Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI (Pre-Weaning Growth of Etawah Crossed Kid Fed with Replacement Milk) THAMRIN. D. CHANIAGO dan HASTONO Balai Penelitian Ternak,PO Box 221, Bogor ABSTRACT Reseach on pre-weaning growth of Etawah Crossed kid fed with replacement milk were carried out in Research Institute of Animal Production at Bogor. Forty five Etawah Crossed kids were divided into two groups of experiment. First group stay with their doe, and the second group were separated from their doe and fed with replacement milk. Growth rate mortality and weaning weight were recorded. Data were analysed using t test. Weaning weight of Etawah Crossed kid in group I was significantly (P<0.05) heavier than those of group II. Pre weaning growth of Etawah Crossed kid in group I also significantly (P<0.05) faster than those of group II. Mortality rate in group I (4,26%) was lower than those in group II ( 13,8%). It can be concluded that kid fed replacement milk have tolerance performance, event though the mortality rate is higher.
Key words: Etawah Crossed kid, repalement milk and growth ABSTRAK Penelitian mengenai pertumbuhan pra-sapih kambing Peranakan Etawah (PE) anak yang diberi susu pengganti dilakukan di Stasiun Percobaan Ciawi, Bogor. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 45 ekor kambing Peranakan Etawah anak yang dibagi kedalam dua kelompok perlakuan. Kelompok I, anak disatukan dengan induk, sedangkan kelompok II, anak dipisah dari induk dan diberi susu pengganti. Parameter yang diamati meliputi bobot sapih, pertumbuhan dan laju mortalitas. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji “T”. Hasil analisa menunjukkan bahwa bobot sapih kambing PE anak baik jantan maupun betina pada kelompok I berbeda nyata (P<0,05) lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok II. Masingmasing yaitu 12,05±3,14 kg vs 9,6±3,12 kg untuk jantan dan 12,27±3,12 vs 9,27±1,52 untuk betina. Demikian juga pertumbuhan kambing jantan anak maupun betina PE pada kelompok I berbeda nyata (P<0,05) lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok II yaitu berturut-turut 91,82±32,46 gr vs 63,62±14,09 gr untuk jantan dan 97,22±33,25 vs 63,72±10,73 untuk betina. Sedangkan laju mortalitas pada Kelompok I (4,26%) lebih kecil bila dibanding dengan kelompok II (13,8%). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian susu pengganti masih memberikan batas toleransi baik bagi pertumbuhan maupun bobot sapih kambing PE anak, akan tetapi mengakibatkan tingginya laju mortalitas.
Kata kunci: Anak kambing PE, susu pengganti dan pertumbuhan PENDAHULUAN Kambing PE sudah banyak tersebar di beberapa daerah di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, seperti di Kabupaten Purworejo, Kulon Progo ,Yogyakarta dan daerah lainnya. Menurut prestasinya, kambing Etawah adalah salah satu bangsa kambing tipe perah yang cukup baik (DEVENDRA dan BURN, 1994). Sedangkan menurut MASON (1981) Kambing Etawah merupakan bangsa kambing terbesar dari pada bangsa kambing yang ada di India. Hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing Kacang yakni dikenal sebagai kambing PE, dan tergolong 241
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
kedalam bangsa kambing yang berfungsi ganda/dwiguna, yaitu selain sebagai penghasil daging juga sebagai penghasil susu. Bila ternak ini dikembangkan secara luas akan meningkatkan gizi masyarakat di pedesaan melalui konsumsi susu kambing. Konsumen susu di Indonesia masih terbatas pada orang-orang tertentu saja. Ada yang memberitakan bahwa susu kambing dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernapasan. Diketahui bahwa harga susu kambing cukup mahal yaitu antara Rp7000,- sampai dengan Rp12.000 untuk setiap liternya (komunikasi pribadi dengan peternak). Sehubungan dengan tingginya harga jual susu kambing tersebut, maka sebaiknya induk kambing pada masa laktasi dikhususkan sebagai ternak perah saja, sehingga