Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
SISTEM PRODUKSI TERNAK ITIK DI SULAWESI UTARA DEREK POLAKITAN, PAULUS PAAT, dan L. TAULU Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara Jl. Kampus Pertanian Kalasey, Kotak Pos 1345 Manado 45013
ABSTRAK Visi pembangunan pertanian dan peternakan Propinsi Sulawesi Utara adalah menjadi penggerak utama dalam pengembangan sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat pertanian dan peternakan yang sejahtera di Sulawesi Utara. Permasalahan yang dihadapi oleh peternak itik di Sulawesi Utara berdasarkan hasil penelitian karena, keterbatasan modal sehingga banyak peternak dililit hutang pada rentenir. Disisi teknis, permasalahan yang dihadapi adalah tidak tersedianya bibit unggul dan pengetahuan mengenai pakan ternak yang terbatas, sehingga umumnya peternak itik dipesisir Danau Tondano hanya mengandalkan renga (sejenis siput air) yang hidup di dasar Danau Tondano. Permasalahan lainnya adalah sistem pemeliharaan itik pola gembala sehingga produktifitas itik rendah. Peluang pengembangan ternak itik di Sulawesi Utara adalah pada daerah sentra padi sawah dan pesisir danau. Luas persawahan di Sulawesi Utara 64.968 ha. Hal ini memungkinkan karena itik hidup diagroekosistem basah dan pengusahaan dapat diintegrasikan dengan usahatani padi, ternak itik dapat memanfaatkan gabah padi yang jatuh waktu panen dan dapat mengendalikan hama terutama keongmas. Kesimpulan yang dapat di rekomendasikan bahwa untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem produksi ternak itik di Sulawesi Utara dapat ditempuh dengan perbaikan sistem pembibitan, perbaikan sistem penyediaan dan pemberian ransum, perbaikan sistem pemeliharaan ternak dan, peningkatan skala usaha. Direkomendasikan juga dengan pembentukan kelembagaan kemitraan dan perbaikan sarana dan prasarana wilayah. Kata kunci: Sistem, produksi, ternak itik
PENDAHULUAN Visi pembangunan pertanian dan peternakan Propinsi Sulawesi Utara adalah menjadi penggerak utama dalam pengembangan sistem agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat pertanian dan peternakan yang sejahtera di Sulawesi Utara. Misi adalah: 1) Menggerakan berbagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal dengan menerapkan teknologi pertanian tepat guna dan spesifik lokasi dalam menghasilkan produk pertanian sesuai kebutuhan pasar. 2) Memberdayakan masyarakat tani dan peternak serta pelaku agribisnis yang mandiri maju dan efisien. Usaha peternakan itik di Sulawesi Utara sudah dikenal oleh masyarakat dan menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat yang bermukim pada wilayah agroekosistem basah (persawahan, pesisir danau dan daerah aliran sungai). Produksi hasil ternak masyarakat Sulawesi Utara tahun 2005 sebesar 21.609.680 kg daging dan 7.556.818 kg telur. Ternak itik dipelihara oleh masyarakat dengan tujuan
utama adalah produksi telur. Itik jantan muda dan itik afkir menambah suplai daging untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar. Sebaran populasi ternak itik di Sulawesi Utara tidak merata seperti ayam buras. Usahatani itik berada pada kawasan pertanian beragroekosistem (basah, pesisir danau dan pada sentra-sentra produksi padi sawah). Dengan keadaan demikian ternak itik menjadi tumpuan sumber pendapatan keluarga tani di wilayah tersebut. Populasi ternak itik di Sulawesi Utara tahun 2004 sebesar 70.495 ekor (Laporan DINAS PERTANIAN dan PETERNAKAN PROVINSI SULAWESI UTARA 2005). Hasil survei di pesisir Danau Tondano tahun 2004 menunjukan bahwa terdapat 247 peternak dengan skala pemilikan 100 – 500 ekor. Seluruh produksi telur dan daging yang dihasilkan adalah untuk memasok kebutuhan lokal maupun antar pulau. Permasalahan yang dihadapi oleh peternak itik di Sulawesi Utara berdasarkan hasil penelitian adalah keterbatasan modal, banyak peternak dililit hutang pada rentenir. Di sisi teknis permasalahan yang dihadapi adalah tidak tersedianya bibit unggul dan pengetahuan mengenai pakan itik yang terbatas, sehingga
103
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
