Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar1), J. W. Rembang1), dan Andi Tenrirawe2)
Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros 2)
Abstrak Produksi benih sumber jagung komposit dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Utara. Produksi benih kelas Benih Dasar (BD) dilakukan di KP Pandu pada tahun 2009, dengan tujuan untuk menghasilkan benih sumber kelas Benih Dasar (BD) yang selanjutnya akan diperbanyak oleh penangkar di kabupaten kota, sentra produksi komoditi tersebut melalui satu jaringan produksi benih untuk menghasilkan benih kelas Benih Pokok (BP). 3 varietas jagung komposit yang diproduksi benih sumbernya. yaitu Srikandi Kuning, Sukmaraga dan Bisma. Diproduksi dengan berpedoman kepada Standar Operasional Prosedur produksi benih sumber yang ditetapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Implementasinya dilaksanakan dengan bekerjasama BPSB sebagai pengawas mutuh benih. Hasil yang diperoleh untuk varietas Sukmaraga adalah 1800 kg benih dan 1500 kg jagung konsumsi, varietas Srikandi Kuning adalah 2.150 kg benih, dan 2.050 kg jagung konsumsi, kemudian varietas Bisma adalah 1.700 kg benih dan 2.700 kg jagung konsumsi. Pada tingkat produksi tersebut dengan harga yang berlaku saat itu maka usahatani produksi benih jagung komposit menguntungkan dengan kisaran keuntungan antara Rp 7 sampai 10 juta per hektar dan dinilai layak berdasarkan analisis kelayakan ekonomi. Kata kunci : Produksi, benih sumber, jagung komposit
Pendahuluan Komoditas jagung merupakan komoditas yang mendapat prioritas utama untuk dikembangkan dalam rangka memenuhi permintaan dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun (Badan Litbang Pertanian, 2005a). Pada tahun 2008, realisasi penyaluran benih berbantuan adalah 2.275 ton dan angka tersebut terus ditingkatkan pada tahun 2009 dengan menyediakan anggaran 1,294 trilyun (Dirjentan, 2009). Salah satu komponen yang paling menentukan dalam pengembangan jagung adalah benih. Industri benih nasional tanaman pangan baru berkembang untuk padi, sedangkan untuk jagung persaingannya sangat ketat terutama hibrida, tetapi untuk komposit tetap masih mengandalkan penangkar yang telah dibangun oleh pemerintah. Terkait de574
ngan hal itu, BPTP Sulut menindaklanjuti penekanan Badan Litbang Pertanian bahwa penanganan benih harus menjadi prioritas (BPTP Sulut, 2009). Prosedur dan tata cara produksi benih sudah ada yang baku yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, namun kenyataannya masih terus bermasalah dalam penyediaannya di berbagai tingkatan sehingga diperlukan suatu kajian yang melihat prosedur dan pelaksanaan serta permasalahan yang terjadi pada setiap tingkatan tersebut (Bahtiar et al., 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi ketersediaan benih sampai pada tingkat petani, mulai dari penyediaan benih sumber dari Balit-Balit, kemudian pengembangannya pada tingkat provinsi dan selanjutnya pada tingkat kabupaten kemudian disebarkan kepada petani. Jika ditelusuri maka hasil dari Balit
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
praktis memerlukan waktu minimal dua tahun baru sampai ke pada petani. Oleh karena itu perlu dipikirkan suatu sistem yang dapat mempercepat penyebaran varietas unggul nasional tanpa melanggar aturan yang telah ditetapkan. Di provinsi Sulawesi Utara tanaman jagung dibudidayakan oleh petani hampir di semua kabupaten (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, 2007). Luas tanam diperkirakan akan meningkat terus, mengingat jagung tidak hanya ditanam pada lahan terbuka tetapi juga sudah banyak ditanam dibawah pohon kelapa, dengan manajemen usahatani integrasi tanaman pangan, perkebunan dan ternak (Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, 2008). Tingkat produktivitas yang telah dicapai baru 2,4 t/ha (BPTP Sulut, 2007; Luce A. Taulu, 2008), sementara potensi produksi varietas unggul mencapai 5-6 t/ha (Balitsereal, 2007, Bahtiar et.al., 2007). Untuk mendekati capaian potensi produksi komoditi tersebut BPTP dapat melakukannya dalam bentuk kajian tematik atau kajian sistem usahatani yang melihat tidak saja pada aspek kelayakan teknologinya, keuntungan usahataninya, tetapi juga melihat kelembagaan pendukungnya (Badan Litbang Pertanian, 2005b) Teknologi produksi benih relatif mudah dan dapat dilaksanakan pada tingkat petani. Beberapa keuntungan yang dapat dicapai secara tidak langsung jika penangkaran dilakukan pada wilayah sasaran pengguna benih antara lain: benih yang dihasilkan sudah lebih adaptif dengan lingkungan tumbuhnya, proses penyimpanan dapat dihindari dengan mengatur waktu tanam sehingga benih sudah tersedia pada saat dibutuhkan, jenisnya su575
