Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Pengkajian Kelembagaan UPJA, Distribusi dan Pemasaran Jagung di Kalimantan Selatan Rosita Galib
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jln. Panglima Batur Barat No: 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp : 0511-4772346 Fax : 0511- 781810 E-mail :
[email protected]
Abstrak Keberhasilan pengembangan agribisnis jagung di daerah Kalimantan Selatan ini sangat ditentukan oleh sistem produksi, pengolahan hasil dan distribusinya serta ketersediaan alat mesin penunjang penyelenggaraan usaha pertanian.Disamping sub sistem budidaya, sub sistem penyediaan sarana produksi (bibit,benih ,obat-obatan ) sub sistem pengolahan hasil dan subsistem pemasaran merupakan bagian dari unsur pokok simpul-simpul agribisnis yang harus berfungsi secara optimal dan dalam kondisi tersedia. Sistem produksi, distribusi dan pemasaran adalah salah satu bagian dari unsur pokok penentu tingkat produksi dan pendapatan petani Jagung. Oleh karena itu aspek ekonomi dan kelembagaan yang sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk kedua sistem diatas (produksi,distribusi dan pemasaran) perlu dikaji secara lebih teliti Tujuan Pengkajian adalah untuk mengetahui keragaan kelembagaan sistem produksi (termasuk penerapan teknologi produksi)dan sistem distribusi dan pemasaran jagung dan kelembagaan UPJA untuk mendukung agribisnis jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Pengkajian dilakukan pada musim tanam 2007 di lokasi sentra jagung propinsi Kalimantan Selatan dan pengumpulan data dilakukan melalui survey dengan teknik wawancara terhadap petani dan kelompok tani, pelaku pemasaran jagung dan UPJA. Hasil pengkajian menunjukan bahwa distribusi dan pemasaran jagung berjalan lancar cuma belum efisien dilihat dari fluktuasi harga yang diterima pada saat panen raya dan beberapa bulan sesudahnya. Kondisi UPJA memperihatinkan, hasil kerja dan jam kerja per tahun masih rendah, penambahan alat baru sebagai hasil usaha UPJA belum ada, biaya tidak tetap relatif tinggi, belum dikelola seperti unit usaha yang menguntungkan, alsintan yang dikelola UPJA, ratarata sudah rusak dan menjalani perbaikan sehingga kondisinya tidak optimal lagi. Kata kunci : kelembagaan UPJA, distribusi, pemasaran, jagung
Faktor sosial ekonomi seperti permodalan, pengetahuan, teknologi, tenaga kerja, prasarana fisik atau fasilitas lainnya sangat nyata berpengaruh (Austin, 1981). Sedangkan faktor kelembagaan seperti keberadaan lembaga pen -dukung (saprotan, pemasaran, keuangan dan pengolahan), hubungan antar lembaga dan keterkaitan antara lembaga dan petani akan mewarnai bentuk kelembagaan sistem produksi dan distribusi (Schmid, 1972). Di kawasan unit pengembangan agribisnis dan kawasan sentra produksi jagung di lahan kering Kalimantan Selatan, subsistem budidaya berkembang pesat tetapi subsistem
Pendahuluan Pengembangan agribisnis jagung di Kalimantan Selatan merupakan strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan petani. Unsur utama agribisnis dapat dikelompokan menjadi sistem produksi, sistem pengolahan dan sistem distribusi pemasaran (Himpunan Alumni IPB, 1992). Faktor yang sangat nyata berpengaruh dalam sistem produksi dan sistem pengolahan, selain sistem distribusi dan pemasaran dan faktor sosial ekonomi tetapi juga faktor kelembagaan (Tampubolon, 1991).
557
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
lainnya (pengolahan, pemasaran, penyediaan sarana produksi dan jasa alsintan) belum berkembang secara maksimal. Efisiensi produksi jagung belum tercapai, sehingga daya saing komoditas jagung di wilayah ini masih rendah. Hal ini diduga karena kelembagaan pertanian yang ada masih lemah dan belum mampu menolong petani dalam penyediaan jasa alsintan, untuk mengurangi curahan tenaga kerja dan modal usahatani jagung yang murah, adil dan menguntungkan petani.
