Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF SUBIHARTA, D. M. YUWONO, A. HERMAWAN dan HARTONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran 50501
ABSTRAK Itik Tegal banyak diusahakan oleh peternak di sepanjang Pantai Utara Jawa secara intensif. Sebagai sumber pendapatan. Pengembangan itik Tegal di Jawa Tengah meliputi beberapa kabupaten dengan populasi tertinggi ada di Kabupaten Brebes. Tujuan pengkajian adalah untuk mengetahui produktifitas itik Tegal pada pemeliharaan intensif di lokasi pengembangan. Metode survei dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya digunakan sebagai acuan untuk mewawancarai peternak anggota kelompok “MAJU JAYA“. Berdasarkan saran Kantor Peternakan Kabupaten Brebes dipilih kelompok tersebut yang berlokasi di Desa Limbangan Wetan Kecamatan Brebes dengan pertimbangan bahwa kelompok tersebut telah berdiri 20 tahun yang lalu dan tetap masih aktif berjalan. Dipilih 10 orang peternak yang memiliki ternak antara 300-1000 ekor. Wawancara meliputi jenis sumber pakan serta produksi telur. Hasil pengkajian menunjukan bahwa usaha itik dapat berjalan karena adanya dukungan sumber daya alam sebagai sumber pakan (bekatul, ikan, aking dan ece), sumber daya manusia, dan perlakuan seleksi sederhana untuk peningkatan produksi telur. Produksi telur lebih tinggi dibanding produksi telur itik Tegal kebanyakan yaitu 54,9%. Kata kunci: Itik Tegal, produktifitas dan pengembangan
PENDAHULUAN Itik dijadikan komoditas utama sebagai salah satu sumber pendapatan dan penyumbang protein hewani bagi masyarakat Jawa Tengah, selain sapi potong, kambing dan domba (DINAS PETERNAKAN PROPINSI JAWA TENGAH, 2001). Hal ini dilakukan mengingat itik merupakan salah satu ternak yang dekat dengan petani dan cepat berproduksi. Dikenal beberapa bangsa itik lokal di Jawa Tengah salah satunya adalah itik Tegal. Sentra pengembangan itik (penetas) justru terdapat di Kapetakan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Informasi dari ketua Koperasi Perbibitan itik (H. DAROJAT) bahwa penyebaran itik Tegal lewat koperasinya sampai di Lampung, DI NAD, Sulawesi Selatan dan Papua. Pengembangan itik Tegal di Jawa Tengah meliputi beberapa Kabupaten di sepanjang Pantai Utara Jawa dan populasi tertinggi ada di Kabupaten Brebes, mencapai 20,4% (BPS JAWA TENGAH, 2005). Menurut informasi peternak, bahwa itik Tegal produksi telurnya tinggi, dan pakanya sedikit (komunikasi langsung dengan peternak itik di Brebes, 2005). Tingginya produksi telur telah disampaikan oleh peternak di Kabupaten
Brebes, bahwa pada tahun 70-an produksi telur itik Tegal dapat mencapai 80%. Berdasarkan pada kelebihan tersebut, peternak mengusahakan sebagai mata pencaharian pokok. Sependapat dengan peternak bahwa itik Tegal, masih satu rumpun dengan bangsa Indian Runner, dikenal produksi telurnya tinggi (HARDJOSWORO 1990, SRIGANDONO dan SARENGAT 1990). Di Kabupaten Brebes Itik diusahakan oleh peternak secara intensif dan lebih dari 50% diusahakan sebagai mata pencaharian pokok (YUWONO et al., 1995). Salah satu sentra pengembangan itik Tegal di Kabupaten Brebes adalah di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes. Bertitik tolak dari potensi tersebut, maka dilakukan pengkajian untuk melihat produktifitas itik Tegal di daerah sentra pengembangan. METODOLOGI Pengkajian dengan metode survei dilakukan pada bulan Juli 2006. Dari hasil koordinasi dengan Kantor Peternakan Kabupaten Brebes dipilih kelompok “Maju Jaya” yang terletak di Desa Limbangan Wetan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes.
