RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN (ROPP)
PEMANFAATAN LAHAN KERING MASAM DENGAN TUMPANGSARI JAGUNG DAN KACANG TANAH DI PROVINSI BENGKULU
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN (ROPP)
PEMANFAATAN LAHAN KERING MASAM DENGAN TUMPANGSARI JAGUNG DAN KACANG TANAH DI PROVINSI BENGKULU
Wahyu Wibawa
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2014
RENCANA OPERASIONAL PENELITIAN PERTANIAN NOMOR :26/1801.013/016/ROPP/2014 1. JUDUL RPTP
: Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu
2. SUMBER DANA
: DIPA BPTP Bengkulu TA. 2014
3. PROGRAM
: Penciptaan Teknologi dan Varietas unggul Berdaya Saing
a. b. c. d.
Komoditas Bidang Riset Jenis Penelitian Status ROPP
: : : :
Tanaman Pangan Pengkajian Baru (B)
4. JUDUL KEGIATAN
: Pemanfaatan Lahan Kering Masam dengan Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah di Provinsi Bengkulu
5. LOKASI PENELITIAN KATA KUNCI
: Kabupaten Bengkulu Tengah : Jagung, kacang tanah, tumpang sari, lahan kering masam.
6. PENELITI YANG TERLIBAT Peneliti : 3 orang Penyuluh : 1 orang Teknisi : 2 orang 7. TUJUAN 1. Menentukan varietas kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung Sukmaraga pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu. 2. Mengevaluasi efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan. 3. Meningkatkan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol. 4. Mendapatkan alternatif rekomendasi teknis sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal. 5. Mendapatkan umpan balik dari stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan penyebarluasan inovasi teknologi.
8. LATAR BELAKANG Di Indonesia, penyebaran lahan kering masam cukup luas, terutama pada wilayah beriklim basah seperti Sumatera, Kalimantan dan Papua. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002) luas lahan kering di Pulau Sumatera mencapai 33,54 juta ha yang terdiri atas 28,57 juta ha lahan masam dan 4,96 juta ha lahan tidak masam. Lahan kering di Provinsi Bengkulu mencapai 4,57 juta ha yang terdiri atas 3,44 juta ha lahan masam dan 1,13 juta ha lahan tidak masam. Luas lahan kering di Provinsi Bengkulu yang memiliki potensi untuk sektor pertanian seluas 796.800 ha (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Lahan kering masam, potensial untuk pengembangan jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Sasaran luas tanam jagung dan kedelai di Provinsi Bengkulu pada tahun 2014 cukup banyak, masing-masing adalah 26.997 ha dan 7.471 ha (Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, 2013). Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang mempunyai sebaran cukup luas di Provinsi Bengkulu. Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Pada klasifikasi lama, Ultisol diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK) (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Lahan ini mempunyai potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Untuk pengembangan tanaman pangan, termasuk jagung dan kacang tanah, perlu pengelolaan yang baik karena tanah Ultisol mempunyai sifat yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Beberapa permasalahan umum dari tanah Ultisol adalah kemasaman tanah tinggi (pH rata-rata < 4,5), kejenuhan Al tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg, dan kandungan bahan organik rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat diterapkan teknologi pengapuran, pemupukan P dan K, dan penambahan bahan organik. Penambahan amelioran (kapur dan bahan organik), secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada lahan Ultisol. Hal ini menimbulkan permasalahan baru yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiayaan petani dalam pengadaan dan pembelian amelioran yang cukup besar. Inovasi teknologi berpeluang untuk diadopsi oleh petani apabila teknologi yang diintroduksikan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Bermanfaat bagi petani secara nyata. 2. Lebih unggul dibandingkan dengan teknologi yang telah ada. 3. Bahan, sarana, alat mesin, modal dan tenaga untuk mengadopsi teknologi tersedia. 4. Memberikan nilai tambah dan keuntungan ekonomi.
