Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
POTENSI PENGEMBANGAN JAGUNG DI KABUPATEN PANGKEP SULAWESI SELATAN M. Ramli dan Sunanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Abstrak. Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penting di Sulawesi Selatan. Permintaan komoditi ini meningkat setiap tahunnya. Namun demikian, produktivitasnya masih rendah. Untuk mengantisipasi hal ini, identifikasi kesesuaian lahan menjadi prasyarat utama untuk pengembangan komoditi ini. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi karakteristik lahan untuk jagung di kabupaten Pangkep. Program sistem otomatisasi evaluasi lahan (ALES) digunakan dalam mengevaluasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan didapatkan bahwa lahan seluas 22.378 ha dianggap cocok untuk tanaman jagung. Dari total luas lahan yang diamati tidak ditemukan lahan yang sangat sesuai disebabkan karena tingginya temperatur (lebih besar 26oC) di dataran rendah dan tingginya ancaman bahaya erosi pada dataran tinggi. Tingkat kesesuaian lahan S2 adalah cukup sesuai untuk pengembangan jagung, karena B/C ratio dengan suku bunga tetap mencapai 1,23 dengan total pendapatan sekitar Rp1.191.735/ha. Kata Kunci : Potensi, pengembangan, jagung
PENDAHULUAN Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang cukup penting sebagai sumber karbohidrat utama, di samping gandum dan padi. Bahkan beberapa daerah di Indonesia menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga sering ditanam untuk pakan ternak sebagai hijauan, dapat pula diambil minyaknya (dari biji), atau dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), serta bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Di samping itu tongkol jagung juga kaya akan pentosa (Anonim 2008). Perkembangan produksi jagung dalam periode 1990-2001 relatif lamban dibanding kebutuhannya, yaitu 3,75 persen berbanding 4,41 persen per tahun. Perkembangan kebutuhan jagung yang relatif tinggi utamanya disebabkan oleh berkembangnya industri pakan dan peternakan serta industri pangan di Indonesia, walaupun di sisi lain permintaan jagung untuk konsumsi langsung cenderung menurun (Kariyasa 2003). Zubachtiroddin (2007) menegaskan bahwa kebutuhan jagung dalam negeri meningkat 10-15%/tahun. Kondisi ini menyebabkan volume impor jagung Indonesia selama periode tersebut mengalami peningkatan yang cukup tajam, yaitu 11,28 persen per tahun (Kariyasa 2005). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, upaya peningkatan produksi jagung nasional juga dapat diarahkan untuk mengisi sebagian pasaran jagung dunia. Dalam kurun waktu 2005-2010, pasaran jagung dunia diperkirakan sekitar 77-89 juta ton/tahun, di antaranya adalah diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang. Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi penghasil jagung di Indonesia. Luas panen pada tahun 2007 mencapai 206.387 ha dengan produksi 696.082 ton. Dengan demikian produktivitasnya mencapai 3,37 ton/ha (BPS Prov. Sulsel 2008). Produktivitas tersebut masih rendah, karena potensi produktivitas jagung bisa mencapai 4,5 – 10 ton/ha, bergantung pada potensi lahan dan teknologi produksi yang diterapkan (Subandi et al. 2006).
