraan Inti-Plasma ini, Bering dilaporkan bahwa plasma selalu berada dipihak yang lemah sehingga dalam prakteknya plasma tak ubahnya sebagai buruh (tenaga kerja) dari pihak Inti. Untuk menghindari lial tersebut, Yayasan Agribisnis Indonesia (YAI), Departemen Pertanian telah mencoba menyusun pola kemitraan Inti - Plasma ala YAI yang sedikit berbeda dengan pola Inti-Plasma yang umum diketahui selama ini (INDONESIA AGRIBUSINESS FOUNDATION, 1997) .
Pada pola kemitraan ala YAI ini, YAI memilih INTI dengan kriteria tertentu, di antaranya Inti hanis mempunyai komitmen untuk mau membina petani kecil untuk mencapai kesejahteran hidup yang lebih baik . Inti diberi kebebasan memilih plasma disekitar lokasi perusahaan Inti. Di luar daerah Inti, Inti dapat menibentuk sentra-sentra produksi yang disebut Satelit (Gambar 1). Semua petani plasma dan satelit bergabung dalam suatu asosiasi petani . 163
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
Gamhar 1. Hobungan kerja usaha kemitraan pola YAI YAI bersama-sama Inti benlsaila mencari modal (hibalVpinjaman atau dana PEGEL) dari berbagai sumber uniuk dipergunakan pengembangan plasma . YAI mempunyai cabang di tingkat propinsi clan ranting di tingkat kabupaten yang dapat melakukan pembinaan kepada plasma atau satelit . YAI sendiri mempunyai "Golden share" di penlsahaan Inti tersebut, clan keberadaan YAI dalaln Inti lebill besifat sebagai fasilitator dan dinamisator hubungan Inti-plasma . Melalui pola pengembangan yang diterapkan YAI akan terjadi : (i). penyebaran togas clan tanggiingjawab, (ii). penyebaran resiko usalla, (iii) . efisiensi produksi yang lebih tinggi clan (iv). keterpaduan dan partisipasi berbagai pihak. Dengan demikian dillarapkan usalla pola kemitraan tersebut akan dapat memberikan keuntungan yang lebill optimal kepada kedua belch pihak. Berdasarkan analisa usalla pemeliliaraan kambing PE penghasil susu, dengan tingkat pemeliharaan 120 ekor induk, petani memerlukan modal kerja sekitar Rp. 28.221 .000,(INDONESIA AGRIBUSINEss FCriRNDATION, 1997). Dengan mempergunakan asumsi tingkat produksi susu 750 ml/hcri, masa produksi 6 bulan, harga susu Rp. 800/liter, harga ternak Rp. 4000/kg berat hidup clan bunga bank 7% (dana PEGEL), pada tingkat pemeliharaan 120 ekor tersebut, usaha dalam keadaan sehat dengan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 25,36%, dan petani diperkirakan akan memperoleh pendapatan bersih sekitar Rp. 480.000 - Rp. 600.000,- per bulan . Bagi peternak kambing PE di pedesaan, aspek pemasaran hasil terutama susu kambing, merupakan masalah yang relatif sulit untuk diatasi . Namun melalui usaha kemitraan Inti-Plasma seperti dijelaskan di atas, pillak Inti akan menampung semua produksi Plasma, sehingga jaminan pemasaran produk kambing PE ini telah ada . Oleh karenanya tidaklah berlebihan ballwa usaha 164
Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997
peternakan kambing PE sebagai penghasil susu akan menjadi sumber pertumbuhan baru sub-sektor peternakan dimasa nlendatang. KESIMPULAN Sebagai salah satu sumberdaya ternak kambing lokal, kambing PE perlu dikembangkan lebih luas guna meningkatkan kesejahteraan petani di pendapaan . Hal ini adalah sangal memungkinkan mengingat potensi biologis (produksi, reproduksi dan adaptasi) ternak ini cukup tinggi. Produksi susu kambing PE dapat mencapai 1,5 - 3,5 kg per hari, yang sebagian dapat dimanfaatkan oleh peternak baik untuk konsumsi sendiri atau untuk dijual . Pengembangan kambing PE sebagai kambing perah merupakan cara Inudah untuk meningkatkan status gizi masyarakat petani di pedesaan, Inelalui konsumsi susu kambing, namun masih diperlukan penyuluhan yang intensif tentang manfaal susu kambing bagi kesehatan, disamping peluang yang ada untuk menambah pendapatan melalui produksi susu kambing. DAFTAR PUSTAKA ANGGRAENI, A. 1997 . Evaluasi performans produksi susu kambing Peranakan Etawah (PE) di stasiun percobaan Balitnak . Laporan Hasil Penelitian, Balitnak 1997. ANGGRAENI, D., R.S .G. SIANTLIM, E. HANDIWIRAWAN dall B. SETIADL 1995. Dampak perbaikan tatalaksana pemeliharaan terhadap produktivitas induk kambing dan domba di pedesaan . Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Ciawi-Bogor, pp. : 374 - 379 . M. BELL, P. SITORUS, and G.E. BRADFORD. 1984. The impact of altitude on sheep and goat production. Working Paper No. 30. SSR-CSRPBalai Penelitian Ternak Bogor.
