Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
PENAMPILAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING F-1 ANGLO NUBIAN PERANAKAN ETAWAH, F-2 SAPERA, DAN PERANAKAN ETAWAH (Growth Performance of F-1 Anglo Nubian X Etawah Grade F2 Sapera, and Etawah Grade Kids) Lisa Praharani, Adiati U, Budiarsana IGM Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
[email protected]
ABSTRACT Goats has many advantages as dairy animal. Productivity of dairy goats can be improved through genetic improvement by crossing local (Etawah Grade) goats with exotic breed such as Anglo Nubian. A study was conducted to determine the growth of F1 Crosses Anglo Nubian (AN) and Etawah Grade (PE), compared to PE, Sapera kids (F2 Saanen X PE). A total of 58 kids consisting of 19 PE, 9 AN X PE F1, 30 F-2 Sapera was used. Parameters measured were birth weight, weaning weight, and daily growth (ADG). Data were analyzed with SAS general linear model with variables of genotype, litter size, and sex. The results showed that birth weight, weaning weight and growth were influenced by genotypes, litter size, and sex (P<0.01). Birth weight, weaning weight and growth of F-1 AN X PE were higher than F-2 Sapera and PE (P<0.01) which were 3.94±0.17 vs 3.28±0.07 vs 2.90±0.13 kg, 13.62±0.31 vs 1.44±0.41 vs 9.72±0.30 kg, and 0.12±0.01 vs 0.10±0.01 vs 0.08±0.01 kg/head/day respectively. Better performance of crossbred kids was due to heterosis effect. This study can be used as consideration in breeding programs of dairy goats for supporting goat milk as well as meat production. Key Words: F1 Anglo Nubian x Etawah Grade, Growth, Goats ABSTRAK Ternak kambing memiliki berbagai keunggulan dalam penyediaan susu. Produktivitas ternak kambing perah dapat ditingkatkan melalui perbaikan genetik dengan cara menyilangkan kambing perah lokal (Peranakan Etawah) dengan bangsa eksotik seperti Anglo Nubian. Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan anak F1 Persilangan Anglo Nubian (AN) dengan Peranakan Etawah (PE) serta pembandingnya yaitu PE, Sapera (F2 Saanen X PE). Sebanyak 58 ekor anak kambing yang terdiri dari 19 ekor PE, 9 F1 AN X PE, dan 30 F-2 Sapera digunakan dalam penelitian. Parameter yang diamati adalah berat lahir, berat sapih, pertumbuhan harian (ADG) dan mortalitas. Data dianalisa dengan model linear umum SAS dengan memasukkan variabel genotipe anak, litter size, dan sex anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot lahir, bobot sapih dan pertumbuhan dipengaruhi oleh genotipe, litter size, dan sex anak (P<0,01). Bobot lahir, bobot sapih dan pertumbuhan anak F-1 AN X PE lebih tinggi dibandingkan dengan F-2 Sapera dan PE (P<0,01) yaitu berturut-turut 3,94±0,17 vs 3,28±0,07 vs 2,90±0,13 kg; 13,62±0,31 vs 11,44±0,41 vs 9,72±0,30 kg; dan 0,12±0,01 vs 0,10±0,01 vs 0,08±0,01 kg/ekor/hari. Performa anak persilangan lebih baik dibandingkan dengan tetuanya, meskipun tingkat kematian anak pra-sapih masih cukup tinggi. Kata Kunci: Kambing, F1 Anglo Nubian x Peranakan Etawah, Pertumbuhan
PENDAHULUAN Ternak kambing telah menjadi komoditas ternak bernilai ekonomi yang cukup menjanjikan baik perannya sebagai penghasil pangan (susu dan daging) maupun perannya dalam mendukung pendapatan keluarga peternak (Sutama 2004). Spesies ini dapat
304
dijumpai di berbagai lingkungan, dari lingkungan iklim kering sampai basah maupun tropis. Populasi ternak kambing mengalami peningkatan dalam dasawarsa terakhir dimana pada tahun 2002 jumlahnya sebesar 12.549.121 ekor dan pada tahun 2012 mencapai 17.862.203 ekor (Ditjennak 2012) mengalami kenaikan 42,3% atau 4,23% per tahun, dengan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
