No. Kode: 26/1801.013/016/RPTP/2014
LAPORAN AKHIR TAHUN PEMANFAATAN LAHAN KERING MASAM DENGAN TUMPANGSARI JAGUNG DAN KACANG TANAH DI PROVINSI BENGKULU
Wahyu Wibawa
KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2014
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga Laporan Akhir Tahun 2014 Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu dapat tersusun. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil pelaksanaan kegiatan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2014. Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu bertujuan untuk: (1.) Menentukan varietas kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu ,( 2.) Mengevaluasi efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan, (3.) Meningkatkan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol, (4.) Mendapatkan alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal, (5.) Mendapatkan umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi. Kami menyadari bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini tentu ada kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan terima kasih. Semoga kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi inovasi teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu Bengkulu, Desember 2014 Penanggung jawab Kegiatan
Ir. Wahyu Wibawa, MP., Ph.D NIP. 196904271998031001
ii
LEMBAR PENGESAHAN 1.
Judul RPTP
2. 3. 4. 5. 6.
Unit Kerja Alamat Unit Kerja Sumber Dana Status Penelitian (L/B) Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat / Golongan c. Jabatan Lokasi Agroekosistem Tahun Mulai Tahun Selesai Output Tahunan Output Akhir
7. 8. 9. 10. 11. 12.
: Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu : Jalan Irian Km.6.5 Kelurahan Semarang Bengkulu 38119 : DIPA BPTP Bengkulu T.A. 2014 : Baru : : Ir. Wahyu Wibawa, MP, Ph.D : Penata Tingkat I/IIId : Peneliti Muda : Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu : Lahan Kering Masam : 2014 : 2014 : : 1. Varietas unggul kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu 2. Tingkat efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan. 3. Peningkatan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol. 4. Alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal. 5. Umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
iii
13.
Biaya
: Rp. 150.000.000 (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah)
Koordinator Program ,
Penanggung Jawab RPTP
Ir. Wahyu Wibawa, MP, Ph.D NIP.19690427 199803 1 001
Ir. Wahyu Wibawa, MP, Ph.D NIP.19690427 199803 1 001
Mengetahui : Kepala BB Pengkajian
Kepala BPTP Bengkulu
Dr. Ir. Abdul Basit, M.S NIP. 19640521 198003 1 001
Dr.Ir. Dedi Sugandi, MP NIP.19590206 198603 1002
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................... LAMPIRAN……………………………………………….................. …………………………………. RINGKASAN DAN SUMMARY ............................................................................
ii iii v vi viii x
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 1.1. Latar Belakang................................................................................... 1.2. Dasar Pertimbangan........................................................................... 1.3. Tujuan .............................................................................................. 1.4. keluaran............................................................................................ 1.5. Perkiraan Dampak..............................................................................
1 1 4 4 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
6
III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 3.1. Lokasi dan waktu .............................................................................. 3.2. Bahan dan Alat .................................................................................. 3.3. Ruang Lingkup .................................................................................. 3.4. Rancangan Percobaan ........................................................................ 3.5. Pelaksanaan ...................................................................................... 3.6. Plot Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah ...................................... 3.7. Parameter Yang Diukur ..................................................................... 3.8. Analisis Data .....................................................................................
9 9 9 10 10 11 11 11 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 4.1 Koordinasi Internal dan antar Instansi. ................................................ 4.2 Dominasi Jenis Gulma ........................................................................ 4.3 Sistem Tumpang sari Jagung dan Kacang Tanah .................................. 4.4 Efektifitas Pemberian Amelioran.......................................................... 4.5 Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Lahan dan Usaha Tani ................... 4.6 Sosialisasi, Apresiasi Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam ........ 4.7 Umpan Balik dari Satkeholders dan Petani Pengguna...........................
13 13 13 14 21 29 32 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ KINERJA HASIL............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... ANALISIS RESIKO ........................................................................................... JADWAL KERJA ............................................................................................... PEMBIAYAAN .................................................................................................. PERSONALIA ..................................................................................................
36 37 38 40 41 42 44
v
DAFTAR TABEL 1. Identifikasi dominansi gulma awal ............................................................... 2. Nilai rata-rata hasil perhitungan keseluruhan NKL tanaman kacang tanah dan jagung ............................................................ 3. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah ................................................... 4. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014................. 5. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014................. 6. Data pertumbuhan vegetatif jagung............................................................. 7. Data pertumbuhan generatif jagung ............................................................ 8. Hasil analisa tanah awal dan akhir ............................................................... 9. Data hari hujan dan curah hujan kabupaten Bengkulu Tengah (BP3K Talang Pauh, 2014) ............................... 10.Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah sistem tanam monokultur.............. 11. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014 ................. 12. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014.............. ... 13. Biaya usahatani, produksi, penerimaan dan keuntungan kegiatan monokultur dan tumpangsari di Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2014 ....................................................................
vi
14 15 16 17 18 19 20 22 24 25 27 28 31
LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah………….. 2. Kuesioner Identifikasi Petani dan Pola Usaha Tani Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah……………………………………………………………………………………………….. 3. Foto kegiatan sosialisasi kegiatan pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah………………………………………… 4. Foto kegiatan apresisasi teknologi kegiatan pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah…………………………… 5. Foto kegiatan pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah (pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen)………………………………………………………………………………………………… 6. Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah (pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen)……………………………………………………………… 7. Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah (pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen)
vii
45 62 67 69 70 71 72
Ringkasan 1.
Judul
: Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu : 1. Menentukan varietas kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu 2. Mengevaluasi efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan. 3. Meningkatkan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol. 4. Mendapatkan alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal. 5. Mendapatkan umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
2.
Unit Kerja
3.
Tujuan
4.
Keluaran/Output
: 1. Varietas unggul kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu 2. Tingkat efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan. 3. Peningkatan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol. 4. Alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal. 5. Umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
6.
Prosedur
: Lahan suboptimal yang digunakan dalam pengkajian ini adalah lahan kering masam. Pengkajian dilaksanakan di Kabupaten Bengkulu Tengah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 5 ulangan. Luas plot berkisar 1000-1250 m2. Perlakuan terdiri atas 4 varietas yaitu varietas Talam, Tuban, Kancil dan viii
7. 8.
Capaian Manfaat
9.
Dampak
10 11
Jangka Waktu Biaya
varietas Lokal yang ditumpangsarikan dengan jagung. Masing-masing perlakuan diulang 5 kali. Petani kooperator sebanyak 5 orang berperan sebagai ulangan. Amelioran yang diberikan adalah pupuk kandang 2.5 ton/ha dan kapur pertanian (dolomit) 0.5 ton/ha. Untuk pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Kacang tanah ditambahkan pupuk Urea 75 kg/ha, SP-36 75 kg/ha dan KCl 75 kg/ha. Untuk tanaman jagung ditambahkan pupuk urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Data agronomi dianalisa dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan LSD. Selama pengkajian dilakukan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan, komponen hasil, sifat fisik dan kimia tanah, dominansi jenis gulma, tingkat serangan OPT dan Land Equivalent Ratio (LER).
: : Pemanfaatan lahan suboptimal untuk pertanaman jagung dan kacang tanah dengan penggunaan varietas yang sesuai dan pemupukan yang spesifik lokasi. Produktivitas jagung dan kacang tanah yang optimal dapat tercapai dengan pengelolaan hara dan pemilihan varietas yang tepat. : Pengembangan jagung dan kacang tanah di lahan suboptimal dapat menyumbangkan produksi secara signifikan di Provinsi Bengkulu. Peningkatan produksi akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani dan mendukung target swasembada jagung. Lahan kering masam dapat dimanfaatkan untuk penanaman dan produksi pangan, jagung ataup[un kacang tanah, sehingga mampu mendukung terwujudnya ketahanan, kemandirian dan bahkan kedaulalatan pangan pada masa depan. Budidaya tumpangsari dapat menjadi alternative untuk menjaga kelestarian/konservasi lahan dengan tetap memberikan keuntungan ataupun pendapatan yang layak bagi petani. Hal ini dapat menahan atau mengurangi konversi lahan dari lahan pangan ke sektor perkebunan khususnya untuk komoditas kelapa sawit dan karet. : 1 (satu) tahun : Rp. 150.000.000,- (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah)
ix
Summary 1.
Title
: Utilization of of acidic Dryland with Intercropping Peanut and Corn in Bengkulu : Institute for Agricultural Technology (AIAT) Bengkulu : 1. Determine the appropriate varieties of peanut intercropped with maize in acidic dryland (Ultisol) specific locations in the province of Bengkulu 2. Evaluate the effectiveness of the addition of ameliorant on Ultisol soil on the growth and yield of intercropped. 3. Increasing productivity, efficiency of land use, and the advantages of farming land intercropped on Ultisol. 4. Obtain alternative technical recommendations intercropping system of peanut and corn at acidic dryland. 5. Getting feedback from stakeholders and users in order to accelerate the farmer dissemination of technological innovation.
2. 3.
Working Unit Objectives
4.
Output
: 1. High yielding varieties appropriate for peanut intercropped with maize on dry land sour (Ultisol) specific locations in the province of Bengkulu 2. The level of effectiveness of the addition of ameliorant on Ultisol soil on the growth and yield of intercropped. 3. Increased productivity, efficient use of land, and farm profit intercropped on Ultisol soil. 4. Alternative technical recommendation system corn and peanut intercropping on suboptimal land. 5. Feedback from stakeholders and users in order to accelerate the farmer dissemination of technological innovation.
6.
Prosedur
: Land suboptimal used in this study is the acidic dryland. Assessment carried out in the district of Central Bengkulu. The experimental design used was a complete randomized block design with 5 replications. Plot were range 1000 to 1250 m2/plot. The treatment consists of four varieties are varieties Talam, Tuban, Kancil and Local varieties intercropped with corn. Each treatment was repeated 5 times. Farmer cooperators as many as 5 people act as replicates. Ameliorant given manure is 2.5 tons / ha and x
7. 8.
Achievement: Benefits
9.
Impact
10 11
Period Budget
agricultural lime (dolomite) 0.5 tonnes / ha. For fertilizer tailored to the needs of the plant. Peanuts added urea 75 kg / ha, SP-36 75 kg / ha and KCl 75 kg / ha. For the corn crop was added urea to 300 kg / ha, SP-36 100 kg / ha and KCl 100 kg / ha. Agronomic data were analyzed by analysis of variants (ANOVA) and continued with LSD test. During the assessment carried out observations of the components of growth, yield components, physical and chemical properties of the soil, weed species dominance, the level of pest attacks and Land Equivalent Ratio (LER).
: : The use of suboptimal land for planting corn and peanuts with the use of suitable varieties and sitespecific fertilization. Productivity of maize and peanuts can be achieved with optimal nutrient management and selection of appropriate varieties. : Development of maize and peanuts in land suboptimal production can contribute significantly in the province of Bengkulu. The increase in production will have an impact on increasing the income of farmers and support self-sufficiency target corn. Sour dry land can be utilized for the cultivation and production of food, corn, peanuts, so as to support the creation of resilience, self-reliance and food soverignity even in the future. Intercropping cultivation can be an alternative to preserve / conserve land while providing a decent income or profits for farmers. It can resist or reduce the conversion of land from food land to the plantation sector, especially for palm oil and rubber. : 1 (one) year : Rp. 150.000.000,- (One Hundred Fifty Million)
xi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, penyebaran lahan kering masam cukup luas, terutama pada wilayah beriklim basah seperti Sumatera, Kalimantan dan Papua. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) luas lahan kering di Pulau Sumatera mencapai 33,54 juta ha yang terdiri atas 28,57 juta ha lahan masam dan 4,96 juta ha lahan tidak masam. Lahan kering di Provinsi Bengkulu mencapai 4,57 juta ha yang terdiri atas 3,44 juta ha lahan masam dan 1,13 juta ha lahan tidak masam. Luas lahan kering di Provinsi Bengkulu yang memiliki potensi untuk sektor pertanian seluas 796.800 ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Lahan kering masam, potensial untuk pengembangan jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Sasaran luas tanam jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu pada tahun 2014 cukup banyak, masing-masing adalah 26.997 ha dan 7.471 ha (Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, 2013). Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang mempunyai sebaran cukup luas di Provinsi Bengkulu. Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada klasifikasi lama, Ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK) (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Lahan ini mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Untuk pengembangan tanaman pangan, termasuk jagung dan kacang tanah, perlu pengelolaan yang baik karena tanah Ultisol mempunyai sifat
yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Beberapa
permasalahan umum dari tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi (pH rata-rata < 4,5), kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan penambahan bahan organik. Penambahan amelioran (kapur dan bahan organik), secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada lahan Ultisol. Hal ini menimbulkan permasalahan baru yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiayaan petani dalam pengadaan dan
12
pembelian amelioran yang cukup besar. Inovasi teknologi berpeluang untuk diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Bermanfaat bagi petani secara nyata. 2. Lebih unggul dibandingkan dengan teknologi yang telah ada. 3. Bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi tersedia. 4. Memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi. 5. Meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. 6. Bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan usaha pertanian (Kartono, 2009). Dari sisi petaninya sendiri, mereka juga mempertimbangkan beberapa faktor sebelum mengadopsi teknologi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh petani diantaranya adalah: 1. Ketersediaan pasar hasil panen dengan harga pasar yang layak serta keuntungan yang baik. 2. Kepastian diperolehnya hasil panen dengan resiko kegagalan yang minimal. 3. Penerapan teknologi tidak sulit bagi petani. 4. Petani mampu menyediakan modal untuk mengadopsi teknologi. 5. Memberikan nilai tambah dan keuntungan nyata bagi petani. Berdasarkan kenyataan tersebut maka diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, yaitu tidak hanya dari aspek teknik pengelolaan sumberdaya lahan tetapi juga dari aspek teknik budidaya tanaman dan rekayasa sosial. Dari aspek teknik budidaya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu melalui pemilihan varietas (jagung dan kacang tanah) yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan spesifik (lahan Ultisol) dan penerapan sistem tumpangsari. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan, misalnya keasaman, maka varietas tersebut mampu tumbuh dan berkembang pada pH yang relatif rendah serta mampu memanfaatkan dan respon terhadap unsur hara yang tersedia/ditambahkan. Konsekuensi logis dari ketepatan dalam pemilihan varietas diantaranya adalah pengurangan input dan pengurangan resiko kegagalan.
