ANALISIS PEMASARAN JAGUNG DAN DAYA BELI PETANI DI KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN Sunanto dan Sahardi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl.Perintis Kemerdekaan Km 17,5, Kotak Pos 1234, Makassar, Sulawesi Selatan
ABSTRACT Analysis on Maize Marketing and Farmer Purchasing Power in Takalar Regency South Sulawesi. Agricultural development is very important as an activator of the national economy. Domestic resources need to be empowered to improve the welfare of farmer communities. The empowerment offers problems and opportunities. South Sulawesi is one of prominent maize production centers and one region that can become a maize production center is Takalar Regency. This research was conducted from June to October 2006 at Parasangan Beru Village and Bonto Lebang Village, North Galesong Sub-district in Takalar Regency. The research result shows that Takalar Regency area has potency for maize development. This is supported by natural and farmer resources, and the potency of Takalar Regency as a support of a metropolitan city (the marketing potency for agricultural products). The price of maize at the farmer level is feasible, this is reflected by the analysis research on price determination through the determination on the selling price cost. The welfare level of farmers (especially those with corn base) reaches a sufficiently good welfare level as it reaches an average of 2.57. Furthermore, the average net income of a farmer household reaches Rp.10,440,400/year. Key words: Maize, purchasing capacity, marketing.
ABSTRAK Pembangunan pertanian sangat penting sebagai motor penggerak ekonomi nasional. Sumberdaya domestik perlu diberdayakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Pemberdayaan tersebut memberikan dampak masalah dan peluang. Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung yang menonjol, salah satu daerah yang bisa dijadikan sentra produksi jagung adalah wilayah Kabupaten Takalar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2006 di Desa Parasangan Beru dan Desa Bonto Lebang Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Wilayah Kabupaten Takalar mempunyai potensi untuk pengembangan jagung. Hal ini didukung sumberdaya alam, sumberdaya petani, dan potensi Kab. Takalar sebagai penyangga kota metropolitan (potensi pangsa pasar produk pertanian). Harga jagung yang berlaku di tingkat petani sudah layak, hal ini tercermin dari hasil analisis penentuan harga melalui penentuan harga pokok penjualan. Tingkat kesejahteraan petani (khususnya berbasis jagung ) mencapai tingkat kesejahteraan yang cukup bail karena mencapai rataan 2,57. selain itu juga rataan tingkat pendapatan bersih rumah tangga petani mencapai Rp.10.440.400/tahun. Kata kunci: Jagung, daya beli, pemasaran
PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam perekonomian
nasional. Oleh karena itu, maka sektor itu harus mampu dibangun menjadi andalan dan sebagai mesin penggerak perekonomian nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
Analisis Pemasaran Jagung dan Daya Beli Petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Sunanto dan Sahardi)
1
domestik (lahan, air, tenaga kerja, modal, dan teknologi), sehingga memberikan peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat konsumen secara berimbang (Solahuddin, 1998). Perkembangan luas lahan pertanaman jagung di Sulawesi Selatan meningkat terus dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 pertanaman jagung seluas 232.649 ha sedangkan sebelumnya hanya seluas 157.649 ha (BPTP Sulsel, 2002). Dampak dari peningkatan penggunaan teknologi yang dulunya diperkirakan hanya 55% menjadi 92,5%. Pendapatan petani turut meningkat dari Rp.2.640.000/tahun/KK menjadi Rp.10.080.000/ tahun/KK (Djamaluddin, et.al, 2005). Pembangunan pertanian diharapkan mampu meningkatkan daya beli masyarakat tani jagung pada lahan sawah setelah padi, terutama terhadap kehidupan dan perilaku petani sebagai produsen komoditas pertanian (Sunanto, et al., 2005). Maka perlu dilakukan kajian yang ditujukan untuk menilai usaha produksi dan kesejahteraan petani. Salah satu parameter yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi daya beli petani adalah Nilai Tukar. Nilai tukar petani merupakan ukuran tingkat daya tukar atau daya beli petani/komoditas pertanian terhadap produk non pertanian. Nilai tukar pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja sektor pertanian namun juga sektor diluar pertanian (Killick, 1981; Timmer, et al., 1983). Kajian tentang nilai tukar dalam bidang pertanian di Indonesia sudah banyak dilakukan, akan tetapi sebagian besar tentang nilai tukar komoditas pertanian. Kajian-kajian tentang nilai tukar dalam bidang pertanian antara lain, Soeharjo (1976) mengkaji nilai tukar komoditas pertanian nasional dengan menggunakan konsep nilai tukar barter, nilai tukar faktorial, dan nilai tukar pendapatan; Anwar, et al., (1980) mengkaji komoditas pertanian nasional dengan menggunakan konsep nilai tukar barter perdagangan; Sukarja, R. (1981) mengkaji komoditas pertanian nasional dengan menggunakan konsep nilai tukar Barter; Pramonosidhi, D. (1984) mengkaji komoditas