Hasil dan Pembahasan Kelembagaan UPJA Penggunaan Alsintan dengan Sistem UPJA di Kawasan Sentra Produksi Jagung. Alsintan berperan bukan hanya untuk meningkatkan luas garapan dan intensitas tanam, tetapi juga untuk meningkatkan produktivias dan efisiensi usahatani, menekan kehilangan hasil dan meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pertanian serta memperluas kesempatan kerja di pedesaan melalui terciptanya sistem agribisnis terpadu, yang pada akhirnya akan memacu kegiatan ekonomi di pedesaan (Manwan dan Ananto, 1994) Pada kondisi petani yang memiliki modal terbatas serta keterampilan dan tingkat pendidikan yang juga terbatas, pengadaan barang modal seperti alsintan tidak akan efisien. Oleh sebab itu, pengusahaan alsintan lebih diarahkan kepada sistem usaha pelayanan jasa sewa (UPJA) dan bukan pemilikan perorangan, sehingga petani cukup menyewa tanpa harus menanggung resiko investasi. Dengan demikian pengembangan alsintan diharapkan dapat mendukung perluasan areal tanam dan mendorong peningkatan intensitas tanam dan produktivitas untuk peningkatan produksi dan nilai tambah serta mendorong kegiatan agribisnis di perdesaan melalui kegiatan agroindustri, jasa alsintan, dan perbengkelan. Untuk pengembangan agribisnis jagung di lahan kering Kalimantan Selatan, peranan alsintan dalam kaitannya dengan sumber pertumbuhan dengan sasaran untuk peningkatan produktivitas dapat difungsikan kegunaannya yang bertujuan untuk kesejahteraan petani. Ekosistem lahan kering di Kalimantan Selatan merupakan lahan pertanian yang cukup luas, tingkat kesuburan yang rendah de-
Bahan dan Metode Pengkajian menggunakan pendekatan Survei dan desk study diharapkan dapat mengidentifikasi masalah dan keragaan kelembagaan UPJA di kawasan pengembangan komoditas jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Berdasarkan informasi diatas, dapat dipakai sebagai panduan bagi penentu kebijakan untuk mempertahankan keberlanjutan agribisnis jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Pengkajian dilakukan di kawasan pengembangan agribisnis jagung di lahan kering Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, MT 2007. Wilayah ini merupakan kawasan unit pengembangan agribisnis (UPA) dan pengembangan kawasan sentra produksi (P-KSP) jagung di lahan kering Kalimantan Selatan. Analisis kelembagaan dilakukan secara diskriptif, dan kelayakan lembaga UPJA dianalisa dengan analisis finansial. Untuk distribusi dan pemasaran dilakukan penggalian informasi mengenai marjin tata niaga, struktur pasar, dan pola pemasaran yang sedang berlangsung
558
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
ngan populasi penduduk yang masih rendah. Penggunaan alsintan di lahan kering ini selain berperan penting untuk meningkatkan luas garapan juga dapat mengatasi keterbatasan tenaga kerja di daerah setempat. Pengembangan agribisnis jagung di lahan kering dihadapkan pada terbatasnya tenaga kerja sehingga kemampuan menggarap petani rendah. Indikasi ini terlihat dari rasio luas lahan dengan jumlah petani di daerah pemukiman yang berkisar antara 2,0 ha – 5,7 ha, sedangkan daya garap satu keluarga tani dengan jumlah anggota keluarga 4 orang sekitar 1,2 ha (Rosita, 1992). Sebagai areal pertanian yang mempunyai “manland ratio” yang rendah, bantuan alsintan akan meningkatkan kemampuan petani memperluas usahataninya, dan dengan masuknya alsintan di wilayah ini maka diharapkan