dah sesuai dengan ke-inginan petani, kualitasnya diyakini baik, mudah terjangkau oleh petani baik dari segi tempat maupun dari segi harga (Saenong, et al., 2006). Penyediaan benih secara 6 tepat harus dimulai dari identifikasi luas areal yang akan ditanami jagung, kapan waktunya dan jenis varietas apa yang menjadi pilihan petani. Informasi tersebut digunakan sebagai pertimbangan menetapkan kapan waktu penanaman dan dimana tempat memproduksinya. Tujuan kegiatan ini untuk memproduksi benih sumber 3 varietas jagung komposit unggul nasional (Srikandi Kuning, Sukmaraga dan Bisma) yang bermutu tinggi di Sulawesi Utara dan menganalisis pendapatan, keuntungan, serta kelayakan produksi benih sumber Metodologi Pelaksanaan Lapangan Pada tahun 2009 kegiatan dimulai di Kebun Percobaan Pandu, BPTP Sulawesi Utara tahun 2009. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa syarat sebagai lokasi perbenihan seperti lahan subur, terisolasi dari tanaman jagung lainnya terdapat sumber air serta lebih aman dari gangguan ternak, serta mudah dikontrol. Setiap varietas ditanam pada areal yang terpisah seluas 1 ha dengan menerapkan paket teknologi produksi seperti pemupukan 450 kg Urea/ha, 150 kg SP36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Pupuk Urea diberikan 2 kali yaitu pada 10 dan 35 hari setelah tanam, pemupukan pertama dicampur dengan seluruh pupuk SP36 dan KCL. Pengendalian hama/penyakit berdasarkan PHT kecuali perlakuan benih untuk menghindari
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
serangan penyakit bulai, benih diberi saromil sebagai seed treatment. Seleksi dilakukan terhadap tanaman yang memperlihatkan pertumbuhan yang menyimpang, sedang seleksi pada saat pasca panen dilakukan dengan seleksi tongkol, sehingga dapat dipisahkan produksi benih dan produksi jagung konsumsi. Pengamatan dan Analisis Data Variabel yang diamati adalah yang menunjang kelayakan usaha penangkaran seperti penampilan tanaman dan seluruh biaya yang digunakan serta hasil yang dicapai, kemudian dianalisis dengan biaya dan keuntungan untuk mengetahui keuntungan dan B/C rasio. Faktor penghambat dan penunjang dalam pelaksanaan, baik mengenai aspek fisik, teknis maupun sosial ekonomi juga diamati untuk mempertajam bahasan analisisnya.
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pemantauan dan pengamatan staf BPSB Sulut diperoleh keterangan bahwa ketiga varietas yang diproduksi benih sumbernya memenuhi syarat untuk dilanjutkan menghasilkan benih kelas SS. Demikian juga penilaian dari staf peneliti dari
Balitsereal yang memberi penilaian bahwa pertumbuhan benih ketiga varietas cukup baik dan diharapkan dapat berkembang di tingkat petani di Sulawesi Utara di masa datang. Melihat penampilan pertanaman tiga varietas yang diproduksi benih sumber di kebun Percobaan Pandu maka target produksi dapat dicapai. Selama tanaman di lapang tidak dijumpai adanya serangan hama penyakit yang berarti (Gambar 1) Rata-rata tinggi tanaman untuk tiga varietas lebih tinggi dari pada deskripsi ketiga verietas yang dilaporkan oleh Balitsereal (2007) dimana untuk jagung Sukmaraga (± 195), srikandi kuning ( ± 185 cm) dan Bisma (±190 cm). Hal ini disebabkan selama pertumbuhannya mendapat curah hujan yang cukup apalagi tanahnya tergolong subur. Adapun penampilan tanaman 3 varietas tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 Pada Tabel 2, dapat dilihat penampilan tongkol jagung mulai dari bentuk klobot, panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris/tongkol, berat 1000 biji dan hasil yang diperoleh. Produksi rata-rata ketiga verietas jagung yaitu Sukmaraga , Srikandi Kuning dan Bisma masing-masing 3,3 t/ha, 4,2 t/ha dan 4,4 t/ha, lebih rendah dari deskripsi yang
