Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
PRODUKTIVITAS TERNAK ITIK PETELUR PADA PEMELIHARAAN INTENSIF MAIJON PURBA'
dan T.
MANURUNG2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan Jalan Raya Pajajaran, Bogor 16151 2 Balai Penelitian Ternak, P.O . Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Penelitian dengan menggunakan 4 jenis itik petelur ykni : Alabio, Tegal, CV-2000 dan persilangan antara CV-2000 dengan Alabio (CV-A) telah dilakukan di Desa Cicurug, Kabupaten Sukabumi dengan pemeliharaan intensif Tujuan penelitian adalah untuk mengetalmi produktivitas ternak itik lokal dengan itik impor serta hasil silangannya . Jumlah itik yang digunakan sebanyak 1 .720 ekor, masing-masing terdiri dari : 460 ekor itik CV-2000, 460 ekor itik CV-A, 400 ekor itik Alabio dan 400 ekor itik Tegal . Parameter yang diamati adalah : produksi telur, tunur pertama bertelur, kualitas telur. Parameter dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi telur, umur pertama bertelur antara itik CV-2000 dan CV-A terdapat perbedaan nyata dengan produksi telur itik Alabio dan Tegal (P<0,05) . Kualitas telur dari keempat jenis itik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) . Kata kunci : produktivitas, itik lokal, impor, hasil persilangan PENDAHULUAN Menuntt DIRJOPRATONO dan KASUDI (1994), itik adalah salah satu jenis unggas yang umum dipelihara setelah ayam buras yang memberikan andil besar dalam penyediaan bahan pangan bergizi bagi masyarakat petani di pedesaan serta masyarakat nelayan. Semakin tingginya permintaan telur akhir-akhir ini tidak terlepas dari penganih pola konsuntsi masyarakat yang semakin berubah dan semakin menyadari betapa pentingnya mendapatkan makanan yang bernilai gizi tinggi . Telur itik umumnya sangat disukai masyarakat, selain inemiliki rasa yang gurih juga mengandung gizi yang tinggi . Kandungan gizi yang terdapat dalam kuning telur itik lebili tinggi (17 g) jika dibandingkan dengan kuning telur ayam (16,3 g) . Jumlah kalori yang terdapat pada telur itik (398 kal), telur ayam sebesar (361 kal) . Oleh sebab itu telur itik merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel maupun jaringan tubuh manusia. Namun demikian populasi itik (khususnya itik petelur) akhir-akhir ini cenderung semakin menurun baltkan dengan adanya gejolak moneter yang berlangsung sejak bulan Juli 1997 hingga saat ini mengakibatkan banyaknya pengusalta di bidang peninggasan terniasuk peternakan itik petelur yang gulung tikar. Selain itu terbatasnya ketersediaan bibit, harga pakan yang tinggi memberikan dampak yang negatif terhadap perkentbangan pemeliharaan unggas khususnya petturunan produksi telur itik . Dari berbagai laporan hasil penelitian juga mentn~jukkan bahwa produksi telur itik belum mencapai hasil maksimal karena sistent peniefliaraan dilaksanakan dengan pola tradisional yang diwarisi secara tunin tenninin . Akibatnya dengan hanya mengandalkan pola peniefltaraan tersebut dan rendalinya ketrampilan yang dimiliki petani ternak, keuntungan yang diperoleh juga tidak nieniuaskan . Seperti halnya yang dilaporkan GiTNAWAN et al . (1995), akhir-akhir ini produktivit as itik di Indonesia cendening mengalami penurunan.