populasi terbesar terdapat di Propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Lampung. Namun populasi berdasarkan bangsa ternak kambing belum ada informasinya. Sebagian besar kebutuhan susu sapi di Indonesia masih dipenuhi melalui impor, sehingga diharapkan susu kambing dapat menyumbang kebutuhan susu nasional. Peran ternak kambing sebagai ternak penghasil susu belum sebanding dengan ternak sapi perah. Namun demikian usaha ternak kambing memiliki beberapa keunggulan ekonomis dibandingkan dengan sapi perah antara lain modal lebih kecil, penggunaan lahan lebih kecil, daya adatasi lebih tinggi, cepat berkembang biak serta mampu memberikan kontribusi pendapatan sebesar 30% (Soedjana, 2008). Selain itu, susu kambing memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi dan kerbau seperti yang dilaporkan oleh berbagai literatur melaporkan beberapa keunggulan susu kambing (Silanikove et al. 2010) antara lain karena nilai gizinya dan dapat dikonsumsi pada penderita alergi susu (Davendra 2012) serta untuk pengobatan berbagai penyakit (Park 2012). Berbagai macam bangsa kambing baik local maupun eksotik berkembang di Indonesia, namun secara umum Kambing Peranakan Etawah (PE) yang merupakan ternak kambing local Etawah telah cukup dikenal sebagai tipe perah dan sekaligus penghasil daging. Produsi susu kambing PE masih sangat bervariasi yaitu antara 0,5-1,8 liter/ekor/hari (Tarmawati, 2006), sehingga perlu dilakukan peningkatan diantaranya melalui perbaikan genetik yaitu dengan menyilangkan kambing PE dengan bangsa eksotik tipe perah. Kambing Anglo Nubian (AN) yang berasal dari Inggris merupakan kambing tipe dwiguna yang telah banyak disilangkan dengan ternak lokal di berbagai Negara khususnya daerah tropis seperti di Brasil, Philipine, Malaysia, Mali (Allo 2008; Sanogo et al. 2012). Produksi susu kambing AN bervariasi antara 4-5 kg/ekor/hari atau 11001250 kg/laktasi, dengan kualitas susu yang cukup baik yaitu kadar lemak 4,8-6,2% dan protein 3,8-4,8% (Sanogo et al. 2012).
Perbaikan genetik melalui persilangan kambing PE dan AN dilakukan bertujuan meningkatkan produksi susu kambing PE dengan kualitas susu yang baik, sehingga dalam jangka panjang dapat dihasilkan bangsa kambing tipe perah baru dengan produksi susu >2 liter/ekor/hari. Sebagai informasi awal, dibutuhkan data mengenai performa pertumbuhan hasil persilangan F1 AN x PE dan pembandingnya. Informasi pertumbuhan ini sangat penting karena berkaitan dengan produksi ternak kambing selanjutnya (Zhang et al. 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan anak F1 AN x PE serta pembandingnya yaitu PE, dan F2 Sapera (Saanen X PE). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi rekomendasi program pemuliaan kambing perah. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang percobaan ternak kambing di Balai Penelitian Ternak. Sebanyak 58 ekor anak kambing yang terdiri dari 19 ekor PE, 9 F1 AN x PE, dan 30 F-2 Sapera digunakan dalam penelitian. Semua anak kambing diberikan susu induk, tetapi anak kembar diberikan susu sapi sebagai tambahan sebanyak 200-900 ml/ekor/hari sesuai umur anak, sampai anak disapih pada umur 90-95 hari. Ternak mulai diberikan hijauan dan konsentrat pada umur 15-20 hari sebanyak 0,5-1 kg campuran rumput raja/leguminosa (Kaliandra/lamtoro) dan 0,10,2 kg konsnetrat dengan kandungan protein 18%. Penimbangan berat badan dilakukan setiap dua minggu. Struktur data berat lahir, berat sapih, pertumbuhan berdasarkan genotipe, litter size dan sex anak yang digunakan dalam penelitian ditampilkan dalam Tabel 1. Ternak yang digunakan dalam penelitian sangat sedikit mengingat F-1 AN X PE yang dihasilkan adalah hasil inseminasi buatan (IB) semen beku dari Australia. Semua ternak lahir dalam bulan yang sama atau lahir antara 20-30 hari yang berbeda, sehingga faktor musim diabaikan.