13
Di samping pemilihan varietas, sistem tumpangsari juga diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan lahan. Tumpangsari (intercropping) adalah penanaman dua atau lebih komoditas tanaman secara simultan pada lahan yang sama (Whigham dan Bharati, 1983). Terdapat beberapa tipe tumpangsari
yang
diantaranya
adalah
tumpangsari
jalur
(Strip-Intercropping),
tumpang gilir (Relay-Intercropping), dan tumpangsari berlanjutan (SequantialIntercropping). Keuntungan dari tumpangsari diantaranya adalah: (1). Mengurangi resiko
kegagalan
panen
(2).
Meningkatkan efisiensi
penggunaan
lahan
(3).
Menciptakan stabilitas biologis yang dapat menekan serangan hama dan penyakit tanaman (4) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani (Zuchri, 2007). Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan komoditas palawija yang paling banyak diusahakan di Provinsi bengkulu dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan jagung selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan jagung disebabkan banyaknya permintaan untuk pakan, pangan dan industri. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Rekayasa sosial diperlukan, agar teknologi yang disampaikan dapat dipahami, diadopsi dan terdifusi secara luas. Perlu disampaikan bahwa peningkatan pendapatan dapat dicapai melalui pengelolaan sumberdaya lahan dan tanaman yang baik serta permodalan yang cukup. Perpaduan antara pendekatan dari aspek penglolaan sumberdaya lahan, budidaya tanaman dan rekayasa sosial diharapkan dapat menghasilkan alternatif rekomendasi pemanfaatan lahan kering masam spesifik lokasi berbasis tumpangsari jagung dan kacang tanah. Media penyampaian informasi teknologi memegang peranan penting dalam percepatan proses adopsi. Diseminasi teknologi mutlak diperlukan agar hasil pengkajian dapat diadopsi oleh petani.
14
1.2
Dasar Pertimbangan Kebutuhan pangan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Di sisi lain lahan yang subur semakin berkurang yang disebabkan oleh alih fungsi lahan baik ke subsektor perkebunan maupun di luar sektor pertanian. Lahan Ultisol merupakan salah satu alternatif
dalam pengembangan dan peningkatan
produksi jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Lahan ini tergolong lahan marginal dengan kendala utama kemasaman tanah, defisiensi hara P dan K serta keracunan unsur tertentu , seperti Al. Penambahan amelioran (kapur dan bahan organik), secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada lahan Ultisol. Hal ini menimbulkan permasalahan baru yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiayaan petani dalam pengadaan dan pembelian amelioran yang cukup besar. Diperlukan pendekatan terpadu dari aspek teknik pengelolaan sumberdaya lahan, aspek teknik budidaya tanaman dan rekayasa sosial. Dari aspek teknik budidaya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu melalui pemilihan varietas (jagung dan kacang tanah) yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan spesifik (lahan Ultisol) dan penerapan sistem tumpangsari. Rekayasa sosial diperlukan, agar teknologi yang disampaikan dapat dipahami, diadopsi dan terdifusi secara luas. Perlu disampaikan bahwa peningkatan pendapatan dapat dicapai melalui pengelolaan sumberdaya lahan dan tanaman yang baik serta permodalan yang cukup. 1.3
Tujuan 1.
Menentukan varietas kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu
2.
Mengevaluasi efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan.
3.
Meningkatkan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol.
15
4.
Mendapatkan alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal.
5.
Mendapatkan umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
1.4
Keluaran yang diharapkan 1. Varietas unggul kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu. 2. Tingkat efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan. 3.
Peningkatan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol.
4.
Alternatif rekomendasi tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal.
5.
Umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
1.5
Perkiraan Dampak Pengembangan jagung dan kacang tanah di lahan suboptimal dapat menyumbangkan produksi secara signifikan di Provinsi Bengkulu. Peningkatan produksi akan berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Lahan kering masam dapat dimanfaatkan untuk penanaman dan produksi pangan, jagung ataup[un kacang tanah, sehingga mampu mendukung terwujudnya ketahanan, kemandirian dan bahkan kedaulalatan pangan pada masa depan. Budidaya tumpangsari dapat menjadi alternative untuk menjaga kelestarian/konservasi lahan dengan tetap memberikan keuntungan ataupun pendapatan yang layak bagi petani. Hal ini dapat menahan atau mengurangi konversi lahan dari lahan pangan ke sektor perkebunan khususnya untuk komoditas kelapa sawit dan karet.
16
II. TINJAUAN PUSTAKA Istilah lahan kering seringkali digunakan untuk padanan upland, dryland atau unirrigated land. Kedua istilah terakhir mengisyaratkan penggunaan lahan untuk pertanian tadah hujan. Upland merupakan lahan yang berada di suatu wilayah berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan air seperti lahan padi sawah (Notohadinegoro, 2000). Lahan kering adalah hamparan tanah yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Adimihardja et al., 2000 dalam Idjudin dan Marwanto, 2008). Secara umum, berdasarkan penggunaan lahannya untuk pertanian, lahan kering dikelompokkan menjadi pekarangan, tegal/kebun/ladang huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, lahan untuk kayu-kayuan dan perkebunan (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Berdasarkan kemasaman tanahnya,
secara umum lahan kering
dapat
dibedakan menjadi lahan kering masam dan tidak masam. Lahan kering masam dicirikan dengan pH < 5.0 dan kejenuhan basa < 50 %. Tanah-tanah yang umumnya mempunyai pH masam di lahan kering adalah Ordo Entisols, Inceptisols, Ultisols dan Oxisols yang beriklim basah dengan curah hujan tinggi (Kelembaban udik). Lahan kering yang tidak masam umumnya terdiri dari Ordo Inceptisols, Vertisols dan Alfisols yang berada pada daerah beriklim sedang (regim kelembaban ustik), (Hidayat dan Mulyani, 2002). Lahan kering masam umumnya memiliki kesuburan rendah disebabkan kadar bahan organik rendah dan status hara makro (N. P, K, S, Ca, Mg) rendah. Akibatnya, produktivitas tanah juga rendah (suboptimal). Jenis tanah pada lahan kering masam didominasi oleh Ultisol dan Oxisol. Tanah Ultisol dan Oxisol merupakan tanah pertanian utama di Indonesia terutama di lahan kering. Tanah Ultisol menempati area sekitar 49.794 juta ha (24.3%) sedangkan oxisol sekitar 14.1 juta ha (7.5 %) (Puslittanak, 2000 dalam Nursyamsi, 2003). Dengan cukup luasnya lahan kering masam yaitu sekitar 102 juta ha, penyebaran terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan papua dapat menjadi
17
tumpuan harapan di masa mendatang. Meskipun dijumpai beberapa kendala biofisik lahan, namun peluang pengembangan pertanian di lahan kering masam masih besar. Idealnya jagung dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi tanah yang subur, pencahayaan penuh dan cukup air. Jagung juga dapat tumbuh dan berkembang pada lahan masam. Varietas jagung ini merupakan salah satu varietas yang toleran dan adaptif pada lahan masam. Keunggulan varietas ini diantaranya adalah: mempunyai potensi hasil yang tinggi (8.5 ton/ha pipilan kering), kelobot tertutup baik 98.5 %, tahan penyakit bulai dan karat daun, serta adaptif terhadap lahan masam. Kacang tanah paling adaptif di lahan masam dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya (Makmur et al., 1996, Trustinah et al., 2008). Kacang tanah dapat dibudidayakan di lahan kering maupun di lahan sawah setelah padi. Kacang tanah dapat ditanam pada tanah yang bertekstur ringan maupun agak berat, yang penting tanah tersebut dapat mengatuskan air sehingga tidak menggenang.
Tanah yang
paling sesuai adalah tanah yang bertekstur ringan, drainase baik, remah dan gembur. Kacang tanah masih dapat berproduksi baik pada tanah yang ber pH rendah sampai tinggi. Pada pH tanah tinggi (7,5 – 8,5 ) kacang tanah sering mengalami klorosis, yakni daun-daun menguning (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011). Kendala peningkatan produksi kacang tanah pada akhir-akhir ini adalah dampak perubahan iklim yaitu kekeringan dan penyakit bercak daun dan karat daun. Banyak varietas kacang tanah yang cocok untuk dibudidayakan pada lahan kering masam. Varietas Tuban memiliki karakteristik dua biji perpolong, dengan potensi hasil 3.2 t/ha polomg kering, umur panen 90 – 95 hari, biji kecil (35-38 g/100 biji) , adaptif di lahan kering alfisol, agak toleran kekeringan, tahan penyakit layu, agak peka penyakit daun. Varietas talam memiliki karakteristik dua biji perpolong, potensi hasil 3.2 t/ha polong kering, umur panen 90-95 hari, biji sedang (50.3 gr/100 biji), toleran jamur A.Flavus, agak tahan layu, karat dan bercak daun, adaptif lahan kering masam. Varietas kancil memiliki karakteristik dua biji perpolong, potensi hasil 3.5 t/ha polong kering, umur panen 90-95 hari, biji kecil (35-40 g/100 biji), toleran klorosis daun, tahan bakteri layu, agak tahan bercak daun, karat dan jamur A.Flavus.
18
19
III. METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan pengkajian dilaksanakan dari bulan Januari sampai Desember 2014. Lahan yang digunakan adalah kering masam di Desa Pasar Pedati, Sungai Suci, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah.