374
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
Dilaporkan bahwa terjadinya penurunan produksi tersebut disebabkan oleh sistern pemeliharaan dan manajemen perkawinan atau pola seleksi yang kurang tepat . Salah satu alternatif yang dapat dilaksanakan dalam upaya untuk mendapatkan bibit yang berkualitas dengan tujuan untuk menghasilkan produksi tinggi adalah penerapan sistem kawin silang. Dengan penerapan sistem kawin silang diawali dengan seleksi bibit dan diikuti dengan sistem pemeliharaan intensif maka output khususnya telur yang diproduksi akan lebih tinggi dibanding dengan penerapan sistem tradisional . Itik CV-2000 adalah salah satu jenis itik impor yang sudah mengalami perkembangbiakan semenjak diimpor dari peternakan Cherry Valley di Inggris pada tahun 1987 oleh Balai Penelitian Ternak . Oleh karena itik impor tersebut sudah ada di Indonesia selama 10 tahun lebih, telah mengalami proses adaptasi dengan alam atau lingkungannya . GUNAWAN et al. (1992), melaporkan hasil persilangan antara itik impor dengan itik lokal cenderung mempunyai heritabilitas produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan itik lokal murni. Selain itu itik yang diperoleh melalui persilangan dapat mengurangi sifat lethal (mati), produktivitas dan daya tetas semakin tinggi serta tunrnannya memiliki daya hidup yang tinggi (MLIRTIDJO, 1993) . Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan produksi dari beberapa jenis itik petelur yang dipelihara secara intensif. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengetaluu keunggulan maupun kelemahan itik lokal (Alabio, Tegal) dibandingkan dengan itik impor (CV-2000) maupun CV-A. MATERI DAN METODE Itik yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 jenis itik betina rata-rata berumur 3 bulan . Ke empat jenis itik tersebut adalah CV-2000 (460 ekor), CV-A (460 ekor), Alabio (400 ekor) dan Tegat (400 ekor). Jumlah itik keselunilian 1 .720 ekor dan dipelihara dengan sistem intensif Pakan yang diberikan terdiri atas bahan wheat pollard (30%), dedak padi (12%), bungkil kedelai (18%), jagung (30%), tepung ikan (5%), vitamin dan mineral (5%) . Berdasarkan analisa laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi, kadar gizi yang terkandung dalam pakan tersebut terdiri atas kadar protein (20%), serat kasar (5%), encrgi kasar/gross energy (3645 Kkal), lemak kasar (4%) dan abu kasar (3,5%,) . Ke dalam ransum dicampurkan obat-obatan berupa alsil atau anti jamur untuk mencegah kontaminasi aflatoksin. Ransurn yang diberikan selama penelitian berlangsung adalah sama, baik dari segi jumlali maupun krralitas, terkandung pada umur itik tersebut . Pemberian ransurn dilakukan 2 kati sehari dengan jumlah 90 g/ekor/hari (~,rmver) dan 150 g/ekor/hari (layer) . Pemberian air minum dilakukan secara ad lib melalui kran yang dialirkan terus menerus dari bak penarnpungan air . Jumlah kandang yang digunakan selama penelitian sebanyak 16 buall, dipilih secara actk melalui penarikan undian nomor yang terpilih . Selanjulnya seliap jenis itik dipelihara dalam 4 bualr kandang sistem portal masing-masing benikuran : 30 x 8 x 3cm dengan kepadatan kandang 6 ekor/m z untuk itik masa pertumbulian dan 4 ekorhn 2 untuk itik dewasa . Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelornpok (RAK) di rnana keempat jenis itik ditentukan sebagai perlakuan dan kandang menipakan ulangan . Apabila analisis data menunjukkan perbedaan yang nyata akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil menurut prosedur STEEL dan TORRIE (1993) nlaupun GESPER (1991) .
375
Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi telur
Rataan produksi telur dari keempat jenis itik yang diamati disajikan pada Tabel 1. Secara statistik produksi telur itik CV 2000 dengan itik CV-A (hasil persilangan) tidak menunjukkan perbedaan nyata. Demikian halnya antara itik Tegal dengan itik Alabio juga tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi produksi telur itik CV 2000 dan itik CV-A kedua-duanya menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan produksi telur itik Tegal dan itik Alabio. Hal ini menyerupai hasil yang dilaporkan GUNAWAN et al. (1991) yang menyatakan rataan produksi telur selama 11 minggu dari hasil persilangan (CV-A) berbeda nyata dengan rataan produksi telur itik Alabio. Tabel 1.
Rataan produksi telur 4 jenis itik yang dipelihara secara intensif selama 12 bulan
No.Urut 1.
2. 3. 4. Keterangan :
Jenis CV 2000 CV-A
Tega1 Alabio
(%) ± S.E.
