Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
KEBERADAAN KANDUNGAN KUMARIN DALAM DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) SEBAGAI AKARISIDA [Status of Coumarin Content in Gamal (Gliricidia sepium) Leaves as Acaricides] YUNINGSIH Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT In order to know activity and effectivity from medicinal plants, so we have to know a status of their active substance content. The determanation of coummarin as active substance in gamal leaves (acaricides) have been developed by using solvent extraction with proportion ethanol-water: 100, 90,80,70,60 and 50% and time of shaking during 1, 2, 3, 4 and 5 minutes for optimal extraction. Then, intensity of fluoresence as concentration of kumarin in filtrate is detected by thin layer chromatography (TLC) under UV lamp with wave length 366nm, after developing plat in eter : toluen (1 : 1) and spraying with 5% of KOH ethanol. Validation of improved method can be conducted are recovery and limit of detection (LOD). The result of optimal extraction is 50% ethanol-water with shaking during 5 minutes and recoveries after adding 5,0, 2,5 and 1,25 µg kumarin (in triplicates) standard solution in leaves is 108% respectively, which its in range 70 – 110% (range of Validation Acceptance Criteria). So, this improved method is quite significant (valid) for kumarin analysis in leaves with LOD: 0.0005 µg. Key Words: Kumarin Analysis, Gliricidia sepium Leaves, Thin Layer Chromatography (TLC) ABSTRAK Keaktifan dan keefektifan penggunaan dari tanaman obat dipengaruhi oleh keberadaan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman obat tersebut. Telah dicoba analisis kumarin sebagai bahan aktif dalam daun gamal (Gliricida sepium) sebagai akarisida dengan cara menggunakan variasi proporsi pelarut ekstraksi 100, 90, 80, 70, 60 dan 50% etanol- air dan variasi lama pengocokan mulai 1, 2, 3, 4 dan 5 menit dengan alat vortex untuk memperoleh hasil ekstraksi yang optimum. Kemudian hasil filtrat dispot pada plat kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel 60 (F 254) dengan eluen campuran eter : toluen (1 : 1) yang dijenuhkan dengan asam asetat pekat dan hasil pengembangan plat disemprot dengan 5% KOH etanol. Intensitas fluoresence yang dihasilkan sebagai penunjuk konsentrasi kumarin dalam sampel dideteksi dengan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Untuk uji validasi metode dilakukan uji perolehan kembali dan penetapan limit deteksi. Hasil pelarut ekstraksi optimum yaitu 50% etanol-air dengan lama pengocokan selama 5 menit dan hasil uji perolehan kembali setelah penambahan standar kumarin: 1,25; 2,5 dan 5,0 µg, yang masing-masing penambahan 3 ulangan menunjukkan nilai yang sama, yaitu rata-rata 108% yang masuk dalam kisaran kriteria uji validasi uji perolehan kembali (80 – 110%), maka metode analisis kumarin cukup valid dengan limit deteksi 0,0005 µg. Kata Kunci: Analisis Kumarin, Daun Gamal, Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
PENDAHULUAN Tanaman gamal dengan nama latinnya Gliricidia sepium (famili Fabaceae) merupakan tanaman yang mudah tumbuh dengan cepat di daerah tropis. Di Indoensia dikenal oleh petani terutama di Jawa, Sumatera dan Sulawesi digunakan untuk pupuk, kayu bakar dan
pencegah erosi. Beberapa peternak memanfaatkannya untuk makanan ternak (ruminansia) karena daunnya mengandung lebih dari 20% protein kasar meskipun cukup toksik untuk hewan lain, seperti kuda (DUKE, 1983). Menurut DUKE dan WAIN (1981) bahwa daun gamal tersebut dapat digunakan sebagai insektisida, rodentisida dan pengobatan penyakit kulit, luka dan reumatik. Sifatnya
875
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