pertanian kasus di Jawa Tengah dengan menggunakan konsep nilai tukar subsisten dan nilai tukar penerimaan; dan Simatupang, P. (1992) mengkaji nilai tukar petani secara nasional dengan menggunakan konsep nilai tukar barter; Ada beberapa jenis nilai tukar dalam pertanian, yaitu nilai tukar barter (barter term of trade), nilai tukar faktorial (faktorial term of trade), nilai tukar pendapatan (income term of trade), dan nilai tukar petani (NTP) atau sering disebut subsistence term of trade (Pranadji T, et al., 2001). Dalam pengkajian ini akan mengukur daya beli petani melalui indikator faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan petani khususnya komoditas jagung, kemitaan dan implikasi kebijakan yang diperlukan baik oleh pemerintah maupun pengusaha/investor yang terlibat. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Oktober 2006 di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Sampel kecamatan dan desa ditentukan secara purposive sampling, yaitu pemilihan lokasi kecamatan dan desa dilakukan secara sengaja dengan pertimbanganpertimbangan tertentu seperti kecamatan tersebut merupakan sentra produksi tanaman pangan jagung. Berdasarkan pertimbangan tersebu, maka ditentukan Kecamatan Galesong Utara Desa Parasang Beru dan Bonto Lebang sebagai Lokasi Penelitian. Sedangkan sampel petani dilakukan dengan metode proporsional stratified random sampling, yaitu pemilihan sampel petani dilakukan secara acak menurut strata (luas, sedang, sempit) secara proporsional. Jumlah petani sampel yang diambil ada 50 petani. Data dikumpulkan meliputi data primer dan data skunder. Data primer diperoleh dari petani sampel diambil dengan wawancara yang
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 11, No.1, Maret 2008: 1-10
2
dilengkapi dengan kuisioner. Sedang data skunder diperoleh dari intansi terkait. Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis pendapatan rumah tangga tani, yaitu menghitung seluruh penerimaan baik dari usaha pertanian maupun non pertanian dan menghitung seluruh pengeluaran baik pengeluaran untuk usahatani maupun pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Selanjutnya, dari perhitungan tersebut dihitung nilai tukar petani menurut rumus sebagai berikut: NTPt = Yt/Et Dimana : Yt = Ypt + Ynpt Et = Ept + Ekt Keterangan: Ypt = total pendapatan petani dari usaha pertanian (Rp) Ynpt = total pendapatan petani dari usaha non pertanian (Rp) Ept = pengeluaran total petani untuk usahatani (Rp) Ekt = pengeluaran total petani untuk konsumsi keluarga petani (Rp) T = periode waktu dalam tahun (1 tahun) Semakin tinggi penerimaan petani dari usaha pertanian dengan diikuti pengeluaran total untuk usahatani dan pengeluaran total petani untuk konsumsi keluarga yang proposional maka nilai tukar petani akan lebih tinggi dengan asumsi faktor-faktor lain tetap. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Umur merupakan salah satu faktor penentu bagi petani dalam mengelola usahatani. Kemampuan fisik dan cara berpikir petani
dipengaruhi oleh umur. Petani yang telah lanjut usia kemampuan fisiknya cenderung menurun dan sering kesulitan dalam menerima perubahan maupun inovasi, karena selalu berpijak pada pengalamnya. Hal tersebut sependapat dengan hasil penelitian Sunanto et al. (2002) bahwa petani yang berusia tua dan pendidikan lebih rendah lebih sulit menerima perubahan inovasi teknologi produksi. Pada Tabel 1 terlihat bahwa kisaran umur kepala keluarga petani sampel berada pada umur 20–60 tahun dengan rataan 37,25 tahun. Sedangkan kisaran umur istri petani sampel berada pada umur 16–56 tahun dengan rataan 33,4 tahun. Hal tersebut menggambarkan bahwa petani jagung yang berada di daerah Kabupaten Takalar memiliki katergori usia produktif. Pendidikan merupakan salah satu cara pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan dapat dibentuk tenaga manusia yang terampil, berpengatahuan luas dan memiliki sikap mental serta kepribadian yang tegar. Tingkat pendidikan umumnya mempengaruhi pola pikir petani, di mana petani yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan berpikir lebih maju dari pada petani yang lebih rendah pendidikannya. Tabel 1. Karakteristik Petani Sampel di Kabupaten Takalar, 2006. No
Keterangan
Kisaran
Rataan
1 2 3
Umur Petani (tahun) Pendidikan (tahun) Anggota Keluarga a. Laki-Laki (jiwa) b. Perempuan (jiwa)
28 – 70 0 - 12
46,32 6,50
1–5 1-4
2,56 1,88
Sumber : Analisis data primer, (2006).