ASTuTI, M .,
BASUKI, P, W. HARDJOSLIBROTO, KUSTONO dan N. NGADIYONO. 1982. Performans produksi dan reproduksi kambing Peranakan Etawah (PE) dan Bligon . Pros . Seminar Penelitian Peternakan, Cisarua 8-11 Februari 1982, pp.: 104-108. BHINAWA, , I .G.N ., I .A. SUKARINI, N. NUSADA, L .O. CAKRA, W. SUKARJI dan R. RANTEN. 1991. Perkembangan kambing PE di desa Talibeng Kec. Sidemen Kab . Karangasem . Laporan Survai, Fakultas Peternakan Universitas Udayana . DJOHARJAm, T., NURYADI, B. HARTONO, M. NASICH dan HERMANTO. 1993 . Potensi dan sistem produksi ternak kambing : Studi kasus integrasi kambing dan kebun kopi di Jawa Timur. Pros. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Surabaya 28-29 Juli 1992, pp. : 85-93. FOONG, C.Y. and C.L. CHOO . 1991 . Cheese and yoghurt proccessing using goat's milk. In "Goat Husbandry and Breeding in The Tropics" . Eds. J .M. Panandam, S. Sivaraj, T.K. Mukherjee and O. Horst . German Foundation for International Development, Feldafing, pp. : 236 - 243 . GALL, C. 1981 . Goat Production . Ed. C. Gall, Academic Press, London . HARYANTO, B. and I. INOUNLJ . 1993 . Effect of creep feeding on the growth of pre-weaning lambs. In "Advances in Small Ruminant Research in Indonesia". Eds. Subandriyo and R.M. Gatenby . SR-CRSP, Univ. of California, Davis, USA pp.: 179-183 .
165
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
1997 . Development of agribusiness on Etawah-cross goat at District ofTegal, Central Java.
INDONESIA AGRIBUSINESS FOUNDATION . LE JAOLIEN,
J. C. 1981. In "Goat Production" Ed. C. Gall, Academic Press, London .
A.L. TOLENG and EFFENDI . 1994. Goat production in South Sulawesi Indonesia . Proc. 7th AAAP Anim. Sci . Congr., Bali, Indonesia, pp.: 263-264 .
LINGGODJIWo,
B. SETIADI dan A. SUPARYANTO . 1995. Penelitian anak kambing pra-sapili. Laporan Hasil Penelitian . Balai Penelitian Ternak 1995.
MARTAWIDJAYA, M ., S .S . SITORUS,
dan G . MURDATO. 1984. Beberapa data performans ternak kambing yang dipelihara secara tradisional di pedesaan sejak lahir sampai dengan umur disapih. Pros. Domba dan Kambing di Indonesia . Puslitbangnak, Badan Litbang, Departemen Pertanian, Bogor pp. 122-125 .
NGADIYONO, N ., P . BASUKI
OBST, OBST,
J. M., T. BOYES and T.D. CHANIAGO . 1980. Reproductiv e performance of Indonesian sheep and goats. Proc. Aust. Soc . Anim. Prod. 13 : 321-324 . J.M. and Z. NAPrruPULU . 1984. Milk yields of Indonesian goats. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 15 : 501-504 . B . SLIDARYANT0, M. SARIUBANG dall B. SETIADI . 1992a. Effek skala usaha pembibitan kambing PE terhadap efisiensi dan adopsi teknologi . Pros. Sarasehan Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp. : 141-145 .
PAAT, P.C .,
B . SETIAm, B. SUDARYANTO dan M. SARwBANG . 1992b. Peranan usaha ternak kambing Peranakan Etawah dalam sistem usahatani di Banggae Majene. Pros. Sarasehan Usaha Ternak Kanibing dan Domba Menyongsong Era PJPT 11, pp. : 162-165 .