42,82+_ 1,16 1,06 42,62+1,06 36,30+1,09 1,09
33,10+1,17
Produksi telur (butir/ekor/tahtin) 156,30 -
155,56' 132,496 120,8l b
- Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan nyata pada taraf 5% S. E. = Standard Error
Itik persilangan (CV-A) memiliki puncak produksi tertinggi (76,31%) dibanding jenis lainnya. Sedangkan puncak produksi yang paling rendah adalah itik Tegal (59,54%) . GuNAWAN et al. (1991) melaporkan bahwa puncak produksi yang dicapai itik CV-A dengan pemeliharaan intensif di lapangan sebesar 76,37% . Puncak produksi yang dicapai itik CV 2000 sebesar 60,82% lebih rendah sebesar 5,66% dibandingkan hasil penelitian GUNAWAN et al. (1991), akan tetapi lebih tinggi sebesar 1,19% dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan MURTI (1990) . Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor adaptasi serta manajemen pemeliharaan . Puncak produksi yang dicapai itik Alabio sebesar 68,23% lebih rendah sebesar 10,16% jika dibandingkan dengan hasil penelitian GUNAwAN et al . (1991) . Puncak produksi yang dicapai itik Tegal sebesar 59,54% lebih rendah sebesar 8,95% dibandingkan dengan laporan SAMOSIR (1993) maupun WINDHYARTI (1995) . Puncak produksi yang dicapai itik CV 2000 maupun CV-A lebih tinggi dibandingkan dengan jenis Alabio maupun Tegal . Meskipun secara genetis itik lokal yang ada di Indonesia seperti halnya, itik Tegal dan Alabio telah mengalami seleksi secara alami, namun hal tersebut tidaklah merupakan suatu jaminan untuk mampu memproduksi telur yang tinggi tanpa didukung oleh faktor lingkungan. Hal ini didukung oleh HARDJOSWORO (1995), yang menyatakan bahwa ternak yang memiliki sifat genetik unggul akan muncul apabila diiringi dengan daya dukung lingkungan yang memadai . Jumlah dan kualitas pakan yang diberikan khususnya itik yang dipelihara dengan intensif, sangatlah menentukan dalam upaya mendapatkan produksi yang tinggi. Faktor lain yang juga sangat memberikan pengaruh yang positif adalah posisi kandang terhadap cahaya matahari yang dapat mempercepat proses dewasa kelamin sebagaimana telah dilaporkan oleh beberapa peneliti dalam maupun luar negeri . Rataan persentase produksi telur yang dihasilkan oleh ke empat jenis itik yang dipelihara selama 12 bulan menghasilkan fluktuasi yang berbeda-beda seperti pada Tabel 2 dan Gambar 1 . 376
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998
Rataan produksi telur dari 4 jenis itik petelur pada pemeliharaan intensif
Tabel 2.
Bulan
Produksi telur (%)
ke-
CV-2000 47,25 53,97 41,67 25,32 58,76 60,82 43,34 50,06 41,19 32,24 31,99 27,11
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Alabio 30,08 68,23 50,72
Tegal 35,54 59,54 56,64 40,08 41,83 32,95 23,21 29,26 29,45 25,49 29,63 32,11
22,11 23,57 21,41 18,76 40,57 39,28 22,56 30,05 29,95
CV-A 31,78 76,31 59,83 38,61 42,76 42,28 33,47 37,04 43,65 42,65 34,23 28,91
11 -+-cv 2000 -A
5D 4r 40
1
CV-A
2
3
4
5
6
Bulan Gambar 1.
Alabio Tegal
7
8
bertelur
9
10
11
12
Rataan produksi telur dari 4 jenis itik petelur pada pemeliharaan intensit
Keragaman produksi telur yang dicapai itik CV-2000 clan CV-A selama 12 bulan berada di atas 30%, lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian PASTtt;A (1990) . Dilaporkan bahwa keragaman produksi telur itik CV 2000 sampai umur 46 minggu melebihi 20%,. Produksi telur pada bulan pertama untuk selunih jenis di atas 30%. Itik Alabio, Tegal clan CV-A menunjukkan produksi telur bulan pertama sebesar 30,08%; 35,54% dan 31,78%. Berbeda halnya pada itik CV2000 di mana produksi telur yang dihasilkan pada bulan pertama sebesar 47,25 %. Hal ini berarti pada bulan pertama itik CV 2000 memiliki produksi yang lebili tinggi dibandingkan dengan ke-3 jenis lainnya . Sedangkan produksi telur periode berikutnya (bulan ke-2) terjadi peningkatan untuk masing-masing jenis . Akan tetapi menjelang bulan ke-3 hingga ke-4 tampak mengalami penurunan produksi secara drastis . Penurunan produksi yang paling besar terjadi pada jenis Alabio (28,61%) diikuti oleh CV-A (21,22%). Sedangkan jenis CV 2000 dan Tegal terjadi penurunan sebesar 16,35% dan 16,56%. Penunman produksi telur yang tinggi menjelang bulan ke-4 adalah 377