Petani jagung di Kabupaten Takalar sebagian besar berpendidikan SD dan tidak tamat sekolah. Hal ini jelas mempengaruhi dalam transfer teknologi produksi jagung. Tanggungan keluarga tani adalah orang yang
Analisis Pemasaran Jagung dan Daya Beli Petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Sunanto dan Sahardi)
3
berada dalam manajemen keluarga tani selain kepala keluarga. Banyaknya tanggungan keluarga tani bergantung pada jumlah anggota keluarga. Semakin banyak tanggungan keluarga, maka semakin tinggi biaya yang harus dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi, sehingga mempengaruhi dana yang harus dialokasikan dalam kegiatan usahatani. Tetapi di lain pihak, jumlah anggota keluarga yang banyak dapat memberikan manfaat tersendiri bagi keluarga tani, antara lain: memberikan masukan dalam menghadapi suatu permasalahan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani. Apabila anggota keluarga tersebut berusia produktif (15 - 59 tahun), maka dapat memberikan manfaat dalam sumbangannya sebagai tenaga kerja dalam kegiatan usahatani jagung. Rataan jumlah anggota keluarga tani adalah 5 orang. Kisaran anggota keluarga lakilaki 1–5 jiwa/KK dengan rataan 2,56 jiwa/KK. Sedangkan anggota keluarga perempuan berkisar antara 1–4 jiwa/KK dengan rataan 1,88 jiwa/KK. Jumlah anggota keluarga yang produktif dalam kegiatan usahatani adalah 3 orang, yaitu kepala keluarga, istri dan anak lakilaki atau perempuan. Analisis Finansial Pembangunan pertanian terbagi menjadi dua kelompok yang mempunyai tujuan yang berbeda. Kelompok pertama adalah petani yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan tambahan pendapatan bersih keluarganya, dan perusahaan yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan tambahan labanya atau perolehan keuntungan dari modal yang diinvestasikan. Kelompok kedua adalah masyarakat secara keseluruhan yang mempunyai tujuan memaksimumkan kontribusi pada pendapatan nasional yaitu nilai semua produk akhir dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara selama periode tertentu. Analisis untuk kelompok pertama adalah analisis finansial (financial analysis), sedangkan untuk kelompok
dua adalah analisis ekonomi (economic analysis). Dalam analisis finansial, harga yang digunakan baik untuk input mapun output adalah harga finansial yaitu harga pasar yang berlaku (harga privat/harga di tingkat petani). Harga input yang digunakan untuk analisis usahatani adalah harga yang berlaku di tingkat petani Kabupaten Takalar. Adapun untuk menganalisis finansial ini tercantum pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 tersebut bahwa jumlah biaya usahatani jagung mencapai Rp.2.801.914/ha. Sedangkan produksi jagung yang dihasilkan mencapai 5.545,26 kg/ha. Dengan demikian harga impas biji jagung di wilayah Kabupaten Takalar mencapai Rp.505.28./kg. Pada saat ini harga biji jagung di tingkat petani mencapai Rp.1.000/kg– Rp.1.100/kg. Berarti harga jagung yang berlaku di tingkat petani masih layak dan menguntungkan bagi petani. Hanya harga jagung tidak boleh melampau dibawah 700/kg. Hal ini karena apabila diperhitungkan nilai bunga yang harus dibebankan/dibayarkan oleh petani. Pemasaran Jagung Pada Berbagai Level Pedagang Pemasaran komoditas jagung merupakan suatu interaksi terlaksananya transaksi jual beli jagung yang dilakukan oleh petani sebagai produsen. Saluran pemasaran jagung yang ada di wilayah Kabupaten Takalar adalah produksi jagung yang dihasilkan oleh petani kemudian dijual ke pedagang pengumpul desa atau kelompok tani yang berada pada wilayah tersebut. Pedagang pengumpul desa atau kelompok tani inilah kemudian menjual jagung ke pedagang besar yang berada di wilayah jalan poros Makassar-Takalar ataupun langsung ke KIMA (kawasan Industri Makassar). Pelaku pemasaran berperan menyampaikan suatu produk ke konsumen. Bila banyak pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran jagung, dapat mengakibatkan harga
