Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pemahaman Petani terhadap Mutu Benih Jagung (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan) Margaretha Sl, dan Rahmawati Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros Sulawesi Selatan
Abstrak Studi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung di Provinsi Sulawesi Selatan, dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2004, dengan tujuan untuk mengidentifikasi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung. Metode survei digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait sedang data primer diperoleh dengan mewawancarai 30 responden dengan menggunakan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman petani terhadap penyimpanan benih jagung masih kurang sebab dengan penyimpanan benih secara tradisonal memberikan peluang tumbuh dan berkembangnya jamur serta hama. Berdasarkan sampel yang diperoleh dilapangan dan diuji dilaboratorium, masih banyak benih yang tidak sesuai dengan standarisasi mutu benih, terutama di Kabupaten Bulukumba, ditemukan benih berjamur 19,44% > 3%. Hal ini ditunjang dengan hasil uji statistik bahwa cara penyimpanan benih tidak berpegaruh nyata terhadap mutu benih, tetapi tempat penyimpanan memberi pengaruh yang sangat nyata di Kabupaten Jeneponto dan di Kabupaten Bulukumba nyata pengaruhnya. Kata Kunci: Jagung, benih. penyimpanan, mutu
dari 48% bersari bebas dan 27% hibrida. Perbedaan data tersebut karena sebagian petani menggunakan benih hasil turunan. Penggunaan varietas unggul telah cukup tinggi tetapi sebagian petani masih menggunakan benih turunan selama bertahuntahun tanpa pemurnian benih, manajemen produksi serta pasca panen yang tepat, sehingga dikhawatirkan terjadi percepatan penurunan mutu genetiknya terutama jika ditanam berdampingan dengan varietas lokal yang tingkat produksinya rendah. Petani menanam jagung turunan karena masih sulitnya memperoleh benih secara tepat waktu, dan harga benih masih dianggap mahal oleh petani karena itu diperlukan pemahaman petani terhadap mutu benih jagung. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung.
Pendahuluan Pelepasan varietas baik bersari bebas ataupun hibrida, telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi, namun pengembangannya sangat lamban. Periode 1986-1987 pangsa pasar varietas unggul terhadap penyebaran benih baru mencapai 27% dan pada tahun 1992 meningkat menjadi 44% (CYMMYT, 1994). Pada kondisi terakhir, pangsa varietas unggul telah mencapai 80% yang terdiri dari 24% varietas hibrida dan 56% bersari bebas (Pingali, 2001), tetapi data yang dikutip Kasryno (2002), menunjukkan bahwa adopsi jagung hibrida di Indonesia baru mencapai 10%. Survei yang dilakukan oleh Nugraha et al (2002) menunjukkan bahwa dari 19 propinsi yang telah disurvei, jumlah varietas unggul yang digunakan petani baru mencapai 75% yang terdiri
546
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
mal, abnormal dan mati. Kecambah normal dikelompokkan menjadi dua yaitu kecambah normal kuat dan normal lemah. Jumlah kecambah normal pada hari ke 4 (kumulatif) merupakan data keserempakan tumbuh benih.