sebagai pestisida ini karena keaktifan senyawa toksik kumarin yang terdapat dalam daun gamal tersebut. Disamping senyawa toksik kumarin juga ditemukan adanya senyawa toksik dicoumarol (furan ring) sebagai derivatnya dari kumarin yang dapat menyebabkan perdarahan lebih luas, paralysis dan mati apabila kandungannya melebihi dari 10 ppm. Sementara ditemukan dicoumarol tersebut dalam daun gamal apabila daun gamal mengalami pembusukan (kering) dengan adanya kontaminan jamur (CORNELL UNIVERSITY DEPARTMENT OF ANIMAL SCIENCE, 2010). Begitu juga pendapat dari EVERIST (1974) bahwa ditemukan bentuk derivat kumarin (senyawa kimia benzopyrone) dalam tanaman dan ada 4 bentuk derivatnya, yaitu derivat pertama dicoumarol yang bersifat antikoagulan dan dapat menyebabkan perdarahan lebih luas Derivat kedua: dihydroxykumarin glycoside yang mempunyai sifat racun akut karena mengandung glikosida. Derivat ketiga: aflatoksin yang mempunyai sifat toksin hati yang sangat kuat dan karsinogenik yang cukup tinggi dan merupakan hasil produksi dari Aspergillus. Kemudian derivat keempat: furokumarin mempunyai sifat keaktifan photosensitisasi yaitu bereaksi langsung merusak sel-sel jaringan dengan adanya sinar matahari. Seperti telah disebutkan di atas bahwa daun gamal dapat dipergunakan untuk pengobatan penyakit kulit dan diantaranya untuk pengobatan penyakit skabies (PHILIPPINE MEDICINAL PLANTS, 2009). Sementara keaktifan dan keefektifan dari penggunaan tanaman obat sebagai akarisida tersebut dipengaruhi oleh keberadaan kandungan bahan aktifnya, maka telah dicoba analisis kumarin sebagai bahan aktif dalam daun gamal dengan modifikasi metode kromatografi lapis tipis (KLT) menurut CELEGHINI et al. (2001). MATERI DAN METODE Sebagai bahan penelitian adalah berupa daun gamal (Gliricida sepium) asal sekitar lokasi Balai Besar penelitian Veteriner, Bogor, kemudian daun dikeringkan dan digiling sampai menjadi bentuk powder (DG). Sebagai blanko digunakan daun sirih kering dalam
876
bentuk powder (PB) dan telah dianalisis tidak mengandung kumarin. Metode analisis kumarin dalam DG Dilakukan analisis kumarin dalam DG dengan metode menurut CELEGHINI et al. (2001), yaitu: timbang 1 gram DG dan ekstraksi dengan 10 ml campuran etanol: air (50%) dengan cara pengocokan dengan menggunakan alat sonikator selama 20 menit. Hasil filtrat yang diperoleh dispot pada plat KLT dengan eluen campuran eter-toluen (1:1) yang dijenuhkan dengan 10% asam asetat, kemudian plat disemprot dengan 5% KOH etanol. Konsentrasi kumarin dihitung berdasarkan dengan hasil intensitas fluoresence yang dideteksi dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm dan kadar kumarin dalam sampel dihitung dengan membandingkan antara intensitas fluoresence sampel dengan standar kumarin. Modifikasi metode Dilakukan analisis kumarin dengan modifikasi metode menurut, CELEGHINI et al. (2001) dengan cara sebagai berikut: Penetapan proporsi pelarut ekstraksi dan pengocokan yang optimum. Analisis kumarin dalam daun gamal dilakukan sebanyak 6 kali, masing-masing menggunakan 10 ml pelarut ekstraksi dari campuran etanol: air dengan proporsi mulai dari 100, 90, 80, 70, 60 dan 50%, kemudian kocok dengan alat vortex dengan variasi waktu mulai 1, 2, 3, 4 dan 5 menit. Hasil filtrat diukur volumenya dan dispot pada plat KLT silica gel 60 (F254), kemudian plat dikembangkan dalam eluen campuran eter : toluene = 1: 1 yang telah dijenuhkan dengan asam asetat pekat. Hasil intensitas fluorescence-nya dideteksi di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm. Kemudian kadar kumarin dihitung seperti telah dilakukan di atas. Validasi modifikasi metode Uji perolehan kembali: dilakukan analisis kumarin dalam DB dengan metode yang telah dimodifikasi di atas sebanyak 10 ulangan dan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