Kabupaten Bengkulu
Tengah memiliki luas wilayah 112.394 ha yang atas dari 10 kecamatan. Berdasarkan pola pengembangannya pertanian lahan kering di Kabupaten Bengkulu Tengah dapat dibedakan menjadi 2 pola, yaitu pertanian lahan kering berbasis tanaman pangan dan pertanian lahan kering berbasis tanaman perkebunan (wanatani dan monokultur). Sistem pertanian lahan kering, tanaman pangan dan perkebunan seluas 31.598 ha. Pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten Bengkulu Tengah sebaiknya mempertimbangkan kondisi biofisik dan kimia tanah serta iklim. Mengingat sebagian besar (63,78%) lahan kering di Kabupaten Bengkulu Tengah mempunyai bentuk wilayah bergelombang, berbukit dan bergunung dengan lereng 15-40%, maka teknik konservasi tanah perlu diupayakan. Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada usaha untuk mengendalikan erosi atau aliran permukaan, tetapi termasuk usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya adalah pupuk kimia, pestisida (herbisida, insektisida, dan fungisida),
benih jagung
dan kacang tanah
(Varietas Talam, Tuban, Kancil dan Lokal). Peralatan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah pH meter, alat pengambil sampel tanah, perangkat analisis tanah, timbangan, timbangan analitik, ATK (mistar, handcounter, kalkulator, pena, amplop dll), plastik, cangkul, tugal, ember, caplak, handsprayer, tali, dan meteran. Benih kacang tanah diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang kacangan dan umbiumbian Malang dan benih jagung merupakan benih jagung hibirda. Varietas kacang tanah maupun jagung yang digunakan pada kegiatan ini merupakan varietas yang tahan terhadap penyakit layu bakteri, agak tahan karat daun, agak tahan bercak daun 20
dan tahan A. Flavus (hingga 3 bulan setelah panen) serta agak tahan lahan masam (pH 4,5– 5,6) dengan kejenuhan Al 30–35%. 3.3. Ruang Lingkup Pengkajian pengelolaan lahan kering masam untuk mendukung swasembada jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu dilaksanakan pada bulan Januari Desember 2014. Pengkajian lapangan dilakukan dalam bentuk percobaan lapangan dan survey. Pengkajian dilakukan di lahan petani dan melibatkan petani sebagai pelaksana, dengan luasan 4 ha. Percobaan lapangan yang dilakukan meliputi varietas, penggunaan amelioran, tumpangsari, struktur tanah, fanalisis usaha tani. Survey efektifitas media informasi dalam percepatan pemahaman dan adopsi teknologi (ameliorasi dan tumpangsari) dilakukan pada kelompok petani kooperator dan di luar kelompok petani kooperator. 3.4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang dengan
digunakan adalah rancangan acak kelompok
5 ulangan. Perlakuan terdiri atas 4 perlakuan yaitu varietas kacang tanah
(Varietas Talam, Tuban, Kancil dan Lokal) yang ditumpangsarikan dengan jagung. Masing masing perlakuan diulang 5 kali. Petani kooperator sebanyak 5 orang berperan sebagai ulangan. Luas plot pengkajian berukuran 1.000-1.250 m2. Amelioran yang diberikan adalah: pupuk kandang 2.5 ton/ha dan kapur pertanian (dolomit) 0.5 ton/ha. Untuk pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Cara pemberian dolomit pada larikan barisan tanaman pada setiap kali tanam dapat mengurangi dosis pemberiannya menjadi antara 500-1000 kg/ha. Pemakaian dolomit CaMg atau (CO3)2 juga dapat menjawab permasalahan pH dan defisiensi unsur hara. Keuntungannya adalah selain adanya unsur Ca juga terdapat unsur Mg yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pembentukan klorofil. Dosis pupuk untuk kacang tanah adalah Urea 75 kg/ha, SP36 75 kg dan KCl 75 kg/ha, sedangkan untuk tanaman jagung ditambahkan pupuk urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg dan KCl 100 kg/ha.
21
3.5. Pelaksanaan Pelaksanaan Kegiatan adalah sebagai berikut: (1). Pupuk kandang dan kapur diaplikasikan bersamaan dengan waktu olah tanah atau pada saat tanam (2). Kacang tanah ditanam 7-10 hari lebih dulu dari jagung. Strip-Intrecropping diaplikasikan dalam percobaan lapang. Dua jalur jagung diikuti dengan 8 jalur kacang tanah. Jarak tanam untuk kacang tanah adalah 40 x 15 cm, sedangkan jagung 40 x 40 cm.
(3).
Pupuk diberikan sesuai dosis. Semua pupuk pada tanaman kacang tanah diberikan pada saat tanaman berumur 10-15 hari, dalam alur 5 – 7 cm dari baris tanaman kemudian ditutup tanah. Untuk jagung, semua dosis P dan K, serta 1/3 dosis N diberikan pada saat tanaman berumur 10-15 hari, 2/3 dosis N pada umur 35-40 hari. 3.6. Plot Tumpangsari Jagung Dan Kacang Tanah X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
X
X X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X √
X
√ √ √ √ √ √
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
X
X X X
Keterangan: X = kacang tanah (40 x 15 cm) √= jagung ( 40 x 40 cm) 3.7. Parameter yang Diukur 1. Dominansi jenis gulma pada saat sebelum pembersihan lahan. 2. Parameter tanaman Jagung yang diamati adalah komponen pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, persen pertumbuhan), komponen hasil (jagung : panjang tongkol, lingkar tongkol, berat 1000 biji, hasil t/ha 22
kacang tanah:
jumlah polong/tan, jumlah biji/polong, jumlah polong/tanaman, polong rusak, berat 1000 biji, hasil t/ha). 3. Sifat fisik dan kimia tanah pada saat sebelum tanam dan setelah panen meliputi analisa unsur makro dan mikro tanah (N, P, K, Ca, Mg, Na, C-Organik, pH, P dan K Potensial, Tekstur, Al-dd dan H-dd) 4. Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) dihitung dengan penentuan hasil relatif dari tiap tanaman yang ditumpangsarikan dengan hasil tanaman tersebut secara monokultur (Whigham dan Bharati, 1983) Ia Ib NKL= --- + ----Sa Sb (I = intercrop yield; S= sole-crop yield; a dan b= component crop) 5. Analisis usaha tani dihitung berdasarkan produksi (hasil), harga input produksi, harga output, jumlah produk sampingan, harga produk sampingan, dll. 3.8. Analisis Data Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Least Significant Different (LSD) (Gomez dan Gomez, 1984). Data farm record keeping ditabulasi dan dianalisis dengan analisis finansial sederhana B/C ataupun R/C ratio.
23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Koordinasi Internal dan Antar Instansi Koordinasi internal dilaksanakan secara rutin dalam bentuk pertemuan tim dalam perencanaan kegiatan Pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah. Dalam pertemuan rutin yang dilaksanakan tiap bulannya dibahas mengenai kemajuan kegiatan, hambatan dan kendala pada pelaksanaan kegiatan, tingkat serapan dana, pencapaian dan rencana tindak lanjut pada kegiatan. Koordinasi antar instansi terkait di tingkat Kabupaten dilaksanakan dalam bentuk kunjungan dan pemaparan maksud kegiatan kepada stakeholders (Dinas Pertanian dan Badan Pelaksana Penyuluhan wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah). Koordinasi dengan dinas terkait ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi, memperoleh informasi mengenai kondisi agroekosistem wilayah pengkajian, dan juga ketersediaan sarana produksi yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pengkajian. 4.2. Dominansi Jenis Gulma Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak diharapkan. Gulma termasuk dalam organisme pengganggu tanaman (OPT). Identifikasi gulma awal perlu dilakukan untuk menentukan tindakan pengendalian. Masalah utama pengelolaan tanaman di lahan kering adalah ketersediaan air yang tidak menentu dan gangguan gulma. Gulma pada pertanaman kacang tanah dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan hasil. Penurunan hasil kacang tanah akibat gulma dapat mencapai sekitar 47 % (Moenandie et al. 1996), sedangkan pada jagung mencapai 39.8 % (Bangun et al. 1997). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan populasi gulma agar tidak mengganggu tanaman dan menurunkan hasil. Setiap tanaman memiliki waktu kritis berbeda-beda terhadap gangguan gulma. Menurut Zindani dalam Jatmiko et al. (2002), tanaman kacang tanah mengalami masa kritis minimal 42 hari perta,a daur hidupnya dan jagung mengalami masa kritis minimal 21 hari pertama daur hidupnya. A Identifikasi dominansi gulma awal pada lahan petani kooperator dapat dilihat pada Tabel 1.
24
Tabel 1. Identifikasi dominansi gulma awal No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Gulma Polygonum Axonus compresus Cynodum doctylow Poa annua Fallopia convolvulus Mimosa Pudicalinn Chrysopogon acicilatus Cyrtococcum accresiens
Dominansi (%) 13.33 6.67 13.33 20.10 13.33 13.33 13.33 6.67
Gulma yang dominan adalah poa annua yang merupakan salah satu keluarga rumputan yang berumur pendek, ditemukan pada berbagai macam tipe lahan, berbunga sepanjang tahun (tabel 1). Tanaman ini dikenal sebagai gulma tahunan yang sering ditemukan pada lahan terbengkalai maupun lahan pertanian. Gulma ini cukup sulit dikontrol karena tanaman ini akan menghasilkan beberapa ratus benih dalam satu musim dan benihnya dapat menjadi dorman selama beberapa tahun sebelum berkecambah. Karakteristik untuk mengenali tanaman ini adalah batangnya yang menjulur tinggi daripada keluarga rumputan lainnya. Salah satu metode pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan herbisida pra tumbuh untuk mencegah benih berkecambah. Cara lain adalah dengan penggunaan herbisida yang selektif terhadap poa annua maupun penggunaan herbisida berspektrum luas. Alternatif pengendalian gulma secara umum dapat dilakukan melalui cara kimia, mekanik dan juga kultur teknik. Cara kimia lebih diarahkan pada kepemilikan lahan luas. Cara yang paling banyak dilakukan petani adalah cara mekanik dan kultur teknis, karena kepemilikan lahan relatif sempit. 4. 3. Sistem Tumpang Sari Jagung dan Kacang Tanah 4.3.1 Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) Dihitung
dengan
penentuan
hasil
relatif
dari
tiap
tanaman
yang
ditumpangsarikan dengan hasil tanaman tersebut secara monokultur (Whigham dan Bharati, 1983)
25
Ia Ib LER= --- + ----Sa Sb (I = intercrop yield; S= sole-crop yield; a dan b= component crop) Tumpang sari merupakan salah satu bentuk dari program intensifikasi pertanian alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal. Keuntungan pola tanam tumpangsari selain diperoleh frekuensi panen lebih dari satu kali dalam satu tahun, juga berfungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Pola tanam tumpangsari dalam implementasinya harus dipilih dua atau lebih tanaman yang cocok sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu yang seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif sekecil-kecilnya (Prajitno, 1988). Francis (1986) menyatakan bahwa tingkat produktivitas tanaman tumpangsari lebih tinggi dengan keuntungan panen 20 – 60 % dibandingkan pola tanam monokultur. Untuk mengevaluasi keuntungan atau kerugian yang ditimbulkan dari pola tanam tumpangsari dengan monokultur dapat dihitung dari Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Nilai NKL ini menggambarkan suatu areal yang dibutuhkan untuk total produksi monokultur yang setara dengan satu ha produksi tumpang sari. Tabel 2. Nilai rata-rata hasil perhitungan keseluruhan NKL tanaman kacang tanah dan jagung No
Kombinasi Perlakuan
1.
Tumpang sari jagung dan talam
2.
Tumpang sari jagung dan tuban
3.
Tumpang sari jagung dan kancil
4.