Gambar 1. Penampilan Tanaman Jagung Sukmaraga, Srikandi Kuning dan Bisma, 2009
576
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Penampilan 3 varetas jagung ( Sukmaraga, Srikandi Kuning, dan Bisma) di KP. Pandu Sulawesi Utara 2009/2010 Varietas
Tinggi Tinggi tanaman tanaman 30 Hst 45 hst (cm) (cm)
Berbunga 50% (hst)
Berbunga Warna Tinggi Tinggi 100% daun tongkol tanaman (cm) (hst) saat panen
Sukmaraga
99,9
133,9
55
60
Hijau Muda
144,2
291,7
Srikandi Kuning
109,7
180,4
55
60
Hijau gelap
151,0
309,5
Bisma
80,5
156,6
52
56
Hijau tua
131,4
281,2
dilaporkan Balitsereal (2007) dimana produksi rata-rata ketiga varietas adalah Sukmaraga 6,0 t/ha, Srikandi Kuning (5,40 t/ha) dan Bisma (5,7 t/ha). Namun demikian jika dibandingkan dengan produksi jagung lokal yang banyak ditanam petani (Manado kuning) maka ketiga varietas komposit tersebut jauh lebih unggul. Pengamatan terhadap karakteristik hasil menunjukkan bahwa dari tiga varietas
yang dikaji memperlihatkan panjang dan diameter tongkol, jumlah baris dan jumlah biji per baris menunjukkan bahwa keunggulan Sukmaraga dibanding dengan lainnya adalah tongkol yang lebih panjang berkisar 3 cm, sedang diameternya hampir sama yaitu berkisar 4,8 cm. Ini menggambarkan bahwa tongkol ukurannya tergolong agak besar dan secara langsung mempengaruhi tinggi rendahnya produksi yang dicapai (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata panjang tongkol, diameter tongkol, jumlah baris/tongkol, berat 1000 biji dan hasil Varietas
Kelobot
Panjang tongkol (cm)
Diameter tongkol (cm)
Jumlah baris/ Tongkol
Jumlah biji/baris
Berat 1000 biji (KA 14%) (g)
S u k - Menutupi maraga klobot (90%)
17,45
4,82
13,8
32,30
340
3,3
1500
S r i k a n d i Menutupi Kuning klobot sempurna
14,35
4,80
15,2
29,50
328
4,2
1500
Bisma
13,95
4,95
13,6
27,10
343
4,4
1.700
Menutupi klobot (90%)
577
Hasil Hasil (Ton/ha) Benih (kg)
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
Analisa Usahatani Analisa usahatani dilakukan untuk mengetahui secara ekonomi berapa biaya yang dibayarkan dan penerimaan yang dicapai. Biaya produksi yang terdiri dari biaya sarana berupa benih, pupuk dan input lainnya menunjukkan bahwa biaya sarana produksi yang dibayarkan adalah 3,3 juta per hektar, sementara biaya kontrak tenaga kerja hanya 2,5 juta per hektar (Tabel 3). Rendah-
kandi Kuning Rp 10.085.000 dan Bisma Rp 8.360.000. Keuntungan terbesar diperoleh pada Jagung Srikandi Kuning. Semakin tinggi benih sumber yang diperoleh semakin tinggi kentungan yang diperoleh. Hasil analisis B/C rasio menunjukkan bahwa usahatani produksi benih sumber layak diusahakan dimana R/C rasio lebih dari satu masing-,masing Srikandi Kuning (1,71), Sukmaraga (1,22) dan Bisma (1,42) (Tabel 4).
Tabel 3. Biaya sarana produksi dan tenaga kerja pada usahatani produksi benih jagung di Sulawesi Utara, 2009 Uraian
Volume
Harga satuan (Rp)
Nilai (Rp/ha)
Sarana Produksi Benih BS
20 kg
Pupuk urea
25.000
500.000
450 kg
2.500
1.125.000
Pupuk KCL
100 kg
6.000
600.000
Pupuk SP-36
150 kg
2.500
375.000
Kompos
1500 kg
500
750.000
Ridomil cair
0.5 btl
80.000
40.000
Jumlah I
3.390.000
Kontrak tenaga kerja utk 1 ha
2.500.000
Total biaya Tunai (I + II)
5.890.000
nya biaya tenaga kerja yang dibayarkan disebabkan banyak fasilitas yang tidak dibayarkan seperti traktor hanya nilai BBM saja sementara tenaganya adalah tenaga kerja kebun yang bekerja pada jam kerja kantor, sehingga hanya dibayarkan lembur jika bekerja diluar jam kerja. Produksi yang dicapai berkisar 3-4 t/ ha termasuk jumlah benih yang diperoleh. Keuntungan dan tinggkat kelayakan usahatani yang diperoleh untuk setiap varietas yaitu varietas Sukmaraga Rp 8.365.000, Sri578
Dari hasil yang diperoleh, hanya sebagian yang dapat dijadikan benih karena banyak yang rusak benihnya yang disebabkan oleh banyak factor antara lain: (1) ketika menjelang panen curah hujan tinggi sementara tidak tersedia alat pengolahan hasil yang memadai dan alat pengeringan. Dengan demikian tongkol yang dipanen tidak cepat diproses (dikeringkan) mengingat curah hujan dan keadaan mendung berlangsung lama setiap harinya, (2) pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran tenaga kebun yang memproses
