Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN (Reproduction Efficiency of Etawah Grade Ewes in Village Conditions) UMI ADIATI dan D. PRIYANTO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT This research was done to identify the reproduction rate of the ewes in order to study the reproduction efficiency Etawah grade which is raised in village. Research was done in two locations of very potential goat of Etawah grade source that are Donorejo village, Subdistrict Kaligesing, Regency Purworejo, Province of Central Java and Pasrujambe village, Subdistrict Pasrujambe, Regency Lumajang, Province of East Java in the year 2009. Cooperator farmer who are involved in this research as much 20 people in each location. Every cooperator farmer was interviewed directly using questioner, while for the data of livestock identification was obtained by direct observation into breeder cage holding doe of Etawah grade that were newly giving birth. Reproduction parameters were: litter size, birth type, kidding interval, pre-weaning mortality. Result in field indicated that farmers raised the does up to parity 6. The average litter size in Pasrujambe village was 2.42 head, which was higher than that of Donorejo village which only reach 1.84 head. Average kidding interval was longer in Donorejo village (9.20 month) compared that of Pasrujambe village (8.95 month) and preweaning mortality relatively low in both locations, namely: 6.9% at Donorejo village and 8.4% Pasrujambe village. Calculated reproduction rate obtained was higher at Pasrujambe village compared to that of Donorejo village (2.96 headl vs 2.22 head). It is an indication that does performance in Pasrujambe village is better compared to to that in Donorejo village. Key words: Reprodution Rate of the Ewes, Etawah Grade ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menghitung nilai laju reproduksi induk (LRI) yang berfungsi untuk mengetahui efisiensi reproduksi dari induk-induk kambing PE yang di pelihara di pedesaan. Penelitian dilakukan di dua lokasi sumber bibit kambing PE yang sangat potensial yaitu di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dan Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur pada tahun 2009. Petani kooperator yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 20 orang di masing-masing lokasi. Setiap petani kooperator diwawancara langsung dengan mengisi kuesioner, sedangkan untuk data identifikasi ternak diperoleh dengan cara pengamatan langsung di kandang peternak yang memiliki induk kambing PE telah beranak. Parameter reproduksi yang diamati antara lain: jumlah anak sekelahiran (JAS), tipe kelahiran, jarak beranak dan tingkat kematian anak periode pra sapih. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemeliharaan induk yang dilakukan peternak sampai pada paritas ke-6, dengan rataan jumlah anak sekelahiran (litter size) kambing PE di Desa Pasrujambe (2,42 ekor) lebih tinggi dibanding desa Donorejo yang hanya mencapai 1,84 ekor, rataan jarak beranak lebih panjang di desa donorejo (9,20 bulan) dibandingkan dengan di desa Pasrujambe (8,95 bulan) dan kematian anak prasapih relatif rendah di dua lokasi pengamatan yaitu 6,9% pada desa Donorejo dan 8,4% desa Pasrujambe. Nilai laju reproduksi induk hasil perhitungan yang diperoleh di desa Pasrujambe lebih tinggi sedikit dibanding desa Donorejo (2,96 ekor vs 2,22 ekor). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penampilan induk-induk di lokasi pengamatan desa Pasrujambe terlihat lebih bagus dibandingkan dengan di desa Donorejo. Kata Kunci: Laju Reproduksi Induk, Kambing PE
482