Tumpang sari jagung dan lokal
NKL 1.99 2.54 1.94 1.77
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa NKL tertinggi terdapat pada kombinasi tumpangsari jagung dengan kacang tanah varietas Tuban yakni sebesar 2.54 artinya NKL>1 ini menunjukkan bahwa perlakuan tumpangsari jagung dengan varietas Tuban memberikan hasil tertinggi dibandingkan tumpangsari dengan varietas lainnya. Menurut Tharir dan Hadmadi (1984), tanaman yang sesuai untuk dimasukkan dalam pola tumpang sari adalah tanaman tipe pendek, mahkota daun kecil, tidak banyak cabang, umur genjah dan tahunan, tahan serangan hama dan penyakit, hasil tinggi. 26
4.3.2. Pertumbuhan Vegetatif Kacang Tanah Di samping pemilihan varietas, sistem tumpangsari juga diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan lahan. Tumpangsari (intercropping) adalah penanaman dua atau lebih komoditas tanaman secara simultan pada lahan yang sama (Whigham dan Bharati, 1983). Kacang tanah merupakan tanaman yang memiliki daya adaptasi luas, dapat tumbh di lahan kering, lahan sawah maupun lahan bukaan baru/marjinal (Adisarwanto et al., 1996). Luas panen dan produksi kacang tanah terus meningkat setiap tahunnya. Minat petani yang terus meningkat dalam budidaya kacang tanah harus disertai dengan penyediaan teknologi, diantaranya varietas unggul yang sesuai dengan lingkungan dan permintaan pasar. Pada penanaman tumpangsari jagung dan kacang tanah kali ini digunakan varietas yang tahan cekaman pada lahan kering masam yakni varietas Talam, Tuban dan Kancil yang diperoleh dari Balai Penelitian Kacang dan Tanaman Umbi-umbian dengan pembandingnya varietas lokal. Sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan. Hasil penelitian Hoof dalam Ardisarwanto et al. (1993) menginformasikan bahwa sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah di Jawa Timur dengan populasi kacang tanah 95 % dan jagung 53 % dari populasi tunggalnya menghasilkan rata-rata polong kacang tanah sebesar 80% dan jagung 43 % dari pertanaman tunggalnya. Tabel 3. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah, MK 2014 Varietas Talam Tuban Kancil Lokal
28 HST 15.76a 15.75a 16.49a 12.72a
Tinggi Tanaman (cm) 42 HST 56 HST 84 HST 22.83a 36.24a 48.37ab 22.02a 37.19a 48.96a 23.33a 35.68a 42.25bc 18.09b 29.73b 39.96c
28 HST 6.20a 6.22a 6.34a 6.19a
Jumlah Cabang/rumpun 42 HST 56 HST 84 HST 7.26bc 7.53a 7.81a 6.70c 7.70a 7.57a 7.67ab 7.36a 7.19a 8.04a 9.17a 8.30a
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan (28-42 HST) semua varietas mempunyai tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28 HST tinggi tanaman berkisar antara 12.72 cm-16.49 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman berkisar antara 18.09-23.33 cm. Memasuki fase generatif pada umur tanaman 56 HST ketinggian tanaman antar varietas menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas lokal mempunyai tinggi tanaman yang paling rendah (29.73 cm) dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil dan Tuban yang memiliki ketinggian 27
tanaman berkisar antara 35.68-37.19 cm. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, varietas Tuban (48.96 cm) dan Talam (48.37 cm) mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Kancil (42.25 cm) dan Lokal (39.96 cm). Tinggi tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (tanah dan iklim) dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan (28-42 HST) semua varietas mempunyai jumlah cabang/rumpun yang hampir sama. Pada umur 28 HST jumlah cabang/rumpun berkisar antara 6.19-6.34. Pada umur tanaman 42 HST jumlah cabang/rumpun berkisar antara 6.70-8.04 cm. Memasuki fase generatif pada umur tanaman 56 HST jumlah cabang/rumpun antar varietas menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas lokal mempunyai jumlah cabang/rumpun yang paling banyak (9.17) dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil dan Tuban yang memiliki jumlah cabang/rumpun antara (7.36-7.70). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, varietas Lokal (8.30) dan Talam (7.81) mempunyai jumlah cabang/tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas Kancil (7.19) dan Tuban (7.57). Jumlah cabang/tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (tanah dan iklim). 4.3.3. Pertumbuhan Generatif Kacang Tanah Komponen hasil kacang tanah pada semua varietas menunjukkan bahwa berat segar berangkasan yang relatif sama berkisar antara 28.99-36.22 gram/rumpun, sedangkan berat kering berangkasan setelah dijemur kurang lebih 3 hari menunjukkan perbedaan yang signifikat, berat kering berangkasan pada varietas Talam 18.74 gr/rumpun, sedangkan pada ketiga varietas lainnya berkisar antara 16.20-16.39 gram/rumpun. Tabel 4. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014 Perlakuan Talam Tuban Kancil Lokal
B. segar berangkasan (gr/rumpun) 36.22a 35.30a 32.46a 28.99a
Berat kering berangkasan (g/rumpun) 18.74a 16.20b 16.39b 16.20b
Berat segar polong (gr/rumpun) 29.98a 28.37a 31.52a 26.51a
28
Berat kering polong (gr/rumpun) 18.76a 18.76a 23.64a 18.92a
Jumlah polong/ rumpun 18.44b 20.13b 24.62a 18.47b
% polong rusak 26.30a 15.13b 14.79b 22.54a
Pada semua varietas kacang tanah, berat segar polong berkisar antara 26.51-31.52 gram/rumpun, sadangkan berat kering polong didominansi oleh varietas Kancil dengan berat 23.64 gram/rumpun. Banyaknya jumlah polong/rumpun juga didominasi oleh varietas Kancil dengan jumlah polong sebanyak 24.62 buah /rumpub diikuti oleh varietas Tuban, Lokal dan Talam. Pada persentase polong yang rusak didominansi oleh varietas Talam dengan 26.30 persen dan persentase paling kecil kerusakan pada polong terdapat pada varietas Kancil dengan persentase kerusakan polong sebesar 14.79 persen. Varietas Kancil memiliki persentase kerusakan polong karena memiliki ketahanan terhadap penyakit layu, toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus serta toleran terhadap klorosis. Pada komponen hasil jumlah biji/rumpun terlihat bahwa varietas Lokal memiliki jumlah biji paling banyak denga jumlah 33.69 biji/rumpun dibandingkan varietas lainnya namun untuk berat 1000 butir didominasi oleh varieta Talam dengan berat 510.60 gram/rumpun. Meskipun varietas Lokal memiliki jumlah biji/rumpun lebih banyak dibandingkan varietas Talam, namun varietas talam memiliki ukuran butir yang lebih besar dibandingkan varietas Lokal sehingga berat 1000 butir lebih didominasi oleh varietas Talam. Untuk komponen hasil berat kering polong terbesar didominasi oleh varietas Tuban dengan jumlah hasil polong kering 2.53 t/ha diikuti oleh varietas Talam (2.24 t/ha), Kancil (2.07 t/ha) dan Varietas Lokal 1.92 t/ha. Untuk indeks panen terbesar terdapat pada varietas kancil sebesar 49.88 persen diikuti oleh varietas Tuban, Talam dan Lokal. Tabel 5. Data komponen hasil kacang tanah sistem tumpangsari , MK 2014 Perlakuan Talam Tuban Kancil Lokal
Jumlah biji/rumpun 25.44a 27.38a 25.14a 33.69a
Berat 1000 butir (gr) 510.60a 499.75a 491.20a 434.8a
Hasil (t/ha) 2.24a 2.53a 2.07a 1.92a
Indeks Panen (%) 46.24a 46.43a 49.88a 42.17a
Analisis keunggulan komparatif menunjukkan bahwa produktivitas kacang tanah 0.78 ton/ha polong kering sudah memperoleh keuntungan sama dengan tanaman lainnya di lahan kering masam (Astanto Kasno et al., 2013). Tinggi tanaman, 29
persentase polong rusak, berat kering berangksan dan berat kering polong serta jumlah polong pertanaman berkaitan erat dengan kapasitas hasil. 4.3.3 Pertumbuhan Vegetatif Jagung Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan (28-42 HST) semua tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan keempat varietas kacang tanah mempunyai persen pertumbuhan dan tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28 HST persentase pertumbuhan berkisar antara 90.50-96.40 pada semua dan tinggi tanaman berkisar antara 34.22 cm-36.74 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman menunjukkan perbedaan yang cukup nyata dengan tinggi tanaman jagung tertinggi terdapat pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Lokal yakni 108.83 cm. Memasuki fase generatif pada umur tanaman 56 HST ketinggian tanaman antar perlakuan tumpangsari varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dan tanaman jagung tidak menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang baik setelah 56 HST.
Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan, yakni kondisi
kekeringan pada lahan kering masam pada umur tanaman 42 HST dan fase awal generatif 56 HST. Tinggi tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (tanah dan iklim) dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman. Tabel 6. Data pertumbuhan vegetatif jagung Perlakuan Tumpangsari
%
Tinggi tanaman
Tumbuh
14HST
28HST
56HST
Jagung denganTalam
96.40a
36.74a
95.33a
104.80a
Jagung denganTuban
90.50a
35.72a
102.46a
115.86a
Jagung dengan Kancil
94.10a
34.22a
89.60a
105.80a
Jagung dengan Lokal
94.80a
36.08a
108.83a
122.60a
Pada tabel 5 dapat dijelaskan bahwa persen pertumbuhan jagung cukup baik pada awalnya namun pada pertumbuhan 56HST hingga panen tidak nampak pertumbuhan tinggi yang baik pada tanaman jagung. Pada lingkungan seleksi yang memiliki kejenuhan Al sedang, jagung memberikan tanggap tanaman lebih tinggi, sebaliknya pada lahan kering masam yang memiliki kejenuhan Al rendah, tanaman 30
memberikan respon yang kurang baik, selain itu juga disebabkan kurangnya curah hujan di daerah tersebut pada saat penanaman memasuki 56 HST. 4.3.4. Pertumbuhan Generatif Jagung Pada pertumbuhan generatif jagung menunjukkan bahwa panjang tongkol pada tanaman jagun yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas Talam sebesar 12.54 cm. Panjang tongkol ini relatif kecil dibandingkan panjang tongkol tanaman jagung pada umumnya dikarenakan hasil yang diperoleh tidak maksimal karena kondisi lingkungan lahan kering masam yang kekeringan pada saat memasuki fase generatif. Untuk diameter tongkol jagung terbesar terdapat pada tanamana jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Tuban sebesar 3.45 cm. Tabel 7. Data pertumbuhan generatif jagung Perlakuan Tumpangsari Jagung Jagung Jagung Jagung
denganTalam denganTuban dengan Kancil dengan Lokal
Panjang Tongkol (cm)
Diamater (cm)
Berat 1000 butir (gr)
Berat kering (t/ha)
12.20ab 12.54a 12.25ab 11.79b
3.34a 3.45a 3.36a 3.34a
208.40a 197.99a 204.16a 193.63a
1.84b 2.35a 1.83b 1.78b
Untuk berat 1000 butir pada tanaman jagung didominasi oleh tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Talam sebesar 208.40 gram dan komponen berat kering jagung pada tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Tuban menunjukkan hasil 2.35 t/ha diikuti oleh tanaman jagung yang ditumpangsarikan dengan varietas Talam (1.84 t/ha), Kancil (1.83 t/ha) dan Lokal (1.78 t/ha). Tanaman jagung (Zea Mays L) sudah lama diusahakan oleh petani di Indonesia dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan jagung dalam negeri selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan akan jagung disebabkan banyaknya permintaan untuk pakan, pangan dan industri. Sebagai tanaman palawija, jagung cocok diusahakan dalam sistem tanam tumpangsari karena memiliki sifat fisiologi dan anatomis yang sesuai diusahakn untuk sistem tumpangsari. Varietas jagung yang digunakan adalah varietas hibrida dengan sifat toleran pada pH rendah. Hal ini diperlukan karena umumnya tumpangsari jagung dan kacang tanah 31
ini ditanam pada tanah PMK yang miskin akan hara dan tinggi akan AL dan Fe yang dapat menghambat pertumbuahn dan produksi tanaman. Untuk sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah yang dilakukan di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelepa ini menunjukkan hasil yang kurang maksimal dengan hasil produksi jagung yang ditumpangsarikan dengan kacang tanah varietas tuban sekita 3.92 ton/ha. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan yang terlalu kering dan kurangnya sumber air pada lokasi pengkajian.
4.4 Efektifitas Pemberian Amelioran Setiap jenis tanaman mempunyai potensi hasil yang optimal yang dapat dicapai apabila lingkungan tumbuh sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut. Tanah dan iklim
merupakan
faktor
alam
yang
sangat
menentukan
keberhasilan
usaha
tumpangsari. Sifat tanah yang sangat penting untuk diketahui adalah kesuburan fisik dan kimia. Sedangkan faktor iklim yang paling penting adalah curah hujan dan hari hujan. Curah hujan dan hari hujan sangat bervariasi. Pemuliaan tanaman adaptif dan pada lahan masam diperlukan jika masalah kemasaman tanah dan kejenuhan Al terjadi pada lapisan dalam (subsoil). Bila masalah tersebut terjadi pada lapisan atas, relative lebih murah diatasi dengan ameliorasi (Hairiah et al., 2000, Witcombe et al., 2013, Dalovic et al., 2010) Beberapa permasalahan umum dari tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi (pH rata-rata < 4,5), kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan penambahan bahan organik. Penambahan amelioran (kapur dan bahan organik), secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada lahan Ultisol.