pemanfaatan lahan untuk usahatani jagung semakin luas. Kelangkaan tenaga kerja di lahan kering Kalimantan Selatan mendorong petani untuk menggunakan alsintan seperti traktor, corn sheller (pemipil), pengering (dryer) dalam upaya meningkatkan produksi dan kualitas hasil jagung. Alsintan berperan penting dalam meningkatkan intensitas pertanaman karena proses pengolahan tanah, tanam, panen dan penanganan pasca panen dapat berlangsung lebih cepat dengan curahan tenaga kerja manusia sedikit. Budidaya jagung di lahan kering yang mempunyai tingkat kesuburan rendah ini memerlukan masukan sarana produksi tinggi untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik dan perbaikan produktivitas lahan. Masa panen jagung yang bersamaan dengan musim hujan sering dihadapi petani sehingga keterbatasan tenaga
kerja dan kurangnya alsintan untuk panen dan pasca panen menyebabkan proses pengeringan dan pemipilan menjadi faktor pembatas dalam mempertahankan mutu hasil. Untuk mengatasi tertundanya proses pasca panen (pengeringan dan pemipilan) perlu ketersediaan alsintan corn sheller dan dryer agar kehilangan hasil dapat ditekan. Tingginya tingkat kehilangan hasil dan turunnya mutu jagung disebabkan oleh tertundanya proses penanganan pasca panen ini mengakibatkan susut hasil 5,2% dan mutu 6% - 10% (Liptan, 2000). Perbaikan penanganan panen dan pasca panen dapat mendorong perkembangan agribisnis jagung di lahan kering sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan nilai tambah. Peran alsintan dalam menunjang budidaya jagung ditekankan pada peningkatan skala usaha, efisiensi dan penanganan pasca panen. Walaupun penggunaan alsintan tidak selalu dapat menekan biaya tenaga kerja, tetapi dapat meningkatkan kualitas hasil kerja (dan ini yang lebih penting), sehingga akan memberikan pendapatan usaha yang lebih tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis usahatani terhadap usahatani jagung yang menggunakan traktor dibanding usahatani jagung yang tidak menggunakan traktor, dapat dilihat pada Tabel 1. Meskipun biaya usahatani untuk usahatani jagung yang menggunakan traktor lebih tinggi dibanding usahatani jagung yang tidak menggunakan traktor, tetapi pendapatan yang diperoleh juga lebih tinggi. Disamping itu luas garapan rata-rata petani yang memakai traktor lebih luas dibanding tanpa menggunakan traktor.
559
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 1. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Jagung di kecamatan Panyipatan dengan menggunakan traktor, ternak sapi dan tenaga manusia Usahatani )1 Dengan traktor
Uraian Biaya sarana produksi (Rp/ha) Biaya tenaga kerja (Rp/ha) Total biaya produksi (Rp/ha) Produksi (t/ha) Nilai produksi (Rp/ha) Pendapatan bersih (Rp/ha) R/C Rata-rata luas garapan (ha)
-,919.500 -,1.428.000 -,2.347.500 5,9 -,4.720.000 -,2.373.500 1,011 5,7
Usahatani )2 Dengan ternak sapi -,570.000 -,980.000 -,1.550.000 3,5 -,2.800.000 -,1.250.000 1,806 3,25
Usahatani )2 Dengan tenaga manusia 440.000,-,1.32.000 -,1.472.000 2,9 -,2.320.000 -,848.000 0,576 2,0
Sumber : 1) Laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Selatan, 2000. 2) Kasus di desa Bumi Asih dan Sukaramah
Berdasarkan informasi petani, kapasitas rata-rata traktor pada lahan kering untuk usahatani jagung ini 0,9 – 1,2 ha/hari
dan pada Tabel 2 dapat dilihat hasil analisis traktor sebagai berikut.
Tabel 2. Analisa ekonomi traktor roda dua No.