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 11, No.1, Maret 2008: 1-10
4
Tabel 2. Penentuan Harga Pokok Penjualan Jagung Berdasarkan Biaya Usahatani Jagung di Kabupaten Takalar, 2006. No
Uraian
1
Biaya Sarana Produksi a. Benih b. Pupuk Urea c. Pupuk SP36 d. Pupuk KCl e. Pupuk ZA f. Pupuk Pelengkap Cair g. Pupuk Kandang h. Pestisida i. Herbisida
2
Tenaga Kerja a. Borongan (alah tanah) b. Tenaga Harian Penyusutan Alsintan
3
Volume (unit)
Jumlah
Harga Satuan (Rp/unit)
Biaya (Rp)
23,08 195,92 16,45 21,71 52,76 9,26 0,42 1.03
26.500 1.050 1.700 1.900 1.050 7.500 600 38.000 35.000
611.620 205.716 27.965 41.249 55.398 0 5.556 15.960 36.050
1 62,16 1 paket
750.000 15.000 120.000
750.000 932.400 120.000
2.801.914
Sumber : Analisis data primer, 2006.
jagung di tingkat petani terpengaruh lebih rendah. Kebanyakan pelaku pemasaran telah memiliki kemampuan dan fasilitas antara lain; jenis usaha, kemampuan permodalan, pemilikan fasilitas dan daya tampung produksi. Hal tersebut akan diuraikan pada masing-masing lembaga pemasaran yang berada/beroperasi di wilayah kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan Jenis usaha yang dilakukan oleh pedagang pengumpul bersifat perorangan/ private. Beroperasinya usaha bersifat temporer bergantung pada musim panen jagung. Apabila pada waktu-waktu tertentu atau belum musim panen jagung, maka para pedagang pengumpul ini melakukan aktivitas pertanian atau sebagai pedagang komoditas selain jagung. Pedagang pengumpul sudah cukup berpengalaman dalam usaha jual beli jagung. Pengalaman yang dimiliki mencapai 25 tahun, sehingga pedagang
mampu memprediksi kondisi perdagangan jagung di masa mendatang. Beroperasinya usaha jual beli jagung dilakukan oleh pedagang perlu didukung permodalan. Modal pedagang pengumpul yang dimiliki berkisar antara Rp.20.000.00030.000.000 per pedagang. Pedagang memanfaatkan modal tersebut seefesien mungkin. Metode yang dilakukan pedagang adalah membelanjakan sebagian modal yang ada, setelah produksi jagung terkumpul cukup banyak pedagang memberikan perlakuan dengan penjemuran ulang untuk mencapai kadar air ideal (8-10%). Setelah tercapai kadar air tersebut kemudian dilakukan pengemasan. Fasilitas yang dimiliki oleh pedagang dalam menjalankan usahanya dilengkapi dengan gudang (tempat penyimpanan), kendaraan dan lantai jemur. Kapasitas gudang yang dimiliki oleh pedagang pengumpul mencapai 100-500 t sekali penyimpanan. Sedangkan transportasi kendaraan untuk mengangkut produksi jagung ada 1 unit. Guna meningkatkan kualitas jagung
Analisis Pemasaran Jagung dan Daya Beli Petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Sunanto dan Sahardi)
5