32
Tabel 8. Hasil analisa tanah awal dan akhir Jenis Analisa Kadar Air (%) pH H2O C-Organik (%) N-Total (%) P-Bray I (ppm) K-dd (me/100 gr) Na (me/100gr) Ca (me/100gr) Mg (me/100gr) KTK (me/100gr) Al-dd Kejenuhan basa
Analisa Tanah Awal 5.8 5.9 4.04 0.30 13.13 0.21 0.30 0.88 1.42 21.67 1.64 12.96
Keterangan Agak masam Tinggi Sedang Tinggi Rendah Rendah Sangat rendah Sedang Sedang Sangat rendah -
Analisa Tanah Akhir 3.8 6.01 1.90 0.23 3.54
Agak masam Rendah Sedang Sangat rendah
0.72 0.19 0.68 0.89 17.50 1.10 14.17
Tinggi Rendah Sangat rendah Rendah Sedang Rendah -
Keterangan
Kacang tanah merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada kisaran pH tanah 5.3-6.6 (Henry, 1995).Pada umumnya jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) yang merupakan lapisan atas (topsoil) antara 5 – 15 cm miskin akan bahan organic, miskin unsure hara N, P, K, Ca, Mg, keasaman tinggi (pH rendah), karena kadar aluminium (Al) dan besi (Fe) dalam tanah tinggi, adanya lapisan krokos dalam tanah kedalaman dan ketebalan beragam yang sangat menghambat pertumbuhan akar tanaman. Untuk meningkatkan kesuburaan tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) pada sistem tanaman tumpangsari, maka diperlukan penambahan unsure hara yang cukup banyak. Cara peningkatan pH tanah yang sudah lazim dilakukan adalah pengapuran dengan kapur pertanian atau kaptan (CaCO3) dengan jumlah yang dibutuhkan bergantung pada pH awal tanah dan tekstur tanah. Pada tabel 7 terlihat kondisi awal lahan kering masam memiliki nilai pH 5.9 (agak masam). Keuntungan pengapuran tergantung pada kondisi tanah dan tanaman. Secara umum pemberian kapur ke tanah dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah. Bila ditinjau dari sudut kimia, maka tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman tanah dan meningkatkan atau menurunkan ketersediaan unsu-unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Malherbe,1965). Kandungan unsure hara makro C-Organik 4.04 (tinggi), Ntotal 0.30 (sedang), P-Bray 13.13 (tinggi), dan kandungan K-dd 0.21 (rendah). Nitrogen merupakan penyusun setiap sel hidup, karenanya terdapat pada seluruh bagian tanaman. Unsur ini juga merupakan bagian dari penyusun enzim dan molekul 33
klorofil. Umumnya kadar kalium tanah jauh lebih banyak dari fospor, namun untuk lahan kering masam spesifik Bengkulu ini, kandungan fosfor lebih tinggi daripada kandungan kalium, dikarenakan lahan kering masam berada di daerah dekat pantai, banyak terdapat endapan batuan dari sekitar pantai yang menyebabkan kandungan fosfor lebih tinggi. Untuk kandungan Na 0.30 (rendah), Ca 0.88 (sangat rendah), Mg 1.42 (sedang), KTK 21.67 (sedang) dan kandungan Al 1.64 (sangat rendah). Kadar magnesium kadang-kadang ditemukan lebih tinggi dari kalsium tetapi jumlah yang tersedia selalu sedikit, oleh karena itu kekurangan magnesium dapat diatasi dengan pengapuran. Pada fase akhir setelah panen, tanah lahan kering masam kembali diambil untuk mengetahu kandungan unsure hara tanah akhir. Pada tabel 7 terlihat kondisi awal lahan kering masam memiliki nilai pH 6.01 (agak masam). Kandungan unsur hara makro C-Organik 1.90 (rendah), N-total 0.23 (sedang), P-Bray 3.54 (sangat rendah), dan kandungan K-dd 0.72 (tinggi). Untuk kandungan Na 0.19 (rendah), Ca 0.68 (sangat rendah), Mg 0.89 (rendah), KTK 17.50 (sedang) dan kandungan Al 1.10 (rendah). Oleh karena itu untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman akan unsure hara makro, perlu ditambahkan pupuk untuk mencukupi kebutuhan Nitrogen, Fosfor dan Kalium. (Nurhajati Hakim, 1986). Kacang tanah merupakan tanaman legume yang daoat bersimbiosis dengan rhizobium sehingga mampu mengikat Nitrogen bebas di udara dan membenuk bintil akar yang dapat menyuburkan tanah.
34
Tabel 9.
Data hari hujan dan curah hujan kabupaten Bengkulu Tengah (BP3K Talang Pauh, 2014)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Tahun 2011 Curah Hari Hujan Hujan Mm 16 372 9 169 4 162 11 243 14 160 18 408 15 207 13 351 8 157 17 920 19 462 24 960
Tahun 2012 Curah Hari Hujan Hujan Mm 6 117 6 116 5 118 7 120 10 124 10 130 12 137 11 146 12 152 10 265 18 262.5 25 358.5
Tahun 2013 Curah Hari Hujan Hujan Mm 27 387 22 242.5 20 266.5 23 353.5 25 713.5 19 470 25 419.5 21 339 25 688.5 19 449.5 25 832 25 524
Tahun 2014 Curah Hari Hujan Hujan Mm 24 691.5 14 260.5 20 440.5 25 1043 20 547 11 120.5 12 179 16 454 8 124 -
Pada tabel 8 dapat dilihat terdapat ritme yang menarik antara tahun ganjil dan tahun genap berdasarkan jumlah hari hujan dan jumlah curah hujan. Pada tahun ganjil yakni tahun 2011 dan tahun 2013 curah hujan dan hari hujan yang tinggi terdapat pada bulan Juni hingga September, sedangkan pada tahun genap yakni tahun 2012 dan tahun 2014, curah hujan dan hari hujan pada bulan Juni hingga September kurang, sehingga untuk penanaman berikutnya disarankan pada tahun 2014 pada bulan Oktober disaat musim penghujan atau ditahun berikutnya tahun ganjil 2015 pada bulan Juni hingga September.
35
Tabel 10. Data pertumbuhan vegetatif kacang tanah sistem tanam monokultur Perlakuan Talam+ Amelioran Tuban+ Amelioran Kancil+ Amelioran Lokal + Amelioran Talam tanpa Amelioran Tuban tanpa Amelioran Kancil tanpa Amelioran Lokal tanpa Amelioran
Tinggi Tanaman (cm) 28 HST 42 HST 56 HST 84 HST
Jumlah Cabang/rumpun 28 HST 42 HST 56 HST 84 HST
11.80a
24.96a
39.80a
44.16a
5.92a
7.72a
8.60a
8.20a
9.40ab
24.56a
40.50a
44.48a
7.36a
7.52a
9.00a
7.84a
11.50a
23.70ab
35.95 b
38.80a
7.52a
7.60a
7.85a
7.44a
8.26b
20.00b
32.10b
35.49a
11.8a
8.40a
9.0oa
7.40a
14.80a
25.74ab
39.25a
44.68a
6.20a
6.36a
6.70a
6.64b
14.96a
28.22a
38.85a
45.28a
6.80a
7.48a
7.45a
8.32a
13.94a
24.36bc
28.90a
37.36b
6.36a
7.16a
6.95a
7.00ab
11.44a
22.18c
31.15a
36.84a
6.24a
7.44a
6.85a
7.68ab
Pada penanaman kacang tanah dengan sistem tanam monokultur dilakukan penanaman dengan pemberian amelioran dan tanpa penambahan amelioran. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan (28-42 HST) semua varietas mempunyai tinggi tanaman yang hampir sama. Pada umur 28 HST tinggi tanaman berkisar antara 9.40 cm-14.96 cm. Pada umur tanaman 42 HST tinggi tanaman berkisar antara 20.00-28.22 cm.
Memasuki fase generatif pada umur
tanaman 56 HST ketinggian tanaman antar varietas menunjukkan perbedaan yang nyata pada penambahan amelioran dengan tinggi tanaman terbesar pada varietas Tuban dengan tinggi tanaman 40.50 cm, dan pada perlakuan tanpa penambahan amelioran tinggi tanaman juga didominasi pada varietas Tuban dengan tinggi tanaman 39.25 cm. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan tanaman jagung dengan pemberian amelioran, varietas Tuban (44.48 cm) mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Talam (44.16 cm), Kancil (38.80 cm) dan Lokal (35.49 cm). Sedangkan hasil pengkajian pada akhir pertumbuhan tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran, varietas Tuban (45.28 cm) mempunyai tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Talam (44.68 cm),
Kancil (37.36 cm) dan Lokal (36.84 cm). Tinggi tanaman
merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (tanah dan iklim) 36
dan juga dipengaruhi oleh penyiangan gulma. Penyiangan gulma yang sering dilakukan memberikan tanggapan postif terhadap tinggi tanaman. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada awal fase pertumbuhan 28 HST, jumlah cabang per tumpun tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran terbesar pada varietas Lokal (11.8) dibandingkan dengan varietas lainnya.Sementara pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran menunjukkan jumlah cabang per rumpun yang hampir sama berkisar antara 6.20-6.80. Pada umur tanaman 42 HST jumlah cabang/rumpun pada tanaman dengan penambahan amelioran berkisar antara 7.52-8.40 cm, sedangkan jumlah cabang/rumpun pada tanaman tanpa penambahan amelioran berkisar antara 6.36-7.48 cm .
Memasuki fase generatif pada umur
tanaman 56 HST jumlah cabang/rumpun antar varietas pada pemberian amelioran menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas Tuban dan Lokal mempunyai jumlah cabang/rumpun yang paling banyak 9.00 dibandingkan dengan varietas Talam dan Kancil, sedangkan pada tanaman kacang tanah pemberian amelioran varietas Tuban memiliki jumlah cabang per rumpun terbanyak sebesar 7.45 dibandingkan varietas lainnya . Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pada akhir pertumbuhan, jumlah cabang/rumpun antar varietas pada pemberian amelioran menunjukkan perbedaan yang nyata, varietas Tuban mempunyai jumlah cabang/rumpun yang paling banyak 8.20 dibandingkan dengan varietas Talam, Kancil, dan Lokal, sedangkan pada tanaman kacang tanah pemberian amelioran varietas Tuban juga memiliki jumlah cabang per rumpun
terbanyak
sebesar
8.32
dibandingkan
varietas
lainnya
.
Jumlah
cabang/tanaman merupakan faktor penting yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (tanah dan iklim). Pada tabel 9 terlihat bahwa tinggi tanaman dan jumlah cabang per rumpun pada perlakuan pemberian amelioran dan tanpa pemberian amelioran tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, hal ini dikarenakan kondisi curah hujan yang sedikit pada fase generatif, sehingga amelioran yang diberikan ke tanah tidak disera sempurna oleh tanaman.
37
Tabel 11. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014 Perlakuan
B. segar berangkasan (gr/rumpun)
Berat kering berangkasan (g/rumpun)
Berat basah polong (gr/rumpun)
Berat kering polong (gr/rumpun)
Jumlah polong/ rumpun
% polong rusak
Talam+ Amelioran Tuban+ Amelioran Kancil+ Amelioran Lokal + Amelioran Talam tanpa Amelioran Tuban tanpa Amelioran Kancil tanpa Amelioran Lokal tanpa Amelioran
34.20ab
1 8.07ab
27.46a
19.64a
18.20a
18.69a
37.97a
20.10a
27.45a
21.02a
20.15a
22.71a
24.33b
14.12b
27.29a
18.52a
15.25a
16.96a
27.54ab
13.55b
27.86a
21.71a
20.65a
21.36a
32.81a
14.04a
23.57a
18.64a
16.40b
27.21a
33.21a
17.61a
25.68a
15.72a
24.09a
24.37a
22.57a
13.84a
23.98a
17.79a
16.88b
19.77a
25.74a
15.92a
25.02a
19.70a
19.96ab
23.74a
Komponen hasil kacang tanah pada pemberian amelioran , varietas Tuban menunjukkan berat segar berangkasan terbesar sebesar 37.97 gram/rumpun dibandingkan varietas lainnya, sedangkan pada tanaman tanpa pemberian amelioran, berat segar berangkasan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berat kering berangkasan setelah dijemur kurang lebih 3 hari pada tanaman kacang tanah dengan pemberian
amelioran
menunjukkan
perbedaan
yang
signifikat,
berat
kering
berangkasan terbesar pada varietas Tuban 20.10 gr/rumpun, sedangkan pada ketiga varietas lainnya berkisar antara 13.55-18.07 gram/rumpun. Pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran, varietas kacang tanah memiliki berat segar polong berkisar antara 27.29-27.86 gram/rumpun, sedangkan pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran/rumpun, varietas kacang tanah memiliki berat segar polong berkisar antara 23.57-25.68 gram/rumpun. Pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran, varietas kacang tanah memiliki berat kering polong berkisar antara 19.64-21.71 gram/rumpun, sedangkan pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran/rumpun, varietas kacang tanah memiliki berat kering polong berkisar antara 15.72-19.70 gram. Banyaknya jumlah polong/rumpun pada tanaman kacang tanah dengan pemberian amelioran didominasi oleh varietas Tuban (20.15) dan varietas Lokal (20.65). Sedangkan 38
banyaknya jumlah polong/rumpun pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian amelioran didominasi oleh varietas Tuban (24.09) Pada persentase polong yang rusak didominansi oleh varietas Tuban dan Lokal dengan 22.71 dan 21.36 persen dan persentase paling kecil kerusakan pada polong terdapat pada varietas Talam dan Kancil dengan persentase kerusakan polong sebesar 18.69 dan 16.96 persen. Varietas Kancil memiliki persentase kerusakan polong yang kecil karena memiliki ketahanan terhadap penyakit layu, toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus serta toleran terhadap klorosis. Tabel 12. Data komponen hasil kacang tanah sistem monokultur , MK 2014 Perlakuan Talam+ Amelioran Tuban+ Amelioran Kancil+ Amelioran Lokal + Amelioran Talam tanpa Amelioran Tuban tanpa Amelioran Kancil tanpa Amelioran Lokal tanpa Amelioran
Jumlah biji/rumpun 24.62a
Berat 1000 butir (gr) 511.40ab
Hasil (t/ha) 2.03a
Indeks Panen
28.12a
473.00ab
1.76a
48.64a
14.08a
536.00a
1.89a
47.51a
27.98a
384.60b
1.70a
41.04a
19.49b
512.30a
1.87a
43.41b
34.85a
507.00a
2.17a
56.04a
26.18ab
536.20a
2.17a
44.25b
33.56a
454.92b
1.82a
45.98b
51.31a
Pada komponen hasil jumlah biji/rumpun terlihat bahwa pada penanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah biji paling banyak dengan jumlah 28.12 biji/rumpun, begitu juga dengan jumlah biji/rumpun pada penanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant, varietas Tuban memiliki jumlah biji paling banyak dengan jumlah 34.85 biji/rumpun dibandingkan varietas lainnya. Untuk berat 1000 butir pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan tanpa pemberian ameliorant didominasi oleh varietas Kancil dengan berat 536.00 dan 536.200 gram. Untuk komponen hasil berat kering polong terbesar pada tanaman 39
kacang tanah dengan pemberian ameliorant dan tanpa pemberian ameliorant didominasi oleh varietas Kancil dengan jumlah hasil polong kering 1.89 t/ha dan 2.17 t/ha. Untuk indeks panen terbesar pada tanaman kacang tanah dengan pemberian ameliorant terdapat pada varietas talam sebesar 51.31 persen sedangkan pada tanaman kacang tanah tanpa pemberian ameliorant terdapat pada varietas tuban sebesar 56.04 persen. Pada tabel 11 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antar penanaman kacang tanah pada sistem monokultur yang diberi penambahan ameliorant maupun yang tidak diberikan penambahan amelioran. Hal ini disebabkan karena kurangnya curah hujan pada waktu penanaman dan tidak tersedianya sumber air yang cukup menyebabkan dolomite yang diberikan ke tanah tidak terserap sempurna. Kurangnya ketersediaan air ini menyebabkan indeks pertanaman di lahan kering relative masih rendah. Saat ini memang belum banyak yang dapat dilakukan petani, bahkan peran pemerintah untuk penyediaan irigasi di lahan kering masam masih belum terlihat. Dapat disimpulkan bahwa tujuan pengapuran untuk menaikkan pH menjadi ph netral pada lahan kering masam wilayah beriklim sedang ternyata tidak dapat diterapkan di daerah tropic. Pemberian kapur demikian di daerah tropic sering kali mengganggu produksi, karena itu mengapur tanah tropic mendekati netral tidak diperlukan. Tujuan pengapuran pada tanah masam di wilayah tropic sebaiknya ditujukan untuk meniadakan pengaruh racun dari aluminium (Al) dan menyediakan hara kalsium (ca) bagi tanaman (Nurhajati, 1986). 4.5 Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Lahan Dan Keuntungan Usaha Tani Secara Tumpangsari Keuntungan dalam usahatani kacang tanah dengan sistem monokultur adalah selisih antara besarnya penerimaan usahatani dengan besarnya biaya yang digunakan dalam usahatani dengan sistem monokultur. Selanjutnya keuntungan dalam usahatani dengan tumpangsari kacang tanah dan jagung adalah selisih antara penerimaan ushatani dengan biaya yang digunakan dalam usahatani dengan tumpangsari yang dilakukan.