susu yang diproduksinya dapat dijual guna meningkatkan pendapatan peternak, sedangkan anaknya cukup diberi susu pengganti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai seberapa jauh penggunaan susu pengganti berpengaruh terhadap pertumbuhan anak kambing PE. MATERI DAN METODE Ternak yang digunakan adalah kambing PE anak yang baru lahir berjumlah 45 ekor dari 30 ekor induk yang dipelihara dalam keadaan bunting. Kambing induk tersebut ditempatkan dalam kandang individu yang dilengkapi dengan bak pakan dan tempat minum. Induk diberi pakan dasar berupa rumput raja sebanyak 4-5 kg/hari/ekor dan konsentrat sebanyak 400 gr/ekor/hari. Penelitian dilakukan di Stasiun Percobaan Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Kambing PE anak dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan tatalaksana pemeliharaan. Kelompok I anak disatukan dengan Induk, dan kelompok II anak dipisah dari induknya dan diberi susu pengganti sampai dengan umur sapih. Jumlah susu pengganti yang diberikan seperti tercantum pada Tabel 1. Parameter yang diamati adalah bobot lahir, bobot sapih, laju pertumbuhan dan tingkat kematian. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji “t” berdasarkan STEEL dan TORRIE (1991) Tabel 1. Jumlah pemberian susu pengganti pada anak kambing PE Jumlah susu (Gram)
Umur ternak (bulan) Pagi
Sore
0–1
400
300
1–2
600
400
2–3
900
600
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot lahir Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara bobot lahir jantan (3,76-3,87 kg) dan betina (3,40-3,49 kg). Seperti diutarakan oleh DEVENDRA dan BURN (1994) yang menyatakan bahwa bangsa kambing yang tergolong besar seperti kambing Saanen, Anglo Nubian dan sebagainya, bobot lahir anak jantan pada kelahiran tunggal berkisar antara 2,9-4,0 kg per ekor,
242
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
sedangkan pada kelahiran kembar dua yaitu antara 2,7-3,5 kg/ekor. Sedangkan bobot lahir anak betina berkisar antara 2,5-3,7 pada kelahiran tunggal dan 2,8-3,0 kg pada kelahiran kembar dua. Tabel 2. Bobot kambing PE anak (kg/ekor) pada pemeliharaan yang berbeda Disatukan dengan induk
Umur ternak (bulan)
Dipisah dari induknya
Jantan (kg)
Betina (kg)
Jantan (kg)
Betina (kg) N=8
n=12
n=8
n=11
0
3,76 ± 0,50
3,49 ± 0,24
3,87 ± 0,66
3,4 ± 0,57
1
6,72 ± 1,18
6,44 ± 1,17
5,78 ± 0,84
5,42 ± 0,54
2
9,74 ± 1,9
9,35 ± 2,14
7,56 ± 1,3
7,33 ± 0,74
3
12,05 ± 3,14
12,27 ± 3,12
9,6 ± 3,12
9,27 ± 1,52
Hasil penelitian terhadap kambing PE yang dilakukan oleh SETIADI et al. (1997), dan ADIATI et al. (1997) menunjukkan bahwa rataan bobot lahir anak jantan berturut-turut (3,7 kg, 4,0 kg) dan anak betina (3,2 kg, 3,5 kg). Sedangkan SUTAMA et al. (1997) melaporkan bahwa bobot lahir kambing PE rata 3,6 kg. Kemungkinan lain adalah disebabkan oleh bobot induk pada waktu beranak, karena hal yang sama juga dilaporkan oleh PAYNE dan MILES dalam DEVENDRA dan BURN (1994) yang mendapatkan korelasi yang nyata antara bobot induk dengan bobot lahir anak tunggal, tetapi tidak dengan bobot lahir kembar dua. Tabel 3. Pengaruh Penggunaan susu pengganti terhadap pertumbuhan kambing PE anak Kelompok
Parameter I
II
Bobot lahir (Kg) : Jantan
3,76 ± 0,50
3,87 ± 0,66
Betina
3,49 ± 0,24
3,4 ± 0,57
12,05 ± 3,14 a
9,6 ± 3,12 b
Bobot sapih (Kg) : Jantan Betina
12,27 ± 3,12 a
9,27 ± 1,52 b
Pertumbuhan (gr): Jantan
91,82 ± 32,46 a
63,62 ± 14,09 b
Betina
97,22 ± 33,25a
63,72 ± 10,73 b
4,26
13,8
Laju mortalitas (%)
Bobot sapih Hasil penelitian menunjukkan (Tabel 3) bahwa bobot sapih pada kelompok I baik anak jantan (12,05±3,14 kg) maupun betina (12,27±3,12 kg) berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok II baik anak jantan (9,6±3,12 kg) maupun betina (9,27±1,52 kg). Rendahnya bobot sapih pada kelompok II (dipisah dengan induk) tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurangnya anak kambing memperoleh air susu pengganti atau kandungan nilai gizi susu pengganti tidak sebaik susu induknya. Secara keseluruhan bobot sapih ini tidak jauh berbeda bila dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu mencapai 10,7 kg bagi anak jantan dan anak betina 8,8 kg (ADIATI et al., 1997). SUTAMA et al. (1995) mendapatkan bobot sapih yang lebih berat yaitu 11,8 kg/ekor pada anak jantan dan 10,5 kg untuk anak betina. Namun demikian bobot sapih pada kelompok I (disatukan dengan induk) cukup tinggi bila dibandingkan dengan penelitian 243