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENDAHULUAN Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak kambing lokal yang telah beradaptasi baik dengan kondisi lingkungan di Indonesia. Namun sampai saat ini penyebaran kambing PE ini masih sangat terbatas dengan total populasi sekitar 14 juta ekor, tersebar tidak merata diseluruh wilayah Indonesia dan hanya 57% dari populasi tersebut ada di Pulau Jawa dan Madura (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2006). Kambing PE termasuk kambing tipe dwiguna (produksi daging dan susu), sehingga pengembangan ternak ini secara luas akan dapat meningkatkan status gizi masyarakat di pedesaan. Tingginya tingkat kematian kambing anak pada fase prasapih dan pascasapih serta rendahnya laju pertambahan bobot hidup, merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya laju produksi kambing. Banyak faktor yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut, disamping faktor genetik, faktor lingkungan terutama pakan yang dikonsumsi sangat berpengaruh. Ketersediaan pakan yang tidak berkesinambungan serta rendahnya kualitas pakan menyebabkan kambing akan kekurangan suplai nutrisi yang diperlukan untuk dapat mengekspresikan potensi genetik yang dimiliki. Selain itu sebagai ternak perah manajemen pemeliharaan anak sejak lahir menjadi sangat penting mengingat terjadinya dua kepentingan yaitu produksi susu untuk dijual/dikonsumsi dan kebutuhan susu untuk anaknya. Kambing PE, sebagai ternak kambing tipe dwiguna tingkat produktivitasnya masih rendah. Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitasnya perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan pendekatan perbaikan manajemen pemeliharaan induk dan anak kambing agar tingkat kematian anak dapat ditekan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai laju reproduksi induk (LRI) yang berfungsi untuk mengetahui efisiensi reproduksi dari induk-induk kambing PE yang di pelihara di pedesaan. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di dua lokasi sumber bibit kambing PE yang sangat potensial yaitu
di Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah dan Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur pada tahun 2009. Pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian tersebut adalah: (1) pada daerah tersebut merupakan sumber populasi kambing PE terbanyak; dan (2) sumber pakan hijauan yang tersedia cukup baik. Petani kooperator yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 20 orang di masing-masing lokasi. Setiap petani kooperator diwawancara langsung dengan mengisi kuesioner, sedangkan untuk data identifikasi ternak diperoleh dengan cara pengamatan langsung di kandang peternak yang memiliki induk kambing PE telah beranak. Untuk mengetahui efisiensi reproduksi maka diperlukan data-data atau faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah jumlah anak sekelahiran, selang beranak dan mortalitas karena efisiensi reproduksi dapat dinyatakan dengan laju reproduksi induk (LRI) yaitu dengan cara menghitung rataan jumlah anak hidup sampai sapih per induk per tahun. Laju reproduksi induk secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut (GATENBY, 1986): LS (1-M) LRI:
SB (ekor anak sapih/induk/tahun)
dimana: LS: litter size (jumlah anak sekelahiran/induk) M: mortalitas SB: selang beranak (tahun) Parameter reproduksi yang diamati antara lain: jumlah anak sekelahiran (JAS), tipe kelahiran, jarak beranak dan tingkat kematian anak periode pra sapih.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja reproduksi induk kambing PE Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa persentase kejadian induk kambing PE beranak kembar lebih banyak dibanding beranak tunggal di desa Donorejo, demikian pula hal yang sama terjadi di desa Pasrujambe. Persentase kelahiran anak tunggal, kembar dua dan kembar lebih dari dua di desa Donorejo masing-masing.