umumnya peternak itik di pesisir Danau Tondano hanya mengandalkan renga (sejenis siput air) yang hidup di dasar Danau Tondano. Selain itu sistem pemeliharaan itik hanya digembalakan sehingga produktivitasnya tidak stabil. Prospek pengembangan usaha ternak itik di Sulawesi Utara sangat besar ditinjau dari jumlah penduduk Sulawesi Utara sebesar 2.154.235 jiwa. Program pola pangan harapan (PPH) menurut target konsumsi protein hewani adalah 6 g/kap/hari, baru terpenuhi baru 4.57 g. Konsumsi telur baru mencapai 6.680.010 kg dari kebutuhan 8.881.910 kg. Untuk memenuhi asupan gizi tersebut masih dibutuhkan pasokan 2.201.900,9 kg telur kepasaran. Pencapaian target tersebut perlu strategi peningkatan populasi ternak dan pemanfaatan sumberdaya lokal sehingga produk hasil peternakan mudah didapat dan harga terjangkau. Peluang pengembangan ternak itik di Sulawesi Utara dapat dilaksanakan pada pesisir danau dan daerah sentra padi sawah. Luas persawahan di Sulawesi Utara 64.968 ha sedangkan luas danau sekitar 4398 ha (POLAKITAN et al., 2005). Hal ini memungkinkan karena itik hidup di agroekosistem basah dan pengusahaan dapat diintegrasikan dengan usahatani padi. Ternak itik dapat memanfaatkan gabah padi yang jatuh waktu panen dan dapat mengendalikan hama terutama keong mas. Di pesisir danau itik memanfaatkan renga sejenis mollusca air tawar sebagai pakan. Makalah ini bertujuan menginformasikan potensi dan peluang pengembangan ternak itik di Sulawesi Utara serta kebijakan pengembangannya. SISTEM PEMBIBITAN Untuk mencukupi kebutuhan telur dan daging itik diperlukan bibit itik yang baik dan unggul. Bibit itik yang baik dan unggul hanya bisa diperoleh melalui teknik pembibitan yang ditangani sesuai prosedur yang benar (JAYASAMUDRA dan CAHYONO, 2005). Sekarang ini pembibitan yang ada di Sulawesi Utara masih bersifat tradisional, berskala kecil sehingga kualitas dan produksivitasnya rendah. Sebenarnya kondisi ini dapat diperbaiki melalui peningkatan mutu genetik dan tatalaksana pemeliharaan yang benar.
104
Hasil survei menunjukan bahwa sampai saat ini usaha pembibitan itik petelur di Sulawesi Utara masih dilakukan sebatas untuk memenuhi kebutuhan skala kecil (kebutuhan peternak sendiri). Peternak tidak memperhatikan kualitas induk penghasil telur tetas. Umumnya telur tetas diambil dari ternak gembala peliharaan sendiri maupun milik peternak lain yang tidak jelas asal usul induknya. Akibatnya kualitas bibit (anak itik) yang dihasilkan sangat beragam, mutunya kurang baik dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pasar secara berkesinambungan dalam jumlah yang cukup. Teknik penetasan yang dilakukan oleh peternak itik di Sulawesi Utara seperti yang dikemukakan oleh WINDHYARTI (1996) untuk menetaskan itik dapat dilakukan dengan menggunakan ayam kampung, itik Manila atau menggunakan inkubator (mesin tetas). Pada skala kecil penetasan telur dilakukan dengan menggunakan ayam buras/itik Manila sedangkan pada skala besar menggunakan inkubator (SOEDJARWO 1997). SISTEM PEMBERIAN PAKAN Pada budidaya ternak secara intensif pakan merupakan biaya terbesar yang dapat mencapai 70% dari biaya produksi (ZAINUDDIN, 2005). Harga bahan baku pakan ternak akan sangat menentukan terhadap biaya produksi. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan ternak sebagian besar masih diimport, terutama bahan baku pakan sumber vitamin dan protein seperti bungkil kadele dan tepung ikan. Dalam menformulasi pakan ternak itik diutamakan untuk memanfaatkan bahan pakan tertentu yang mudah diperoleh pada spesifik lokasi, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Menyusun ransum merupakan salah satu ketrampilan yang harus dimiliki peternak. Dengan ketrampilan tersebut selain dapat diperoleh pakan itik berkualitas sesuai dengan kebutuhan gizi ternak itik dan harga yang relatif murah maka perlu diketahui beberapa hal: 1) kandungan gizi bahan pakan minimal protein dan energi, 2) kebutuhan gizi itik tiap fase, perkembangan fase stater, grower dan layer, 3) kualitas bahan pakan (fisik dan kimia), 4) faktor pembatas (zat antinutrisi dan batas maximum penggunaannya dalam ransum).