40
Biaya usahatani yang digunakan dalam usahatani baik dengan sistem monokultur maupun tumpangsari merupakan biaya tunai yang digunakan dalam usahatani. Biaya usahatani yang digunakan dalam usahatani monokultur kacang tanah terdiri dari biaya pengolahan lahan, biaya penanaman, biaya pemupukan, biaya pemeliharaan, biaya pengendalian hama dan penyakit, biaya pemanenan dan biaya pengeringan. Sedangkan biaya usaha tani yang digunakan dalam usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung terdiri dari biaya pengolahan lahan, biaya penanaman, biaya pemupukan, biaya pemeliharaan, biaya pengendalian hama dan penyakit, biaya pemanenan, biaya pengeringan dan biaya pemipilan jagung. Dari pelaksanaan kegiatan pemanfaatan teknologi tumpangsari kacang tanah dan kedelai pada lahan kering masam diketahui bahwa besarnya keuntungan dalam usahatani dengan sistem monokultur kacang tanah adalah sebesar Rp. 14.081.500 dan keuntungan usahatani dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung adalah sebesar Rp. 30.264.000 (Tabel 10).
41
Tabel 13. Biaya usahatani, produksi, penerimaan dan keuntungan kegiatan monokultur dan tumpangsari di Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2014 No 1
2
Monokultur Kacang Tanah (Rp.)
Uraian Biaya (Rp/ha) Biaya Sarana produksi (Rp/ha)
7.718.500
4.486.000
Biaya Tenaga Kerja (Rp/ha)
2.200.000
2.400.000
Jumlah (Rp/ha) (C=Cost) Produksi (Kg/ha) (P)
9.918.500
6.886.000
1.600
2.200
Kacang tanah (Kg/ha)
3
Jagung (Kg/ha) Harga (Rp/kg) (H)
1.900
Kacang tanah (Rp/kg)
4
Tumpangsari Kacang Tanah dan Jagung (Rp.)
15.000
Jagung (Rp/kg) Penerimaan (Rp/ha)
15.000 4.500
Kacang tanah (Rp/ha)
24.000.000
Jagung (Rp/ha) Jumlah Penerimaan (Revenue=R=PxH) (Rp/ha) Pendapatan (Benefit=B = R-C) 5 (Rp/ha) R/C B/C Sumber : Data Primer diolah
33.000.000 8.550.000
24.000.000
41.550.000
14.081.500 2,4 1,4
34.664.000 6,0 5,0
Tabel 10 menunjukkan bahwa pada usahatani monokultur kacang tanah, nisbah penerimaan dengan biaya yang disebut Revenue Cost Rasio (R/C Ratio) adalah 2,4, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani monokultur kacang tanah akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2.400,- dan pada usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung Revenue Cost Rasio (R/C Ratio) adalah 6,0, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 6.000. 42
Hasil analisis menunjukkan bahwa pada usahatani monokultur kacang tanah, nisbah pendapatan dengan biaya yang disebut Benefit Cost Rasio (B/C Ratio) adalah 1,4, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani monokultur kacang tanah akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 1.400,- dan pada usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung Benefit Cost Rasio (B/C Ratio) adalah 5,0, artinya setiap Rp. 1.000,- biaya yang dikeluarkan dalam usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung akan memperoleh pendapatan sebesar Rp. 5.000. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa B/C rasio pada usahatani tumpangsari (5,0) lebih besar dari pada B/C rasio pada usahatani monokultur (1,4). Keuntungan pada usahatani monokultur adalah sebesar Rp. 14.081.500,- dan pada usahatani tumpangsari adalah sebesar Rp. 34.664.000, sehingga selisih keuntungan antara usahatani tumpangsari dengan monokultur adalah sebesar Rp. 20.582.500, hal ini artinya secara ekonomi usahatani tumpangsari kacang tanah dan jagung lebih menguntungkan dibandingkan dengan usahatani kacang tanah saja (monokultur). 4.6.
Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam
4.6.1 Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah telah dilaksanakan pada tanggal 4 juni 2014 yang dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri atas 35 orang petani, 6 orang peneliti/penyuluh/staf BPTP Bengkulu, dan 5 orang petugas dari dinas/instansi terkait dan 4 orang stakeholders di Kabupaten Bengkulu Tengah. Dalam temu lapang kali ini dijelaskan mengenai teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari, tantangan dan peluang usahatani jagung dan kacang tanah di Kabupaten Bengkulu Tengah, serta strategi diseminasi jagung dan kacang tanah di Kabupaten Bengkulu Tengah. Temu lapang dilaksanakan dengan metode presentasi, penyebaran bahan informasi (leaflet, banner) dan diskusi.
43
4.6.2 Apresiasi Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah Pada akhir kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah dilakukan kegiatan Apresiasi Teknologi. Pada kegiatan kali ini dihadiri oleh seluruh petani kooperator dan perwakilan kelompok tani pada tiakecamatan di Kabupaten Bengkulu Tengah yang merupakan sentra penanaman kacang tanah dan memiliki lahan kering. Selain itu kegiatan apresiasi teknologi ini juga dihadiri oleh instansi terkait seperti Dinas Pertanian, BP4K, BPSB, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu dan pihak produsen benih dari swasta. Pada kegiatan kali ini disampaikan materi oleh nara sumber dari BP4K dengan materi Dukungan Lembaga Penyuluhan dalam Pengembangan Lahan Kering Masam di Kabupaten Bengkulu Tengah, materi dari BPTP Bengkulu dengan tema Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah berbasis pertanian bioindustri dan ramah lingkungan serta penyampaian materi dari pihak produsen benih swasta yang bekerjasama dengan Universitas Bengkulu tentang penangkaran benih. Pada kegiatan ini terjadi diskusi yang baik antara narasumber dan petani pengguna, dan diharapkan dengan bantuan teknologi dari BPTP Bengkulu, akan dapat meningkatkan usah pertanian di lahan kering di kabupaten Bengkulu Tengah dan tidak hanya pada komoditi jagung dan kacang tanah namun dapat diterapkan pada komoditas tanaman pangan lainnya. 4.7. Umpan Balik dari Stakeholders dan Petani Pengguna dalam Rangka Percepatan Penyebarluasan Inovasi Teknologi Proses adopsi inovasi teknologi dipercepat melalui pembinaan petani, sosialisasi apresiasi dan temu lapang . Selanjutnya untuk lebih memasyarakatkan inovasi teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung maka dilakukan serangkaian kegiatan diseminasi melalui kegiatan apresiasi dan temu lapang. Diseminasi melalui kegiatan temu lapang telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 di lokasi pengkajian Kabupaten Bengkulu Tengah. Hasil kegiatan temu lapang bertujuan agar petani dan petugas dapat mengenal, mengetahui dan memahami pemanfaatan lahan kering masam dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung. 44
Sosialisasi dilakukan melalui berbagai kegiatan pertemuan (temu lapang dan sinkronisasi/koordinasi kegiatan dengan stakeholder), penyebarluasan informasi dalam bentuk tercetak (leaflet) serta website. Melalui berbagai kegiatan sosialisasi diharapkan timbulnya sinergi kegiatan antar petani, badan usaha dan pemerintah dalam mempercepat penyebarluasan penggunaan inovasi teknologi hingga tingkat petani. Inovasi teknologi berpeluang untuk diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Bermanfaat bagi petani secara nyata. 2. Lebih unggul dibandingkan dengan teknologi yang telah ada. 3. Bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi tersedia. 4. Memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi. 5. Meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. 6. Bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan usaha pertanian
(Kartono,
2009). Dari sisi petaninya sendiri, mereka juga mempertimbangkan beberapa faktor sebelum mengadopsi teknologi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh petani diantaranya adalah: 1. Ketersediaan pasar hasil panen dengan harga pasar yang layak serta keuntungan yang baik. 2. Kepastian diperolehnya hasil panen dengan resiko kegagalan yang minimal. 3. Penerapan teknologi tidak sulit bagi petani. 4. Petani mampu menyediakan modal untuk mengadopsi teknologi 5. Memberikan nilai tambah dan keuntungan nyata bagi petani. Stakeholders khususnya pada lokasi kegiatan pengkajian di Kabupaten Bengkulu Tengah sangat mendukung pelaksanaan penyebarluasan inovasi teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung. Hal ini terbukti dengan ditugaskannya dan keterlibatan petugas lapangan dalam pendampingan kegiatan pengkajian yang dilakukan oleh BPTP Bengkulu dan ini merupakan umpan balik yang sangat mendukung dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian. Selanjutnya umpan balik dari petani pengguna inovasi teknologi pengkajian dilihat dari respon yang ditunjukkan oleh petani melalui peningkatan pengetahuan 45
sebesar 68,28 persen sikap petani terhadap inovasi teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung adalah cenderung sangat baik dan minat petani untuk mengadopsi inovasi teknologi pemanfaatan lahan kering masam dengan sistem tumpangsari kacang tanah dan jagung di Kabupaten Bengkulu Tengah adalah sebesar 86,89 persen.
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Varietas tuban, talam dan kancil sesuai untuk ditumpangsarikan dengan jagung pada lahan kering masam spesifik Bengkulu dengan produktivitas masing-masing 2.53 ton/ha , 2.24 ton/ha, 2.07 ton/ha. 2. Pemberian ameliorant belum efektif dalam meningkatkan produktivitas kacang tanah pada lahan kering masam spesifik Provinsi Bengkulu. 3. Sistem tumpangsaei meningkatkan efisiensi penggunaan lahan (LER) sebesar…., produktivitas dan keuntungan usaha tani sebesar Rp. 30.264.000, dengan BC Ratio 5.0. 4. Sistem tumpang sari jagung dan kacang tanah dengan komposisi 80 % populasi kacang tanah dan 40 % populasi jagung dengan dosis pupuk sesuai kebutuhan tanaman pada lahan kering masam spesifik Bengkulu secara teknis cocok dilaksanakan dan secara ekonomis layak diusahakan. 5. Penyampaian inovasi teknologi dengan metode display lapangan diminati stakeholders dan lebih memotivasi petani untuk mengadopsi teknologi pemanfaatan lahan kering masam. 5.2 Saran 1.
