Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
INTEGRASI TERNAK ITIK DENGAN SISTEM USAHATANI BERBASIS PADI DI KABUPATEN SIDRAP SULAWESI SELATAN (Duck-Rice Integration in Farming System in Sidrap Regency, South Sulawesi) UMAR ABDUH, ANDI ELLA dan A. NURHAYU Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
ABSTRACT The study was carried out in 2003 in Sidrap regency, South Sulawesi aimed to get information on mutual utilization (interaction) of duck-rice farming system. Ten farmers were divided into two groups namely group I (treatment group), where each farmer has 100 ducks that herded at a hectare rice field and fed with supplemental feed at the rate 150 g/h/d, and group II (control group) where the ducks were fed under the farmers’ habit. Result showed that everage egg production for group I was higher than that ini group II, i.e. 60.2% HD vs 71.4 vs 61.66 g, 150 vs 100 g/h/d, and 3.5 vs. 4.4 g/g, respectively. Profit analysis indicated that group I was more profitable than group II, i.e. Rp 11,100,600.00 (B/C = 2,7) vs Rp 3,779,500.00 (B/C = 1.7). Rice production in treatment –I, where duck feds with supplement were exist, was 6,197.5 kg/ha/season, while for treatment-II, where the ducks fed under farmers’ habit, was 6,197.5 kg/ha/season, and treatment-III (without duck herding) was 6,000 kg/ha/season. Input-output analysis for rice was Rp 3,779,500.00 (R/C = 3.43), Rp 3,717,875.00 (R/C = 3.39), and Rp 3,365,000.00 (R/C = 2.39) for treatment-I, -II and – III, respectively. It can be concluded from this study that duck integration into rice field could increase benefit from better egg and rice production, there is a mutual benefit (interaction) derived from the integration. Key words: Duck, rice field, integration, farming system ABSTRAK Penelitian dilakukan di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, pada tahun 2003 dengan tujuan untuk mendapatkan informasi pemanfaatan timbal balik (interaksi) dari sistem usahatani padi dengan sistem uasahatani ternak itik. Sebanyak 8 orang peternak itik dibagi 2 kelompok yaitu kelompok I tiap peternak memiliki 100 ekor yang digembalakan pada 1 ha sawah dengan pakan pelengkap berupa konsentrat 10%, jagung 35%, dedak 55% dan pakan tambahan 0,25% dari total ransum dengan jumlah pemberian 150 gr/ekor/hari. Kelompok II sesuai kebiasaan petani (kontrol). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ratarata produksi telur kelompok I lebih tinggi dibanding kelompok II masing-masing 60,2% HD dan 34,2% HD. Rata-rata berat telur masing-masing 71,4 g/butir dan 66,6 g/butir masing-masing untuk kelompok I dan II, konsumsi ransum masing-masing I = 150 g/ekor/hari dan II = 100 g/ekor/hari, konversi ransum I = 3,5 g/g dan II = 4,4 g/g. Analisis keuntungan yang diperoleh masing-masing kelompok I = Rp. 11.100.600,- dengan nisbah R/C ratio = 2,7, kelompok II = Rp. 4.169.600,- dengan nisbah R/C = 1,7. Produksi padi pada sawah dengan penggembalaan itik (I) adalah 6.270 kg/ha/musim, sawah dengan penggembalaan itik kontrol (II) = 6.197,5 kg/ha/musim, sawah tanpa penggembalaan (III) = 6.000 kg/ha/musim. Analisis pendapatan masingmasing; I = Rp. 3.779.500,-; II = 3.717.875,- dan III = Rp. 3.365.000,-, dengan nisbah R/C masing-masing 3,43; 3,39 dan 2,93. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kegiatan ini adalah bahwa integrasi itik dan sawah memberikan keuntungan dari segi produksi telur maupun produksi padi yang lebih baik, didukung oleh adanya manfaat timbal balik (interaksi) dari keterpaduan usahatani terpadu antara itik dan padi. Kata kunci: Itik, sawah, integrasi, usahatani
PENDAHULUAN Peningkatan produksi pertanian belum sepenuhnya memberikan hasil yang nyata terhadap peningkatan pendapatan dan
234
kesejahteraan petani, khususnya petani padi. Pengusahaan tanaman padi pada lahan sawah secara monokultur sepanjang tahun tanpa dibarengi dengan diversifikasi usahatani akan dapat mengurangi tingkat produktivitas lahan
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
sawah tersebut, karena sifat fisika kimia tanah terganggu yang akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani (PUSLITTANAK, 1997). Bila hal ini berkelanjutan peningkatan produksi beras menjadi amat penting terhadap peningkatan pendapatan petani melalui usaha diversifikasi sistem usahatani padi dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan. Upaya yang dilaksanakan dapat berupa perbaikan polatanam tumpang sari dengan palawija selama setahun, atau mengintroduksikan komoditi lainnya yang secara sinergis dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani dalam suatu luasan tanah tertentu. Adanya sistem integrasi itik-padi sangat mendukung program pemerintah dalam melaksanakan penanaman padi di berbagai daerah di Indonesia termasuk Sulawesi Selatan. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kelangkaan pangan akibat krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan Juli 1997. Sistem IP 300 diharapkan dapat meningkatkan sumber pakan ternak seperti dedak dan menir, disamping biota air yang dapat dimakan oleh itik, sehingga produksi ternak dapat meningkat. Introduksi ternak itik pada pertanaman padi sistem IP 300 diperkirakan dapat mengurangi gulma, serangga penggangu tanaman padi, keong pengganggu dan dapat memberikan pupuk serta menstimulir pertumbuhan padi. Teknologi penelitian integrasi ternak itik pada usahatani padi telah dikembangkan oleh Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.