97
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Pemilihan lokasi ditetapkan dengan pertimbangan bahwa kelompok tersebut berdiri paling lama, hingga 20 tahun masih tetap aktif berjalan, jumlah peternak maupun jumlah ternaknya paling tinggi. Sebagai tambahan kelompok tersebut telah ikut lomba nasional dan menjadi juara pertama. Dari 70 orang peternak anggota kelompok, diwawancarai sebanyak 10 orang yang mewakili dari jumlah pemilikan sedang (300 – 700 ekor) dan pemilikan banyak (>700 – 1000 ekor). Pemilikan ternak kurang dari 300 ekor (rendah) tidak diambil dengan pertimbangan sistem pemeliharaan tidak tetap, kadang memelihara, kadang dijual, karena dengan jumlah pemilikan tersebut belum bisa untuk mencukupi kebutuhan. Wawancara dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mengetahui bahan pakan dan sumbernya serta
produksi telur. Selain itu untuk data dukung diambil monografi Desa Limbangan Wetan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dukungan sumberdaya manusia Desa Limbangan Wetan terdiri dari 2.347 kepala keluarga (KK), dengan jumlah penduduk 9.549 orang, terdiri dari 4.607 orang laki-laki dan 4.942 orang perempuan dengan berbagai umur. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Limbangan sebagai berikut: berpendidikan SD (2.400 orang), yang tidak tamat SD mencapai 1.300 orang, lulus SLTP 1.500 orang, lulus SLTA 1.480 orang, dan yang sampai pendidikan perguruan tinggi hanya 256 orang.
Tabel 1. Pendidikan penduduk desa Limbangan Wetan (umur 5 tahun keatas) Pendidikan Tamat akademi (PT) Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak tamat SD Belum tamat SD Tidak sekolah Tamat Jumlah
Jumlah (orang) 256 1.480 1.500 2.400 1.300 1.375 297
Persen (%) 2,97 17,19 17,43 27,88 15,11 15,97 3,45
8.608
100
Sumber: MONOGRAFI DESA LIMBANGAN WETAN, 2005
Terkait dengan pendidikan dapat dikatakan mereka belum siap kerja karena belum punya ketrampilan khusus. Akibat krisis ekonomi beberapa waktu lalu, ditambah dengan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) menyebabkan lapangan kerja makin susah, bekerja sebagai petani atau buruh tani menjadi pilihan (Tabel 2). Penduduk bekerja sebagai buruh tani mencapai 2.182 orang dan 1.319 orang sebagai petani. Dalam usaha pertanian beternak itik termasuk sebagai petani. Sejak adanya krisis beberapa waktu lalu, penduduk banyak beralih pada usaha ternak itik. Hal ini disebabkan usaha ternak itik dengan bahan baku lokal tahan terhadap goncangan krisis, terbukti pada krisis beberapa lalu ternak Itik
98
masih tumbuh positip 5%, pada hal industri ayam ras minus 48% (DIRJEN PRODUKSI PETERNAKAN 2001). Tingginya tenaga kerja sebagai buruh tani, salah satunya adalah sebagai tenaga kerja pemelihara itik. Di Desa Limbangan Wetan, usaha ternak itik diusahakan secara intensif, tidak hanya peternak kecil, tapi juga peternak pemodal, dengan skala usaha ternak yang besar (lebih 1.000 ekor). Keterbatasan waktu usaha, sehingga memperkerjakan beberapa tenaga kerja putus sekolah atau berpendidikan rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak pemodal bahwa kemampuan tenaga kerja untuk 1 orang memelihara Itik berkisar antara 400 – 500 ekor.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Tabel 2. Mata pencaharian penduduk Desa Limbangan Wetan (10 tahun keatas) Mata pencaharian Petani Buruh tani Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Pegawai Negeri/ABRI Pensiunan Lain-lain Jumlah
Jumlah (orang) 1.319 2.182 12 149 150 386 323 40 1.475 6.036
Persen (%) 21,85 36,15 0,21 2,47 2,48 6,39 5,35 0,66 24,44 100
Luas (ha) 316.770 80 90 115 15
Persentase (%) 43,9 11,1 12,5 15,9 2,1
49,020 56,25 722,204
6,8 7,8 100
Sumber: MONOGRAFI DESA LIMBANGAN WETAN, 2005
Tabel 3. Penggunaan lahan Desa Limbangan Wetan Jenis penggunaan Tanah sawah Irigasi teknis Irigasi ½ teknis Irigasi sederhana Tadah hujan Tanah kering: Pekarangan/bangunan Lain-lain Jumlah Sumber: MONOGRAFI DESA LIMBANGAN WETAN, 2005