516
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Syarat tumbuh dan berkembangnya tanaman jagung dengan baik adalah (1) lahan bertekstur halus sampai sedang, (2) kedalaman tanah minimal 0,4 m, (3)Tanaman jagung masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi drainase agak cepat sampai sedang, namun yang paling baik adalah berada keadaan drainase yang baik. Untuk sifat kimia, tanaman jagung akan tumbuh dengan baik pada kapasitas tukar kation (KTK) minimal 16 cmol, pH 5,5-8,2 dan terbaik pada pH 5,8-7,8. Kejenuhan basa (KB) minimal 35% terbaik jika KB>50%, C-organik minimal 0,4%. Sementara itu, tanaman jagung masih dapat tumbuh dengan baik pada kandungan alkalinitas (ESP) 20%, terbaik pada ESP<15%. Sedangkan kisaran temperatur rataan harian yang diinginkan jagung adalah 26-30°C, namun terbaik pada temperatur 20-26°C. Selanjutnya untuk curah hujan adalah 1200-1600 mm dan 400500 mm, terbaik pada curah hujan 500-1200 mm, dengan kelembaban 36-42% dan terbaik jika kelembaban >42% (Djaenudin et al. 2003). Penelusuran kesesuaian lahan untuk pengembangan komoditas jagung ini dapat dilakukan dengan pendekatan pemetaan zona agroekologi (ZAE) dan dilanjutkan dengan evaluasi lahan. Evaluasi lahan dilakukan secara fisik dan ekonomik (FAO 1999). Kedua pendekatan evaluasi lahan ini baik secara fisik maupun ekonomik sangat penting, karena dapat memberikan gambaran potensi lahan dan keuntungan maupun resiko kerugian dari komoditas yang akan diusahakan pada tingkatan manajemen tertentu (Rossiter 1994). Analisis data menggunakan perangkat lunak Automated Land Evaluation System (ALES) Versi 4.65d (Rossiter and Wambeke 1997). Evaluasi lahan secara ekonomi, setiap komoditas dalam pengertian tipe penggunaan lahan atau Land Utization Types (LUTs) dirinci menurut persyaratan teknis agronomi, dan manajemennya mencakup input dan output (FAO 1976; 1983). Keunggulan komparatif dan kompetitif dari suatu komoditas yang diusahakan merupakan persyaratan yang harus terpenuhi untuk meraih keuntungan. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran komersial dalam program pengembangan, parameter yang menyangkut aspek fisik dan ekonomi harus dipertimbangkan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Pertimbangan utama dalam penentuan wilayah penelitian adalah bahwa potensi pengembangan jagung pada wilayah ini diperuntukkan untuk mengantisipasi kebutuhan jagung kota metropolitan Makassar. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2006. Metode penelitian yang digunakan adalah a) prasurvei/(PRA), b) survei utama, c) analisis tanah, serta d) evaluasi lahan dan pembuatan peta. Bahan yang diperlukan dalam penelitian adalah peta dasar berupa peta Rupa bumi skala 1:50.000, Peta Geologi/litologi yang skalanya memadai. Kelas kesesuaian lahan mengacu kepada kriteria yang disusun oleh Djaenudin et al. (2001;2003). Data tanah yang berkaitan dengan aspek kesuburan tidak digunakan sebagai parameter, karena sifatnya annual yang dengan input tertentu relatif mudah untuk diatasi. Evaluasi lahan menggunakan program ALES Version 4.65d (Rossiter and Wambeke 1997). Evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas jagung dilakukan pada tingkat manajemen sedang, yaitu digunakannya investasi untuk biaya produksi, mencakup pengolahan tanah, bibit, pupuk, insektisida, dan pemeliharaan tanaman, serta biaya pasca panen yang dapat dijangkau oleh petani dan atau bantuan dari pemerintah. Kegiatan penelitian mencakup:
517
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
1). Membuat model evaluasi dan pohon keputusan atau Decision Tree (DT) berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan dari masing-masing satuan lahan (SL), serta persyaratan tumbuh tanamannya. 2). Menentukan tingkat kendala (severity level) berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan setiap satuan lahan, yang untuk ZAE tingkat semi detil skala 1:50.000 dibedakan atas: a) tanpa atau tingkat kendala ringan, b) tingkat kendala sedang, c) tingkat kendala berat, dan d) tingkat kendala sangat berat, yang masing-masing ini setara dengan kelas kesesuaian lahan S1, S2, S3 dan N (FAO 1976; Wibawa dan Baon, 2008). 3). Kesesuaian lahan secara fisik dibedakan atas S1, S2, S3 dan N. Lahan yang termasuk tidak sesuai disebabkan oleh adanya faktor pembatas permanen yang sulit diatasi. Jika faktor pembatas masih memungkinkan untuk diatasi, maka paling rendah kelasnya akan termasuk S3. Kelas kesesuaian lahan secara ekonomi dibedakan atas S1, S2, S3, N1 dan N2. Kelas kesesuaian lahan secara fisik dan ekonomi, berikut pengertiannya masing-masing disajikan pada Tabel 1 dan 2. 4). Kelas kesesuaian lahan secara ekonomi N1 dapat berasal secara fisik dari kelas S3, S2 atau bahkan S1 bergantung pada tingkat kendala parameter ekonomi. Kelas N2 pasti berasal secara fisik dari kelas N (permanen), karena adanya faktor pembatas yang sangat sulit diatasi (FAO 1976). 5). Menetapkan asumsi tingkat manajemen, mencakup skala usaha, sistem produksi dan pasca panen dalam kaitannya dengan input dan output. Lahan yang digunakan walaupun milik petani sendiri, dan tenaga kerja yang melibatkan keluarga, tetapi dalam evaluasi lahan secara ekonomi harus diperhitungkan (sewa lahan, upah). Hasil panen yang dihitung tidak hanya produk utama, tetapi juga hasil ikutannya selama masih laku dijual harus diperhitungkan. Tabel 1. Kelas kesesuaian lahan secara fisik dan pengertiannya Kelas 1 2 3 4
Simbol S1 S2
Kesesuaian Lahan Sangat sesuai Cukup sesuai
S3 N
Sesuai marjinal Tidak sesuai
Pengertian/keterangan Tanpa/sedikit pembatas untuk penggunaannya Tingkat pembatas sedang untuk penggunaannya Tingkat pembatas berat untuk penggunaannya Tingkat pembatas sangat berat, penggunaannya tidak memungkinkan (permanen)
Sumber: FAO (1976).