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1998
akibat adanya molting yang ditandai oleh bulu-bulu yang berserakan di sekitar kandang clan kejadian ini diawali dengan rontoknya bulu-bulu yang kasar (plumae) kemudian diikuti dengan bulu-bulu yang halus (plumulae). Setelah berakhirnya periode molting seperti terlihat pada Tabel 2, kemampuan masingmasing jenis itik untuk kembali menghasilkan produksi memiliki kemampuan yang berbeda. Jenis CV 2000 memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya, bahkan produksi bulan berikutnya (Tabel 2) naik sebesar 33,4 - 35,5% . Hal ini menunjukkan jenis CV 2000 Secara genetis memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk mengatasi proses molting dibandingkan dengan ke-3 jenis lainnya . Produksi telur bulan ke-7 hingga bulan ke-8 keempat jenis masih menunjukkan peningkatan kecuali CV-A peningkatan produksi terjadi pada bulan ke9. Peningkatan produksi yang paling tinggi dalam produksi bulan ke-8 terdapat pada jenis Alabio (40,57%) . Sedangkan produksi setelah bulan ke-9 hingga akhir penelitian umumnya inengalami penurunan produksi clan hal ini dapat terjadi adalah pengaruh umur itik yang semakin tua sehingga potensi yang dimiliki juga semakin menurun . Umur pertama bertelur Rataan umur pertama bertelur dari keempat jenis itik dapat dilihat pada Tabel 3. Itik yang lebih awal berproduksi adalah jenis CV 2000 (145 hari) diikuti oleh jenis CV-A (146 h<ari), Tegal (154 hari) dan Alabio (156 hari). Secara statistik umur pertama bertelur itik CV 2000 clan CV-A tidak berbeda nyata, demikian pula halnya antara itik Tegal clan Alabio. Akan tetapi unnir pertama bertelur itik CV-A clan CV-2000 dibandingkan dengan itik lokal (Alabio dan Tegal) berbeda nyata (P<0,05) . Rata-rata umur pertama bertelur yang diperoleh selama penelitian khususnya itik lokal tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian terdahulu . Tabel 3. Jenis Alabio Tegal CV-A CV 2000
Rataan umur pertama bertelur dari 4 jenis itik petelur yang dipelihara Secara intensif Rataan umur pertama bertelur (hari) 156 4 1548 146b 145b
S .E. 0,54 0,68 0,67 0,63
Keterangan : - Huruf yang berbeda menyatakan perbedaan nyata pada taraf 5% - S . E. = Standard Error
Menurut SAMOSIR (1993), rataan umur pertama bertelur itik lokal dengan pemcliharaan intensif adalah 155 hari . Menurut SINuRAT et al. (1992), sekitar 154-165 hari, dan menurut RAsYAF (1986), sekitar 22 minggu (154 hari). Berbeda dengan jenis CV 2000, baliwa menurat hasil yang dilaporkan MuRTI (l990), rata-rata umur pertama bertelur itik CV 2000 adalah 32 minggu atau 168 hari dengan pemeliharaan intensif. Bahkan PASTIKA (1990), melaporkan umur pertama bertelur itik CV 2000 selama 46 minggu atau 170 hari dengan pemeliharaan intensif (lebih lama dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilaksanakan) . Hal ini diduga selain pengaruh genetis, juga faktor lingkungan, misalnya posisi kandang terhadap cahaya matahari, jumlah maupun kualitas pakan yang diberikan . Sedangkan untuk jenis CV-A umur bertelur yang dicapai (146 hari) nampaknya mewarisi sifat salah satu tetuanya (CV 2000).