Bahan dan Metode Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan dari bulan Mei – Juni 2004 menggunakan metode survei. Sampel diambil menggunakan metode acak sederhana (Simple Random Sampling), yang selanjutnya mewawancarai 30 responden dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai data primer, sedang data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Data sosial ekonomi meliputi potensi lahan, luas panen, produksi dan produktivitas, penyebaran varietas serta kegiatan pasca panen meliputi: panen, pemipilan, pengeringan, sortasi, pengepakan dan trasportasi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan Chi Square (X2) dengan rumus: (Sujana, 1989) X2
Kecepatan tumbuh benih Data diperoleh dari substrat pengujian daya berkecambah benih. Setiap kali pengamatan, jumlah persentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif diperoleh dari saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan. Rumus yang digunakan menurut adalah: (Xi-Xi-1) KT = ---------------Ti Dimana: KT = Kecapatan tumbuh (%/etymal) Xi = Persentase kecambah normal pada etmal ke i Ti = Waktu pengamatan dalam etmal
(fo-ft)2 = ∑ -----------Ft
Hasil dan Pembahasan
Dimana: X2 = Chi Square ∑ = Sigma= Jumlah fo = Frekuensi yang diamati ft = Frekuensi yang diharapkan
Keadaan Umum Daerah Penelitian Potensi sumberdaya lahan kering di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba cukup besar yakni 36.981 ha dan 38.988 ha dan sebagian besar ditanami jagung varietas bersari bebas, hibrida dan lokal (Tabel 1). Penyebaran varietas yang ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas bersari bebas mendominasi pertanaman jagung di Kabupaten Jeneponto sedang di Kabupaten Bulukumba didominasi varietas Hibrida. Hal ini sejalan dengan Margaretha et al (1993) bahwa petani lebih menyukai varietas unggul (jagung kuning) selain karena produksinya yang tinggi, juga untuk memenuhi permintaan pakan ternak dan industri.
Benih yang diperoleh dari hasil survei, dianalisis untuk mengetahui kualitas fisik dan fisiologisnya di Laboratorium Balitsereal dengan tolok ukur sebagai berikut: Daya berkecambah benih Sebanyak 100 butir benih dari setiap ulangan ditanam pada media pasir halus. Pengamatan dilakukan pada hari ke tiga, empat dan lima setelah tanam. Selain untuk pengujian daya berkecambah benih, juga untuk tolok ukur kecepatan tumbuh benih. Pengamatan dilakukan atas dasar kriteria kecambah nor547
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Luas lahan dan realisasi penyebaran varietas jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba. Propinsi Sulawesi Selatan. 2002/2003 Kabupaten Jeneponto
Keterangan
Kabupaten Bulukumba
Unit
%
Unit
%
52.652
100
61.308
100
Lahan sawah (ha)
15.671
30
22.320
36
Lahan Kering (ha)
36.981
70
38.988
64
38.145
100
19.190
100
Hibrida (ha)
7.252
19
10.788
56
Bersari bebas (ha)
19.051
50
1.464
8
Lokal (ha)
11.842
31
6.938
36
Luas panen (ha)
36.604
-
27.061
-
Produksi (t)
112.375
-
64.379
-
3,35
-
2,38
-
Potensi Lahan (ha)
Penyebaran Varietas jagung
Produktivitas (t/ha)
Sumber: Diperta dan BPS Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Diperta Sulsel. 1999
Pascapanen primer benih jagung
merupakan sumber kemungkinan terjadinya kehilangan hasil baik kualitas maupun kuantitas yang disebabkan oleh keterlambatan karena terjadinya penundaan, kesalahan penanganan peralatan yang tidak tepat.
Setiap proses kegiatan pascapanen: pemanenan, pengangkutan, pengeringan, sortasi, pemipilan dan penyimpanan (Gambar 1),
Panen ↓ Pengangkutan ↓ Pengupasan ↓ Sortasi ↓ Pengeringan ↓ Penyimpanan
↓ Pemipilan ↓ Penyimpanan biji
Gambar 1. Alur penanganan pascapanen primer di tingkat petani. 2003
548
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Panen
upah pemanenan antara Rp 15.000 – 20.000/ hari orang kerja termasuk satu kali makan. Dari uraian di atas, teridentifikasi bahwa petani belum memperhatikan mutu hasil jagung karena dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang jumlahnya terbatas (≤ 3 orang), membutuhkan waktu lama sehingga tanaman lebih lama di ladang sehingga berpeluang tumbuh kembangnya jamur atau cendawan serta serangan hama yang berpengaruh terhadap mutu hasil dan produksi jagung. Dari Tabel 2, terlihat bahwa sebagian besar petani memanen jagung berdasarkan kenampakan kelobot/tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jagung lebih lama berada di ladang sehingga peluang tumbuh dan berkembangnya jamur/cendawan serta serangan hama lebih besar mempengaruhi mutu jagung, terutama panen saat musim hujan.