305
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Tabel 1. Struktur data BL, BS, ADG BL Genotipe F-1 AN x PE F-2 Sapera PE Litter size Tunggal Kembar Sex anak Jantan Betina Total
BS dan ADG
N
%
N
%
9 30 19
15 52 33
7 27 17
14 51 35
18 40
31 69
17 34
33 67
34 24 58
59 41
31 20 51
61 39
Parameter yang diamati adalah berat lahir, berat sapih, pertumbuhan harian (ADG) prasapih dan lepas sapi, serta mortalitas. Data dianalisa dengan model linear umum (GLM) dari program SAS dengan memasukan pengaruh tetap (fixed effects) genotipe anak, litter size, sex anak. Anak kelahiran kembar 2 atau lebih dari dimasukan dalam kategori kembar. Anak kambing berasal dari induk dengan paritas antara 2-3, sehingga tidak dimasukan sebagai pengaruh tetap dalam model analisa. Sementara itu, untuk membandingkan antar peubah tetap digunakan LSMEANS dan PDIFF (SAS 2001) Model lineal umum yang digunakan dalam analisa adalah: Yijk = µ + αi + βj + δk + εijk Keterangan: Y = µ, α, β, δ, ε =
Berat lahir, berat sapih dan pertumbuhan (ADG) Berat lahir, berat sapih dan ADG), serta pengaruh genotipe, litter size, sex dan residual.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh peubah tetap terhadap berat lahir (BL), berat sapi (BS) dan pertumbuhan harian (ADG) Tabel 2 menampilkan pengaruh peubah tetap (genotipe, litter size dan sex anak) terhadap BL, BS dan ADG. Genotipe memiliki pengaruh nyata (P<0,001) terhadap BL, BS dan ADG. Sementara litter size dan sex anak
306
hanya berpengaruh nyata terhadap BL dan BS (P<0,05). Hasil penelitian ini seperti yang dilaporkan oleh Shamshirgaran and Tahmoorespur (2012) bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap sifat pertumbuhan ternak kambing. Pada umumnya penelitian melaporkan bahwa sifat pertumbuhan ternak kambing dipengaruhi oleh genetik termasuk bangsa dan geneotipe ternak dan non-genetik faktor termasuk umur ternak, litter size, sex, dan musim kelahiran (Shamshirgaran dan Tahmoorespur, 2012; Sanogo et al. 2012). Pertambahan berat badan tidak dipengaruhi oleh sex dan litter size dalam penelitian ini setuju dengan penelitian yang dilakukan oleh Sanogo et al. (2012). Tabel 2. Nilai signifikansi (P-value) pegaruh tetap terhadap BL, BS dan ADG Peubah tetap
Berat lahir Berat sapih (BL) (BS)
Pertumbuhan (ADG)
Genotipe P = 0,0004 P = 0,0001
P = 0,0001
Litter size P = 0,0058 P = 0,0227
P = 0,3358
Sex
P = 0,4764
P = 0,0214 P = 0,0085
Nilai rataan (LS-Means) dan standard error (SE) dari BL, BS dan ADG Rataan (LSMeans) dan standard error berat lahir, berat sapih dan pertambahan berat badan (ADG) harian ditampilkan dalam Tabel 3. Banyak literature menyebutkan bahwa variasi dalam berat badan dan pertumbuhan anak disebabkan oleh bangsa, manajemen, litter size
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