37 8
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1998
Kualitas telur Warna kerahang telur Kualitas telur yang diamati tidak didasarkan atas ukuran ketebalan cangkang, berat cangkang, nilai Haugh Unit (HU) maupun ukuran lainnya yang telah dilaporkan dalam beberapa penelitian sebelumnya . Pengamatan dilaksanakan dengan cara visual, yaitu dari segi warna yang dihasilkan . Hal ini didasarkan atas selera konsumen di pasaran dimana para konsumen umumnya lebih menyukai telur yang berwarna hijau kebiru-biruan, bersih clan memiliki bobot yang tinggi . Seperti halnya yang dinyatakan oleh ZUBAIDAH (1991), kualitas telur adalah gabungan sifat-sifat telur yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap telur tersebut . Selama penelitian, warna kerabang telur yang dihasilkan oleh keempat jenis itik umumnya adalah warna hijau kebiru-biruan, putih maupun antara putih clan hijau. Warna kerabang yang dihasilkan jenis itik lokal (Tegal clan Alabio) secara umum adalah sama (warna hijau kebiru biruan). Warna kerabang yang dihasilkan jenis CV 2000 umumnya adalah putih, sedangkan jenis CV-A mencakup warna putih dan warna hijau kebiru-biruan . Adanya variasi intensitas warna kerabang dari jenis CV-A diduga adalah hubungannya dengan hasil persilangan yang telah dilakukan. Warna kerabang yang dihasilkan jenis Alabio hampir 100% berwarna hijau kebirubiruan, sedangkan jenis Tegal terdapat adanya penurunan intensitas warna hijau kebiru-biruan . Penurunan intensitas warna tersebut terjadi pada produksi bulan ke-6, 8, 10 clan 12 . Ticlak diketahui secara pasti penyebab terjadinya penurunan intensitas warna kerabang tersebut karena jumlah dan kualitas pakan yang diberikan selama penelitian adalah sama . Namun hal ini diduga dapat terjadi adalah faktor gen yang khusus mengatur warna cangkang telur seperti halnya yang dinyatakan oleh GUNAWAN et al. (1991), bahwa warna cangkang telur hasil persilangan antara itik Alabio dan CV 2000 seluruhnya berwarna hijau. Dan yang mengatur warna cangkang tersebut adalah "gen mayor" yaitu warna hijau yang dominan terhadap warna putih.
Grade telur Dalam penelitian ini, kriteria grade telur ditentukan sebagai berikut : grade (A) adalah kelompok telur yang memiliki ukuran besar clan bobot telur >60 g/butir; grade (B) ukuran sedang (54-60 g/butir) ; grade (C) sedang (50-54 g/butir) ; dan Non Grade (NG) kecil (<50 g/butir) . Rata rata persentase grade telur yang dihasilkan dari empat jenis itik dapat dilihat pada Tabel 4. Rataan persentase grade A yang paling tinggi selama masa produksi adalah jenis CV 2000 (65,07%), lalu diikuti jenis Tegal (62,54%), CV-A (61,94%), clan yang paling rendah adalah jenis Alabio (41,83%) . Tingginya persentase grade A yang dicapai jenis CV 2000 memberikan gambaran bahwa itik tersebut memiliki adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan . Hal ini diperkuat oleh GUNAwAN et al. (1991) yang melaporkan itik CV 2000 selain mampu memproduksi telur yang tinggi, juga memiliki adaptasi clan daya tahan hidup yang tinggi . PASTIKA (1990) juga melaporkan bobot telur yang dicapai itik CV 2000 pada unnir 22-46 minggu adalah sebesar 64,59 _+ 4,60 g/butir. Sedangkan ULUPI (1990) melaporkan bobot telur yang dihasilkan oleh itik CV 2000 berkorelasi positif dengan bertambahnya umur itik . Dengan demikian fungsi alat-alat reproduksi itik akan semakin berkembang clan sempurna khususnya dalam mengllasilkan output (telur) yang berkualitas oleh pengaruh penambahan usia .
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998
Tabel 4.
Rataan grade telur yang diproduksi selarna 12 bulan
No .
Grade(%)
Urut
Jenis
A
B
1.
CV 2000
65,07 + 0,85*I
31,49+0,85
2,01+0,36
1,43+0,16
2.
Tegal
62,54+0,77
33,92+0,81
2,92+0,32
0,62+0,14
3,21+0,40
0,79+0,17
3.
CV-A
61,94+0,81
34,07+0,79
4
Alabio
41,83+ 1,03
44,48+0,87
Keterangan :
C
N.G.
