KARAKTERISTIK RUMPUN DOMBA PALU DI WILAYAH LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH (Characteristic of Palu Sheep Family In Palu Valley Region Central Sulawesi) F.F. Munier Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah, Jl. Raya Lasoso No. 62, Biromaru, Kab. Sigi, Prov. Sulawesi Tengah, 94364
e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Domba Palu merupakan jenis ternak ruminansia kecil yang memiliki ciri khas berekor gemuk (tebal). Domba ini merupakan sumber daya lokal yang spesifik lokasi yang hanya dapat berkembang di kawasan Lembah Palu dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakterisktik domba Palu yang umumnya dipemelihara secara tradisional. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Lembah Palu yang khusus Kota Palu pada bulan Juli-Desmber 2012. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan peternak domba menggunakan kuesioner dan pengukuran badan domba di lapangan. Jumlah peternak domba yang di wawancarai sebanyak 10 orang di Kecamatan Palu Selatan dan 8 orang di Kecamatan Palu Timur, Kota Palu. Hasil penelitian, Domba Palu masih dipelihara secara tradisional yang tersebar di Lembah Palu dengan populasi tertinggi di wilayah Kota Palu sebesar 6.928 ekor. Postur tubuh kecil sampai sedang, cenderung agak pendek, bobot lahir betina 2,50-2,75 kg dan jantan 2,75-3,25 kg, bobot badan dewasa betina 27-35 kg dan jantan 30-38 kg. Jantan bertanduk dan betina tidak bertanduk. Ekor jantan dewasa berkembang dengan baik, panjang 18,22 ± 3,59 cm, lebar 15,94 ± 2,29 cm dan tebal 6,00 ± 0,86 cm. Disimpulkan bahwa postur tubuh Domba Palu kecil sampai sedang dan bobot badan dewasa lebih tinggi jantan. Kata Kunci: Ukuran badan, Bobot badan, karakteristik, domba Palu PENDAHULUAN
Ternak domba (Ovis aries) merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang tersebar di sebagian wilayah Indonesia. Daerah yang memiliki ternak domba seperti di wilayah Indonesia Timur yakni Domba Ekor Gemuk (DEG) yang dikenal dengan domba Kisar banyak dijumpai di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Labetubun et al., 2011). Di Jawa Barat dikenal dengan Domba Garut dan Domba yang berasal dari Madura (Jawa Timur), serta jenis domba lainnya yang berasal dari daerah lainnya (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1982), domba Batur berasal dari Jawa Tengah, serta domba ekor tipis yang berasal dari Yogyakarta. Sulawesi Tengah juga memiliki jenis domba lokal yang dikenal dengan Domba Palu yang memiliki ekor gemuk, ditetapkan sebagai Rumpun Domba Palu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 697/Kpts/PD.410/2/2013 tanggal 13 Pebruari 2013. Domba Palu merupakan salah satu kekayaan plasma nutfah Sulawesi Tengah yang populasinya terendah dibandingkan dengan jenis ternak ruminansia lainnya. Domba Palu ini umumnya berkembang di Kawasan Lembah Palu yang meliputi Wilayah Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala, diluar Kawasan Lembah Palu yakni
33
Kabupaten Tolitoli sebesar 1,88% dari total domba di Sulawesi Tengah. Data Statistik tahun 2011 menunjukan bahwa populasi Domba Palu sebanyak 8.656 ekor yang tersebar pada kota dan tiga kabupaten. Populasi tertinggi berada di Kota Palu yaitu sebanyak 6.928 ekor, Kabupaten Sigi 1.391 ekor, Kabupaten Donggala 174 ekor dan Kabupaten Tolitoli 163 ekor. Populasi Domba Palu ini menurun jika dibandingkan dengan populasi tahun 2010 yakni sebanyak 9.036 ekor (BPS Prov. Sulteng, 2012) atau turun 4,21%. Sistem pemeliharaan Domba Palu umumnya masih tradisional yakni digembalakan di padang penggembalaan umum disekitar kawasan pemeliharaan domba yang setiap hari hanya merumput (mengkonsumsi) hijauan pakan yang terbatas baik kualitas maupun kuantitas. Komposisi hijauan pakan di padang penggembalaan di Kawasan Lembah Palu yaitu rumput alam 41,8-42,9%, gulma 27,533,9% dan leguminosa 24,3-29,6% (Amar, 2000). Rumput alam dan leguminosa yang tumbuh di padangan ini termasuk jenis tumbuhan berdaun sempit atau kecil sehingga produksi hijauannya terbatas. Kondisi ini menyebabkan domba lebih jauh merumput (mengembara) untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi, namun kandungan nutrien pada hijauan di padangan tersebut rendah sehingga produktivitasnya belum optimal. Terbukti pertambahan bobot bada harian (PBBH) domba Palu yang digembalakan hanya 9,0 g (Munier, 2005), bahkan saat musim kemarau dengan terbatasnya hijauan pakan di padang penggembalaan PBBHnya mengalami penurunan. Sedangkan domba Palu yang digembalakan dan diberikan pakan tambahan 500 g/ekor/hari gamal (Gliricidia sepium) dengan PBHH 37,5 g (Munier, 2005). Sistem pemeliharaan tradisional dengan menggembalakan domba dan pengandangan sistem koloni memiliki