Diperlukan kajian lebih lanjut untuk menjawab ketidakefektifan dari pemberian amelioran pada lahan kering masam spesifik Bengkulu.
2. Respon varietas kacang tanah dan performance tumpang sari pada musim yang berbeda yaitu pada musim penghujan. 3. Diperlukan prediksi iklim yang akurat (katam)untuk menghindari kegagalan akibat kekeringan, pada lahan kering kebutuhan air sangat tergantung pada curah hujan.
47
VI. KINERJA HASIL Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah yang dilaksanakan di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Benteng ini direspon dengan baik oleh petani di lokasi pengkajian. Para petani di daerah tersebut mengharapkan agar nantinya kegiatan pengkajian seperti ini tidak hanya terbatas pada 5 petani kooperator saja, tetapi nantinya teknologi yang telah diberikan oleh BPTP Bengkulu dapat diadopsi oleh petani lainnya di Desa Pasar Pedati, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Benteng. Produktivitas kacang tanah yang ditumpangsarikan dengan jagung berturut –turut adalah varietas Tuban dengan produksi 2.53 ton/ha diikuti oleh varietas Talam (2.24 ton/ha), varietas Kancil (2.07 ton/ha) dan varietas Lokal (1.92 ton/ha).
48
DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan umbi umbian. 2011.Laporan Tahun 2011 Penelitian Aneka Kacang dan Umbi. Balai Penelitian Tanaman kacangkacangan dan umbi umbian. Malang Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Teknologi produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu.2013.Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2014 Kabupaten Kota Se Provinsi Bengkulu.Bengkulu Francis,C.A.1986.Multiple cropping system.Macmillan Publishing Company, New York. Dalam Prasetyo, I.S.Entang, P.Hesti. Produktivitas lahan dan NKL pada tumpangsari jarak pagar dengan tanaman pangan. Jurnal Akta Agrosia Vol 12 No.1 hlm 51-56.2009 Hidayat, A dan Mulyani. A 2002. Lahan kering untuk pertanian dalam buku teknologi pengelolaan lahan kering menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Idjudin, A.Abas dan Marwanto, S. 2008. Reformasi pengelolaan lahan kering untuk mendukung swasembada pangan. I Wayan Suastika, I. Wayan, Ratmini, NP.S, T Turmalan. 1997. Budidaya kedelai di lahan pasang surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Koesrini dan William. E. 2009. Penampilan genotipe kedelai dengan dua perlakuan kapur di lahan pasang surut bergambut. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 28 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Kasno.A, Trustinah, Rahmania,A.A. Seleksi galur kacang tanah adaptif pada lahan kering masam. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 322 (1). 2103 ISSN 0216-9959 hal 16-24 Moenandir, J., M.D.Maghfoer, dan A.Sulaiman.1996. Periode kritis kacang tanah terhadap gulma.hlm 237-245 dalam Poniman, D.M.Endang, I.Ali. Potensi Hasil kacang tanah dan jagung dalam sistem tanaman tumpangsari di lahan Kabupaten Pati.Prosiding peningkatan produksi kacang-kacangan dan umbiumbian mendukung kemandirian pangan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.2006.hal.320-330. Nursyamsi, D. 2003. Penelitian kesuburan tanah oxisol untuk jagung. J. Tanah. Tropika. No 17 : 53–65. 49
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.2000.Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Prasetyo, B.H dan D.A.,Suriadikarta. 2006. Karakteristik, potensi, teknologi pengelolaan tanah ulitisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia.Jurnal Litbang Pertanian.25(2):39-47. Trustinah, A.Kasno, dan NWihanarjo. 2009. Toleransi genotipe kacang tanah terhadap lahan masam. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.Vol 28 (3) 2009.ISSN 0216-9959 hal.183-191 Tharir,M dan Hadmadi.1984.Populasi gilir (multiple cropping). Yasaguna.Jakarta dalam Prasetyo, I.S.Entang, P.Hesti. Produktivitas lahan dan NKL pada tumpangsari jarak pagar dengan tanaman pangan. Jurnal Akta Agrosia Vol 12 No.1 hlm 5156.2009 Whigham, D.K and M.P,Bharati. 1983. Soybean Sole Cropping and Intercropping in Temperate and Subtropical Environments.Proceedings of A Symposium. 26 September – 1 October 1983.Japan.hal.37-47. Zuchri.A. 2007. Optimalisasi hasil tanaman kacang tanah dan jagung dalam tumpangsari melalui pengaturan baris tanam dan peromposan daun jagung. Jurnal Embryo.4(2):156-163.
50
ANALISIS RESIKO Analisis
resiko
merupakan
penilaian
atas
kemungkinan
kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran penelitian yang berisi daftar resiko, penyebab, dampak dan penanganannya dalam kegiatan pemanfaatan lahan kering masam dengan tumpangsari jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu. a. Daftar Resiko No 1. 2.
Resiko Kekeringan Terlalu banyak hujan
Penyebab Musim Kemarau Panjang Iklim yang tidak menentu
3.
Terlambat tanaman
Pupuk tidak tersedia
memupuk
Dampak Gagal Panen Produksi Tanaman terganggu karena meningkatnya serangan OPT Produksi menjadi tidak optimal
b. Daftar penanganan terhadap pelaksanaan No Resiko 1. Kekeringan 2. 3.
Penyebab Musim Kemarau Panjang Terlalu banyak hujan Iklim yang tidak menentu Terlambat memupuk Pupuk tidak tersedia tanaman
51
Penanganan Menanam kacang tanah pada musim yang tepat Penyemprotan pestisida lebih intensif Mempersiapkan pupuk setiap awal kegiatan
JADWAL KERJA No. 1.
2.
3. 4.
Kegiatan Persiapan: Desk study/pengumpulan data sekunder Penyempurnaan proposal Pelaksanaan: Hunting dan pemantapan lokasi Sosialisasi Penentuan kooperator Penerapan teknologi Pengamatan Pengolahan data Pelaporan
1
2
X X
X X
3
5
6
Bulan 7 8
9
10
11
12
X X
X
X
X
X
4
X
X X X X
52
X X X X
X X X X
X X X X
X X X
X X X
X X X
PEMBIAYAAN A. Rencana Anggaran Belanja (RAB) No No
1
Jenis Pengeluaran
Belanja Bahan 1. Bahan sarana produksi, pencetakan bahan informasi, bahan pendukung pengkajian dan dokumentasi 2. ATK dan computer supplies 3. Penggandaan, fotocopy dan laminasi
2
Honor output kegiatan 1. Honor Petani 2. Honor Petugas Lapang 3. Entri data
3
Belanja Barang non operasional Lainnya Analisa tanah(tanah awal tanam, tanah akhir sesudah panen)
4 5
Belanja Perjalan Biasa Belanja perjalanan dinas paket meeting luar kota 1. Temu lapang, panen 2. Perjalanan daerah Jumlah
Volume
Harga Satuan (Rp.000)
1 tahun
47.950.000
Jumlah Biaya (Rp.000) 52.950.000 47.950.000
1 tahun
3.500.000
3.500.000
1 tahun
1.500.000
1.500.000 20.350.000 15.750.000 3.100.000
450 OH 31 OH 60 OK
35.000 100.000 25.000
1.500.000 3.060.000
1 tahun
3.060.000
3.060.000
11 OP
5.000.000
55.000.000 18.640.000
62 OH 1 OH
220.000 5.000.000
13.640.000 5.000.000 150.000.000
53
B. Realisasi Anggaran No NoJenis Pengeluaran
1.
2.
Belanja Bahan 1. Bahan sarana produksi, pencetakan bahan informasi, bahan pendukung pengkajian dan dokumentasi 2. ATK dan computer supplies 3. Penggandaan, fotocopy dan laminasi Honor output kegiatan 1. Honor Petani 2. Honor Petugas Lapang 3. Entri data
3.
Belanja Barang non operasional Lainnya Analisa tanah(tanah awal tanam, tanah akhir sesudah panen)
4.
Belanja Perjalan Biasa
5.
Belanja perjalanan dinas paket meeting luar kota 1. Temu lapang, panen 2. Perjalanan daerah Jumlah
Realisasi Anggaran (Rp) 47.950.000
Persentase Keuangan (%) 31.96
3.500.000
2.33
1.410.000
1.00
15.750.000 2.600.000
10.50 1.73
1.500.000
1.00
3.060.000
Persentase Fisik (%)
30
15
2.04
10
54.995.000
36.60
30
13.640.000 5.000.000 149.405.000
9.09 3.78 99,6
15
54
100
PERSONALIA No
1
2
3
4
5
6
Nama/NIP
Dr. Wahyu Wibawa, MP
Jabatan Fungsional/ Bidang Keahlian Peneliti Muda/Agronomi
Jabatan dalam Kegiatan Penanggung jawab
Ir. Ahmad Damiri, M.Si
Penyuluh Madya/Agrono mi
Anggota
Irma Calista Siagian, ST
Peneliti Pertama/Tanah
Anggota
Taupik Rahman, S.Si
Calon Peneliti/Kimia
Anggota
Zainani, S.Sos
Administrasi
Anggota
Basuni
Teknisi
Anggota
55
Uraian Tugas
1. Mengkoordinor anggota tim dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan 2. Bertanggungjawab terhadap Kepala Balai dan memberikan laporan fisik dan keuangan secara periodik (bulanan) Membantu penanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Membantu penanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Membantu penanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan Membantu penanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan administrasi Membantu penanggungjawab dalam perencanaan, pelaksanaan dan administrasi
Alokasi Waktu (jam/ minggu)
15
10
10
10
10
10
Lampiran 1. Kuesioner tingkat pengetahuan petani pada Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN PETANI TERHADAP TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN KERING MASAM DENGAN TUMPANGSARI JAGUNG DAN KACANG TANAH 1. Data Responden Nama Pekerjaan Umur Pendidikan Terakhir Alamat Nama Kelompok Tani
: : : : : :
PetunjukPengisian Pilih Salah satujawabanpadatiappertanyaandenganmemberikantandasilang (X) I.
Tingkat Pengetahuan Petani mengenai Lahan Kering Masam 1. Apakah Bapak/Ibu sudah mengetahui pengertian lahan kering masam? a. Ya, sudah tahu b. Belum tahu 2. Bagi Bapak/Ibu kendala umum pada lahan kering masam adalah : (Conteng 4 pilihan) a. Keasaman lahan tinggi b. Keasaman lahan rendah c. Kejenuhan Al tinggi d. Kejenuhan Al rendah e. Miskin kandungan hara f. Kaya kandungan hara g. Kandungan bahan organik tinggi h. Kandungan bahan organik rendah 3. Beberapa alternatif mengatasi masalah pada lahan kering masam, kecuali: a. Pengapuran lahan b. Pemupukan tinggi c. Pemupukan P dan K d. Penambahan bahan organik 4. Apakah Bapak/ Ibu menggunakan kapur pada lahan pertanian ? a. Ya b. Tidak 5. Kapan Bapak/ Ibu menambahkan kapur pada lahan pertanian? a. Pada saat pengolahan lahan b. Pada saat pemupukan c. Pada saat panen 56
6. Apakah Bapak/ Ibu menambahkan bahan organik (pupuk kandang/kompos)? a. Ya b. Tidak II.
Tingkat pengetahuan petani tentang budidaya jagung (Monokultur) 1. Apakah Bapak/ Ibu pernah bercocok tanam jagung?? a. Ya b. Tidak 2. Jika ya, varietas jagung yang pernah Bapak/ Ibu tanam? a. ........................................... b. ........................................... c. ........................................... 3. Hal utama yang Bapak/ Ibu pertimbangkandalammemilihvarietas/jenisjagung yang akanditanam(boleh lebih dari 1 pilihan) a. UmurnyaGenjah e. Hasilnyamudahdipasarkan b. HasilProduksinyaTinggi d. Tumbuhsuburdenganpemberianpupukrendah c. Tahanterhadapserangan OPT 4. Benih berlabel yang Bapak/ Ibu gunakan: a. Putih berlabel b. Kuning
c. Ungu
e.
d. Biru
5. Bagaimana ketersedian benih dan sarana produksi (pupuk, racun, kapur) di tempat bapak/ Ibu? a. Mudah b. Agak susah c. Susah 6. Berapa banyak kios tani di lokasi Bapak/ Ibu? a. Satu c. Tiga b. Dua d. Empat 7. Apakah Bapak/ Ibu melakukan penyulaman? a. Ya b. Tidak 8. Jika, Bapak/ Ibu melakukan Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berusia? a. 3 – 7 Hari Setelah Tanam b. 7 – 10 Hari Setelah Tanam c. 10 – 15 Hari Setelah Tanam 9. Apakah Bapak/ Ibu menambahakan kapur pada lahan jagung? a. Ya 57
Tidak
b. Tidak 10. Kapan Bapak/ Ibu menambahkan kapur pada lahan jagung? a. Pada saat pengolahan lahan b. Pada saat pemupukan c. Pada saat panen d. Tidak ditambahkan 11. Apakah Bapak/ Ibu menambahkan bahan organik (pupuk kandang/kompos)? a. Ya b. Tidak 12. Bagaimana perlakuan a. Tanpa perlakuan b. Perlakuan dengan c. Perlakuan dengan d. Perlakuan dengan
benih jagung yang Bapak/ Ibu lakukan? insektisida fungisida insektisida + fungisida
13. Berapakah jumlah benih jagung perlobang tanam yang Bapak/ Ibu terapkan? a. Satu c. Tiga b. Dua d. Empat 14. Berapa kali pemupukan jagung yang Bapak/ Ibu lakukan pada 1 kali musim tanam? a. Satu kali c. Tiga kali b. Dua kali d. Empat kali III.