483
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Kinerja reproduksi kambing PE induk pada dua lokasi pengamatan Paritas
Lokasi 1
2
Rataan
3
4
5
6
Desa Donorejo Jumlah induk (ekor)
47
31
19
11
7
4
Jumlah anak lahir (ekor)
60
57
36
21
13
9
Jumlah anak sapih (ekor)
58
58
35
21
13
8
Jumlah anak sekelahiran
1,28
1,84
1,89
1,91
1,86
2,25
1,84
1
72,34
19,35
21,05
9,09
14,29
25,00
26,85
2
27,66
77,42
68,42
90,91
85,71
50,00
66,69
-
3,23
10,53
-
-
25,00
12,92
3,33
1,75
2,78
-
-
-
2,62
Persentase beranak (%)
>2 Tingkat kematian prasapih (%) 1 2
-
-
-
-
-
-
-
>2
-
-
-
-
-
11,11
11,11
Desa Pasrujambe Jumlah induk (ekor)
50
32
16
8
2
1
Jumlah anak lahir (ekor)
84
64
35
17
5
4
Jumlah anak sapih (ekor)
76
58
35
16
2
4
Jumlah anak sekelahiran
1,68
2,0
2,19
2,13
2,5
4
2,42
1
42,00
15,63
12,50
-
-
-
23,38
2
48,00
71,87
62,50
87,5
50,00
-
63,97
>2
10,00
12,50
25,00
12,5
50,00
100
35,00
Persentase beranak
Tingkat kematian prasapih (%) 1
1,19
-
-
-
-
-
1,19
2
3,57
1,56
-
5,88
60
-
17,75
>2
4,76
7,81
-
-
-
-
6,29
26,85; 66,69 dan 12,92%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan di desa Pasrujambe yang hanya persentase kalhiran tunggal sebesar 23,38% dan kembar dua 63,97%, akan tetapi persentase kelahiran kembar ldiatas dua lebih rendah yaitu 35%. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemeliharaan induk yang dilakukan peternak sampai pada paritas ke 6 (maksimal melahirkan 6 kali). Berdasarkan hasil penelitian terhadap rataan jumlah anak sekelahiran (litter size) kambing PE di desa Pasrujambe lebih tinggi (2,42) dibandingkan dengan desa
484
Donorejo yang hanya mencapai 1,84 (Tabel 1). Hasil yang didapat lebih tinggi dibanding dengan laporan SUBANDRIYO et al. (1995) yang mengamati jumlah anak sekelahiran kambing PE didaerah sumber bibit Purworejo yakni sebesar 1,71 ekor. Keadaan ini didukung oleh hasil penelitian ADIATI et al. (2001) di stasiun percobaan pada kambing PE induk dengan jumlah anak sekelahiran sebesar 1,65. Berdasarkan pengamatan di dua lokasi terlihat bahwa ada kecenderungan semakin meningkatnya paritas induk maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah anak sekelahiran,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
selain itu jumlah anak sekelahiran cenderung meningkat pula dengan meningkatnya umur induk 2 – 6 tahun (SETIADI, 1995). Jarak beranak induk kambing PE Hasil pengamatan jarak beranak yang dilaporkan terlihat bahwa rataan jarak beranak sedikit lebih panjang di desa donorejo (9,20 bulan) dibanding di desa Pasrujambe yaitu 8,95 bulan (Tabel 2). Kondisi ini terjadi karena peternak di desa Donorejo cenderung sengaja memperpanjang perkawinan ternaknya setelah melahirkan, dengan alasan memberikan susu pada anak secara optimal agar dicapai pertumbuhan anak yang maksimal dan siap untuk dijual dengan harga tinggi. Pertimbangan agar pertumbuhan anak cepat besar adalah prioritas peternak karena penjualan ternak dilakukan umum saat lepas sapih, sehingga akan lebih cepat dalam mendapatkan uang tunai. Berbeda dengan peternak di Desa Pasrujambe perkawinan yang tepat adalah yang diutamakan oleh peternak karena di beberapa peternak sudah dilakukan pemerahan susu kambing dan sudah ada kelembagaan kelompok yang menangani pemasaran. Mortalitas anak Kematian anak prasapih relatif rendah di dua lokasi pengamatan yaitu 6,9% pada desa Donorejo dan 8,4% desa Pasrujambe. Hasil ini sangat baik sekali dibandingkan hasil penelitian di stasiun percobaan dengan angka kematian mencapai 28,57% (ADIATI et al., 2001) dan 23,7% (SUTAMA et al., 1999). Ini menandakan bahwa manajemen pemeliharaannya sudah sangat baik sehingga
tingkat kematian anak dapat ditekan sekecil mungkin karena di desa Donorejo anak kambing PE disapih sampai umur 4 bulan sehingga anak sudah cukup kuat, selain itu anak kambing sangat tergantung kepada susu induknya. DEVENDRA dan BURN (1994) menyatakan bahwa anak kambing sepenuhnya tergantung pada susu induk sampai kurang lebih 7 – 8 minggu setelah lahir.