Petani umumnya memanen jagung berdasarkan kenampakan klobot atau tanaman, masing-masing 96% dan 89% di Kabupaten Bulukumba dan Jeneponto, sisanya 4% dan 11%, memanen berdasakan umur tanaman. Cara panen dan sistem tenaga kerja yang digunakan, disajikan pada Tabel 2. Cara pemanenan jagung yang disajikan Tabel 2, umumnya dengan cara memuntir jagung berkelobot baik di Kabupaten jeneponto maupun Bulukumba masing-masing 81% dan 96%, cara tebas 19% di Kabupaten Jeneponto dan 4% di Kabupaten Bulukumba. Sistem tenaga kerja pemanenan di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba umumnya dari dalam keluarga yaitu 62% dan 65% (Tabel 2), secara gotong royong 19% dan 4%, sedang sistem upah 19% dan 30%. Besarnya
Tabel 2. Penentuan waktu panen, cara pemanenan dan sistem tenaga kerja pemanenan di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Pemanenan
Lokasi penelitian Kabupaten Jeneponto Kabupaten Bulukumba (%) (%)
Penentuan Waktu Panen Umur Tanaman Kenampakan klobot/tanaman Kekerasan Biji Cara Panen Tebang Puntir tongkol berkelobot Sistem Tenaga kerja Pemanenan Keluarga Gotong Royong Sistem Upah Sumber: Data primer, 2003
549
11 89 -
4 96 -
19 81
4 96
62 19 19
65 4 30
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pengangkutan, Sortir dan Pemipilan
tongkol lurus, 4% berdasarkan barisan biji yang lurus pada tongkol dan 26% tidak melakukan sortasi. Tingginya persentase petani yang tidak melakukan sortasi karena sebagian besar petani sudah lama menanam jagung hibrida seperti BISI-2 atau C7 karena perusahaan-perusahaan benih tersebut telah melakukan kerjasama dengan kelompok tani dan pedagang pengumpul ditingkat pedesaan. Di Kabupaten Jeneponto, biji yang akan digunakan sebagai benih ditingkat petani, dipipil secara manual dengan kapasitas antara 10-30 kg/jam/orang (Tabel 3). Pemipilan dengan cara tersebut disebabkan selain karena jagung yang akan dipipil sedikit (± 30 kg), juga karena belum tersedianya mesin pemipil jagung khusus untuk benih. Alat/ mesin pemipil yang beredar tidak sesuai dipakai untuk benih karena mutu hasil pipilannya rendah, dimana biji pecah 2% dan kadar kotoran 0,5% (Sinuseng et al, 2001).
Di Kabupaten Jeneponto, hasil panen diangkut dengan menggunakan kuda (82%), memikul (18%), sedang di Kabupaten Bulukumba, dengan menggunakan kuda (91), dan memikul (9%). Kriteria yang dilakukan dalam melakukan sortir, yaitu jagung yang mempunyai ukuran kelobot besar, kelobot menutup sempurna, warna biji mengkilat serta mempunyai barisan biji yang lurus pada tongkol disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa di Kabupaten Jeneponto, 42% petani melakukan sortasi berdasarkan ukuran kelobot/tongkol, warna biji dan biji tengah serta barisan yang lurus, 7% berdasarkan ukuran tongkol berkelobot dan 52% tidak melakukan sortasi. Di Kabupaten Bulukumba, 70% melakukan sortasi berdasarkan ukuran kelobot yang besar, warna biji mengkilat dan barisan biji pada
Tabel 3. Cara sortasi dan pemipilan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Lokasi Penelitian (%) Penanganan Benih
Kabupaten
Kabupaten
Berdasarkan ukuran kelobot/tongkol, warna biji dan biji
41
79
Berdasarkan ukuran tongkol berkelobot
7
74
Tidak melakukan sortasi
52
26
100
100
10—30
10-25
Sortasi
Pemipilan Manual Kapasitas (Kg/jam/orang) Sumber: Data primer, 2003
550
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pengeringan
kelembaban. Dalam proses pengeringan, curah hujan dan faktor kelembaban merupakan faktor yang sangat penting karena curah hujan yang tinggi pada suatu lokasi berdampak pada ketersediaan panas matahari yang kurang dan diikuti kelembaban yang tinggi sehingga kemampuan udara luar untuk mengikat/menyerap uap air dari bahan yang dikeringkan sangat rendah. Menurut Henderson dan Perry (1982), kegiatan pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji (kadar air panen ≥ 25% basis basah menjadi 12-14% basis basah) agar tahan disimpan lama sehingga tidak terganggu oleh adanya cendawan yang bersifat mycotoxin, menurunkan volume bahan sehingga mudah dalam penyimpanan serta pengangkutan.