dan analisa statistik (Shamshirgaran dan Tahmoorespur, 2012) Berat lahir, berat sapih dan ADG anak F-1 AN x PE lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan F-2 Sapera dan PE, dimana F-2 Sapera diantara F-1AN x PE dan PE disebabkan pengaruh heteroris. Pada umumnya penelitian melaporkan bahwa sifat pertumbuhan anak kambing persilangan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan bangsa tetuanya karena pengaruh heterosis (Momani et al. 2012). Dalam penelitian ini pengaruh heterosis terjadi terutama disebabkan oleh anak persilangan merupakan keturunan pertama (F-1) seperti yang dinyatakan dalam banyak literature Bourdon (2001) bahwa pengaruh heterosis 100% pada F-1, dan selanjutnya akan berkurang setelah F-2 dan seterusnya. Perbedaan BL, dan BS antara anak jantan dan betina dalam penelitian ini seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian (Momani et al. 2012; Sanogo et al. 2012). Anak betina memiliki berat lahir dan sapih lebih rendah (P<0,01) dibandingkan dengan anak jantan. Anak jantan akan lebih berat dibandingkan dengan anak betina karena lebih kuat mengkonsumsi susu induknya disebabkan rangsangan kuat pada induk yang menstimulasi
produksi susu saat anak menyusui induknya. Perbedaan BL, BS pengaruh dari litter size dalam penelitian seperti yang dilaporkan oleh beberapa penelitian (Shamshirgaran and Tahmoorespur 2012; Sanogo et al. 2012). Anak kelahiran kembar lebih rendah berat lahirnya dibandingkan dengan kelahiran tunggal dimana anak kembar umumnya memiliki berat lahir secara alami lebih rendah sehingga akan mempengarhui berat sapihnya, karena adanya persaingan pada waktu menyusui induknya dibandingkan dengan anak tunggal seperti yang dilaporkan oleh Zhang et al. (2008) Performa pertumbuhan badan anak F-1 AN x PE, PE dan Sapera seperti ditampilkan dalam Gambar 1. Pertumbuhan anak F-1 AN x PE lebih cepat dibandingkan dengan PE dan Sapera, sedangkan Sapera diantara PE dan AN x PE, namun pola peningkatan ketiga genotipe hamper sama. Hal tersebut menunjukan bahwa ternak persilangan memilki berat badan dan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan bangsa tetuanya akibat pengaruh heterosis. Beberapa laporan menunjukan hasil yang sama seperti dalam penelitian ini (Shamshirgaran and Tahmoorespur, 2012; Momani et al. 2012; Sanogo et al. 2012). Besarnya nilai
Tabel 3. LS Means dan standar eror BL, BS, dan ADG berdasarkan genotipe, litter size dan sex anak BL (kg)
BS (kg)
ADG (kg)
F-1 AN x PE
3,94a±0,17
13,62a±0,31
0,12a±0,00
F-2 Sapera
3,28b±0,07
11,44b±0,41
0,10b±0,01
Genotipe:
PE
c
c
2,90 ±0,13
9,72 ±0,30
0,08c±0,01
3,81a±0,08
12,91a±0,25
0,12±0,00
b
Litter size: Tunggal
b
Kembar
2.85 ±0,11
11,07 ±0,24
0,11±0,00
Jantan
3,57±0,09
12,75a±0,25
0,12±0,00
Betina
3,09±0,10
11,11b±0,31
0,11±0,00
Sex
a,b,c pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,01)
307
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
25
20
15
10
5
0 0
2
4
6
8
10
12 14 Minggu
16
18
20
22
24
Gambar 1. Performa pertumbuhan kambing AN x PE, PE dan Sapera (SE)