peluang terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding) sehingga mengakibatkan terjadi penurunan mutu genetik pada anak yang dilahirkan. Disamping itu kemurnian dari Domba Palu kemungkinan menurun karena potensi perkawinan dengan jenis domba lainnya seperti jenis domba turunan Merino atau domba ekor tipis. Konservasi dan pelestarian guna melindungi kemurnian Domba Palu dan perbaikan sistem pemeliharaan guna meningkatkan produktivitas perlu diupayakan melalui program yang bersinergi antara pemerintah daerah dan instsitusi/lembaga penelitian terkait. Perbaikan sistem pemeliharaan domba Palu ini diharapkan dapat memperbaki penampilan domba Palu terutama peningkatan PBBHnya yang pada akhirnya diikuti peningkatan bobot badan siap potong. Domba Palu memiliki keunggulan dibanding jenis domba lainnya, diantaranya dapat beradaptasi pada lingkungan yang beriklim ekstrim, dapat beradaptasi di padang penggembalaan dengan ketersediaan hijauan pakan dan air terbatas, relatif tahan terhadap serangan parasit dan penyakit. Suhu udara di Lembah Palu rata-rata 26,3-27,7o C dengan kelembaban 69,5-75,3% (Syafruddin et al., 2003), namun pada waktu tertentu terutama musim kemarau suhu udara sangat ekstrim mencapai 32-34o C (Munier et al., 2002), bahkan kadang-kadang mencapai suhu tertinggi hingga 36o C (Munier, 2002). Keunggulan Domba Palu lainnya adalah kualitas dagingnya cukup baik dengan sebaran partikel lemak (marbling) yang rendah dan tidak berbau khas sehingga daging domba ini sangat digemari oleh konsumen meskipun harga jual hidup maupun dagingnya cukup tinggi. Melihat keunggulan yang dimiliki Domba Palu maka upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Daerah Sulawesi Tengah bersama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah
34
dalam pengembangan dan pelestarian Domba Palu diawali dengan kegiatan inventarisasi, uji kualitatif dan kuantitatif yang selanjutkan diajukan untuk ditetapkan sebagai salah satu rumpun ternak nasional. Upaya ini perlu ditindak-lanjuti mengingat adanya kecenderungan penurunan jumlah populasi Domba Palu dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisktik Domba Palu yang umumnya dipemelihara secara tradisional di Kawasan Lembah Palu dengan melihat sifat kualitatif dan kuantitatif. MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Lembah Palu yang khusus Kota Palu pada bulan Juli-Desember 2012. Dasar pertimbangan dalam penentuan lokasi survei karakteristik ini karena populasi Domba Palu tertinggi berada di Kota Palu yang didominasi berada di Kecamatan Palu Selatan dan sebagian kecil berada di Kecamatan Palu Timur dengan populasi sebanyak 6.928 ekor (80,04%) dari total populasi di Sulawesi Tengah sebanyak 8.656 ekor (BPS Prov. Sulteng, 2012). Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dengan peternak domba menggunakan kuesioner dengan daftar pertanyaan yang terstruktur tentang sistem pemeliharaan Domba Palu yang selama ini dilakukan. Jumlah peternak domba yang di wawancarai sebanyak 10 orang di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan dan 8 orang di Kelurahan Paboya Kecamatan Palu Timur (sekarang Kelurahan Paboya masuk Kecamatan Matikulore pemekaran dari Kecamatan Palu Timur), Kota Palu. Pengukuran bagian badan dan penimbangan bobot hidup domba dilaksanakan di lapangan (kandang) pagi sebelum digembalakan. Kelengkapan data lainnya untuk memahami permasalahan pada peternak domba secara mendalam, dilakukan pula penggalian data melalui wawancara dengan beberapa informan kunci yang dianggap lebih mengetahui dan memahami kondisi sistem pemeliharaan Domba Palu di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Palu Selatan dan Kelurahan Paboya Kecamatan Palu Timur, serta pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder juga dikumpulkan dari instansi terkait. Data yang telah terkumpul dianalisis secara diskriptif kualitatif dan kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Sebaran Domba Palu Domba Palu umumnya tersebar di kawasan Lembah Palu pada wilayah dataran rendah sampai dataran menengah, yang meliputi Kota Palu dan Kabupaten Sigi, disajikan pada Gambar 1 dan 2. Di Kota Palu, Domba Palu tersebar pada dua kecamatan yakni Kecamatan Palu Selatan dan Kecamatan Palu Timur dengan total populasi sebanyak 6.928 ekor (BPS Prov. Sulteng, 2012). Sebaran Domba Palu di Kabapaten Sigi pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Biromaru, Kecamatan Dolo dan Kecamatan Marawola dengan total populasi 1.391 ekor (BPS Prov. Sulteng, 2012). Disamping itu, Domba Palu juga masih dijumpai di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Tolitoli tetapi jumlahnya hanya sedikit, masing-masing 174 ekor dan 163 ekor (BPS Prov. Sulteng, 2012).