Laju reproduksi induk Dari data reproduksi ternak kambing yang dihasilkan di atas dapat dinyatakan bahwa rataan jumlah anak sekelahiran di desa Donorejo sebesar 1,84 ekor dengan laju mortalitas anak pra-sapih sebesar 6,9 persen dan selang beranak sebesar 9,20 bulan maka laju reproduksi induk berdasarkan komponen reproduksi tersebut dapat diperkirakan sebesar 2,22 ekor anak sapih/induk/tahun, sedangkan di desa Pasrujambe dengan rataan jumlah anak sekelahiran 2,42 ekor, laju mortalitas 8,4 persen dan selang beranak 8,95 bulan maka diperoleh nilai laju reproduksi induknya sebesar 2,96 ekor. Disini terlihat bahwa nilai kuantitatif penampilan induk-induk di lokasi pengamatan desa Pasrujambe terlihat lebih bagus dibanding di desa Donorejo, hal tersebut akibat lebih tingginya jumlah anak sekelahiran yang didapat dan selang beranak yang lebih pendek, walaupun mortalitas anak masih lebih tinggi terjadi di desa Pasrujambe. Penampilan laju reproduksi induk tersebut juga ditentukan adanya keinginan peternak dalam pengembangan kambing PE, dimana di desa Donorejo hasil produksi anak benar-benar dipersiapkan sebagai ternak bibit sehigga penampilan anak adalah pertimbangan utama sehingga anak dapat dijual dengan harga tinggi.
Tabel 2. Data Jarak beranak berdasarkan paritas induk di lokasi pengamatan (bulan) Lokasi
Kel. 1 – 2
Kel. 2 – 3
Kel. 3 – 4
Kel. 4 – 5
Rataan
Desa Donorejo
9,52 + 2,08 (n = 31)
9,26 + 1,59 (n = 19)
9,27 + 1,19 (n = 11)
8,75 + 0,71 (n = 8)
9,20 + 1,39 (n = 69)
Desa Pasrujambe
8,86 + 0,74 (n = 29)
8,93 + 0,27 (n = 14)
9,00 + 0 (n = 7)
9+0 (n = 1)
8,95 + 0,34 (n = 51)
485
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
KESIMPULAN Dari hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa penampilan induk-induk di lokasi pengamatan Desa Pasrujambe terlihat lebih bagus dibandingkan dengan di Desa Donorejo, yang terlihat dari nilai hasil perhitungan LRI yaitu sebesar 2,96 ekor vs 2,22 ekor didesa Donorejo. DAFTAR PUSTAKA ADIATI, U., HASTONO, I-K. SUTAMA, D. YULISTIANI dan I-G.M. BUDIARSANA. 2001. Pemberian konsentrat dengan level protein yang berbeda pada induk kambing PE selama bunting tua dn laktasi. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 – 18 September 2001. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 247 – 255. DEVENDRA, C. dan M. BURN. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan Harya Putra. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.
486
GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production In The Tropic and Sub Tropic. Tropical Agricultural Series. Longman, London and New York. SETIADI, B., SUBANDRIYO and L.C. INIGUEZ. 1995. Reproductive performance of small ruminants in an Outreach Pilot Project in West Java. JITV 1(2):73 – 80. SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M. RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGGRAENI, R.S.G. SIANTURI, HASTONO dan S.B. OLAN. 1995. Analisis potensi kambing Peranakan Etawah dan sumber daya di daerah sumber bibit pedesaan. Laporan Hasil Penelitian di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Purworejo. Puslitbang Peternakan, Bogor. SUTAMA, I-K., R. DHARSANA, B. SETIADI, U. ADIATI, R.S.G. SIANTURI dan I-G.M. BUDIARSANA. 2000. Respon fisiologi dan produktivitas kambing Peranakan Etawah yang dikawinkan dengan kambing Saanen. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 Oktober 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 224 – 235.