(menurunkan kadar air) diperlukan lantai jemur. Lantai jemur yang dimiliki seluas 600 m2 (20m x 30m). Dalam beroperasinya kegiatan ini pedagang pengumpul didukung 5 tenaga kerja. Jagung yang diperdagangkan ada tiga jenis yaitu jagung biji, jagung dalam bentuk jagung giling dan benih jagung. Volume penjualan jagung biji 10 t pada musim hujan dan 1.000 t pada musim kemarau. Sedangkan volume penjualan beras jagung pada musim hujan mencapai 94 t dan pada musim kemarau 94 t. Demikian juga volume penjualan dalam bentuk benih jagung sebesar 1 t pada musim hujan dan 4 t pada musim kemarau. Harga komoditas jagung pada musim hujan maupun musim kemarau tidak terlalu berfluktuasi. Jenis produk jagung yang dijual adalah jagung biji, jagung giling dan benih jagung mempunyai margin yang relatif besar. Margin pemasaran yang paling menguntungkan adalah penjualan jagung dalam bentuk benih jagung. Namun permintaannya sangat terbatas. Sedangkan margin pemasaran yang paling kecil adalah penjualan jagung biji. Tetapi permintaannya sangat besar. Demikian juga dengan beras jagung, margin penjualannya lebih besar dari jagung biji, namun volume penjualannya juga terbatas. Permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran jagung oleh pedagang pengumpul antara lain : permintaan lebih banyak dari produksi, kapasitas penjemuran terbatas, dan permodalan yang terbatas. Pedagang dalam mengatasi masalah tersebut dengan cara: membeli jagung dari daerah lain, penjemuran jagung secara bergilir, dan mencari sumber permodalan baru, berusaha menagih utang yang masih tertinggal dan memberikan sanksi kepada pembeli yang membandel dalam pembayaran (Tabel 3). Pedagang Besar Komoditas Jagung Pedagang besar yang berada di wilayah Kecamatan Galesong Utara dan Pattallassang mempunyai jenis Usaha Dagang (UD). Pengalaman berusaha dagang sudah dijalani
sejak tahun 1997 (selama 8 tahun). Kegiatan yang dijalankan antara lain perdagangan hasil bumi dan pengelolaan hasil pertanian. Pedagang besar dalam menjalankan usahanya membutuhkan modal usaha sekitar Rp.275.000.000,-. Modal kerja ini terdiri atas modal sendiri Rp.175.000.000,- dan modal pinjaman Bank sebesar Rp.100.000.000,dengan jangka waktu 1 tahun dan tingkat bunganya 1,5%/bulan. Kerjasama pemasaran antara kelompok tani dengan pedagang pengumpul di desa, pedagang kecamatan, dan pedagang besar pernah dilakukan. Akibatnya kelompok tani harus melakukan negosiasi dengan calon pembeli bila kelompok mau melakukan penjualan. Fasilitas yang dimiliki oleh pedagang besar di Bonto Lebang untuk menunjang kegiatan perdagangan jagung adalah : mesin pengering, alat transportasi, truk dan penggilingan jagung. Mesin pengering berkapasitas 2,5–3 t selama 16–20 jam. Bila alat pengering ini di persewakan, biayanya Rp.100.000/hari. Untuk beroperasi membutuhkan minyak tanah 70 liter dan solar 10 liter. Dengan demikian dapat dikonversi biaya pengering sebesar Rp. 10/kg. Alat transportasi yang dimiliki 2 unit kendaraan roda 6 (truk), untuk menunjang jalannya usaha. Alat penggilingan beras jagung digunakan untuk melayani para peternak. Volume jual beli jagung yang dilakukan oleh pedagang besar mencapai 3.355 t pada musim hujan dan 9.025 t padsa musim kemarau. Jual beli jagung cenderung lebih banyak pada musim kemarau, sebab pada musim ini petani memanfaatkan sawah dengan komoditas jagung saja. Sedangkan pada musim hujan penanaman jagung dilakukan pada lahan kering. Harga pembelian jagung di tingkat pedagang besar mencapai Rp.1.050/kg dan di jual dengan harga Rp.1.200/kg ke KIMA atau di antar pulaukan (Tabel 4). Masalah yang dihadapi dalam perdagangan jagung antara lain: kualitas produk, permodalan dan kerjasama. Apabila kualitas produk tidak memenuhi persyaratan yang ada di KIMA maka produk
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 11, No.1, Maret 2008: 1-10
6
Tabel 3. Harga Jual dan Beli Pedagang Pengumpul Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, 2006. No I.
II.