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
sebelumnya (SUTAMA et al., 1995 dan ADIATI et al., 1997) dengan waktu penyapihan yang sama pula yaitu pada umur 90 hari. Tingginya bobot sapih pada anak yang disatukan dengan induknya karena kebutuhan susu si anak terpenuhi. Keadaan ini sesuai dengan yang dilaporkan SANFIORENZO dalam DEVENDRA dan BURN (1994) bahwa faktor yang berpengaruh terhadap produksi susu adalah proses penyusuan, dimana proses penyusuan dapat meningkatkan produksi susu induk, dan akan menurun tajam ketika anak di sapih. Kemudian bobot sapih anak betina baik pada kelompok I dan II cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan anak jantan. Hal ini disebabkan oleh bobot lahir anak betina lebih tinggi. Sebagai diutarakan oleh KEMP et al., (1988) yang menyatakan bahwa bobot lahir dapat dijadikan tolok ukur untuk memprediksi pertumbuhan selanjutnya. SETIADI et al. (1997) melaporkan bahwa tatalaksana perkawinan induk berpengaruh terhadap bobot sapih. Perkawinan yang dilakukan pada birahi kedua setelah beranak memberikan bobot sapih tertinggi (P<0,05) yaitu seberat 16.4 kg/ekor bila dibanding dengan perkawinan pada birahi pertama dan ke tiga setelah beranak yaitu berturut-turut 11,8 kg/ekor dan 12,9 kg/ekor. Pertumbuhan Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan anak kambing PE pada kelompok I anak jantan (91,82±32,46 gr) dan betina (97,22±33,25 gr) berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok II baik jantan (63,62±14,09 gr) maupun anak betina (63,72±10,73 gr). Rendahnya laju pertumbuhan yang dialami oleh anak kambing pada kelompok II tersebut disebabkan oleh rendahnya jumlah pemberian dan kandungan gizi susu pengganti yang dikonsumsi (Tabel 4). Kondisi pakan mempengaruhi tingkat pertumbuhan, namun secara umum dalam kondisi stasiun percobaan pertumbuhan kambing PE hanya mencapai 20-50 gram/ekor/hari (SUTAMA et al., 1995). Sedangkan ASTUTI (1984) melaporkan bahwa pertumbuhan kambing PE muda (umur di bawah satu tahun) adalah 61 gram/ekor/hari, walaupun tanpa diberi pakan tambahan konsentrat. Perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dimungkinkan oleh perbedaan asal sumber bibit dan/atau mutu genetik ternak seperti yang diutarakan SUBANDRIYO et al. (1995). DEVENDRA dan BURN (1994) menyatakan bahwa anak kambing yang disapih pada umur 35 hari mempunyai laju pertumbuhan yang lebih lambat di banding dengan yang di sapih pada umur 70 hari (LUCCA et al dalam DEVENDRA dan BURN, 1994). Mortalitas Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa tingkat kematian anak pada kelompok II anak cenderung lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada kelompok I. Pada umumnya kematian banyak terjadi ketika anak kambing PE berumar 1- 3 bulan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tidak mendapatkan kolostrum yang cukup sebagai sumber antibodi untuk pertahanan tubuh. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh ADIATI et al. (1999) menunjukkan bahwa kambing anak yang dipisah dari induknya, sesaat setelah lahir mengalami tingkat kematian yang cukup tinggi masing-masing mencapai 28,57% dan 57,14%. Sedangkan bila disertakan dengan induknya sampai umur 6 minggu tidak diperoleh adanya kematian anak sebelum disapih. Hasil ini menunjukkan secara jelas bahwa anak kambing sangat tergantung kepada susu induknya. DEVENDRA dan BURN (1994) menyatakan bahwa anak kambing sepenuhnya tergantung pada susu induk sampai kurang lebih 7-8 minggu setelah lahir.