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 1. Alternatif bahan pakan lokal dan batasan maksimum (%) dalam ransum Jenis pakan lokal Dedak padi Dedak gandum Dedak jagung Jagung Sorgum Singkong Onggok Sagu Ampas tahu Limbah sawit Limbah sawit fermentasi Kulit buah kopi Kulit biji coklat Tepung kepala udang Tepung bulu ayam Tepung bekicot Tepung kulit pisang Tepung daun Limbah restoran Limbah pabrik kecap Limbah pabrik roti Limbah pabrik supermie Renga (siput danau)* Gabah padi* Kijing*
Maksimum % dalam ransum 30 – 40 30 – 40 30 – 40 100 60 20 20 20 15 – 20 10 15 – 20 10 5 20 5 30 5 – 10 10 50 10 20 – 30 20 – 30 70 100 30
Sumber: ZAINUDIN, 2005* dan POLAKITAN et al., 2005
Sentra produksi ternak itik di Propinsi Sulawesi Utara terdapat di pesisir danau dan daerah aliran sungai Tondano. Sebagian masyarakat menjadikan usaha ternak itik bagian dari usahataninya. Usaha peternakan itik di pesisir Danau Tondano dilakukan dengan digembalakan dan kombinasi gembala dan dikandangkan (semi intensif). Pakan utama berupa renga (siput air) sampai 70% (hasil wawancara) akan tetapi pada waktu tertentu renga (siput air) tidak dapat digunakan sebagai pakan karena beracun. Ini masalah utama bagi peternak itik di pesisir danau Tondano. Hal ini disebabkan oleh intrifikasi dan eutrofikasi dan penurunan kualitas air danau, akibatnya terjadinya penurunan produktivitas ternak itik (produksi telur) dan kerugian bagi peternakan.
Penanganan yang cermat terhadap pakan baik kualitas maupun kuantitas sangat dituntut untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sistem pemberian pakan dan komposisi ransum yang diberikan peternak dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2x, pagi dan sore. Pada pemeliharaan fase grower dan layer komposisi ransum sama hanya volumenya layer lebih banyak. Apabila stok pakan yang tersedia menipis dan waktu panen padi tiba umumnya peternak menggembalakan ternaknya dipetakan sawah waktu siang dan sore hari dikandangkan dan diberi pakan tambahan berupa renga (siput air) segar dan jagung.
105
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 2. Komposisi ransum kebiasaan peternak setempat fase stater (umur 1 hari – 30 hari) Bahan Pakan komersil BR1 Jagung giling Jumlah
% 50 50 100
Protein % 11 4,5 15,5
Energi kkal/kg 1350 1660,5 30105
Harga Rp 175.000 70.000 2450/kg
Sumber: POLAKITAN et al., 2005
Tabel 3. Komposisi ransum kebiasaan peternak fase grower dan layer Bahan Jagung bulat Gabah padi Renga Jumlah
% 20 20 60 100
Protein % 1,8 1,66 16,8 20,26
Energi kkal/kg 664,2 515,6] -
Harga Rp 26.000 28.000 18.000 720/kg
Sumber: POLAKITAN et al., 2005
Pakan digunakan oleh itik untuk mempertahankan hidup, pertumbuhan dan produksi/reproduksi (ANGGORODI 1979). Dengan demikian upaya untuk membuat standard kebutuhan nutrisi bagi ternak itik sangat diperlukan agar produktivitas yang optimal dapat dicapai. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak itik ádalah pemberian pakan yang berkualitas. Kecukupan gizi untuk ternak itik dapat dipenuhi dari campuran berbagai bahan makanan (SETIOKO 1992 dalam PAAT et al., 2001). Bahan makanan yang digunakan untuk ransum ternak itik pada prinsipnya sama dengan ternak ayam, penggunaan bahan pakan lokal yang murah, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan berkualitas baik sangat disarankan agar usaha ternak itik dapat menguntungkan (Tabel 1). Bahan pakan sumber energi: dedak halus, jagung giling, sagu, ubi kayu, bungkil kelapa, sedang sumber protein: tepung ikan, bekicot, siput/bia dan lain-lain (SETIOKO 1995 dalam PAAT et al., 2001). Hasil penelitian pakan yang dilakukan oleh REPPY et al., 2000, dengan mengintroduksi ransum dengan komposisi 30% jagung, 40% dedak halus dan 30% kosentrat dengan kadar protein 16,68% diperoleh hasil konsumsi ransum 176,5 gr/ek/hari, sedangkan pakan teknologi petani 173,55 gr/ek/hari. Produksi telur meningkat dari 51,75% menjadi 68,65%, berat telur meningkat dari 69,4 gr menjadi 72,25 gr, konversi pakan turun dari 2,54 menjadi 2,40. Fertilitas meningkat dari 72% menjadi 90%. Daya tetas meningkat dari 35%