Dukungan sumber daya lahan Desa Limbangan Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, berada pada ketinggian 5m dpl, dengan luas wilayah adalah 422.215 ha. Adapun penggunaan lahan seperti yang disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat digambarkan dukungan sumberdaya alam terhadap pengembangan ternak itik. Pada awalnya para peternak memelihara ternak itik dengan sistem gembala dari satu tempat pindah ke tempat lain mengikuti waktu panen padi. Pada kondisi seperti ini produktivitas itik rendah (22,5%), (SETIOKO dan EVANS, 1985). Hal ini disebabkan karena itik setress karena selalu berpindah-pndah, disamping dukungan sumber pakan yang berkurang. Seperti dilaporkan oleh SETIOKO (1990) bahwa, masalah utama itik gembala adalah keadaan sawah (37%). Pada saat ini petani cenderung mengerjakan sawah
secara intensif dan penggunaan pestisida secara berlebihan. Petani mengolah sawah setelah panen, karena benih sudah tersedia sehingga waktu untuk gembala sangat pendek. Disamping itu karena penanaman padi secara terus menerus menyebabkan hama dan penyakit padi tidak terputus. Akibat dari sistem seperti ini penggunaan pestisida untuk memberantas hama dan penyakit secara berlebihan dan dampaknya pada peternak itik. Pestisida tersebut dapat meracuni ternak itik, akibat racun pestisida dapat menyebabkan kematian mencapai 100%. Hambatan lain yang menyebabkan itik gembala makin terdesak adalah ketersediaan pakan makin terbatas. Hasil penelitian SETIOKO dan EVANS (1985) bahwa pakan yang tersedia pada lahan gembala adalah padi (77,2%), keong (17,9%) dan serangga (1,0%). Namun demikian, akibat tingginya penggunaan pestisida, keong maupun serangga sebagai pakan itik sebagian besar mati. Akibat dari
99
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
permasalahan tersebut pemerintah mencanangkan program intensifikasi peternakan itik. Program tersebut dimaksudkan untuk pemeliharaan itik secara intensif. Walaupun demikian peternak tetap menggembalakan itik muda (umur 1 – 4 bulan) di sawah yang habis panen untuk menekan biaya pakan. Setelah umur lebih dari 4 bulan, ternak itik dipelihara secara intensif (terkurung). Sistem usaha ternak itik Usaha ternak itik tidak dapat dipisahkan dari mata pencaharian penduduk Desa Limbangan Wetan. Di desa Limbangan Wetan ada kelompok itik dengan nama “Maju Jaya” kelompok tersebut terdiri dari 70 orang peternak. Pada tahun 2004, kelompok itik telah maju lomba pada tingkat nasional dan mendapat juara pertama, sehingga Ketua Kelompok diundang ke Istana Negara. Usaha ternak itik dipelihara secara intensif (kandang terkurung) di tanah lepe-lepe pinggiran sungai milik Dinas pengairan setempat. Karena sistem pemeliharaan intensif, semua input tergantung peternak, termasuk pakan. Pakan terdiri dari bekatul, jagung, aking
(nasi kering), ikan segar dan ece. Komposisi pakan itik dewasa (petelur) disajikan pada Tabel 4. Susunan ransum tersebut dapat berubah-ubah sebagai faktor penyebab perubahan susunan ransum antara lain ketersediaan bahan dan harga. Ketersediaan ikan tidak bisa kontinyu sepanjang tahun, pada saat angin laut kencang (baratan) dan hari besar Islam, ikan sulit didapat karena nelayan tidak melaut akibatnya harga ikan naik begitu juga dengan harga aking (nasi kering), akibat bersaing dengan dengan manusia. Kondisi ini menyebabkan ada seorang peternak beralih menggunakan jagung. Peternak membuat susunan ransum, hanya berdasarkan pada informasi dari tetangga sesama teman peternak atau pengalaman. Peternak belum memperhatikan kebutuhan gizi ternak itik dalam menyusun ransum. Hasil perhitungan, kandungan protein ransum itik berkisar antara 13-15%, seharusnya kandungan protein itik petelur antara 17-19% (HARDJASWORO, et al, 2001). Sedang menurut RAHARDJO, (1998) bahwa kandungan protein ransum antara 15% dan 17% menghasilkan produksi telur berbeda nyata.
Tabel 4. Komposisi pakan itik dewasa (layer)
No.