35
Gambar 1. Sebaran Domba Palu di Kec. Palu Selatan, Kec. Palu Timur, Kota Palu dan Kec. Biromaru, Kab. Sigi
Gambar 2. Sebaran Domba Palu di Kec. Dolo dan Kec. Marawola, Kab. Sigi Perkembangan Populasi Domba Palu Domba Palu merupakan ternak ruminansia kecil khas Sulawesi Tengah yang memiliki nilai ekonomis dan cukup digemari oleh para peternak di wilayah Lembah Palu. Kontribusi Domba Palu terhadap pendapatan keluarga peternak tinggi karena harga jualnya yang tinggi. Namun para peternak Domba Palu tidak menjual secara rutin, ternak domba ini dianggap sebagai tabungan dan sewaktu-waktu memerlukan uang baru dijual. Disamping itu Domba Palu dapat memberikan kontribusi untuk penyediaan daging alternatif guna pemenuhan kebutuhan daging konsumen lokal seperti untuk hajatan, acara adat dan rumah makan. Tingginya angka pemotongan Domba Palu yang diikuti dengan angka kelahiran rendah mengakibatkan kecenderungan terjadi penurunan jumlah populasi. Hal ini cukup beralasan karena Domba Palu memiliki kemampuan melahirkan anak tiga kali dalam dua tahun (setiap 8 bulan). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang baik (sistem tradisional) seperti konsumsi hijauan pakan dengan kualitas dan kuantitas yang terbatas dan tanpa pemberian pakan tambahan, serta tingginya
36
serangan parasit. Manajemen pemeliharaan Domba Palu yang kurang baik ini mengakibatkan kelahiran anak hanya satu kali setahun atau lebih dan bahkan sering terjadi kematian pada anak. Berdasarkan data populasi Domba Palu selama lima tahun terakhir yang mengalami kecenderungan menurun yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Populasi dan Laju Populasi Domba Palu Tahun
Populasi (ekor)
Laju/th (%)
2007 2008 2009 2010 2011
17.547 17.167 14.647 9.036 8.565
-2,26 -14,67 -38,31 -5,21
Rata-rata
-18,90
Sumber: Disnak dan Keswan Daerah Sulteng (2012) Peningkatan populasi pada Domba Palu dapat diupayakan melalui perbaikan manajemen pemeliharaan agar tetap terjaga kelestariannya secara berkelanjutan. Karakteristik Kualitatif Domba Palu merupakan rumpun ternak ruminansia kecil asli Indonesia yang memiliki karakteristik morphologi secara eksterior yang khas. Postur tubuh yang kecil sampai sedang dengan bobot badan relatif rendah dan cenderung agak pendek. Warna bulu sangat bervariatif yang didominasi putih polos, hitam polos, coklat polos, warna dominan putih dari hitam, warna dominan hitam dari putih dan warna dominan coklat dari putih. Warna bulu tunggal atau kombinasi pada domba Palu relatif sama dengan domba Kisar. Hasil penelitian Labetubun et al. (2011) bahwa pola warna bulu domba Kisar betina didominasi oleh kombinasi dua warna yaitu putihhitam sebesar 77,19%, diikuti kombinasi tiga warna putih-hitam-coklat 5,26% dan terendah warna tunggal (hitam) dan (putih) 4,68%. Bentuk kepala domba Palu ringan dan kecil dengan profil hidung yang lurus. Warna kepala juga bervariatif yakni putih, hitam, coklat, putih, atau putih coklat. Domba Palu jantan memiliki tanduk yang bervariatif yakni bentuk panjang melebar kesamping, melingkar kebawah dan ujung menukik keatas, melingkar kebawah, namun ada sebagian kecil domba jantan yang tidak bertanduk atau tanduknya hanya muncul sedikit (± 2-3 cm). Sedangkan domba betina umumnya tidak bertanduk. Ukuran telinga domba Palu dari kecil sampai sedang yang