106
menjadi 68%, mortalitas turun dari 56% menjadi 34%. SISTEM MANAGEMEN PEMELIHARAAN TERNAK ITIK Pola pemeliharaan ternak itik di Sulawesi Utara lebih 80% menganut kombinasi gembala dan kandang, sisanya kurang 20% intensif (terkurung) (hasil survei). Perubahan sistem pemeliharaan dengan input teknologi sederhana dari pemeliharaan ekstensif (digembalakan) menjadi semi intensif dan intensif (dikandangkan). Pada pemeliharaan sistem gembala, tempat pemeliharaan kelompok itik berpindah-pindah untuk mencapai tempat penggembalaan yang banyak tersedia pakannya seperti sawah yang baru dipanen. Pemeliharaan semi intensif ádalah pemeliharaan dengan cara mengurung itik pada saat-saat tertentu, biasanya pada malam hari dan pagi hari dilepas sekitar halaman kandang atau digembalakan ditempattempat penggembalaan yang dekat. Pemeliharaan sistem intensif ádalah pemeliharaan dengan mengurung itik selalu dalam kandang atau batería. Untuk sistem gembala jumlah itik yang dapat digembalakan oleh seorang penggembala biasanya 200 ekor apabila lebih dari itu akan mengalami kesulitan dalam mengarahkan ternak dalam petak penggembalaan (wawancara langsung). Sistem semi intensif maupun intensif jumlah itik yang dipelihara
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
oleh seorang peternak tidak terbatas tetapi sebaiknya ternak itik dikelompokkan dari 50 – 100 ekor perkandang. SISTEM MANAGEMEN KESEHATAN Upaya peningkatan produktifitas ternak dipedesaan perlu ditunjang oleh program kesehatan ternak yang meliputi pencegahan dan penaggulangan penyakit secara dini. Efektifitas dari program kesehatan hewan dilapangan akan lebih mudah dicapai dengan meningkatkan penyebaran informasi tentang cara-cara pengenalan penyakit dan usaha untuk mengatasinya. Penyakit-penyakit pada unggas pada umumnya dapat menyerang itik. Penyakitpenyakit yang dapat menyebabkan kematian pada itik perlu diwaspadai. Kematian itik yang cukup tinggi akibat serangan virus Avian Influenza. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan keracunan juga dapat menyebabkan kematian. Untuk mengetahui sehat tidaknya ternak itik dapat diamati dari gejala-gejala klinis antara lain: nafsu makan menurun, lesu, pucat, kurus, lumpuh, kotorannya encer dan gangguan pernafasan. Dari berbagai jenis penyakit infeksius penting dan yang paling sering dilaporkan terjadi di Sulawesi Utara ádalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri fowl cholera dan botulism dan penyakit yang disebabkan oleh jamur misalnya aflatoksikosis. Penyakit Cholera unggas (fowl cholera) Situasi penyakit Kolera unggas dapat menyerang semua unggas termasuk itik dari segala umur. Penyebab ádalah bakteri pasteurella multocida. Bila penyakit ini menyerang dapat menimbulkan kematian 50% pada itik dewasa dan sampai 90% pada anak itik. Penyakit ini bersifat akut dengan ditemukan kematian secara mendadak. Sedangkan bentuk kronis ditandai penurunan nafsu makan, itik terlihat lemah, gangguan pernafasan kadang-kadang disertai dengan kelumpuhan. Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksinasi. Pemberian vaksinasi dilakukan suntikan dibawah kulit (subkutan).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan meningkatkan sanitasi dan hygieni. Jika ada ternak yang mati segera dikubur atau dibakar. Pengobatan dapat dilakukan dengan preparat sulfa seperti sulfa merazine atau golongan sulfaguinoxaline atau antibiotik seperti tetrasiklin dan streptomisin. Botulism Situasi penyakit Penyakit ini dapat menimbulkan kematian yang tinggi dan bersifat akut. Biasanya terjadi setelah itik memakan bangkai atau sayuran yang busuk yang sudah tercemar oleh racun yang dikeluarkan dari bakteri Clostridium botulinum. Masa inkubasi dari penyakit ini sangat tergantung dari banyaknya toksin yang dikeluarkan oleh bakteri yang termakan oleh itik, jika jumlah toksin yang termakan tinggi, maka gejala penyakit akan terlihat dalam beberapa jam. Sedangkan dalam jumlah sedang penyakit akan timbul dalam waktu 1 – 2 hari yang ditandai dengan kelumpuhan. Tanda-tanda klinis yang dapat diamati ádalah terjadi kelumpuhan