Uraian
Kapasitas/nilai
Keterangan Umur mesin 5 tahun
.1
Harga awal
Rp.15.000.000,-
.2
Bunga bank
%20
.3
Perbaikan
%10
.4
Tenaga mesin
.5
Konsumsi BBM
1,5 l/jam
.6
Harga BBM / liter
Rp.2.000,-
.7
Olie (liter/jam)
.8
Harga olie per liter
Rp.15.000,-
.9
Jam kerja per hari
8 jam
.10
Sewa per ha
Rp.450.000,-
.11
Operator per ha
Rp.135.000,-
.12
Kapasitas
.13
Hasil kerja per tahun
.14
Biaya tetap
.15
Biaya tidak tetap
.16
Biaya total per tahun
Rp.13.227.600,-
.17
Pemasukan
Rp.18.000.000,-
.18
Keuntungan per tahun
Rp.4.770.000,-
8,5 HP
0,009
16 jam/ha 40 ha Rp.5.850.000,Rp.184.440,-
560
Penyusutan + bunga modal + perawatan BBM + olie + operator
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Penggunaan traktor dalam penyiapan lahan mengakibatkan penanaman dan pemanenan jagung berjalan lebih serempak dan sebagai konsekwensinya adalah kebutuhan tenaga panen meningkat. Oleh karena itu penggunaan alat mesin pertanian pada proses penanganan pasca panen sangat diperlukan. Kerusakan jagung sering terjadi di lapangan akibat tertundanya pengeringan manakala jagung terlanjur dipanen sedangkan alat pengering dan pemipil tidak memadai. Penggunaan alat pemipil dan pengering jagung yang kurang sesuai dengan kondisi jagung dapat menurunkan mutu hasil. Kegiatan penanganan pasca panen jagung di tingkat petani, tahapan kegiatan yang kritis adalah pada saat pemipilan. Hal ini terlihat dari besarnya kehilangan hasil pada tahap pemipilan, yaitu sebesar 4% atau sekitar 80% dari total kehilangan hasil (5,2%). Dalam Tabel 3 dapat dilihat besarnya kehilangan hasil masing-masing tahapan kegiatan dalam penanganan pasca panen jagung. Pemipilan jagung amerupakan kegiatan yang banyak memerlukan tenaga dan membosankan. Beban kerja petani akan bertambah seiring meningkatnya perolehan hasil
budidaya jagung meningkat. Apabila peningkatan hasil jagung tersebut tidak diikuti dengan perbaikan cara pemipilan dan bantuan teknologi dan alat maka curahan tenaga kerja untuk pemipilan menjadi bertambah Pemipilan jagung juga merupakan salah satu faktor penentu mutu jagung selama penyimpanan. Kesalahan dalam cara pemipilan dapat menimbulkan kerusakan fisik biji sehingga memudahkan serangan hama gudang. Akibatnya total kehilangan hasil jagung dapat mencapai 20%. Disamping itu untuk jagung yang disimpan dalam keadaan basah (berkadar air tinggi), kerusakan mekanis pada saat pemipilan menyebabkan tingginya kadar aflatoksin. Pemipilan jagung dapat dilakukan dengan cara tradisional dan dengan mesin. Cara pemipilan tradisional dilakukan petani antara lain; pemipilan dengan tangan, memipil dengan cara memasukkan dalam karung kemudian dipukul (digeblok). Tenaga kerja untuk memipil sebagian besar adalah tenaga keluarga atau gotong royong. Cara pemipilan jagung dengan mesin pemipil jagung memerlukan sewa/upah sebesar Rp.30,-/kg. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat analisis finansial dan kebutuhan investasi ( modal ) untuk satu unit Corn Sheller lokal. Perkembangan luas areal tanam jagung di Kabupaten Tanah Laut mulai tampak sekitar sepuluh tahun terakhir, tetapi peningkatan luas areal tanam dan produksi yang dicapai masih jauh dari kebutuhan, terutama untuk bahan baku pakan ternak yang diperkirakan sebesar 60.000 t/tahun dan diperkiraka terus meningkat.
Tabel 3. Kehilangan hasil jagung di tingkat Petani No. 1. 2.
Uraian Panen Pengangkutan
3.