Peternak
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tapsir Tasripin Kadir Dikin Didit A Rahmat Warso Saroni Sugiharto Narto Julmah Rata-rata SD
100
Bekatul Jagung Aking % 45,3 27,9 31,3 49,4 51,2 52,7 49,3 46,2 48,7 40,0 442 44,2 8,49
%
12,3
% 31,4 48,9 43,7 18,5 29,3 19,8 28,8 28,9 28,3 30,0 307,6 30,8 9,33
Ikan segar Konsumsi Ece Konsentrat (kulit kepala /ekor/hari % % % gr 23,3 191 23,2 179 25,0 160 12,4 7,4 162 19,5 171 17,6 9,9 178 21,9 152 24,9 4 173 19,0 154 20,0 10 167 206,8 16,87 20,7 168,7 3,86 12,17
Harga pakan /ekor/hari Rp 268,6 260,9 245,0 196,0 237,5 206,5 210,1 22,1 235,4 206,2 2288,3 228,8 24,66
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
Produksi telur Tujuan utama dari pemeliharaan itik adalah menghasilkan telur konsumsi. Pemilikan ternak bervariasi antara 300-1000 ekor, dengan umur itik antara 10-18 bulan (15 bulan). Produksi telur rata-rata mencapai 54,9%. Produksi telur bervariasi dipengarui olaeh umur itik (masa produksi), pakan dan sistem pemeliharaan. Produksi telur pada Kelompok ini ternyata lebih tinggi dibanding hasil penelitian SRIGANDONO dan SARENGAT (1990) yaitu 144,87 butir/tahun atau 39,7% pemberian pakan dengan kadar protein yang hampir sama (15,4%). Sedang RAHARDJO (1988) melaporkan bahwa produksi telur itik Tegal dengan kadar protein pakan 17-19% mencapai 72,4% dan pada kadar protein pakan 15% mencapai 63,4%. Perbedaan produksi telur
pada Kelompok Maju Jaya dan hasil kajian RAHARDJO (1988) dengan SRIGANDONO dan SARENGAT (1990) karena perbedaan materi kajian. Materi itik pada Kelompok Maju Jaya dan RAHARDJO (1988), itik dilakukan pemilihan pada awal pelaksanaan. Peternak Maju Jaya, pada saat beli itik siap telur (bayah) dilakukan seleksi berdasarkan bentuk fisik oleh seorang peternak yang telah berpengalaman dalam beternak itik. Pengalaman peternak menunjukkan bahwa itik yang dikeluarkan dan model seleksi (pemilihan) ini berkisar antara 20 – 30%. Peternak menjelaskan kalau tidak dilakukan seleksi produksinya rendah (kurang dari 50%) dan kalau dipelihara akan rugi. Pada kajian RAHARDJO (1988) dipilih itik yang produksi telur awal 5 butir/minggu secara teratur.
Tabel 5. Produksi telur No.
Peternak
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tapsir Tasripin Kadir Dikin Didit A Rahmat Warso Saroni Sugiharto Narto Julmah Rata-rata SD
Jumlah itik Ekor 750 400 500 500 400 850 800 1000 800 300 6.300 630 237,1
Umur itik Bulan 18 13 10 15 16 15 18 15 12 18 150 15 2,7
Rata-rata produksi telur Butir % 420 56 225 56,3 285 57 255 51 200 50 470 55,3 450 56 550 55 450 56,3 170 56,6 3475 549,8 347,5 54,9 134,6 2,4
Rata-rata harga telur/butir Rp 660 655 660 670 675 650 655 650 640 650 6565 656,5 10,3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Dari hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa usaha ternak itik di sentra produksi mendapat dukungan sumber daya pakan dan tenaga. Pakan yang diberikan bersumber dari potensi alam yang ada disekitar serta eksternal input secara terbatas. Kualitas pakan masih rendah karena penyusunan pakan hanya berdasarkan pengalaman. Produksi telur cukup tinggi karena telah dilakukan seleksi pada ternak yang dipelihara.
BADAN PUSAT STATISTIK JAWA TENGAH. 2005. Jawa Tengah Dalam Angka. DIRJEN PRODUKSI PETERNAKAN. 2001. Kebijakan Pengembangan Unggas Air. Proc. Lokakarya Unggas Air. Kerjasama Fakultas Peternakan IPB dan Balai Penelitian Ternak. HARDJASWORO P.S. 1990. Usaha-usaha Peningkatan Manfaat Itik Tegal untuk Produksi Telur, Proc. Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah, Sub Balitnak Klepu, 1990.
101
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
HARDJASWORO, P.S., A, SETIOKO, P.P. KETAREN, L.H. PRASETYO, A.P. SINURAT dan RUKMIASIH. 2001. Perkembangan Teknologi Peternakan Unggas Air di Indonesia, Disampaikan pada Lokakarya Nasional Dies Natalis IPB ‘38 di Balitnak Ciawi. RAHARDJO, Y.C. 1988. Pengaruh Berbagai Tingkat Protein dan Energi Terhadap Produksi dan Kualitas Telur Itik Tegal, Proc, Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak, “Unggas dan Aneka Ternak II”, Puslitbang Peternakan, Bogor. SETIOKO, A.R. and A.J. EVANS. 1985. Productivity of Herded Ducks in West Java. Agricultural System (16): 1 – 56.
102
SETIOKO. A.R. 1990. Pola Pengembangan Ternak Itik di Indonesia. Proc. Temu Tugas Sub Sektor Peternakan. Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balitnak Klepu. SRIGANDONO B. dan W. SARENGAT. 1990. Ternak Itik Beridentitas Jawa Tengah. Temu Tugas Sub Sektor Peternakan. Pengembangan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah. Sub Balitnak Klepu. YUWONO, D.M., SUBIHARTA W. DIRDJOPRATOMO, MURYANTO dan A.P. SINURAT. 1995. Studi Pemeliharaan Sistem Intensif di Kabupaten Pemalang. Proc. Pertemuan Ilmiah dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian untuk Menunjang Industri Peternakan di Pedesaan. Sub Balitnak Klepu.