pada seluruh anggota tubuh, dan yang sangat jelas terlihat adalah pada daerah leher sehingga itik tidak mampu menegakkan kepala. Kematian terjadi akibat kegagalan fungsí organ jantung dan organ pernafasan. Penyakit dapat terjadi dari spora yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum type C. pada daerah sekitar peternakan, atau pada benda-benda lain yang sudah tercemar. Pengobatan pada kasus keracunan ini agak susah dilakukan, karena penyakit ini bersifat sangat akut (perakut). Untuk kasus keracunan yang tidak terlalu parah, upaya pengobatan dengan pemberian Natrium selenite dan pemberian vitamin A, D3 dan E dapat menurunkan angka kematian. Pemberian antibiotik melalui air minum atau makanan ternyata cukup efektif dalam usaha pengendalian penyakit. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan memperbaiki sistem managemen pemeliharaan dengan cara mengeliminir sumber penyebab penyakit. Jika ada itik yang mati harus dikubur dan tidak boleh dibuang di sembarang tempat, terutama dibuang ke sungai. Kebersihan kandang harus diperhatikan dengan jalan membersihkan
107
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
kandang dan perlengkapannya secara rutin dengan menggunakan desinfektan. Aflatoksikosis Situasi penyakit Di antara ternak unggas, itik sangat rentan terhadap cemaran aflatoksin. Racun ini dihasilkan oleh Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus dan Penicillium peberulum. Metabolit yang dihasilkan oleh ketiga jamur di atas sangat beracun dan mempunyai sifat karsinogenik. Hampir tidak ditemukan sumber bahan baku untuk pakan itik yang bebas dari aflatoksin. Jika pakan yang tercemar aflantoksin diberikan pada anak itik selama dua minggu, dapat menyebabkan kematian. Tandatanda klinis yang diamati ádalah penurunan berat badan, pucat, lemah pada anggota gerak, otot kaki berwarna merah keungu-unguan akibat pendarahan serta penurunan produksi telur. Kontaminasi aflatoksin pada pakan ternak dapat menyebabkan aflatoksikosis yang menimbulkan kerusakan utama pada jeringan hati. Di negara berkembang yang beriklim tropis masalah ini sering timbul akibat penyimpanan pakan pada ruangan yang lembab. Selain kerugian yang menyebabkan penurunan berat badan dan produksi telur, cemaran racun ini dapat juga menghambat sistem pertahanan tubuh (immunosuprepsif), dan dapat meningkatkan residu pada produk – produk ternak seperti telur, daging dan susu. Usaha pengendalian cemaran aflatoksin sudah banyak dilakukan, diantaranya ádalah penambahan arang aktif sebanyak 1,5% pada pakan selama 10 minggu mampu mencegah terjadinya aflatoksikosis. Pemberian bahan
kimia yang berfungsi sebagai pengikat racun juga sudah banyak beredar seperti zeolit, dan bentonite dan lain sebagainya. Sedangkan penggunaan serbuk daun sambiloto sebanyak 0,16% pada pakan menghambat pertumbuhan jamur Aspergillus sp sehingga pembentukan aflatoksin menjadi terhambat. Pemberian sambiloto berupa larutan dalam air yang dicekokan pada itik dengan dosis 0,08% dapat mengurangi residu aflatoksin pada organ hati, dan melindungi kerusakan sel-sel hati oleh racun tersebut. Sedangkan usaha pencegahan hanya dapat dilakukan dengan menghindari penyimpanan bahan baku pakan atau pakan pada ruangan yang lembab dalam waktu lama. TANTANGAN DAN PELUANG Ada tiga faktor utama yang menjadi tantangan dalam pengembangan usaha ternak itik di Sulawesi Utara, faktor bio fisik lahan (area penggembala), faktor sosial ekonomi masyarakat peternak dan faktor kemampuan serta keterampilan peternak yang rendah. Hasil pengamatan di lapangan tergambar produktivitas ternak itik masih rendah disebabkan oleh sistem pemeliharaan masih ekstensif tradisional masih melekat kuat bagi peternak itik di Sulawesi Utara. Hasil survei tahun 2005 membuktikan kepemilikan ternak itik antara 50 – 500 ekor perpeternak, didominasi oleh kepemilikan 50 – 150 ekor dengan populasi demikian belum dapat memberikan pendapatan yang layak bagi keluarga peternak. Peluang pengembangan ternak itik sangat terbuka dilihat dari permintaan akan produksi ternak itik baik telur maupun daging itik.