244
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Tabel 4. Komposisi susu kambing murni dan susu pengganti Susu
Komposisi Kambing Air (g)
Pengganti
83-87.5
Bahan kering (g)
85,95
Abu (g)
8,49
Karbohidrat (g) Protein /Protein kasar (g)
4,6 3,3-4.9
Serat kasar Lemak (g)
1,65 4,0-7,3
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (g)
15,50 38,75
Ca (mg)
129
0,58
P (mg)
106
0,7
Fe (mg)
0,05
Vit A (IU)
185
Thiamin (mg)
0,04
Riboflavin (mg)
0,14
Niacin (mg)
0,30
Vitamin B-12 (mg)
0,07
Energi (kcal)
67,0
47,09
KESIMPULAN DAN SARAN Dari data yang diperoleh untuk sementara dapat disimpulkan bahwa pemberian susu pengganti masih memberikan pengaruh positif baik bagi pertumbuhan maupun bobot sapih kambing PE anak. Disarankan untuk pemberian susu pengganti harus dilakukan secara cermat dan hati-hati, dengan memperhatikan kepada kandungan gizi dan jumlah pemberian. DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., HASTONO, RSG. SIANTURI., T.D. CHANIAGO dan I-K. SUTAMA. 1997. Sinkronosasi birahi secara biologis pada kambing Peranakan Etawah. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 411-416 ADIATI. U., HASTONO, I-K. SUTAMA, I-W. MATHIUS, D. YULISTIANI, HASTONO dan IGM. BUDIARSANA. 1999. Produktivitas Kambing PE Fase Laktasi pada Pisitem Pemeliharaan yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 421-429. ASTUTI, M. , M. BELL, P. SITORUS dan E. BRADFORD. 1984. The Impact of Altitude on Sheep ang Goat Production Working Paper No 30. Balai Penelitian Ternak/Small Ruminant-Collaborative Research Support Program. Bogor DEVENDRA. C and M. BURN. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan Harya Putra. Penerbit ITB Bandung.
245
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
KEMP, R. A., J. W. WILTON and L. R. SCAEFFER. 1988. Phenotypic and genetic parameter estimates for gestation length. Calving ease and birth weigh in Simental cattle. Can. J. Anim. Sci. 68: 291. MASON, L.L. 1981. Breed in Goat. (ed) Goat Production. Academic Press London. SETIADI, B., I-K. SUTAMA dan I G. M. BUDI ARSANA. 1997. Efisiensi reproduksi dan produksi kambing Peranakan Etawah pada berbagai tatalaksana perkawinan. J. Ilmu Ternak dan Vet. 2 (4) : 233-236. STEEL, R. G. D. dan J. H. TORRIE. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu pendekatan biometrik. Edisi kedua. Penerbit PT Bramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1991. SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGGRAENI, R.S.G. SIANTURI, HASTONO dan S. B. OLAN. 1995. Analisis potensi kambing Peranakan Etawah dan sumber daya di daerah sumber bibit pedesaan. Laporan Hasil Penelitian di Kabupataen Kulan Progo dan Kabupaten Purwirwjo. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. SUTAMA, I. K., IGM. BUDIARSANA, H. SETIYANTO dan A. PRIYANTI. 1995. Studi performan produksi dan reproduksi kambing Peranakan Etawah. Hasil-Hasil Penelitian APBN 1994/1995. Balai Penelitian Ternak. Puslitbang Peternakan. Hal. 259- 270. SUTAMA, I. K., B. SETIADI, IGM. BUDI ARSANA dan UMI ADIATI. 1997. Aktivitas seksual setelah beranak dari kambing perah Peranakan Etawah dengan tingkat produksi susu yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Hal. 401-409.
246