Teknologi yang dikaji bersifat partisipatif dan dilaksanakan di lahan petani, agar teknologi tersebut dapat diadopsi sesuai dengan kondisi petani. LIU (1985) melaporkan bahwa bila anak itik digembalakan di sawah yang tergenang dan sedang dibajak dapat memangsa larva serangga, cacing dan hama lain yang muncul selama tahap pembajakan. MURTISARI dan EVANS (1982) melaporkan bahwa itik yang digembalakan di sawah mengkonsumsi siput sebanyak 17% dari total pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi pemanfaatan timbal balik (interaksi) dari sistem usahatani padi dengan ternak itik. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilakukan di desa Kanie, kecamatan Maritenggae, kabupaten Sidrap, propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2003. Sebanyak 8 peternak itik masing-masing dibagi dalam dua kelompok pemilikan itik masingmasing terdiri dari 4 orang petani sebagai ulangan (perlakuan) dan 4 orang sebagai kontrol. Kelompok I, setiap peternak memiliki itik 100 ekor yang digembalakan pada luas sawah 1 ha, diberi pakan pelengkap berupa konsentrat 10%, jagung 35%, dedak 55% dan pakan pelengkap 0,25% dari total ransum. Jumlah pemberian 150 g/ekor/hari, sedangkan kelompok II disesuaikan dengan kebiasaan petani (kontrol). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Adapun secara rinci hal tersebut disajikan dalam Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Perlakuan pemberian pakan berdasarkan umur tanaman Kelompok I
A B C D A B C D
II
I
II
Jenis pakan Konsentrat (%) Jagung (%) Dedak (%) Pakan pelengkap (%) Pakan kontrol
1–21 hari 10 35 55 0,25 -
Umur tanaman 22 hari-berbuah Berbuah-panen 10 35 35 55 55 0,25 0,25 -
Panen-tanam 0,25 -
Perlakuan - umur 1–21 hari diberi ransum 150 g/ekor/hari - umur 22 hari–berbuah diberi ransum 75 g/ekor/hari - berbuah–panen diberi ransum 150 g/ekor/hari - panen- tanam diberi pakan pelengkap Kontrol
235
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Data yang dikumpulkan mencakup produksi telur, berat telur, konsumsi pakan, konversi pakan dan produksi padi/ha/musim. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi itik Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kelompok I sebagai perlakuan rata-rata produksi telurnya lebih tinggi dibanding kelompok II sebagai kontrol yaitu masingmasing 60,2% HD dan 34,2% HD. Hal ini dikarenakan kelompok I diberi pakan tambahan berupa konsentrat, jagung, dedak dan pakan pelengkap, sedangkan kelompok II sesuai dengan kebiasaan petani di mana umumnya hanya diberi pakan tambahan berupa jagung dan sesekali diberi dedak. Tingginya produksi telur pada kelompok I sesuai yang dikemukakan oleh SETIOKO (1997), bahwa untuk meningkatkan produksi telur itik gembala, pemberian pakan tambahan berupa premix (campuran beberapa pakan lokal) secara tepat perlu dilakukan. Pemberian pakan tambahan pada kelompok I disesuaikan dengan umur padi di mana pada umur padi 1–21 hari, itik diberi pakan tambahan lebih banyak berupa konsentrat 10%, jagung 35%, dedak 55% dan pakan pelengkap 0,25% yang diberi 150 g/ekor/hari. Hal ini