heterosis sifat pertumbuhan termasuk dalam kategori sedang yaitu antara 30-50% (Theparrat et al. 2012), terutama pada ternak F1 seperti dalam penelitian ini. Sedangkan nilai heterosis akan menurun menjadi 50% pada keturunan kedua (F-2) seperti yang terjadi pada pertumbuhan Sapera merupakan ternak F-2. Oleh karena itu, pertumbuhan F-2 Sapera lebih rendah dibandingkan dengan F-1 AN x PE. KESIMPULAN DAN SARAN Performa berat lahir, berat sapih dan pertumbuhan ternak F-1 AN x PE lebih tinggi dibandingkan dengan F-2 Sapera dan PE. Faktor internal litter size, sex memperngaruhi sifat pertumbuhan ternak kambing perah sehingga perlu dipertimbangkan dalam analisa genetik. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui produksi susu F-1 AN x PE. DAFTAR PUSTAKA Allo AMP. 2008 Trends in goat production in the Phillipines. Proceeding Seminar International for Goat Production. FFTC Taiwan Bourdon RM. 2001. Understanding animal breeding. Prentice Hall. NY.
308
Devendra C. 2012. Dairy Goats in Asia: Multifunctional Relevance and Contribution to Food and Nutrition Security. Proceedings of the 1st Asia Dairy Goat Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 9-12 April 2012 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Data Statistik Peternakan tahun 2012. Jakarta. Momani M, Sanogo S, Coulibaly D, Al-Olofi S, Alkhewani T. 2012. Growth performance and milk yield in Sahelian × Anglo-Nubian Goats following crossbreeding in the semi-arid zone of Mali. Agricultura Tropica Et Subtropica. 45:117-125. Park YW. 2012. Goat milk and human nutrition. Proceedings of the 1st Asia Dairy Goat Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 9-12 April. Sanogo S. Shaker HM, Nantoume H, Salem AF. 2012. Milk yield and composition of crossbred Sahelian x Anglo Nubian in the semi intensive system in Mali during the preweaning period. Trop Anim Health Prod. 55(1):305-310. SAS. 2001. SAS User’s Guide: Statistics. SAS Inst., Inc., Cary, NC Shamshirgaran Y, Tahmoorespur M. 2012. Genetic and phenotypic parameter estimates for birth weight in Iranian indigenous goats. Proceedings of the 1st Asia Dairy Goat
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013
Conference, Kuala Lumpur, Malaysia, 9-12 April 2012 Silanikove N, Leitner G, Merin U, Prosser CG, 2010. Recent advances in exploiting goat milk: Quality, safety and production aspects. Small Rumin Res. 89:110-124. Soedjana TD. 2008. Recent development in goat production for meat and milk in Indonesia. Proceeding Seminar International for Goat Production. FFTC Taiwan. Sutama IK. 2004. Tantangan peluang peningkatan produktivitas kambing melalui inovasi teknologi reproduksi. Setiadi B, Priyanti A, Diwyanto K, Ginting SP, penyunting. Prosiding Lokakarya Nasional Kambing Potong. Bogor 6 Agustus 2004. Bogor (Indones): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan hlm.51-60
Tarmawati H. 2006. Correlation between body exterior and milk productionof Etawahcrossed goat in Mandiri group, Turi, Sleman, Thesis, Faculty of Animal Science, Gadjah Mada Universitas Yogyakarta, Indonesia Thepparat M, Duangjinda M, Tumwasorn S, Anothaisinthawee S, Boonkum W. 2012. Random heterosis effects on genetic parameters, estimation of birth weight, and Kleiber ratio in a population admixture of Thailand goats. Livest Sci. 147:27-32. Zhang CL. Yang, Shen Z. 2008. Variance components and genetic parameters for weight and size at birth in Boer goat. Livest Sci. 115(1):73-79.
309