Tabel 2. Kelas kesesuaian lahan secara ekonomi dan pengertiannya Kelas Simbol 1 S1 2 S2 3 S3 4 N1 5
N2
Kesesuaian Lahan Sangat sesuai Cukup sesuai Sesuai marjinal Tidak sesuai sementara Tidak sesuai Permanen
Pengertian/Keterangan Secara ekonomi sangat menguntungkan Secara ekonomi cukup menguntungkan Secara ekonomi marjinal menguntungkan Memungkinkan tetapi tanpa input tinggi tidak menguntungkan (sementara) Tidak memungkinkan, dengan input tinggi output yang dihasilkan tidak ekonomis
Sumber : Rossiter and Wambeke (1997)
518
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
6). Data agronomi dan sosial ekonomi pertanian diperoleh melalui pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), dan dilengkapi dengan data sekunder dari instansi terkait melalui pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA) (Lovelace et al., 1988). Pengambilan data primer dan data sekunder dilaksanakan pada bulan Januari hingga Desember 2006. 7). Nilai harapan produksi mengikuti prosedur LECS (Wood dan Dent 1983), yang dimodifikasi FAO (1983) dan Rossiter (1994). Untuk lahan kelas S1 harapan produksi diasumsikan mencapai > 80%; S2= 60-80%; S3= 25-60%, dan N < 25% dari produksi optimal. 8). Kemungkinan ada Satuan Lahan (SL) yang kelas kesesuaian lahannya secara fisik berbeda, tetapi dari data produksi untuk SPT tersebut memberikan kelas yang sama, karena pengaruh pemberian input yang diberikan berbeda. Namun setelah dianalisa dengan mempertimbangkan besarnya input, maka akan diperoleh kelas kesesuaian lahan secara ekonomi tetap akan berbeda yang tercerminkan di dalam output. 9). Penentuan kelas kesesuaian lahan secara ekonomi berdasarkan pendapatan kotor atau Gross Margin (GM), nilai bersih akhir usaha atau Net Present Value (NPV), rasio keuntungan terhadap biaya atau Benefit Cost Ratio (B/C), dan tingkat penegembalian modal atau Internal Rate of Return (IRR). Kesesuaian lahan secara ekonomi sifatnya kondisional bergantung pada situasi dan peluang pasar. 10). ALES menyajikan data hasil evaluasi lahan dalam data tabular (tabel), untuk menyajikan dalam bentuk peta (spasial), data tabular tersebut harus diekspor ke Arc/view atau program lainnya menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis (SIG). HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi dan Perhubungan Kabupaten Pangkep yang terletak pada posisi 4°33’30” - 4°57’10” Lintang Selatan dan 119°28’50”- 119°48’40” Bujur Timur dengan luas wilayah sekitar 80.105 ha berbatasan dengan Kabupaten Bone di sebelah timur, sebelah Utara adalah Kabupaten Barru, di sebelah Barat adalah wilayah kepulauan Kabupaten Pangkep, sementara di sebelah Selatan adalah Kabupaten Maros. Dengan jarak dan tingkat aksesiblitas yang relatif dekat dan mudah terjangkau dari Makassar, Wilayah ini dapat menjadi salah satu penyangga Makassar setelah Maros. Curah Hujan dan Temperatur Berdasarkan data curah hujan dari stasiun pengamat iklim yang tersebar di kabupaten Pangkep, rerata curah hujan dari 6 stasiun pengamat iklim adalah sebesar 2.195 mm/tahun. Tertinggi (3.257 mm) di stasiun BPP Labbakang/Gentung dan terendah (1.623 mm) di Segeri Mandale/Manggalung (Gambar 3). Sedangkan temperatur udara pada wilayah dataran rendah adalah lebih besar 26o C.