Tabel 4. Jumlah penduduk dirinci menurut Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2002 – 2004 No. Kabupaten/Kota 1 Minahasa 2 Bolmong 3 Satal 4 Manado 5 Bitung Jumlah
108
2002 801.776 442.415 262.060 388.435 149.385 2.044.071
2003 827.877 458.008 269.644 410.870 161.421 2.127.820
2004 834.640 463.145 272.054 416.771 167.625 2.154.235
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Jumlah penduduk Sulawesi Utara terus bertambah dari tahun ketahun dan tahun 2002 2.044.071 jiwa, tahun 2004 menjadi 2.154.235 jiwa dengan jumlah penduduk demikian menjadi peluang pasar untuk produk peternakan termasuk telur itik (Tabel 4). Pemerintah Sulawesi Utara memasang target asupan protein hewani masyarakat Sulawesi Utara 6 gr/kap/hari baru terealisasi 4,54 gr/kap/hari atau 75,67%. Untuk mencapai pola pangan harapan tersebut perlu pening-
katan suplai telur kepasaran sebesar 2.147.808 kg. Munculnya isu flu burung di Indonesia juga banyak berpengaruh terhadap jumlah konsumsi produk peternakan itik. Strategi peningkatan suplai hasil ternak kepasaran (telur dan daging) dapat ditempuh dengan peningkatan populasi ternak. Tabel 6 memperlihatkan populasi ternak di Propinsi Sulawesi Utara yang mensuplai daging dan telur kepasaran.
Tabel 5. Konsumsi daging susu dan telur Provinsi Sulawesi Utara tahun 2003-2004 No
Jenis ternak
1
Konsumsi (Kg) Daging Telur Susu Konsumsi protein hewani kap/har (gram)
2
Tahun 2003
2004
15.763.342 6.261.571 7.000.000 4147
17.656.677 6.680.010 9.000.000 4,54
Sumber: Laporan Tahunan Dinas Pertanian Peternakan Sulawesi Utara
Tabel 6. Populasi Ternak di Provinsi Sulawesi Utara tahun 2003 – 2004 No
Jenis ternak
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Kuda Ayam buras Ayam ras pedaging Ayam ras petelur Itik
Tahun 2003 124.262 27 45.910 235.671 12.372 1.858.151 645.534 3.576.517 64.887
2004 124.444 27 44.234 243.195 9.310 1.813.416 679.814 3.051.817 70.495
Sumber: LAPORAN TAHUNAN DINAS PERTANIAN PETERNAKAN SULAWESI UTARA
Peternakan itik di Sulawesi Utara sudah lama menjadi salah satu cabang usahatani di masyarakat. Penyebarannya relatif tidak merata hanya dikawasan pertanian beragroekosistem basah seperti pesisir danau dan persawahan sentra produksi padi. Dengan melihat spesifikasi ternak itik maka pengembangan ternak itik dapat diarahkan pada daerah pesisir danau. Daerah aliran
sungai (DAS) dan wilayah persawahan. Tabel 7 memperlihatkan potensi lahan sawah di Sulawesi Utara 64.968 ha yang dapat dijadikan pengembangan ternak itik. Pengembangan ternak itik yang di integrasikan dengan usahatani padi memberikan keuntungan ganda karena ternak itik dapat memanfaatkan gabah padi yang jatuh juga dapat mengendalikan hama terutama keong emas.