pada tahap awal ekstraksinya dilakukan pada sampel 1 gram DB dengan penambahan 3 variasi konsentrasi standar kumarin: 50, 25 dan 12,5 µl dengan konsentrasi 100 ppm kumarin (5,0, 2,5 dan 1,25 µg kumarin) dan masingmasing penambahan 3 ulangan (9 kali analisis) dan 1 kali analisis tanpa penambahan standar (blanko). Penetapan limit deteksi lakukan spot larutan standar kumarin sebanyak 0,5; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 µl pada plat KLT dari masingmasing konsentrasi 100; 10 dan 1 ppm, kemudian plat dikembangkan dalam eluen campuran eter-toluen (1 : 1) dan lakukan pengamatan intensitas fluorescence-nya sampai tidak terdeteksi. Aplikasi modifikasi metode Dilakukan sampling daun gamal dari beberapa lokasi sekitar Bogor dan lakukan analisis kumarin dengan menggunakan metode yang telah dimodifikasi tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis kumarin menurut metode CELEGHINI et al. (2001) dalam daun gamal asal sumber yang sama menunjukkan intensitas fluoresence yang berbeda atau kandungan kumarinnya berlainan yang membuktikan bahwa hasil ekstraksi daun gamal belum mencapai optimum, maka perlu konfirmasi penggunaan pelarut ekstraksi optimum dan modifikasi lama pengocokan dengan alat vortex dan hasilnya sebagai berikut: Pelarut ekstraksi optimum: berdasarkan hasil pengamatan intensitas fluoresence pada plat KLT dari hasil ekstraksi daun gamal dengan 6 macam variasi proporsi pelarut ekstrasi etanol- air menunjukkan bahwa pelarut ekstraksi 50% etanol dalam air merupakan pelarut ekstraksi optimum sesuai dengan pendapat dari CELEGHINI et al. (2001), yaitu hasil deteksi dari ekstraknya menunjukkan intensitas fluoresence yang paling optimum dibandingkan dengan pelarut ekstraksi lain (10, 20, 30 dan 40% etanol dalam air)
Waktu pengocokan optimum. Setelah dilakukan pengamatan intensitas fluoresence dengan pengocokan sampel dengan alat sonikator kurang optimum dan memerlukan waktu lebih lama (20 menit). Maka perlu dimodifikasi dengan alat vortex yang lebih kuat pengocokannya dan akan memerlukan waktu yang lebih singkat. Setelah dilakukan pengocokan selama 1, 2, 3, 4 dan 5 menit dan ternyata pengocokan selama 5 menit merupakan waktu pengocokan optimum yang sesuai dengan hasil pengamtan intensitas fluorescence-nya paling tinggi dibandingkan dengan lama pengocokan lain (1, 2, 3 dan 4 menit) yang rata-rata menghasilkan sekitar 4090% fluoresence optimum (intensitas fluoresence dari pengocokan 4 menit hampir sama dengan pengocokan 5 menit). Modifikasi konsentrasi asam asetat untuk menjenuhkan larutan pengembang. Berdasarkan metode menurut CELEGHINI et al. (2001) bahwa penambahan asam asetat 10% dalam menjenuhkan eluen (eter-toluen) menghasilkan nilai Rf yang tidak beraturan (bergelombang posisinya). Hal ini disebabkan adanya kandungan air (polar) cukup tinggi dalam eluen yang menyebabkan eluen kurang homogen dan menghasilkan nilai Rf tidak sama (bergelombang). Maka asam asetat 10% diganti dengan asam asetat glasial (kandungan air lebih sedikit) dan asam ini berfungsi sebagai kondisi (jenuh) dan ternyata nilai Rf menunjukkan hasil yang sama dari beberapa ulangan spot baik dari standar kumarin maupun dari spot sampel. Kemudian pemakaian bahan pereaksi KOH etanol harus selalu fresh karena berfungsi sebagai visualisasi fluoresence yang sangat menentukan keberadaan kandungan konsentrasi kumarin. Validasi modifikasi metode Untuk mengetahui sejauhmana ketepatan hasil modifikasi metode dilakukan uji validasi metode dengan cara uji perolehan kembali, yaitu penambahan 5,0; 2,5 dan 1,25 µg standar kumarin dan hasilnya diperoleh nilai yang sama, yaitu rata-rata 108% (Tabel 1)
877
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Hasil uji perolehan kembali analisis kumarin dalam daun setelah penambahan larutan standar kumarin Ulangan ke