Pengeringan tongkol Pemipilan Pengeringan pipilan
0,5
Jumlah
5,2
4. 5.
Susut tercecer (%) 0,1 0,1
4,0 0,5
Sumber : I.K. Tantra, 1991 561
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 4. Hasil jagung dan Kebutuhan tenaga pemipil cara tradisional No.
Tahun
Hasil (t/ha)
1.
1967
0,93
Curahan tenaga kerja (orang/ ha) 8
2.
1977
1,22
10
3.
1987
1,96
16
4.
1997
3,5
23
Tabel 5. Analisa finansial corn sheller buatan bengkel Budi Uraian Corn sheller 1 unit 16 PK Bunga bank 20% Perbaikan 10% Umur mesin 5 tahun BBM 1 liter/jam @ Rp2.000,Olie 0,006 liter/jam @ Rp.10.000,Jam kerja / hari Operator 5 orang/hari @ Rp.40.000,0 Hari kerja/tahun, 45 hari Kapasitas 4 t/jam @ Rp.30.000,Biaya investasi/tahun Biaya operasional/tahun Biaya operator/tahun Total biaya/tahun Penerimaan/tahun Laba/tahun
Pada perhitungan biaya dan penerimaan alat pengering jagung seperti tabel berikut dapat dilihat bahwa operasional alat pengering dalam satu musim dapat memberikan laba sebesar Rp.7.820.000.-/musim/unit. Di Kecamatan Panyipatan ini dryer yang digunakan umumnya untuk pengeringan padi dari kelompok UPJA yang dibina Dinas Pertanian setempat kemudian digunakan untuk
Harga / nilai (Rp) 10.000.000 / 5 tahun 10.000.000 / 5 tahun 5.000.000 / 5 tahun 16.000 / hari 480 / hari 8 jam 200.000 / hari 43.200.000 / tahun 960.000 / hari 5.000.000 741.600 9.000.000 14.741.600 43.200.000 28.458.400 (77.968/hari)
pengeringan jagung sehingga hasilnya kurang memuaskan. Biaya pengeringan rata-rata sebesar Rp.80,-/kg selama 8 – 12 jam dan kapasitas alat berkisar 3 – 4 ton. Pada tabel berikut ini dapat dilihat analisis finansial dari alat pengering jagung tersebut. Keberadaan dryer sangat bermanfaat bagi petani, terutama jika panen jagung dilakukan pada saat curah hujan masih tinggi (Januari, Februari). Dalam hal ini 562
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Tabel 6. Perkembangan areal tanam dan produksi jagung di Kabupaten Tanah Laut No
Tahun
Luas tanam (ha)
Luas panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivita s (ton/ha)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
5.255 6.479 6.762 5.757 8.519 8.762 7.630 8.959 10.509
5.083 5.887 6.027 5.358 9.254 9.087 9.428 7.222 8.379
9.566 11.332 15.343 14.634 36.731 39.776 40.291 34.486 38.756
1,882 1,925 2,546 2,700 3,969 4,247 4,276 4,775 4,675
Keterangan
Kemarau
Tabel 7. Analisis finansial alat pengering jagung di Kecamatan Panyipatan No 1 2 3 4 5
Uraian Dryer 1 unit 1,5 – 2,5 HP, umur mesin 5 tahun Bunga Bank 20% / tahun Perbaikan 10% / tahun Gudang 30 m2 @ Rp.1.000.000,- dengan umur gudang 15 tahun BBM : - Minyak tanah 5 liter / jam @ Rp. 1.000,- Solar 8 liter / jam @ Rp.2.000,-
6 7 8 9 10 11
65.000,- / 12 jam 16.000,- / 12 jam
- Olie 0,006 / jam @ Rp.15.000,Tenaga kerja 2 orang/hari @ Rp. 20.000,- dengan jam kerja 8 jam / hari Biaya investasi / tahun Biaya operasional / tahun Biaya tenaga kerja / tahun Penerimaan / tahun Laba / tahun
dryer berperan penting untuk mengatasi kerusakan jagung dan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1) pengeringan dengan sinar matahari, 2) pengeringan dengan asap, 3) pengeringan dengan aerasi. Volume kerja untuk traktor roda-2 adalah 40 ha/unit/tahun, sedangkan untuk power thresher adalah 60 ha/unit/tahun dan untuk pengembangan UPJA untuk mencapai
Harga (Rp) 10.000.000,10.000.000,5.000.000,30.000.000,-
1.080,-/ 12 jam 80.000,7.000.000,9.180.000,8.000.000,32.000.000,7.820.000,-