519
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
GRAFIK SEBARAN HUJAN DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN SULAWESI SELATAN 800 700 600
mm
500 400 300 200 100 0 -100
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nop
Des
BULAN
Minasa Tene (1996-2006) BPP Marang (1996-2005) Balleangin/Balloci (1996-2002) Rerata
Segeri Mandale/Manggalung (1996-2006) BPP Labbakang/Gentung (1996-2001) Mattampa/Bungoro(1996-2005)
Gambar 1. Grafik sebaran hujan di Kabupaten Pangkep Tanah Tanah-tanah di daerah penelitian umumnya terbentuk dari bahan induk aluvium/endapan, batu gamping, breksi, lava, tufa, konglomerat, basal, ultra basal, trachit dan batuan tak dipisahkan (campuran). Kondisi iklimnya adalah kering dengan bentuk wilayah datar hingga bergunung. Ketiga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan dan sifat-sifat tanahyang ada. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan ditunjang oleh data analisis laboratorium, tanah-tanah di daerah penelitian dapat diklasifikasikan ke dalam empat ordo (Tabel 1), yaitu: Entisols, Inceptisols, Mollisols dan Alfisols. Sifat-sifat dari keempat ordo tanah tersebut diuraikan sebagai berikut. Entisols Tanah Entisols yang ditemukan pada wilayah ini tentunya belum mempunyai perkembangan profil, susunan horisonnya hanya A-C. Terbentuk dari bahan induk aluvium/endapan liat dan pasir, basal ataupun ultra basal. Penyebarannya adalah pada landform grup aluvial, dan vulkanik. Mulai dari tanggul sungai meandering, dataran aluvial dan perbukitan intrusi. Bentuk wilayah datar sampai agak datar dan bergunung, drainase dari terhambat sampai cepat, tekstur liat sampai pasir, reaksi tanah masam kuat sampai alkalis. Tanahnya di lapang diklasifikasikan ke Aquic Ustipsamments, Typic Ustifluvents, dan Lithic Ustorthents. Inceptisols Tanah ini telah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bg-C dan A-Bw-C, dicirikan oleh horison B-kambik. Terbentuk dari bahan induk aluvium/endapan, aluvium/marin, batu gamping, breksi, lava, tufa, konglomerat, basal, ultra basal, trachit dan batuan tak dipisahkan (campuran). Penyebarannya sangat dominan hampir di seluruh daerah penelitian mulai dari landform grup aluvial, marin, fluvio-marin, karst, volkanik dan tektonik. Tanah ini tampak jelas ditemukan di dataran aluvial, lahan aluvial & koluvial, lereng koluvial, dataran antar perbukitan, punggung dan cekungan pesisir resen, rawa belakang pasang surut, delta estuarin, dataran estuarin, dataran fluvio-marin, dataran karst, perbukitan,
520
ISBN :978-979-8940-27-9
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
pegunungan karst, perbukitan volkanik tua, pegunungan volkanik tua, perbukitan tektonik dan pegunungan tektonik dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung, tanah berdrainase terhambat sampai baik, tekstur liat sampai lempung, reaksi tanah masam kuat sampai agak masam. Tanah diklasifikasikan ke dalam Typic Sulfaquepts, Sulfic Endoaquepts, Aeric Endoaquepts, Typic Endoaquepts, Aquic Haplustepts, Udic Haplustepts, Dystric Haplustepts, Lithic Haplustepts dan Typic Haplustepts. Molisols Kelompok tanah ini sudah mempunyai perkembangan profil yang dicirikan oleh adanya epipedon molik dengan susunan horison A-Bw-C serta terjadinya iluviasi liat yang membentuk horison B-argilik/Bt dengan susunan A-Bt-C. Drainase tanahnya baik, kedalaman tanahnya di lapang adalah dangkal sampai sangat dalam, struktur cukup kuat dan konsistensi teguh. Terbentuk dari bahan induk koluvium-aluvium dan batu gamping. Penyebarannya adalah pada landform lereng koluvial, dataran karst dan perbukitan karst dengan bentuk wilayah agak datar, berombak, bergumuk dan berbukit kecil. Tanah ini umumnya berasosiasi dengan Inceptisols dan Alfisols. Teksturnya liat sampai lempung berliat, pH tanah masam sampai agak alkalis, kadar C organik rendah sampai sangat rendah, P total sedang sampai sangat rendah, K total sangat rendah sampai rendah, basa-basa dapat ditukar rendah, KTK tanah dan kejenuhan basa rendah sampai sangat rendah. Tanahnya diklasifikasikan ke dalam subgrup Lithic Argiustolls, Typic Argiustolls, Lithic Haplustolls dan Typic Haplustolls. Tabel 3. Jenis tanah di daerah penelitian.