Pengeringan hasil panen yang umum dilakukan oleh petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba adalah dengan bantuan sinar matahari atau disebut penjemuran langsung. Cara atau teknologi penjemuran yang umum dilakukan adalah: pengeringan/penjemuran langsung di ladang, para – para, teras rumah dan halaman rumah (Tabel 4). Cara pengeringan di Kabupaten Jeneponto yang diperlihatkan pada Tabel 4 umumnya dilakukan di rumah dalam bentuk tongkol biji (44%) sedang di Kabupaten Bulukumba dalam bentuk tongkol berkelobot (83%). Perbedaan ini diduga akibat perbedaan topografi yang dapat mempengaruhi curah hujan dan
Tabel 4. Cara pengeringan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Lokasi Penelitian Pengeringan
Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Bulukumba
Dikeringkan langsung di ladang dalam bentuk jagung tongkol berkelobot (%)
22
9
Dikeringkan di rumah dalam bentuk jagung tongkol berkelobot (%)
33
83
Dikeringkan di rumah dalam bentuk biji (%)
44
9
Pengeringan jagung tongkol berkelobot (hari)
7
12
Pengeringan biji (hari)
4
5
Cara Pengeringan
Lama Waktu Pengeringan
Sumber: Data primer, 2003
551
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Penyimpanan
Dari Tabel 5, terlihat bahwa 52% petani di Kabupaten Jeneponto tidak menyimpan jagung untuk benih sedang di Kabupaten Bulukumba 22%. Persentase benih yang disimpan dalam jangka waktu yang lama 52% di Kabupaten Bulukumba dan 44% di Kabupaten Jeneponto. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petani akan mutu benih masih sangat rendah. Hasil uji laboratorium terhadap sampel benih yang disimpan petani menunjukkan benih berjamur berkisar 0 – 7% (Tabel 6)
Di Kabupaten Bulukumba, persentase petani yang melakukan penyimpanan lebih tinggi (78%) jika dibanding petani di Kabupaten Jeneponto (48%). Hal ini disebabkan karena berkembangnya jagung hibrida (BISI2) di Kabupaten Jeneponto sehingga petani tidak mengalami kendala untuk mendapatkan benih, sebaliknya di Kabupaten Bulukumba petani masih menanam benih turunan hasil panen sebelumnya, sehingga tempat penyimpanan bervariasi (Tabel 5).