Uraian
Harga (Rp/kg) Beli Jual
Biaya Pemasaran (Rp/kg)
Margin (Rp/kg)
Musim Hujan a. Jagung biji
1.000
1.100
30
70
b. Beras Jagung
1.000
1.250
20
230
c. Benih Jagung
1.000
4.000
100
2.900
Musim Hujan a. Jagung biji
1.060
1.125
30
95
b. Beras Jagung
1.060
1.250
20
230
c. Benih Jagung
1.060
4.000
100
2.900
Pembeli Pedagang besar di Kab Takalar Peternak lokal dan luar kabupaten Petani lokal Pedagang besar di Kab Takalar Peternak lokal dan luar kabupaten Petani lokal
Keterangan: Jagung yang dijadikan benih merupakan biji jagung yang dibeli dari petani dan dilakukan sortasi kemudian dijadikan benih jagung. Sumber: Analisis data primer, 2006. Tabel 4. Volume dan Harga Jual Beli Jagung Pada Tingkat Pedagang Besar di Kecamatan Galesong Utara dan Pattallassang Kabupaten Takalar, 2005/2006. No
Uraian
Volume (t)
Harga (Rp/kg) Beli Jual
Biaya (Rp/kg)
Margin (Rp/kg)
I.
Musim Hujan a. Jagung biji b. Beras Jagung
3.330 25
1.050 1.150
1.200 1.400
40 70
110 180
II.
Musim Kemarau a. Jagung biji b. Beras Jagung
9.000 25
1.050 1.150
1.200 1.400
40 70
110 180
Sumber : Analisis data primer pedagang besar komoditas jagung, 2006.
akan diolah menjadi beras jagung untuk memenuhi kebutuhan peternak. Permasalahan permodalan yang dihadapi pedagang adalah terbatasnya jumlah modal yang dimiliki pedagang. Pedagang melakukan skala prioritas pembayaran dan melakukan pinjaman ke BRI. Pedagang juga meningkatkan kerja sama dengan petani maupun dengan pedagang antar pulau,
eksportir dan peternak, agar usaha perdagangan jagung tetap eksis. Analisis Nilai Tukar Petani (Pertanian dan Non Pertanian) Nilai Tukar Petani (NTP) berbasis jgung merupakan nisbah antara harga yang diterima
Analisis Pemasaran Jagung dan Daya Beli Petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Sunanto dan Sahardi)
7
petani (HT)terhadap harga yang dibayarkan oleh petani (HB) atau NTP = HT/HB. Model ini dapat diaplikasikan untuk berbagai komoditas pertanian (Muchjidin Rachmat, 2000). Ada dua ciri khas usahatani yang dilakukan petani di Kabupaten Takalar yaitu: 1) petani berusahatani pokok tanaman pangan (padi, jagung, dan palawija lainnya, serta sayuran) dan non pertanian misalnya; pembuatan batu merah (batu bata), dagang sayuran/jagung manis, tukang cukur, dan tukang batu; 2) petani yang hanya berusahatani tanaman pangan (padi, jagung, dan palawija lainnya, serta sayuran) saja. Iinterpretasi dan analisis data dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu: Kelompok Satu (NTP 1 – 2) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai 1,06– 1,77. jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 19 petani atau 38%. Hal ini berarti bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 106-177%. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 6–77% dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Penerimaan petani pada kisaran Rp.3.390.000–Rp.28.515.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp.2.673.500–Rp.17.607.500. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong rendah, karena sebagian penerimaan digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan biaya usahatani (investasi usahatani). untuk meningkatkankan kesejahteraan petani, maka perlu diintroduksikan teknologi usahatani pertanian yang integrasi
sehingga pengelolaan usahatani pertanian dapat dimaksimalkan. Kelompok Dua (2 < NTP > 3) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai 2,03– 2,93. Jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 22 petani atau 44%. Hal ini berarti bahwa apabila petani menginvestasikan dalam kegiatan usahatani dan non pertanian, maka petani akan memperoleh manfaat sebesar 203 - 293%. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya sangat dapat dicukupi dan masih bisa menabung sebesar 103– 193% dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Penerimaan petani pada kisaran Rp.5.277.500–Rp.38.850.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp.2.434.000–Rp.13.994.000. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong sedang, karena prosentasi kebutuhan konsumsi berkurang. Sebagian penerimaan sudah banyak dialokasikan pada tabungan. Kesejahteraan ini masih mampu ditingkatkan dengan intensifikasi usaha pertanian secara integrasi. Kelompok Tiga (NTP > 3) Hasil analisis menunjukkan bahwa produktivitas kerja petani cukup menggembirakan. Kisaran Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh petani mencapai 3,13– 9,19. Jumlah petani yang memperoleh NTP tersebut sebanyak 9 petani atau 18%. Prosentasi jumlah petani yang mempunyai tingkat kesejahteraan ini masih sedikit. hal ini bisa diperoleh, karena petani mempunyai usaha di bidang pertanian yang mempunyai skala cukup