Ordo Entisols
Inceptisols
Mollisols
Subordo
Grup
Psamments Fluvents Orthents Aquepts
Ustipsamments Ustifluvents Ustorthents Sulfaquepts Endoaquepts
Ustepts
Haplustepts
Ustolls
Argiustolls Haplustolls
Alfisols
Ustalfs
Haplustalfs
Subgrup Aquic Ustipsamments Typic Ustifluvents Lithic Ustorthents Typic Sulfaquepts Sulfic Endoaquepts Aeric Endoaquepts Typic Endoaquepts Aquic Haplustepts Udic Haplustepts Dystric Haplustepts Lithic Haplustepts Typic Haplustepts Lithic Argiustolls Typic Argiustolls Lithic Haplustolls Typic Haplustolls Aquic Haplustalfs Ultic Haplustalfs Typic Haplustalfs
Setara dengan: PPT. 1983 Regosol Gleiik Regosol Gleiik Regosol Eutrik Gleisol Tionik Gleisol Tionik Gleisol Aerik Gleisol Eutrik Kambisol Gleiik Kambisol Eutrik Kambisol Distrik Kambisol Litik Kambisol Eutrik Brunizem Haplik Brunizem Haplik Kambisol Litik Kambisol Eutrik Mediteran Gleiik Mediteran Haplik Mediteran Haplik
FAO. 1989 Eutric Regosols Eutric Fluvisols Eutric Regosols Thionic Gleysols Thionic Gleysols Eutric Gleysols Eutric Gleysols Gleyic Cambisols Eutric Cambisols Dystric Cambisols Eutric Cambisols Eutric Cambisols Haplic Luvisols Haplic Luvisols Eutric Cambisols Eutric Cambisols Gleyic Luvisols Haplic Luvisols Haplic Luvisols
Sumber : data peta tanah, (2007).
521
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Alfisols Tanah ini sudah mempunyai perkembangan profil, dicirikan oleh terjadinya iluviasi liat yang membentuk horison B-argilik/Bt dengan susunan horison A-Bt-C. Drainase tanahnya agak terhambat sampai baik, kedalaman tanah dalam, struktur cukup kuat dan konsistensi teguh. Terbentuk dari bahan induk endapan liat, endapan liat dan pasir, endapan undak (liat, pasir dan kerikil), dan batu gamping. Penyebarannya pada landform dataran aluvial, lahan aluvial dan koluvial serta dataran karst dengan bentuk wilayah agak datar hingga berombak. Tanah ini umumnya berasosiasi dengan Entisols, Inceptisols dan Mollisols. Tekstur liat sampai lempung liat berpasir, pH tanah masam sampai agak masam, kadar C organik rendah sampai sangat rendah, P total sedang sampai sangat rendah, K total sangat rendah sampai rendah, basa-basa dapat ditukar rendah, KTK tanah dan kejenuhan basa rendah sampai sangat rendah. Tanah ini di lapang diklasifikasikan ke dalam subgrup Aquic Haplustalfs, Ultic Haplustalfs dan Typic Haplustalfs. Penggunaan Lahan Saat Ini Dari hasil pengamatan di lapangan dan interpretasi citra, penggunaan lahan di daerah penelitian dibedakan ke dalam penggunaan pertanian dan non-pertanian. Penggunaan pertanian terdiri dari (a) sawah (irigasi dan tadah hujan)/palawija, dan tegalan (b) kebun campuran/pekarangan, tegalan dan semak (c) tambak. Penggunaan nonpertanian terdiri atas: (a) semak/belukar dan hutan, (b) hutan/hutan jalur aliran, (c) hutan lindung, (d) taman nasional, (e) badan air (waduk/danau dan rawa), (f) lereng curam/tebing terjal (g) pemukiman, (h) kawasan galian/pertambangan dan (i) pelabuhan Tonasa Biringkasi. Satuan penggunaan lahan dan luasannnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Penggunaan lahan di lokasi penelitian di Kabupaten Pangkep, 2007.