Tabel 5. Tempat dan lama penyimpanan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Lokasi Penelitian (%) Pengeringan
Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Bulukumba
Para-para
22
5
Teras Rumah
4
13
Karung
11
9
Jerigen
-
4
Baskom
-
4
Kolong Rumah
7
-
Di Atas dapur
4
-
Tidak Menyimpan
52
22
2-3 bulan
4
26
8-12 bulan
44
52
Tempat Penyimpanan
Lama Waktu Penyimpanan
Sumber: Data primer, 2003
552
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 6. Kualitas mutu benih jagung petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba. Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Kadar Air (%)
Daya Tumbuh (%)
Biji Utuh (%)
Biji Berjamur (%)
Biji Berlubang (%)
Biji Pecah (%)
Lain-lain/ warna lain (%)
Jagung Putih (Tanpa kelobot)
15
96,5
99
0,4
-
-
-
Jagung Putih (Berkelobot)
15
75
96
4,00
-
-
-
Jagung Kuning (Tanpa kelobot)
15
87,5
94
1,85
1,85
-
-
Rata-rata
15
86
96
2,08
0,62
-
-
17
96
99
-
-
-
0,75
15,5
85,5
94
0,05
6
0,25
-
Jagung Putih (Pipil)
15
87
87
-
11
-
2
Jagung Kuning (Berkelobot)
18
68,67
89
7,37
2,33
-
0,57
Jagung Kuning (Tanpa Kelobot)
14
95
96
-
3,8
0,7
-
16,5
90
97
0,1
0,53
-
2,3
16
87
93,67
0,25
3,94
0,16
0,94
Sampel Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Bulukumba Jagung Putih (Berkelobot) Jagung Putih (Tanpa Kelobot)
Jagung kuning (Pipil) Rata-rata
Sumber: Data primer, 2003
Uji Laboratorium Mutu Benih Jagung Yang
cah. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petani terhadap mutu benih masih rendah. Persyaratan kualitas mutu benih jagung untuk pengadaan dalam negeri, dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa syarat mutu benih antara lain kadar air maksimum 14%, sedang kadar air benih di kedua lokasi antara 14% - 18%, menunjukkan bahwa benih yang disimpan dikedua lokasi belum termasuk benih bermutu, karena akan cepat mengalami penurunan mutu pada kodisi suhu dan kelembaban ruang simpan yang tinggi. Hal ini mendukung suatu program pembinaan penangkar benih ditingkat petani atau kelompok tani pada sentra-sentra produksi jagung
Disimpan Petani Hasil laboratorium terhadap benih yang disimpan petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba menunjukkan kualitas yang rendah. Kadar air mencapai 15% di Kabupaten Jeneponto dan 16% di Kabupaten Bulukumba. Secara rinci mutu benih petani, dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6, terlihat juga daya tumbuh benih petani sangat rendah yakni 86 di Kabupaten Jeneponto dan 87% di Kabupaten Bulukumba. Rendahnya daya tumbuh, dapat disebabkan oleh karena tingginya kadar air (15-16%), biji berjamur, berlubang atau pe553
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 7. Persyaratan kualitas mutu benih jagung untuk pengadaan dalam negeri Mutu Jagung
Komponen
Benih (%)
Konsumsi (%)
14
14
Butir belah, maksimum
-
-
Butir rusak, maksimum
3
6
Butir warna lain, maksimum
5
10
Butir keriput, maksimum
-
-
Kotoran/benda asing, maksimum
3
4
Kadar Air, Maksimum
Sumber: Anonim, 1988
sehingga perlu dilakukan pembinaan tentang prosesing benih dan introduksi alsin pasca panen berupa alat pengering skala penangkar benih, alat pemipil dan alat simpan jagung yang dapat digunakan untuk menyimpan benih selama 12 bulan dengan daya tumbuh > 90% setelah disimpan.
Uji Statistik Hasil survei dan uji laboratorium jelas meunjukkan bahwa mutu benih jagung di kedua lokasi penelitian masih rendah. Secara statistik cara menyimpan jagung di Kabupaten Bulukumba tidak memberi pengaruh yang nyata (Tabel 8).