Penambahan standar kumarin (µg)
Hasil uji perolehan kembali (µg)
Hasil uji perolehan kembali (%)
1
5,0
5,4
108
2
5,0
5,4
108
3
5,0
5,4
108
1
2,5
2,7
108
2
2,5
2,7
108
3
2,5
2,7
108
1
1,25
1,35
108
2
1,25
1,35
108
3
1,25
1,35
108
Blanko
-
-
-
yang masuk dalam kisaran kriteria uji perolehan kembali (80 – 110%), maka modifikasi metode analisis kumarin dalam daun cukup valid. Limit deteksi Berdasarkan hasil pengamatan intensitas fluoresence dari hasil spot pada plat setelah pengembangan dengan eter-toluene dari beberapa variasi konsentrasi kumarin: 100, 10 dan 1 ppm, maka batas konsentrasi kumarin yang masih terdeteksi adalah 0,0005 µg (hasil spot 0,5 µl dari konsentrasi 1 ppm kumarin) yang cukup kecil konsentrasinya, maka metode analisis kumarin dengan cara KLT ini cukup sensitif. Sementara sensitivitas analisis dengan metode KLT umumnya rata- rata sekitar 0,1 µg (seperti beberapa jenis pestisida umumnya sekitar 0,1 – 0,001 µg). Keberadaan kandungan kumarin dalam daun gamal Sebagai aplikasi modifikasi metode telah dilakukan analisis kumarin dalam daun gamal asal beberapa lokasi di Bogor. Setelah dilakukan analisis kumarin dengan metode yang telah dimodifikasi tersebut dan hasilnya seperti tertera pada Tabel 2. Terlihat pada Tabel 2, daun gamal no. 2, 4 dan 5 menunjukkan rata-rata kandungan
878
kumarin cukup tinggi dan ternyata rata-rata kandungan kumarin cukup tinggi dalam daun asal tanaman yang tumbuhnya cukup subur dan menghasilkan bau yang lebih menyengat dibandingkan asal daun yang tanamannya kurang subur. Sifat spesifik bau ini sesuai phytochemical kumarin dengan vanili (PHYTOCHEMICALS, 2010). Sedangkan sampel daun lainnya yang kandungan kumarinnya cukup rendah umumnya daun asal tanaman yang kurang subur atau asal daun yang tumbuh dari batang tua yang telah dipotong berulangulang. Tabel 2. Hasil analisis kumarin dalam daun gamal asal beberapa lokasi di Bogor dan sekitarnya Asal lokasi sampling daun gamal
Kandungan kumarin (ppm)
1
Bogor 1
272
2.
Bogor 2
480
3.
Bogor 3
240
4.
Bogor 4
1040
5.
Bogor 5
620
6.
Bogor 6
312
7
Bogor 7
260
No.
KESIMPULAN Berdasarkan nilai dari hasil uji perolehan kembali analisis kumarin dalam daun (108%),
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
maka pengembangan metode cukup valid dengan limit deteksi 0,0005 ug kumarin. Dengan modifikasi metode analisis kumarin ini dapat diketahui keberadaan kandungan kumarin dalam daun sehingga dapat mengetahui keaktifan dan kefektifan dalam penggunannya sebagai akarisida. DAFTAR PUSTAKA CELEGHINI, R.M.S., J.H.Y. VILEGAS and F.M. LANCAS. 2001. Extraction and quantitative HPLC analysis of kumarin in hydroalcoholic extarcts of Mikania glomerata Spreng (“guaco”) leaves. J. of the Brazilian Chemical Society. 12(6) 1 – 8. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arr text&pid=SO103-50532001000600003 (11/9/2009). CORNELL UNIVERSITY DEPARTMENT OF ANIMAL SCIENCE. 2010. Plants poisonous to livestock.
http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagent s/kumarin.html (18/1/2010). DUKE, J.A. 1983. Gliricidia sepium (Jacq.) Steud. Handbook of energy crops. Unpublished. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_en ergy/Gliricidia_sepium.html (3/9/2009). DUKE, J.A. and K.K. WAIN. 1981. Medicinal plants of the world. Computer indexwith more than 85.000 entries. 3 vols. EVERIST, S.L. 1974. Non nitrogenous organic compounds. Poisonous Plants of Australia. pp.39 – 42. PHILIPPINE MEDICINAL PLANTS. 2009. Kakawate Gliricidia sepium: Herbal therapy. http://www.stuartxchange.org/Kakawati.html (10/9/2009). 2010. Kumarin. PHYTOCHEMICALS. http://www.phytochemicals.info/phytochemic als/kumarin.php (18 Januari 2010)
879