Sumber : Analisis data peta (2007).
Evaluasi lahan Evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman jagung ini dilakukan dengan berpedoman kepada kriteria Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan (Djaenuddin et al. 2001) dengan cara mencocokan (matching) antara data tanah dan fisik lingkungan yang telah tersedia dengan tabel rating kesesuaian lahan berdasarkan persyaratanpenggunaan lahan. Evaluasi lahan
522
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
dengan kerangka kerja ini selanjutnya dilakukan dengan evaluasi lahan program ALES. Evaluasi lahan dilakukan dengan asumsi masukan (input) “sedang”, karena umumnya petani di wilayah ini telah menerapkan teknologi pertanian dalam pengelolaan lahannya, walaupun pengelolaan lahan tersebut masih belum optimal, seperti pembuatan teras dan penanaman tanaman penguat bibir teras, pemupukan, pemberantasan hama serta pengairan. Oleh karena itu, penilaian kesesuaian lahan hanya mempertimbangkan kualitas lahan seperti: temperatur udara (tc), media perakaran (rc) dan bahaya erosi (eh). Sedangkan kualitas lahan seperti retensi hara (nr) dan ketersediaan hara (na) tidak dilakukan penilaian. Temperatur yang cukup panas menjadi salah satu faktor penghambat disamping lereng. Hasil evaluasi lahan secara fisik yang disajikan pada Gambar 4, menunjukkan bahwa total luas lahan yang berpotensi baik untuk pengembangan tanaman jagung di Kab. Pangkep daratan adalah 22.378 ha atau 27,9 % dari total luas lahan yang dievaluasi seluas 80.105 ha. Sementara luas lahan yang dianggap marjinal untuk tujuan pengembangan jagung adalah seluas 30.318 ha (37,8 %) dan yang tidak sesuai seluas 24.973 ha (31,2 %, lihat Peta). Tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan jagung ini hanya berada pada kelas cukup sesuai (S2) dengan faktor penghambat utama adalah temperatur untuk lahan yang berada pada dataran rendah. Sementara lahan yang berada pada daerah perbukitan dan pegunungan penghambat utamanya adalah bahaya erosi. Analisis Ekonomi untuk Pengembangan Jagung Setiap lahan mempunyai kemampuan untuk memberikan hasil pada komoditas yang diusahakan. Pada lahan yang mempunyai kriteria sangat sesuai akan memberikan hasil yang optimal dibandingkan pada lahan-lahan yang mempunyai faktor pembatas. Tingkat produktivitas yang dicapai pada lahan dengan faktor pembatas (S2) adalah sebesar 5.339 kg/ha, lahan dengan faktor pembatas (S3) sebesar 4.004 kg/ha, dan lahan yang memiliki faktor pembatas sangat komplek (N1/N2) sebesar 1.668 kg/ha. Masingmasing produktivitas pada setiap kreteria kemampuan lahan akan memberikan tingkat penerimaan yang berbeda, adapun harga jagung pipil kering yang berlaku pada saat penelitian dilakukan adalah Rp. 1.175/kg.
Gambar 2 . Kesesuaian lahan jagung di Kab. Pangkep Daratan.
523
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Total biaya dalam usahatani jagung dengan penerapan teknologi mencapai Rp. 5.081.825/ha. Komponen biaya terbesar adalah penyediaan tenaga kerja yaitu mencapai 109 hari orang kerja (HOK) dengan tingkat upah Rp. 32.125/HOK. Dengan demikian jumlah biaya tenaga kerja usahatani mencapai Rp. 3.501.625/ha. Komponen biaya penyediaan benih jagung mencapai 15 kg/ha dengan tingkat harga Rp. 39.875/kg, sehingga biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp. 598.125/ha. Komponen biaya terendah adalah penyediaan obat-obatan padat yaitu mencapai 0,4 kg dengan tingkat harga Rp. 85.000/ha, sehingga biaya penyediaan obat-obatan padat sebesar Rp. 34.000/ha. Kesesuaian lahan (S2) produksinya mencapai 5.339 kg/ha dengan tingkat harga Rp. 1.175/kg, maka penerimaannya bisa mencapai Rp. 6.273.560/ha. Tingkat B/C tanpa discount rate mencapai 1,23, sedangkan bila diberlakukan discont rate 15 %/tahun, maka nilai B/C-nya mencapai 1,07 dan nilai gross margin (GM) sebesar Rp. 1.191.735/ha. Kondisi tersebut antarklas kesesuaian S1 dan S2 layak untuk dikembangkan dengan komoditas jagung. Tabel 5. Analisis biaya, penerimaan, B/C, dan GM pada berbagai klas kesesuaian lahan pada komoditas jagung di Kabupaten Pangkep.