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 11, No.1, Maret 2008: 1-10
8
selain itu juga mempunyai bidang usaha di luar kegiatan pertanian yang cukup mapan. Hasil ini menggambarkan bahwa kebutuhan primer sadang/papan/pangan dan kebutuhan sekunder lainnya lebih dapat dicukupi dan masih bisa menabung berkisar 213–819% dari total pengeluaran. Bentuk tabungan ini dalam jangka panjang dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga petani secara berjangka dan bersifat insidentil. Pendapatan petani pada kisaran Rp.10.890.000–Rp.48.550.000 dan pengeluaran usahatani dan konsumsi berada pada kisaran Rp.2.984.750–Rp.14.637.000. Tingkat kesejahteraan petani masih tergolong tinggi. Ini memberikan harapan bahwa sistem pengelolaan usaha pertanian yang dimilikinya dapat dicontoh oleh petani lainnya baik di wilayah pengkajian maupun di luar pengkajian. KESIMPULAN a. Wilayah Kabupaten Takalar mempunyai potensi untuk pengembangan jagung. Hal ini didukung sumberdaya alam, sumberdaya petani, dan potensi Kab. Takalar sebagai penyangga kota metropolitan (potensi pangsa pasar produk pertanian). b. Harga jagung yang berlaku di tingkat petani sudah layak, hal ini tercermin dari hasil analisis penentuan harga melalui penentuan harga pokok penjualan. c. Tingkat kesejahteraan petani (khususnya berbasis jagung) mencapai tingkat kesejahteraan yang cukup bail karena mencapai rataan 2,57. selain itu juga rataan tingkat pendapatan bersih rumah tangga petani mencapai Rp. 10.440.400/tahun.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A. Kasryno,F, dan Ibrahim S. 1980. Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Komditi Pertanian. Laporan Penelitian. Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Departemen IlmuIlmu Sosial, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Biro Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. 2002. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Selatan. Djamaluddin Sahari, Sunanto, Nasruddin Razak, Muslimin, dan Ali Musa Pasaribu. 2005. Kajian Kinerja Kelembagaan Sarana Produksi dan Pemasaran Komoditas Jagung dalam Mendukung Agribisnis Tanaman Pangan di Sulawesi Selatan. Laporan Penelitian BPTP Sulsel. Killcik, T. 1981. Policy Economics. A textbok of applied economics on developing countries. The English language book society. Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditi Pertanian Pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Pranadji, T., Ilham, N., Basuki, R., Hadi, U.P., Sugiart, Hendiarto, Winarso, B., Hatnyoto, D. dan Setiawan, I. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Simatupang. P. 1992. Pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar barter sector pertanian. Jurnal Agroekonomi Vol 11 (1) : 37-50.
Analisis Pemasaran Jagung dan Daya Beli Petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (Sunanto dan Sahardi)
9
Simatupang dan Isdijoso. 1992. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap nilai tukar sektor pertanian : landasan teoritis dan bukti empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XL (1):33-48. Soeharjo, A. 1976. Nilai Tukar (Term of Trade) Hasil-Hasil Pertanian Selama Pelita I. Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sukarja, R. Senjaya, T. dan A.Sudrajat. 1981. Studi Kebijaksanaan Nilai Tukar Komoditi Pertanian. Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi dengan Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran, Bandung. Sunanto, Suryani, Nasruddin Razak, dan Djati Suiryanto. 2002. Kajian Pemanfaatan Lahan Dataran Rendah dengan Sayuran Organik. Prosiding BPTP Sulawesi Selatan. Sunanto, Nasruddin Razak, dan M. Aizs Bilang. 2005. Analisis Alokasi Pendapatan Petani Jagung di Kabupaten Takalar. BPTP Sulsel. Timmer, C.P., Falcon, W.P., and S.R. Pearson. 1983. Food Policy Analysis. A world bank publication. The John Hopkins University Press. Mentan, 2003. Sambutan Menteri Pertanian pada Pembukaan Rapat Kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tanggal 2 Mei 2003 di Jakarta.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 11, No.1, Maret 2008: 1-10
10