12,52+0,63
1,17+0,20
- N.G . °-Non Grade - *) S. E = Standard Error KESIMPULAN
Dari hasil penclitian yang dilakukan dapat disimpulkan produksi telur, umur pertama bertelur dengan pemelilraraan intensif, itik CV-2000 dan CV-A lebili baik dibandingkan dengan itik lokal (Alabio dan Tegal) . Juga ditunjukkan bahwa itik CV-2000 dan CV-A memiliki kemanipuan yang lebili tinggi untuk menghasilkan produksi telur selanjutnya dibandingkan dengan itik lokal setelah Molting. Kualitas telur (persentase dibanding dengan
grade A.
grade
grade-A
CV-A grade B
yang diproduksi CV-2000,
lainnya kccuali itik Alabio persentase
dan Tegal lebili tinggi lebih tinggi dibanding
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terinia kasih kepada Bapak Iwan dan Sunaryo atas bantuan teknis, dan juga berbagai
pihak yang meniberikan dorongan dan saran-saran sehingga tulisan ini dapat
disajikan. DAFTAR PUSTAKA DIRJOPRATONO, W. dan KASUDI . 1994 . Evaluasi perforrnans itik Magelang betina pada pemelilraraan intensif. Pros . Pertemuan Nasional Pengolah dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian . Semarang, 8-9 Pebnrari 1994 . Sub Balitnak, Klepu. hal. 275-280.
GFSPF_R, V. 1991 . Telatis Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung. GUNAWAN, B., I. DARMAWAN, S. BANDIATI, dan KOmARUDiN. 1991 . Perfonnan itik Alabio, itik CV2000 dan hasil persilangan pada pemelilraraan intensif di lapangan . Proc . Seminar Nasional Usaha Peningkatan Produktivitas Peternakan dan Perikanan, Semarang, 7 Oktober 1991 . Universitas Diponegoro. hal . 354-359.
GUNAWAN, B., I.M . MASTIKA, H. MARTOJO, P. HUTABARAT, dan KOMARUDIN. 1992 . Estimasi parameter plnenotipik dan genotipik itik CV 2000 dan silangannya pada pemelilraraan sistem intensif. Prosiding Pengolalnan dan Konninikasi Hasil-liasil Penelitian Unggas dan Arneka Temak. Tanggal 20-22 Pebruari 1992 di Cisania, Bogor. Balai Penelitian Tennak . lnal . 43-49.
GUNAWAN, B ., P. EDIANINGSIH, dan H. MARTOYO. 1994 . Produktivits dan keraganran fenotlplk itik Alabio pada sistem pemelilraraan intensif. Pros . Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan . lial . 597603.
380
SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1998 GUNAwAN, B., K. DIwyANTO, M. SABRANI, dan S.A . DAKHLAN. 1995 . Teknologi "village breeding" untuk meningkatkan produktivitas itik Alabio di Amuntai, Kalimantan Selatan. Pros . Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan . Balai Penelitian Ternak. hal. 74-80. HARDioswoRO, P.S . 1995 . Peluang pemanfaatan potensi genetik dan prospek pengembangan unggas lokal . Pros. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan . hal. 17-23. MURTI . T. 1990 . Produktivitas Itik CV 2000 (Anas sp) pada Sistem Peternakan Intensif Sampai Umur 22 minggu . Skripsi. Jurusan Biologi Universitas Pakuan Bogor. MURTIDIO, B.A. 1993 . Mengelola Itik. Penerbit Kanisius . Jakarta. PASTIICA . I.M . 1990. Estimasi Parameter Fenotipik dan Genotipik Itik CV 2000 dan Silangatmya pada Sistem Pemeliharaan Intensif. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. RAsYAF, M. 1993 . Beternak Itik secara Komersial. Penerbit Kanisius . Jakarta. SAMOSIR, D.J . 1993 . Ilmu dan Temak Itik. Penerbit PT . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. SINURAT, AR, K. ZULKARNAIN, and J. BESTARI, 1992 . A method of measuring metabolizable energy of feed stubs for ducks. Ilmu dan Peternakan 5 (1): 28-30. STEEL, R.G .D . dan J.H . ToF-RiF, 1993 . Prinsip dun Prosedur Statistica . Suatu Pendekatan Biometrik. (Principles and Procedures of Statistics, terjemahan Ir. BAMBANG SUMANTRI). Cetakan ke-3, PT. Gramedia, Jakarta. ULUPi, N. 1990 . Pengaruh Tingkat Serat Kasar Ransum terhadap Performans Itik Tegal dan Daya Cerna Zatzat Makanan pada Itik dan Ayam . Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. WINDHYARTI, S.S . 1995 . Beternak Itik Tanpa Air. Penerbit PT . Penebar Swadaya. Jakarta. ZUBAIDAH . 1991 . Performans Produksi Telur Hasil Persilangan Itik Alabio dengan Itik Bibit hlduk CV 2000 pada Generasi Pertama. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.