mengarah ke bawah sampai menukik dan ditandai dengan di bagian ujung mengecil. Warna telinga putih, hitam atau putih totol hitam. Leher relatif pendek, agak gemuk dan kelihatan tegak, berwarnanya putih, sedangkan hitam atau coklat nampak batas warna menuju kearah badan. Domba jantan memiliki ekor besar (lebar), ekor gemuk ujung melingkar ke bawah, ekor gemuk ujung melingkar ke atas, ekor gemuk ujung melingkar dan mengecil, ekor gemuk ujung melingkar ke arah bawah. Betina memiliki umumnya memiliki ekor tipis, bagian ujung mengecil dan sebagian kecil berekor gemuk tetapi ukurannya lebih kecil dibanding domba jantan. Domba Palu jantan ini sama dengan domba Kisar yang ada di Maluku Tenggara Barat. Sumantri et al. (2007) melaporkan bahwa domba Kisar
37
termasuk rumpun domba yang memiliki ekor gemuk yang telah lama dipelihara oleh masyarakat setempat dan telah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Domba Palu memiliki kuku berwarna hitam dengan ujung kuku mengarah ke bawah, sedangkan kuku berwarna putih ujungnya mengarah ke depan. Ambing berukuran kecil dengan proporsi yang seimbang dan puting berukaran kecil hingga sedang. Punggung lurus dan sebagian terlihat agak melengkung terutama dibagian tengah dan semakin ke belakang makin tinggi sampai pinggul. Bulu (rambut) berkembang baik jantan maupun betina terutama di bagian badan, sedangkan bagian tubuh lainnya kurang berkembag (bulu tipis). Bulu badan berbentuk keriting dan sebagian berbentuk bulu pendek lurus. Bentuk bagian tubuh domba Palu ini bervariatif yang menggambarkan spesifik domba lokal. Menurut Muliadi (1996) bahwa bentuk tubuh ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran hubungan morfogenetik suatu ternak dan penyebarannya pada suatu wilayah atau negara. Karakteristik Kuantitatif Pengukuran sifat kuantitatif pada tubuh domba Palu melalui penimbangan bobot badan, pengukuran tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada dan lebar dada yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kuantitatif Badan Domba Palu Rataan Jenis Kelamin/
Bobot hidup (kg)
Tinggi pundak
Panjang
Lingkar
Dalam
badan
dada
dada
Lebar pinggul
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
Anak (umur ≤ 3 bln)
7,00±0,76
42,00±0,46
64,05±1,32
44,50±0,96
17,10±0,22
6,25±0,12
Muda (umur >3-12 bln)
16,30±1,43
51,70±1,75
73,75±1,76
57,65±2,25
21,88±0,98
9,10±0,68
Dewasa (umur 12-24 bln)
27,00±0,56
56,80±0,35
86,10±0,34
68,20±0,56
26,25±0,23
10,66±0,12
Dewasa (umur >24 bln)
35,12±1,98
61,13±2,17
64,88±4,49
71,50±4,41
33,00±2,07
17,44±1,12
Anak (umur ≤ 3 bln)
7,25±0,54
38,50±0,82
63,00±0,33
43,10±0,78
15,30±0,45
6,80±0,14
Muda (umur >3-12 bln)
13,50±1,15
49,10±1,21
70,95±1,29
54,18±1,37
21,21±0,72
8,50±0,48
Dewasa (umur 12-24 bln)
30,50±2,09
58,00±0,90
72,25±1,84
26,60±0,40
11,30±0,22
Dewasa (umur >24 bln)
37,98±4,83
65,33±5,00
87,90±0,89 67,22±6,85
75,22±8,35
35,28±3,32
19,56±1,67
umur
Betina:
Jantan:
Hasil penimbangan pada anak domba Palu yang baru lahir menunjukkan perbedaan antara jenis kelamin, jenis kelamin jantan lebih berat dibanding betina yakni masing-masing 2,75-3,25 kg dan 2,50-2,75 kg. Bobot badan domba Palu betina dewasa (umur 12-24 bulan) adalah 27,00 ± 0,56 kg lebih tinggi dari domba Kisar betina pada umur yang sama yakni 21,49 ± 4,66 kg (Labetubun et al., 2011). Pada Tabel 3, disajikan sifat kuantitatif domba palu pada organ tertentu umur 2-3 tahun. Rataan panjang dan lebar ekor domba Palu jantan ini lebih tinggi dibandingkan dengan domba Kisar. Hasil penelitian Labetubun et al. (2011) bahwa rataan panjang dan lebar ekor domba Kisar betina umur >1-2 tahun 14,19 ± 2,82 cm dan 4,84 ± 1,03 cm. Adanya perbedaan ini disebabkan karena perbedaan jenis kelamin, secara alami
38
ukuran organ tubuh jantan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan organ tubuh betina. Tabel 3. Sifat Kuantitatif Domba Palu Pada Organ Tertentu (umur 2-3 tahun) Rataan Jenis Kelamin/ organ Betina: - Kepala - Telinga - Ambing
Panjang (cm)
Lebar (cm)
Lingkar (cm)
Tebal (cm)
18,38±2,19 12,44±1,63 14,63±4,27
13,13±1,25 5,81±0,79 -
23,00±4,31
-
Jantan: - Kepala - Telinga - Ekor - Scotum
21,78±1,86 12,28±1,48 18,22±3,59 15,06±3,13
14,61±1,36 6,17±0,71 15,94±2,29 -
24,61±3,19
6,00±0,86 -
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih diucapkan kepada Lurah Kawatuna dan Lurah Paboya beserta staf yang telah memberikan kesempatan melaksanakan penelitian dan menyediakan data pendukung. Diucapkan terimakasih pula kepada Kelompok Peternak domba Watu Mjamboko Kelurahan Kawatuna dan Peternak domba di Kelurahan Paboya yang telah memberikan informasi sistem pemeliharaan domba Palu, serta Bapak Aslan Lasenggo, A.Md. sebagai teknisi BPTP Sulawesi Tengah yang telah membantu dalam proses pengumpulan data di lapangan. KESIMPULAN
Disimpulkan bahwa bobot lahir domba Palu lebih tinggi pada anak jantan. Postur tubuh Domba Palu termasuk berukuran kecil sampai sedang dengan bobot badan dewasa lebih tinggi jantan DAFTAR PUSTAKA Amar, A.L. 2000. Komposisi Botanis Tumbuhan Menerna dan Daya Tampung Penggembalaan Umum di Kelurahan Kawatuna Lembah Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. Vol. 7 (4): 342-350. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. 2012. Sulawesi Tengah dalam Angka 2012. h. 243-252. Dinas Peternak dan Kesehatan Hewan Daerah Sulawesi Tengah. 2012. Statistik Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah.
39
Labetubun, J., M.J. Matatula dan J. Wattimena. 2011. Sifat-sifat Kuantitatif dan Kualitatif Domba Kisar Betina. Agrinimal, Vol.1 (1): 38-41. Muliadi, D. 1996. Sifat Fanatik Domba Priangan Di Kabupaten Pandeglang Dan Garut. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Disertasi. Munier, F.F. 2002. Keragaan Sapi Jantan Limousin dan Simmental di Lembah Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Pros. Sem. Nas. Tek. Peternakan dan Veteriner, Ciawi-Bogor 17-19 September 2001. Puslitbangnak, Bogor. h. 51-54. Munier, F.F. 2008. Bobot Hidup Domba Ekor Gemuk (DEG) yang Diberikan Pakan Tambahan Leguminosa. Pros. Sem. Nas. Tek. Peternakan dan Veteriner, Bogor 12-13 September 2005. Puslitbangnak, Bogor. h. 410-415. Sumantri, C., Einstiana, A., Salamena, J.F dan I. Inounu. 2007. Keragaan dan Hubungan Phylogenik Antar Domba Lokal di Indonesia Melalui Pendekatan Analisis Morfologi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner, 12: 42-54. Syafruddin, A.N. Kairupan dan F.F. Munier. 2003. Potensi Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Pakan Ruminansia di Lembah Palu. Pros. Sem. Nas. Tek. Peternakan dan Veteriner 2003, Bogor 29-30 September 2003, Puslitbangnak, Bogor. h. 266-271.
40