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
Tabel 4. Analisis biaya dan pendapatan usahatani produksi benih di Sulawesi Utara, 2009 Uraian
Volume
Harga satuan
Nilai (Rp)
Varietas Sukmaraga Produksi Benih
1800 kg
6.000
10.800.000
Produksi jagung konsumsi
1500 kg
1.500
2.250.000
Nilai Produksi
13.050.000
Keuntungan
7.160.000
R/C ratio
1,22
Varietas Srikandi Kuning Produksi Benih
2.150 kg
6.000
12.900.000
Produksi Jagung Konsumsi
2.050 kg
1.500
3.075.000
Nilai Produksi
15.975.000
Keuntungan
10.085.000
R/C ratio
1,71
Varietas Bism a Benih Jagung SS
1.700 kg
6.000
10.200.000
Jagung konsumsi
2.700 kg
1.500
4.050.000
Nilai Produksi
14.250.000
Keuntungan
8.360,000
R/C ratio
1,42
benih masih belum memadai. Mereka belum mengetahui dampak negatifnya jika tongkol disimpan dalam keadaan tinggi kadar airnya. Mereka belum mengetahui proses muncul aflatoksin yang sangat berpotensi merusak biji apabila biji dalam keadaan tinggi kadar airnya dsb, (3) fasilitas yang terbatas, lantai jemur hanya satu dengan kondisi yang mulai rusak, pemipilan masih manual dengan alat konvensional. Dengan kondisi demikian, produksi yang dapat dijadikan benih lebih rendah dari yang ditargetkan yaitu untuk Sukmaraga hanya 1,8 t/ha yang target awalnya 2,5 t/ha, Srikandi Kuning hampir memenuhi target yaitu 2,1t/ha dari target awal 2,5 t/ha, kemudian 579
Bisma sama kondisinya dengan Sukmaraga yaitu hanya 1,7 t/ha.
Kesimpulan Usaha produksi benih jagung komposit di KP Pandu memungkinkan dilakukan dilihat dari faktor persyaratan lokasi. Tiga varietas yang dicoba produksinya telah memberi hasil yang cukup baik, namun hasil tersebut masih lebih banyak yang jadi konsumsi karena faktor alam, fasilitas, dan ketrampilan dalam proses pasca panennya. Namun demikian secara ekonomi sudah dapat memberikan keuntungan yang memadai yaitu berkisar 8 juta rupiah per hektar. Keuntungan tersebut dapat ditingkatkan lagi dengan mengatur
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISSN : 978-979-8940-29-3
pola tanam di lapangan sehingga proses pasca panen berlangsung pada saat tidak ada hujan, dan meningkatkan ketrampilan petugas dalam proses pasca panen terutama dalam hal pengeringan.
BPTP Sulut,2009. Rencana Strategis Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sulawesi Utara. Tahun 2010-2014. Manado.
Daftar Pustaka
Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, 2008. Laporan Tahunan. Kalasey, Sulawesi Utara
2005a.
Badan Litbang Pertanian, Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta 2005b.
Badan Litbang Pertanian, Panduan umum pelaksanaan pengkajian serta program informasi, komunikasi dan diseminasi di BPTP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Bahtiar, Sujak Saenong, Rahmawati, dan Sania Saenong, 2007. Sistem Kelembagaan mendukung penangkaran benih berbasis komunal di Provinsi Gorontalo. Laporan Hasil Peneltian. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros Balitsereal, 2007. Deskripsi Varietas jagung Unggul Nasional. Edisi ke enam. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. BPTP Sulut, 2007. Laporan Tahunan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara. Balai Besar Pengkajian dan Pengemangan Teknologi Pertanian. Manado.
580
Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Sulawesi Utara, 2007. Laporan Tahunan. Kalasey, Sulawesi Utara
Dirjentan, 2009. Sasaran produksi tanaman pangan tahun 2010. Disampaikan pada Rapat Kordinasi dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran Tahun 2009. Surabaya. Luice A. Taulu, 2008. Perkembangan Pertanian Provinsi Sulawesi Utara. Menyoroti Dinamika Pembangunan Pertanian Kawasan Timur Indonesia. Prosiding Lokakarya. Badan Litbang Pertanian, Manado. Saenong, Bahtiar, Rahmawati, Sujak Saenong, 2006. Pembentukan penangkaran benih sumber berbasis komunal. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.