Tabel 8. Uji X2 terhadap beberapa kriteria mutu benih jagung di Kabupaten jeneponto dan Bulukumba. Provinsi Sulawesi Selatan. 2003 Kriteria mutu benih
Kabupaten Jeneponto
Kabupaten Bulukumba
Penentuan waktu panen
38,69**
40,24**
Cara panen
47,96**
61,35**
Cara menyimpan benih
60,33**
7,00ns
Cara memilih benih
16,70**
29,39**
Tempat menyimpan benih
31,33**
14,37*
Lama penyimpanan
37,26**
18,96**
Kadar air dalam penyimpanan
59,61**
13,70**
Tempat pengeringan biji
23,93**
27,22**
% benih campur
43,67**
20,65**
% benih pecah
73,30**
24,83**
Sumber: Data primer, 2003. ** : Berbeda sangat nyata pada uji X2 pada taraf 1% *: Berbeda nyata pada Uji X2 dengan taraf 5%. 554
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Dari Tabel 8 terlihat bahwa cara penyimpanan benih di Kabupaten Bulukumba tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap mutu benih jagung. Hal ini disebabkan karena 78% petani di Kabupaten Bulukumba menyimpan benih untuk musim berikutnya di atas parapara (48%).
Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. September 1994. BPS. 2001. Statistik Indonesia. 2000. Biro Pusat Statistik. Jakarta. CYMMYT. 1994. Wold Maize Facts and Trends. Maize Seed Industries. Emerging Roles of the Publies and Private Sectors.
Kesimpulan
Tanaman jagung yang lama berada di ladang karena memanen berdasarkan kenampakan tanaman member peluang tumbuh dan berkembangnya jamur/cendawan serta serangan hama sehingga mempengaruhi mutu hasil jagung.
Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang terbatas, serta pemipilan jagung secara manual, berpeluang besar bagi pertumbuh dan berkembangnya jamur/ cendawan serta serangan hama yang dapat mempengaruhi mutu jagung
Kadar air benih yang disimpan petani lebih besar dari standar mutu benih sehingga benih mudah terkontaminasi dengan jamur, namun masih memiliki daya tumbuh yang baik.
Cara penyimpanan benih di Kabupaten Bulukumba tidak berpengaruh nyata terhadap mutu benih.
Pemahaman petani terhadap mutu benih masih rendah.
Diperta Kabupaten. 2003. Penggunaan Varietas Jagung MT. 2000/2003 (lembaran). Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bulukumba. Bulukumba. Direktorat jendral Pertanian Tanaman pangan. 1984. Pedoman Sertifikasi Benih Direktorat dan Produksi Tanaman Pangan dalam Tastra I.K. Prosessing Benih Jagung Hibrida. Laporan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. September 1994. Diperta Kabupaten Jeneponto. 2003. Laporan Realisasi Tanaman Intensifikasi dan Non Intensifikasi Tanaman Pangan (Lembaran) Hendarson, S.M. and R.L. Perry. 1982. Agricultural Process. Third Edition. The AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut. Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi Jagung Dunia selama Empat Dekade yang lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Litbang dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Daftar Pustaka Anonim. 1988. Persyaratan kualitas palawija pengadaan dalam negeri menurut SK bersama Deptan, Depkop, dan Bulog. No. 456/SK/IX/1988 dalam Tastra I.K. Prosessing Benih Jagung Hibrida. Laporan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan
Margaretha SL, IGP. Sarasutha dan A, F. Fadhly. 1993. Pengaruh Permintaan dan Penawaran terhadap Adopsi Teknologi 555
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Jagung di Sulawesi Selatan. Hasil penelitian Jagung dan Ubi-Ubian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros.
pok Fisiologi Hasil. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Nugraha. U.S. dan Subandi. 2002. Perkembangan Teknologi Budidaya dan Industri Benih. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 24 Juni.
Tastra I.K. 1994. Prosessing Benih Jagung Hibrida. Laporan Penelitian Penanganan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. September 1994.
Sinuseng Y, Margaretha SL, Bahrun A, Imam U.F. dan IGP. Sarasutha. 2001. Evaluasi Alat dan Mesin Pasca Panen Primer Jagung. Laporan Hasil Penelitian Kelom-
556