volume kerja alsintan per tahun yang ideal, maka hal-hal yang perlu dibenahi antara lain : 1).Pembenahan UPJA dengan meningkatkan kemampuan organisasi maupun kemampuan personal seluruh anggota kelompok dalam bidang teknis dan ekonomis, 2).Pembenahan untuk meningkatkan kemampuan manajemen kelompok yang terdiri atas manajemen, kerjasama, pemasaran jasa, administrasi keuangan, 563
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
dan lain-lain, 3). Pembenahan untuk meningkatkan kemampuan jenis pelayanan jasa yang meliputi jasa prapenen dan pasca panen, sehingga diharapkan kelompok UPJA dapat bekerjasama sepanjang tahun secara berkesinambungan, 4). Pembenahan untuk meningkatkan pola operasional jasa, termasuk pola pemasaran dan meningkatkan kemampuan migratori alsintan. Dalam operasionalnya kelembagaan UPJA ini dapat menemui hambatan berupa kendala teknis, sosial ekonomi dan sarana penunjang lainnya. Kendala teknis dapat berupa : a). Kurang sesuainya peralatan dengan kondisi lokasi, b). Kurangnya dukungan tenaga profesional dilokasi pengembangan (operator dan manajer pengelola), c). Masih belum operasionalnya bengkel di Kabupaten, sering kendala teknis di lapangan,d).Kurang memperhatikan kemampuan teknis peralatan, e). Kurangnya minat dari petani untuk memakai mekanisasi pertanian. Kendala sosek berupa : a). Harga alsintan relatif mahal sehingga sewa alsintan menjadi tinggi. Dengan modal terbatas, pembayaran sewa dilakukan setelah panen. b). Modal/uang tunai terbatas. Untuk mengembangkan usahatani seluas 1 ha sulit bagi petani untuk memperoleh uang tunai, apalagi bila saat panen harga hasil usahatani rendah, c). Dengan tingkat pendidikan dan keterampilan petani (transmigran) yang relatif rendah, maka kemampuan teknis maUpun manajerial pengelolaan alsintan menjadi rendah. Kendala sarana penunjang : Hampir semua lahan kering, terutama daerah transmigrasi, belum memiliki lembaga keuangan yang dapat melayani petani, sehingga mobilisasi dana atau modal sulit berkembang. Akibatnya, sulit abagi petani memperoleh alsintan. Di beberapa tempat saat ini mulai ber-
munculan usaha yang bersifat individu/pengusaha lokal sebagai perantara (subdealer) dan berani memberi kredit pembelian alsintan kepada petani setempat. Distribusi dan pemasaran jagung Pemasaran jagung yang dilakukan petani pada umumnya hanya terbatas pada fungsi pertukaran saja, sementara perubahan bentuk fisik relatif kecil sekali. Harga jual pada tingkat petani pada saat yang sama relatif tidak bervariasi, tetapi harga dari bulan ke bulan mengalami fluktuasi yang cukup besar berkisar antara 10 – 60 %. Sistem pemasaran yang banyak ditemui di lokasi pengkajian ada 2 macam yaitu: 1. Petani pedagang pengumpul desa konsumen 2. Petani
pedagang pengumpul anggota APPJATA
konsumen
Petani pada umumnya menjual menjual jagungnya dalam bentuk tongkol kupasan atau pipilan kering, harga pada saat panen raya (bulan Januari/Februari) berkisar Rp 775,-/kg – Rp 800,-/kg. Pada bulan Maret harga jagung meningkat menjadi Rp 950,-/kg, dan pada bulan Oktober mencapai Rp 1.200,-/ kg – Rp 1.300,-/kg. Besarnya margin tataniaga berkisar antara 10 – 20 %, merupakan selisih antara harga yang diterima petani sebagai produsen dengan harga yang dibayar konsumen dan merupakan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang dan penerimaan pedagang pengumpul. Ongkos yang dikeluarkan pedagang pengumpul berkisar antara 44 – 60 % dari pendapatan yang diperolehnya.