Tingkat Pengetahuan Petani tentang Budidaya Kacang Tanah (Monokultur) 15. Apakah Bapak/ Ibu pernah bercocok tanam kacang tanah?? a. Ya b. Tidak 16. Jika ya, varietas kacang tanah yang pernah Bapak/ Ibu tanam? a. ........................................... b. ........................................... c. ........................................... 17. Hal utama yang Bapak/ Ibu pertimbangkandalammemilihvarietas/jeniskacang tanah yang akanditanam : a. UmurnyaGenjah e. Hasilnyamudahdipasarkan b. HasilProduksinyaTinggi d. Tumbuhsuburdenganpemberianpupukrendah c. Tahanterhadapserangan OPT 18. Benih kacang tanah berlabel yang Bapak/ Ibu gunakan: a. Putih c. Ungu b. Kuning d. Biru 58
19. Bagaimana ketersedian benih dan sarana produksi (pupuk, racun, kapur) di tempat bapak/ Ibu? a. Mudah b. Agak susah c. Susah 20. Berapa banyak kios tani di lokasi Bapak/ Ibu? a. Satu c. Tiga b. Dua d. Empat 21. Apakah Bapak/ Ibu melakukan penyulaman? a. Ya b. Tidak 22. Jika, Bapak/ Ibu melakukan Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berusia? a. 3 – 7 Hari Setelah Tanam b. 7 – 10 Hari Setelah Tanam c. 10 – 15 Hari Setelah Tanam 23. Apakah Bapak/ Ibu menggunakan kapur pada lahan kacang tanah? a. Ya b. Tidak 24. Kapan Bapak/ Ibu menambahkan kapur pada lahan kacang tanah? a. Pada saat pengolahan lahan b. Pada saat pemupukan c. Pada saat panen 25. Apakah Bapak/ Ibu menambahkan bahan organik (pupuk kandang/kompos)? a. Ya b. Tidak 26. Bagaimana perlakuan a. Tanpa perlakuan b. Perlakuan dengan c. Perlakuan dengan d. Perlakuan dengan
benih kacang tanah yang Bapak/ Ibu lakukan? insektisida fungisida insektisida + fungisida
27. Berapakah jumlah benih kacang tanah perlobang tanam yang Bapak/ Ibu terapkan? a. Satu c. Tiga b. Dua d. Empat 28. Berapa kali pemupukan yang Bapak/ Ibu lakukan? a. Satu kali c. Tiga kali b. Dua kali d. Empat kali 59
IV.
Tingkat Pengetahuan Petani tentang Tumpangsari
29. Sistem monokultur adalah : a. Menanam 1 jenis tanaman pada satu lahan b. Menanam 2 jenis tanaman pada satu lahan c. Menanam 3 jenis tanaman pada satu lahan d. Menanam lebih dari 3 jenis tanaman padasatu lahan 30. Apakah bapak pernah menerapkan sistem Monokultur? a. Ya b. Tidak 31. Tanaman apa saja yang pernah Bapak/ Ibu tanam secara monokultur? a. ........................................... b. ........................................... c. ........................................... 32. Sistem tumpangsari adalah : a. Menanam 1 jenis tanaman pada satu lahan b. Menanam 2 jenis tanaman pada satu lahan c. Menanam 3 jenis tanaman pada satu lahan d. Menanam lebih dari 3 jenis tanaman padasatu lahan 33. Apakah bapak pernah menerapkan sistem tumpangsari? a. Ya b. Tidak 34. Tanaman apa saja yang pernah Bapak/ Ibu tanam secara tumpangsari? a. ........................................... dan ........................................... b. ........................................... dan ........................................... c. ........................................... dan ........................................... 35. Apakah Bapak/ Ibu menggunakan kapur pada lahan tumpangsari? a. Ya b. Tidak 36. Kapan Bapak/ Ibu menambahkan kapur pada lahan tumpangsari? a. Pada saat pengolahan lahan b. Pada saat pemupukan c. Pada saat panen 37. Menurut bapak/ibu lebih menguntungkan monokultur atau tumpangsari? a. Monokultur b. Tumpangsari c. Monokultur dan Tumpangsari
60
Peran dan Pelayanan Kelembagaan Pemerintah 38. Apakah dalam usaha tani Bapak/ Ibu didampingi oleh petugas penyuluh lapangan? a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering 39. Apakah dilakukan pertemuan kelompok tani oleh PPL secara rutin? a. Tidak pernah b. Jarang c. Sering
61
Lampiran 2. Foto-foto kegiatan Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
Gambar 1. Bapak Arifin (PPK Kecamatan Pondok Kelapa) menyampaikan kata sambutan
Gambar 2. Kepala Desa Pasar Pedati menyampaikan kata sambutan 62
Gambar 3. Camat Kecamatan Pondok Kelapa menyampaikan kata sambutan
Gambar 4. Kepala BPTP Bengkulu menyampaikan kata sambutan
63
Gambar 5. Peserta Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
64
Gambar 6. Peserta Sosialisasi Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
Gambar 7. Penyampaian materi oleh Penyuluh Pertanian BPTP Bengkulu
65
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
Gambar 1. Persiapan Lahan Untuk Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah
66
Gambar 2. Advokasi Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam pada petani kooperator
Gambar 3. Pemberian bahan organic pada lahan kering masam
67
Gambar 4. Advokasi Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam Pada Petani
Lampiran 4. Foto-foto Kegiatan Apresiasi Teknologi Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu
68
Gambar 1. Pendaftaran peserta kegiatan Apresiasi Teknologi Pemnafaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu
Gambar 2. Kata sambutan dari Kepala BPTP Bengkulu (diwakili oleh Dr. Umi Pudji Astuti)
69
Gambar 3. Kata sambutan dari Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah
70
Gambar 4. Kunjungan ke lapangan untuk melihat pertumbuhan jagung dan kacang tanah dipandu oleh Dr. Wahyu Wibawa
Gambar 5. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah memberikan pengarahan mengenai kegiatan tumpangsari jagung dan kacang tanah di lahan kering
71
Gambar 6. Penyampaian materi oleh BP4K kabupaten Bengkulu Tengah
Gambar 7. Penyampaian materi dari BPTP Bengkulu
72
4. Foto-foto Kegiatan Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah (pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen)
Gambar 1. Pengolahan lahan kering masam
Gambar 2. Pemberian bahan organik pada lahan kering masam 73
Gambar 3. Penanaman Kacang tanah dan Jagung
Gambar 4. Pemberian Pupuk dan Dolomit
74
5. Deskripsi Varietas Kacang Tanah DESKRIPSI KACANG TANAH VARIETAS TUBAN Dilepas tahun SK Mentan Nomor induk Kode galur Asal Hasil rata-rata pertumbuhan : Tegak Percabangan Warna batang Warna daun Warna bunga Warna ginofor Warna biji Bentuk polong Jaring kulit polong Bentuk biji Tinggi tanaman Jumlah polong/tanaman Jumlah biji/polong Umur berbunga Umur panen Bobot 100 biji Bobot 100 polong Kadar protein Kadar lemak Ketahanan thd penyakit Toleransi abiotik Pemulia Ekofisiologis Fitopatologis
: 7 Agustus 2003 : 398/Kpts/SR. 120/8/2003 : MLG 7547 : GH 7547 : Seleksi galur dan massa dari populasi varietas lokal Tuban asal Semanding : 2,0 t/ha polong kering Potensi hasil : 3,2 t/ha polong kering Tipe : Tegak : Ungu : Hijau : Pusat bendera : kuning muda Matahari : ungu kemerahan : Hijau : Rose (merah muda) : Berpinggang : Tidak nyata : Bulat : 45–60 cm : 15–20 buah :2/1/3 : 28–31 hari : 90–95 hari : 35–38 g : 80–85 g : 21,4% : 42,5% : Tahan layu, toleran karat dan bercak daun dan agak tahan A. flavus : Toleran kekeringan, toleran kahat Fe dan adaptif di Alfisol alkalis : Astanto Kasno, Joko Purnomo, Novita Nugrahaeni, Trustinah, Mujiono, dan A. Munip : Abdullah Taufik : Nasir Saleh, Sumartini
75
DESKRIPSI KACANG TANAH VARIETAS TALAM 1 Dilepas tanggal SK Mentan Nomor induk Nama galur Asal Rata-rata hasil Potensi hasil Umur Tipe tumbuh Rata-rata tinggi tanaman Bentuk batang Warna batang Warna daun Warna bunga
: 30 Nopember 2010 : 3794/Kpts/SR.120/11/2010 : MLG 0512 : No. 16 (J/912283-99-C-90-8) : Silangan antara varietas Jerapah (J) dengan varietas tahan A. Flavus ICGV 1283 : 2,3 t/ha : 3,2 t/ha : 90–95 hari : Tegak (Sapinsh) : ± 42 cm : Bulat : Hijau : Hijau : Pusat bendera : Berwarna kuning muda Matahari : Merah tua : Hijau-keunguan
Warna ginofora Bentuk polong Kontruksi polong : Dangkal Jaringan kulit polong : Sedang Pelatuk : Kecil Bentuk biji : Bulat Warna biji : Merah muda (tan) Jumlah biji per polong : 2/1/3 polong Jumlah polong per tanaman : ±27 polong Warna polong muda : Putih Warna polong tua : Putih gelap Posisi polong : Miring ke bawah Bobot 100 biji : ±50,3 gram Kadar protein : ±26,3% Kadar lemak : ±45,4% Kadar lemak esensial : ±44,0% dari lemak total Ketahanan thd hama : Berindikasi agak tahan hama kutu kebul (Bemisia tabaci) Ketahanan thd penyakit : Tahan terhadap penyakit layu bakteri, agak tahan karat daun, agak tahan bercak daun dan tahan A. Flavus (hingga 3 bulan setelah panen) Keterangan : Agak tahan lahan masam (pH 4,5– 5,6) dengan kejenuhan Al 30–35% Pemulia : Astanto Kasno, Trustinah, Joko Purnomo, Novita N. Patologis : Sumarsini Agronomis : Abdullah Taufiq Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Kacang kacangan dan Umbi-umbian, Malang
76
DESKRIPSI KACANG TANAH VARIETAS KANCIL Dilepas tahun SK Mentan Nomor induk Nama galur Asal Hasil rata-rata Warna batang Warna daun Warna bunga Warna ginofor Warna biji Bentuk batang Bentuk polong pertumbuhan : Tegak Bentuk biji Tinggi tanaman Jumlah polong/tanaman Jumlah biji/polong Umur berbunga Umur panen Bobot 100 biji Kadar protein Kadar lemak Ketahanan thd penyakit Keterangan Benih Penjenis (BS) Pemulia Fitopatologis
: 12 Januari 2001 : 61/Kpts/TP.240/1/2001 : F334A-B-14x : GH 86031 : Introduksi dari ICRISAT, India (persilangan antara F334-B-14 x NC Ac 2214) : 1,7 t/ha (1,3 – 2,4 t/ha) : Hijau keunguan : Hijau : Kuning : Ungu : Rose (merah muda) : Tipe Spanish : Berpinggang, berparuh kecil, dan kulit polong agak kasar Tipe : Bulat : 54,9 cm : 15–20 buah : 2 atau 1 : 26–28 hari : 90–95 hari : 35–40 g : 29,9% : 50,0% : - Tahan penyakit layu - Toleran penyakit karat, bercak daun dan tahan A. Flavus : Toleran terhadap klorosis : Dirawat dan diperbanyak oleh Balitkabi : Joko Purnomo, Novita Nugrahaeni, Astanto Kasno, Harry Prasetyo, dan A. Munip : Sumartini
77