109
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 7. Luas lahan sawah dan lahan kering Provinsi Sulawesi Utara tahun 2004 No Kabupaten/Kota 1 Kabupaten BolaangMongondow 2 Kabupaten Minahasa Selatan 3 Kabupaten Minahasa 4 Kabupaten Minahasa Utara 5 Kabupaten Sangihe 6 Kabupaten Kepulauan Talaud 7 Kota Tomohon 8 Kota Manado 9 Kota Bitung Jumlah
Lahan sawah(ha) 40.780 9.017 6.630 4.840 217 2.373 979 30 102 64.968
Lahan kering (ha) 211.206 158.532 81.450 70.067 88.836 73.210 9.535 13.698 22.562 729.096
Jumlah (ha) 251.986 167.549 88.080 74.907 89.053 75.583 10.514 13.728 22.664 794.064
Sumber: LAPORAN DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI SULAWESI UTARA, 2005
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Perbaikan sistem produsi ternak itik di Sulawesi Utara dapat ditempuh dengan perbaikan mutu bibit antara lain introduksi itik berdaya hasil tinggi baik petelur maupun pedaging, perbaikan pakan dengan berbasis bahan lokal dan perbaikan managemen meliputi sistem pemeliharaan, tatalaksana kesehatan dan membina kelembagaan permodalan. DAFTAR PUSTAKA
Dipesisir Danau Tondano Sulawesi Utara. Laporan Hasil Penelitian IPPTP Kalasey Manado. POLAKITAN A., TORAR D., dan REMBANG J.W., 2000. Analisis Agoekosistem Zone Minahasa. Laporan Hasil Penelitian. IPPTP Sulawesi Utara. POLAKITAN, D. P., PAAT, Z. MANTAU, M. LATULOLA, R. NOVARIANTO, V. TUTUD, R. REPPI, M. LINTANG, SUDARTE, ARYANTO, A. TURANG, S. PANGEMANAN dan A. SENGKEY. 2005. Pengkajian Usahatani Berbasis Ternak Itik di Pesisir Danau Tondano. Laporan Hasil Penelitian BPTP Sulawesi Utara.
ADJID RMA, INDRIANI, DAMAYANTI, ARYANTI, PARDEDE L. 2005. Hasil-hasil Penelitian dalam Mendukung Teknologi dalam Mengendalikan dan Mencegah Penyakit Viral Penting pada Ayam Lokal. Proseling Lokakarya Nasional Inovatif Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Puslitnak dan Badan Litbang pertanian dan Fapet Undip. Bogor.
REPPI R, P. PAAT, WENAS. J, TUMBEL, MARDIANA, dan V. TURAMBI 2000. Penelitian Adaptif Usaha Ternak Itik di Sulawesi Utara. Laporan Hasil Penelitian IPPTP Kalasey Manado.
ANGGORODI. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum Penerbit Gramedia Yakarta.
SOEDJARWO E. 1987. Membuat Mesin Tetas Sederhana. Seri Teknologi VII/24/87. Penerbit Swadaya.
BPS 2005. Sulawesi Utara Dalam Angka. Badan Statistik Propinsi Sulawesi Utara. JAYASAMUDERA D.J, dan CAHYONO B. 2005. Pembibitan Itik. Penerbit Swadaya Yakarta. MARHIYANTO B. 2004. Beternak Bebek Darat Petelur. Gitamedia Press. PAAT C, REPPI. R, WENAS J, MARDIANA dan B. OROH. 2001. Penelitian Adaptif Ternak Itik
110
SETIOKO. A.R, A. SYAMSUDIN, M RANGKUTI, H. BUDIMAN dan FURAWAN 1994. Budidaya Ternak Itik. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Badan Litbang Pertanian Yakarta.
WINDHYARTI. 1996. Beternak Itik Tanpa Air. Penerbit Swadaya. ZAINUDDIN .D. 2005. Strategi Pemanfaatan Pakan Sumberdaya Lokal dan Perbaikan Managemen Ayam Lokal. Proseding Lokakarya Nasional Inovási Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Puslitbang Peternakan dan Badan Litbang Pertanian dan Fapet UNDIP Bogor.