PAAT, P .C .,
T. dan . Z. SYAHBUDDIN . 1992. Menempatka n Kambing dan doniba sebagai alternatif pengurangan tingkat kemiskinan di pedesaan . Pros. Sarasehan Usalia Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp. : 134-140 .
PRANADA,
A.R . 1996 . Penganih cara penianasan, teniperatur penyimpanan dan lama penyimpanan terhadap daya tahan susu kambing Peranakan Etawah. Skripsi S1, Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
PRASTM,
SADIKIN,
I. 1992. Peranan Ternak kanibing dalam upaya menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Lampung Barat . Pros. Sarasehan Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong Era PJPT II, pp. : 12-127 . G.G. MAYLIN, M. PASTIKA, P . SARINI, SGN. D. DARMADJA . 1989. Umu r pubertas dan beberapa pefornians reproduksi kambing jantan Peranakan Etawah. Pros. Pertemuan Ilmiali Ruminansia, Cisarua, Bogor 8-10 November 1988, 2: 160-163 .
SANDHI, G .N .,
B.D. dan IB.G. DWIPA . 1993 . Sistem produksi dan reproduktivitas kambing di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pros. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Surabaya 28-29 Juli 1992, pp. : 55-63 .
SARWONo,
I B.G DWIPA, IG. L. MEDIA, and H. POERWOTO . 1993 . Goat production in rice-based farming systems in Lombok. In "Advances in Small Ruminant Research in Indonesia" . Eds. Subandriyo and R.M. Gatenby . SR-CRSP, Univ. California Davis, USA, pp. : 65-79 .
SARWONo, B .D .,
166
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
SETIADI, B . 1989 . Beberapa faktor yang mempengaruhi bobot badan anak kambing periode prasapih pada kondisi pedesaan . Proc . Pertemuan Ilmiah Ruminansia, Cisarua Bogor 2 :140-145 . SETIADI, B . dan P . SITORUS . 1984 . Penampilan reproduksi dan produksi kambing Peranakan Etawah . Proc . Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, pp . : 118-121 . SETIADI, B ., P . SITORUS, dan SUBANDRIYO . 1987 . Produktivitas ternak kambing pada stasiun percobaan Cilebut, Bogor . Ilmu dan Peternakan 3 : 5 . SINN, R. 1982 . Raising goat for milk and meat . A Heifer Project International Training Cource. SOESILO, FX, H . PRABOWO, S . CHOTIAH dan S . ASTtrn . 1989 . Penyidikan penyakit dan cara pemeliharaan kambing Peranakan Etawah di Kabupaten Lampung Selatan . Proc . Pertemuan Ilmiah Ruminansia, Cisarua, Bogor 2 : 129-134 . SRUPNA. 1992 . Bio-weeding. SRUPNA Newsletter 3 (4) : 3 . STEMMER, A . 1991 . Husbandry and kid raising methods . In "Goat Husbandry and Breeding in The Tropics" . Eds . J .M . Panandam, S . Sivaraj, T.K . Mukherjee and O : Horst . German Foundation for International Development, Feldafing, pp . 151-161 . SURTININGSIH, N . 1982 . Mempelajari proses pembuatan yoghurt susu kambing . Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor . SUTAMA, I-K ., I .G .M . BUDIARSANA din Y . SAEFUDIN . 1994 . Kinerja reproduksi sekitar pubertas dan beranak pertama kambing Peranakan Etawah . Ilmu dan Peternakan 8 : 9-12 . SUTAMA,
I-K ., IGM . BUDIARSANA, H . SETIANTO and A . PRIYANTI . 1995 . Productive and reproductive performances of young Peranakan Etawah does . Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner (submitted) .
THOMAS, P .G . A . 1990 . Infertility in the does . Pros . 15th Florida Dairy Goat Production Conference . Univ . of Florida, Gainesville . June 16, 1990, pp . : 11-13 . TRIWULANNINGSIH, E . 1989 . Pertumbuhan kambing Peranakan Etawah (PE) sampai dengan umur satu tahun . Pcrtennian Ilmiah Penelitian Ruminansia, Cisarua, Bogor 2 : 152-157 . UMIYASIH, U ., KOMARUDIN-MA'SUM dan M .A . YUSRAN . 1993 . Karakteristik karkas kambing Peranakan Etawah (PE) pada berbagai umur pemotongan . Pros . Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Surabaya 28-29 Juli 1992, pp . : 123-127 .