mengakibatkan gulma maupun serangga pengganggu tanaman padi seperti keong, siput, belalang dan lainnya yang merupakan makanan itik populasinya masih sangat sedikit. Pada umur padi 22 hari sampai berbuah, itik hanya diberi jagung, dedak dan pakan pelengkap sehingga gulma dan serangga pengganggu tanaman padi agak lebih banyak Pada saat berbuah sampai menjelang panen, gulma dan serangga mulai berkurang lagi dan pada saat awal panen sampai menanam kembali populasi gulma maupun serangga pengganggu sudah banyak sehingga hanya diberi pakan pelengkap saja. Selain produksi telur yang relatif lebih tinggi, rata-rata berat telur pada kelompok I lebih baik dibanding kelompok II yaitu masing-masing 71,4 g/butir dan 66,6 g/butir (Tabel 3). Terdapat kecendrungan berat telur meningkat pada saat panen padi, di mana hal ini disebabkan karena ketersediaan pakan di sawah cukup banyak. Walaupun konsumsi ransum pada kelompok I lebih besar dibanding kelompok II, yaitu masing-masing 150 g/ekor/hari dan 100 g/ekor/hari, namun konversi ransumnya lebih rendah masingmasing 3,5 g/g dan 4,4 g/g. Pada usaha beternak itik akan semakin menjanjikan bilamana pengaturan komponen biaya produksi mampu dilaksanakan agar dicapai efisiensi
Tabel 2. Rataan produksi telur per bulan (% HD) I
Bulan Mei
A
B
C
45,2
42,5
43,7
II D
Jumlah Rata-rata
44,2 175,6
43,9
A 30,8
B
C
D
Jumlah
Rata-rata
32,5 33,7 31,6
128,6
32,1
Juni
59,2
58,8
60,5
61,3 239,6
59,4
35,2
34,2 35,3 34,8
139,2
34,8
Juli
53,2
55,3
47,5
58,6 214,8
53,7
23,3
22,5 24,3 23,2
93,2
23,3
Agustus
65,3
68,2
63,7
70,1 267,2
66,8
33,2
33,8 33,6 32,5
133,2
33,3
September
77,7
74,8
75,2
77,4 305,2
76,3
58,5
56,8 56,8 56,8
228,4
57,1
Oktober
59,3
58,7
61,8
61,4 241,2
60,3
36,2
34,8 34,8 35,5
142,0
35,5
Nopember
60,5
63,2
62,5
63,5 249,6
62,4
30,9
31,7 31,7 29,6
122,4
30,6
Desember
58,7
56,9
59,3
58,7 233,6
58,4
28,7
26,8 26,8 27,3
109,2
27,3
Jumlah
479,1 478,4 474,2 495,2 1926,9 481,7
276,8 273,1 273,1 271,3 1096,6
274,1
Rata-rata
59,9
34,9
34,2
59,8
59,3
61,9 240,9
60,2
34,1 34,1 33,9
I = Kelompok perlakuan; II = Kelompok control; ABCD = Ulangan
236
137,1
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
tinggi. Salah satu komponen biaya produksi terbesar adalah pakan (+ 70%), sehingga bila mampu meningkatkan efisiensi pakan, hasil yang diperoleh akan semakin besar. Dengan memberikan pakan tambahan berupa konsentrat, jagung, dedak dan pakan pelengkap, konversi pakan akan lebih efisien. Tabel 3. Rata-rata berat telur, konsumsi ransum dan konversi ransum Uraian
I
II
Rata-rata berat telur (g/butir)
71,4
66,6
Rata-rata produksi (ekor/hari)
0,60
0,34
Konsumsi ransum (g/ekor/hari)
150
100
Konversi ransum (g/g)
3,5
4,4
I = Kelompok perlakuan; II = Kelompok kontrol
Analisis pendapatan ternak itik Analisis pendapatan ternak itik menunjukkan bahwa walaupun pengeluaran yang diperlukan kelompok I lebih besar dibanding kelompok II, namun pendapatan yang diperoleh lebih besar. Nisbah R/C kelompok I sebesar 2,7 menunjukkan bahwa integrasi itik dengan padi pada pemberian pakan tambahan lebih menguntungkan
dibanding tanpa pemberian pakan tambahan yaitu sebesar 1,7. Produksi padi Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi padi pada sawah dengan penggembalaan itik perlakuan (kelompok I) lebih besar dibanding kelompok II dan III masing-masing sebesar 6.270, 6.197,5 dan 6.000 kg/ha/musim. Tingginya produksi padi pada sawah dengan penggembalaan itik baik kelompok I dan II dikarenakan itik memakan gulma dan serangga pengganggu tanaman padi, sehingga dihasilkan padi yang bebas pestisida. Kotoran itik menjadi pupuk yang dapat merangsang pertumbuhan padi. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilaporkan MANDA (1992) bahwa dengan sistem aigamo di Jepang yaitu itik Aigamo dilepas sawah, pertumbuhan gulma dapat ditekan jauh lebih rendah daripada sawah tanpa aigamo dan sawah herbisida. Demikian juga dengan jumlah belalang dan keong lumpur dapat dikontrol dengan sistem aigamo. Lebih lanjut BORAY (1991) menyatakan bahwa sehubungan dengan banyaknya itik yang digembalakan di sawahsawah di Indonesia hal ini diduga dapat menurunkan populasi siput.