Sumber : Analisis data primer, (2007).
524
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Pada kesesuaian lahan S2 masih layak untuk dikembangkan dengan komoditas jagung. Sedangkan pada kondisi lahan dengan kretersia kesesuaian S3 dan N1 tidak layak untuk dikembangkan dengan komoditas jagung. Lahan dengan kreteria kesesuaian N1 tingkat produksinya hanya mencapai 1.668,5/ha dengan tingkat harga Rp. 1.175/kg, sehingga penerimaannya mencapai Rp. 1.960.487/ha. Kondisi tersebut masih dibawah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengelola lahan untuk usahatani jagung pada kesesuaian N1. Demikian juga penerimaan pada kesesuaian lahan S3 mencapai Rp. 4.705.170/ha. Hal tersebut juga dibawah biaya yang harus dikeluarkan. KESIMPULAN Luas lahan yang dapat direkomendasikan untuk pengembangan jagung di kabupaten Pangkep daratan adalah 22.378 ha atau 27,9% dari total luas lahan yang dievaluasi seluas 80.105 ha. Kendala utama dalam pengembangan jagung adalah tingginya temperatur udara pada dataran rendah yakni > 26oC pada dataran rendah dan tingginya bahaya erosi pada lahan berlereng. Klas kesesuaian lahan S2 masih dianggap layak untuk dikembangkan. B/C ratio tanpa discont rate sekitar 1,23 dengan GM sebesar Rp. 1.191.735/ha. Usaha pengembangan jagung di Kabupaten Pangkep akan lebih baik apabila menggunakan varietas jagung yang lebih toleran terhadap temperatur tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Mufran Rauf atas segala bantuan dan masukannya mulai dari perencanaan sampai selesainya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Jagung. http:/Wikipedia.org/wiki/jagung. Badan Pusat Statistik Prop. Sulawesi Selatan. 2008. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2007. BPS Prop. Sulsel. Djaenudin, D. 2001. Pendekatan Pewilayahan Komoditas Pertanian dalam Menyongsong Otonomi Daerah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Djaenudin, D., Marwan H., A. Hidayat dan H. Subagyo, 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balitanah, Puslitbangtanak, Balitbang Pertanian. ISBN 9799474-27-2 FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soils Bulletin No. S12. FAO Rome. FAO. 1983. Guidelines: Land Evaluation for Rainfed Agriculture. FAO Soils Bulletin No 52, Rome. FAO. 1999. Land Evaluation and Farming System Analysis for Land Use Planning. FAO Rome, Italy. Food and Agriculture Organization of the United Nations. FAO working Doc. 3 rd edition. Kariyasa, K. 2003. Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan dan Daging Ayas Ras di Indonesia. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kariyasa, K. Bonar M. Sinaga, dan M.O. Adnyana. 2005. Proyeksi Produksi dan Permintaan Jagung, Pakan, dan Daging Ayam Ras di Indonesia. Jur. Sosek Pertanian, Fakultas Pertanian IPB dan PSE Pertanian, Badan Litbang Pertanian. 22 hal. Purwanto, S. 2007. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung. Dalam Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan, Hal 456-461
525
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Rossiter, D. G. 1994. Land Evaluation. Lecture Note. College of Agriculture and Life Science. Dept. of Soil, Crop & Atmospheric Science. SCAS Teaching Series T94-S1 Rossiter D. G., and A. R. van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System ALES Version 4.65d User’s Manual. Cornel Univ. Dept of Soil Crop & Atmospheric Sci. SCAS. Ithaca NY, USA Subandi, Zubachtiroddin, S. Saenong, dan U.I. Firmansyah. 2006. Ketersediaan Teknologi Produksi dan Program Penelitian Jagung. Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung 29-30 September 2005, di Makassar. Puslitbangtan. Hal 11-40. Zubachtiroddin, M.S. Pabbage, dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung. Dalam Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtan, Hal 462-473.
526