US .
DEPARTMENT OF AGRICULTURE . 1976 . Composition of food : Dairy and egg product . Agriculture Handbook No . 8-1 . Agriculture Research Service, Washington, D .C ., US Dept . -Agriculture .
WODZICKA-TOMASZEWSKA, M . and M . MASTIKA . 1993 . Effects of feeding molasses-urea blocks on groNvth rate and onset of puberty in Ettawa-cross goats . In "Advances in Small Ruminant Research in Indonesia" . Pros . Workshop, Ciawi-Bogor, Indonesia August 3-4, 1993 . pp. : 213-219 .
Seminar Nasional Peternakan don Vetertner 1997
and W. IINKE . 1994 . Studies on spring principal behavior of Zhongwei . Proc. 7th AAAP Anim. Sci . Congr., Bali, Indonesia, pp. : 235-236 goat
YUZHU, L ., Z . YOUZHITNG
DISKUSI Wasmen Manalu (Tanggapan Umum) Dalam pengamatan ini kambing dikelompokkan menjadi 3 menurut potensi genetik (tingkat produksi susu), yaitu super, tinggi dan rendah: Produksi susu induk sangat; ditentukan oleh potensi genetik dan kecukupan nutrisi induk untuk menopang potensi genetik yang dimiliki. Untuk membantu seleksi selanjutnya ada beberapa saran dan pemikiran . 1 . Apakah sudah pernali dicobakan pemberian berbagai kualitas pakan laktasi untuk melihat sejauh mana masing-masing kelompok ternak itu bisa meningkatkan produksi susu. Hal ini penting untuk melihat pemunculan potensi jika status nutrisi induk tidak menjadi pembatas, dan untuk mendapatkan tingkat pemberian pakan yang dapat mengliasilkan susu yang lebih tinggi . 2. Bagaimana keadaan bobot induk pada awal laktasi dibandingkan dengan pada akhir laktasi pada masing-masing kelompok tersebut ? Kambing penghasil susu yang baik akan mengubah makanan yang dikonsumsi sebagian besar untuk sintesis susu, bahkan kalau makanannya kurang cadangan energi tubuh akan dikorbankan untuk sintesisi susu. Sebaliknya, induk yang bukan penghasil susu dalam keadaan nutrisi cukup tidak begitu banyak meningkatkan produksi susu, malah kelebilian nutrisi itu akan disimpan dalam bentuk cadangan energi tubuh. Dalam keadaan nutrisi kurang tidak akan banyak memobilisasi cadangan energi tubuhnya, sehingga kondisi tubuhnya pada akhir laktasi akan lebih baik dibandingkan dengan penghasil susu yang baik. Dengan dcmikian seleksi kondisi dan bobot badan induk pada akhir laktasi dapat dipakai sebagai indeks untuk menyeleksi penghasil susu yang baiki. 3 . Apakah sudah pernah dilakukan pengamatan pada bentuk tubuh serta bentuk dan ukuran ambing pada awal laktasi atau selama laktasi pada masing-masing kelompok tingkat produksi susu tersebut . Kalau belum, hal ini penting dilakukan untuk membantu seleksi penghasil susu yang baik . 4.
Apakah tipe rendah itu akan diarahkan ke produksi daging ? Kalau ya, Apakah tingkat produksi susu kelompok kambing ini cukup untuk membesarkan anak selama prasapih?
5. Kalau senuia produksi susu induk diberikan ke anak tentu pertumbuhan anak akan lebih baik, sehingga bobot sapih akan lebih tinggi dan pertumbuhan anak selanjutnya akan lebih baik sehingga bobot pemberran anak akan lebih tinggi. Kira-kira mana yang lebih menguntungkan memberikan susu selurulinya ke anak atau memerah susu dan sebagian dijual . 6. Di antara ketiga kelompok tingkat produksi susu yang ditampilkan, keliliatan bahwa ketiga kelompok tersebut mempunyai ukuran produksi susu yang liampir sama (dengam kelompok rendah) pada hari laktasi ke-120 sampai 191 . Apakah masih ekonomis memerah pada hari laktasi ini ?. 7. Sehubungan dengan pertanyaan no. ekonomis pada kambing PE.