Tabel 4. Analisa pendapatan usahatani integrasi itik pada lahan sawah irigasi (nilai rata-rata 100 ekor/tahun) Uraian
I
II
- Harga itik
2.500.000
2.500.000
- Biaya pakan + obat-obatan + vitamin
2.825.000
1.980.000
- Tenaga kerja
1.200.000
1.200.000
Total
6.525.000
5.680.000
- Harga telur
17.625.600
9.849.600
Total
17.625.000
9.849.600
C.
Pendapatan (Rp)
11.100.600
4.169.600
D.
Nisbah R/C
2,7
1,7
E.
Biaya per ekor per hari (Rp)
181,25
157,77
F.
BEP (% HD)
22,6
19,7
A.
B.
Pengeluaran
Penerimaan
I = Kelompok perlakuan; II = Kelompok kontrol
237
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Tabel 5. Rata-rata produksi padi (kg/ha/musim) Ulangan
I
II
III
A
6.175
6.170
5.700
B
6.270
6.175
6.100
C
6.365
6.270
6.150
D
6.270
6.175
6.050
Jumlah
5.080
24.790
24.000
Rata-rata
6.270
6.197,5
6.000
I : Sawah dengan penggembalaan itik perlakuan II : Sawah dengan penggembalaan itik control III : Sawah tanpa penggembalaan Tabel 6. Analisa pendapatan usahatani padi (Rp/ha/musim) Uraian A.
I
II
III
- Benih
35000
35000
35000
- Pupuk
400000
400000
400000
Pengeluaran
- Insektisida/obat-obatan/herbisida
65000
65000
100000
- Olah lahan
450000
450000
450000
- Penanaman
300000
300000
300000
- Penyiangan
-
-
150000
- Panen
300000
300000
300000
Total
1550000
1550000
1735000
Total
5329500
5267875
5100000
C.
Pendapatan (Rp)
3779500
3717875
3365000
D.
Nisbah R/C
3,43
3,39
2,93
B.
Penerimaan
Analisa usaha tanaman padi Analisis usaha tanaman padi disajikan pada Tabel 6 yang menunjukkan bahwa pendapatan kelompok I lebih baik dibanding kelompok II dan III. Dari nisbah R/C ratio dinyatakan bahwa sawah dengan penggembalaan itik perlakuan lebih menguntungkan dibanding sawah dengan penggembalaan itik kontrol dan sawah tanpa penggembalaan, dimana keuntungannya relatif paling sedikit.
238
KESIMPULAN Ternak itik yang digembalakan di sawah dan diberi pakan tambahan produksinya cenderung lebih tinggi dibanding itik yang digembalakan di sawah tanpa pakan tambahan. Produksi padi pada sawah dengan penggembalan itik, cenderung lebih tinggi dibanding produksinya pada sawah tanpa penggembalaan ternak itik. Hal ini memberikan kenyataan bahwa terdapat manfaat timbal balik (interaksi) dari keterpaduan usahatani antara ternak itik dan padi.
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
DAFTAR PUSTAKA BORAY, J.C. 1991. Current status of the control of trematode infections in livestock in developing countries. Working paper for expert consultation on helminth infections of livestock in developing countries. FAO Rome pp. 1-33. LIU, F. 1985. Integration of duck production and rice culture in South China. In: Duck Production and World Practice. FARREL, D.J. and STAPLETON, P. (Ed) University of New England, pp. 385 – 392. MANDA, M. 1992. Paddy rice cultivation using crossbred ducks. Agricultural Science and Nature Resources, Faculty of Agriculture, Kagoshima University. Farming Japan. Vol. 26; pp. 35-42.
MURTISARI, T and EVANS, A.J. 1982. The importance of aquatic snails in the diet of fully herded ducks. Research Report 1982, Balai Penelitian Ternak Ciawi. pp. 75-86. PUSLITTANAK. 1997. Potensi Lahan Sawah di Indonesia dan Permasalahannya. Pusat Penelitian Tanah da Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. SETIOKO, A.R. 1997. Recent Study on Traditional System of Duck Layer Flock Management in Indonesia. Proc. of 11th European Symposium on Waterfowl. Nantes, September 8-10, 1997. pp. 491-498.
239