564
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
6. Distribusi dan pemasaran jagung berjalan lancar cuma belum efisien dilihat dari fluktuasi harga yang diterima pada saat panen raya dan beberapa bulan sesudahnya.
Kesimpulan 1. Kelangkaan tenaga kerja di lahan kering telah mendorong petani untuk menggunakan alsintan seperti traktor, thresher, dan mesin penggiling gabah. 2. Beberapa alsintan yang telah dihasilkan memiliki kapasitas dan efisiensi yang cukup tinggi dengan mutu sesuai standar, sehingga dapat dikembangkan dalam sistem UPJA. 3. Usaha pelayanan jasa alsintan sebaiknya dilakukan kelompok tani atau KUD secara komersial dan mandiri dengan memperhatikan kemampuan petani setempat. 4. Untuk dapat disebut sebagai usaha pelayanan jasa alsintan (UPJA) maka terdapat beberapa syarat yaitu; (a) ada pelaku yaitu manajer dan operator atau paling tidak ada pemilik dan beberapa orang operator alsintan; (b) ada sarana yang berupa alsintan; (c) telah digunakan untuk melayani petani lainnya secara sewa (meskipun dalam jumlah sedikit). 5. Kegiatan membangun kelompok UPJA dilakukan sistem pendekatan, dengan melibatkan seluruh subsistem yang ada, yaitu subsistem perbengkelan, pemberi jasa, pengguna jasa, dan permodalan. Keseluruhan subsistem tersebut memiliki saling keterkaitan yang harus selalu ditumbuhkan agar semua subsistem tersebut mampu menjalankan fungsinya dalam menumbuhkan UPJA.
Daftar Pustaka Austin, Jones E. 1981. Agroindustrial Project Analysis, EDI Series In Economic Development, Washington D.C. Baharsyah, S. 1991. Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Makalah Seminar Peranan Swasta dalam Pengembangan Agribisnis di Daerah Transmigrasi. Departemen Transmigrasi dan PT. Inacon Luhur Pertiwi. Jakarta. Balai Informasi Pertanian Banjarbaru, 2000. Bercocok tanam jagung . LIPTAN. Banjarbaru. Diperta Kalimantan Selatan. 2000. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan 1999. Himpunan Alumni-IPB. 1992. Pokok-pokok Pikiran Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor tentang Perspektif Pembangunan Pertanian dalam Era Industrialisasi di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Pembangunan Pertanian, 17 Oktober 1992. Manwan,I dan E. E. Ananto. 1994. Strategi Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pertanian Tanaman Pangan. Dalam Ananto et al, (eds). Prospek mekanisasi pertanian tanaman pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
565
Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010
ISBN : 978-979-8940-29-3
Rosita Galib.1992. Profil Usahatani Jagung di Lahan Kering Kalimantan Selatan. Prosiding Nasional Pertanian Lahan Kering dan Lahan Rawa, Puslitbang Sosek Pertanian, BPTP Kalimantan Selatan.Banjarbaru. Schmid, A. A. 1972. Analytical Institutional Economics; Challenging Problems in the Economics of Resources at a New Environment. Amer. J. Agric. Economics, Dec., PP.893-901.
Tampubolon, SMH. 1991. Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis di Daerah Transmigrasi (Mencari Alternatif Bidang Partisipasi Swasta). Dep. Transmigrasi R.I. bekerjasama dengan PT. Inacon Luhur Pertiwi. Jakarta.
566