168
4,
perlu ditentukan berapa hari sesunggulinya laktasi yang
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997
8. Dalam mendukung kelangsungan reproduksi, apakah sudah ditentukan berapa hari postpartum induk kambing bisa dikawinkan dan berhasil bunting sambil laktasi untuk menentukan masa kering sebelum kelahiran anak berikutnya. Hal ini penting untuk memperbaiki kondisi tubuh induk pada akhir kebuntingan dan menjelang laktasi . 9. Berapa banyak susu induk yang harus diberikan ke anak selama prasapih untuk mendukung pertumbuhan anak prasapih . Kira-kira berapa liter sisanya yang masih bisa dijual . Aapakah volume yang tersisa dari konsumsi anak tersebut masih cukup untuk dijual?. 10. Bagaimana gambamn kualitas susu kambing PE yang sesungguhnya? Dari Tabel 5 terlihat bahwa variasi kandungan lemak cukup tinggi, dan kandungan lemak yangjauh lebih tinggi dari kandungan lemak susu Saanen . Apakah variasi tersebut ada kaitannya dengan periode laktasi (paritas)? atau pengambilan sampel susu. Karena sampel sore hari kelihatan lebih tinggi dari pagi hari. 11 . Dari kandungan susu pada Tabel 6 terlihat baliwa kandungan karbohidrat susu kambing tidak terlalu berbeda dengan susu sapi. Jadi masalah lactose intolerance mungkin tidak banyak tertolong. Sebaliknya, kandungan mineral dan vitamin susu kambing jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi dan manusia . Apakah bukan kelebihan dalam hal kandungan vitamin dan mineral ini yang lebih ditonjolkan dalam promosi penggunaan susu kambing ?. Tanya Jawab Budiman : Adakah jaminan kesinambungan .pasar susu kambing, sebab biasanya inti suka lepas begitu saja. M ingkinkah kita menarik investor dari luar, agar kerjasama INTI-PLASMA yang berkesinambungan dapat dipertaliankan . Kambing PE ini rentan terhadap penyakit, sehingga lokasi mana yang cocok untuk kambing PE. Apakah numgkin promosi digalakkan seperti pada susu kuda liar. I-Ketut Sutama : Pada Pola INTI-PLASMA dalam kambing PE yang dikembangkan YAI, INTI berkewajiban menerima semua produk dari plasma untuk dipasarkan dan ini diawasi oleh YAI . Kalau usaha ini menguntungkan, investor pasti datang. Kambing sebenarnya mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga daerah sebarannya sangat luas dari daerah pantai yang panas sampai kepegunungan yang dingin . Namun belum diketahui di daerah/ekologi mana yang paling cocok sehingga lebili produktif dan menguntungkan, untuk itu dilakukan kajian yang lebih mendalam. Promosi dapat dilakukan seperti susu kuda liar, numgkin kata liar itu hanya sebagai jurus promosi saja. Sumber dana selain dari dalam negeri juga investor dari luar negeri . Penanya : Seleksi untuk produksi susu tinggi, apakah ada korelasi dengan Litter Size (LS). Apakah bila LS tinggi, produksi susu tinggi juga. I-Ketut Sutama : Antara LS dan produksi susu ada korelasi dan ini mungkin berhubungan dengan frekuensi menyusui yang lebih tinggi oleh anak LS 2 atau lebih atau faktor lain. Seleksi berdasarkan bobot badan sedang dilakukan (data sudah ada). Sugeng : Pemasaran lebih baik untuk level atas. Bagaimana untuk menghilangkan bau kambing agar pemasarannya lebih bagus .
Seminar Nestonal Peternakan don Ytteriner 1997
I-Ketut Sutama : Susu sangat mudah menyerapkan bau . Bau dapat dikurangi dengan jalan menjaga kebersihan ternak dan kandangnya/lingkungannya, clan menjauhkan kambing jantan ketika kambing betina sedang diperah . Suprio Guntoro : Apakah pengambilan air susu tidak menyebabkan berkurangnya produktivitas anak. Dengan pola kemitman setelah menguntungkan diberikan investor, bagaimana jika dalam kelompok plasma dibentuk asosiasi peternakan. I-Ketut Sutama : Pada kambing PE dikhususkan untuk produksi susu anaknya dipelihara terpisah dari induknya . Pertumbuhan anak ini akan sangat tergantung dari kualitas clan kuantitas susu pengganti atau pakan yang diberikan . Masuknya investor pada usaha agribisnis kambing perah ini sangat diharapkan untuk membantu pengembangan plasma yang lemah modal . Asosiasi memang akan dibentuk untuk memperkuat posisi petani/plasma terhadap INTI clan menjaga tingkat produksi untuk menjaga stabilitas atau keseimbangan antara produksi dan permintaan .