4
5. Meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. 6. Bersifat ramah lingkungan dan menjamin keberlanjutan usaha pertanian (Kartono, 2009). Dari sisi petaninya sendiri, mereka juga mempertimbangkan beberapa faktor sebelum mengadopsi teknologi. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh petani diantaranya adalah: 1. Ketersediaan pasar hasil panen dengan harga pasar yang layak serta keuntungan yang baik. 2. Kepastian diperolehnya hasil panen dengan resiko kegagalan yang minimal. 3. Penerapan teknologi tidak sulit bagi petani. 4. Petani mampu menyediakan modal untuk mengadopsi teknologi. 5. Memberikan nilai tambah dan keuntungan nyata bagi petani. Berdasarkan kenyataan tersebut maka diperlukan pendekatan yang lebih komprehensip, yaitu tidak hanya dari aspek teknik pengelolaan sumberdaya lahan tetapi juga dari aspek teknik budidaya tanaman dan rekayasa sosial. Dari aspek teknik budidaya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu melalui pemilihan varietas (jagung dan kacang tanah) yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan spesifik (lahan Ultisol) dan penerapan sistem tumpangsari. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan, misalnya keasaman, maka varietas tersebut mampu tumbuh dan berkembang pada pH yang relatif rendah serta mampu memanfaatkan dan respon terhadap unsur hara yang tersedia/ditambahkan. Konsekuensi logis dari ketepatan dalam pemilihan varietas diantaranya adalah pengurangan input dan pengurangan resiko kegagalan. Di samping pemilihan varietas, sistem tumpangsari juga diperlukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi penggunaan lahan. Tumpangsari (intercropping) adalah penanaman dua atau lebih komoditas tanaman secara simultan pada lahan yang sama (Whigham dan Bharati, 1983). Terdapat beberapa tipe tumpangsari yang diantaranya adalah tumpangsari jalur (Strip-Intercropping), tumpang gilir (Relay-Intercropping), dan tumpangsari berlanjutan (Sequantial-Intercropping). Keuntungan dari tumpangsari diantaranya adalah: (1). Mengurangi resiko kegagalan panen (2). Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan (3). Menciptakan stabilitas biologis yang dapat menekan serangan hama dan penyakit tanaman (4) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani (Zuchri, 2007). Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan komoditas palawija yang paling banyak diusahakan di provinsi bengkulu dan merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Kebutuhan
5
jagung selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan akan jagung disebabkan banyaknya permintaan untuk pakan, pangan dan industri. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Rekayasa sosial diperlukan, agar teknologi yang disampaikan dapat dipahami, diadopsi dan terdifusi secara luas. Perlu disampaikan bahwa peningkatan pendapatan dapat dicapai melalui pengelolaan sumberdaya lahan dan tanaman yang baik serta permodalan yang cukup. Perpaduan antara pendekatan dari aspek penglolaan sumberdaya lahan, budidaya tanaman dan rekayasa sosial diharapkan dapat menghasilkan alternatif rekomendasi pemanfaatan lahan kering masam spesifik lokasi berbasis tumpangsari jagung dan kacang tanah. Media penyampaian informasi teknologi memegang peranan penting dalam percepatan proses adopsi. Diseminasi teknologi mutlak diperlukan agar hasil pengkajian dapat diadopsi oleh petani.
9. DASAR PERTIMBANGAN Kebutuhan pangan akan terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain lahan yang subur semakin berkurang yang disebabkan oleh alih fungsi lahan baik ke subsektor perkebunan maupun di luar sektor pertanian. Lahan Ultisol merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan dan peningkatan produksi jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu. Lahan ini tergolong lahan marginal dengan kendala utama kemasaman tanah, defisiensi hara P dan K serta keracunan unsur tertentu , seperti Al. Penambahan amelioran (kapur dan bahan organik), secara teknis dapat mengatasi permasalahan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada lahan Ultisol. Hal ini menimbulkan permasalahan baru yang disebabkan oleh rendahnya tingkat pengetahuan, keterampilan dan pembiayaan petani dalam pengadaan dan pembelian amelioran yang cukup besar. Diperlukan pendekatan terpadu dari aspek teknik pengelolaan sumberdaya lahan, aspek teknik budidaya tanaman dan rekayasa sosial. Dari aspek teknik budidaya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu melalui pemilihan varietas (jagung dan kacang tanah) yang adaptif atau toleran pada kondisi lingkungan spesifik (lahan Ultisol) dan penerapan sistem tumpangsari.
6
Rekayasa sosial diperlukan, agar teknologi yang disampaikan dapat dipahami, diadopsi dan terdifusi secara luas. Perlu disampaikan bahwa peningkatan pendapatan dapat dicapai melalui pengelolaan sumberdaya lahan dan tanaman yang baik serta permodalan yang cukup. 10. PERKIRAAN KELUARAN 1.
Varietas unggul kacang tanah yang tepat untuk ditumpangsarikan dengan jagung Sukmaraga pada lahan kering masam (Ultisol) spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu.
2.
Tingkat efektifitas penambahan amelioran pada lahan Ultisol terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang ditumpangsarikan.
3.
Peningkatan produktifitas, efisiensi penggunaan lahan, dan keuntungan usahatani secara tumpangsari pada lahan Ultisol.
4.
Alternatif rekomendasi tumpangsari jagung dan kacang tanah pada lahan suboptimal.
5.
Umpan
balik
dari
stakeholders dan petani pengguna dalam rangka percepatan
penyebarluasan inovasi teknologi. 11. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Kegiatan pengkajian akan dimulai bulan Januari sampai Desember 2014. Lahan yang digunakan adalah kering masam di Kabupaten Bengkulu Tengah. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya adalah pupuk kimia, pestisida (herbisida, insektisida, dan fungisida), benih jagung (Sukmaraga) dan kacang tanah (Hypoma 1, Hypoma 2, Jerapah, Talam 1). Peralatan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah pH meter, alat pengambil sampel tanah, perangkat analisis tanah, timbangan, timbangan analitik,
ATK
(mistar, handcounter, calculator, pena, amplop dll), plastik, cangkul, tugal, ember, caplak, handsprayer, tali, dan meteran. Ruang Lingkup Pengkajian pengelolaan lahan kering masam untuk mendukung swasembada jagung dan kacang tanah di Provinsi Bengkulu dilaksanakan pada bulan Januari - desember 2014. Pengkajian lapangan dilakukan dalam bentuk percobaan lapangan dan survey. Pengkajian dilakukan dilahan petani dan melibatkan petani sebagai pelaksana, dengan luasan 2,5 - 5 ha. Survey efektifitas
7
media informasi dalam percepatan pemahaman dan adopsi teknologi (ameliorasi dan tumpangsari) dilakukan pada kelompok petani kooperator dan di luar kelompok petani kooperator. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan acak kelompok
dengan
3
ulangan. Perlakuan terdiri atas 4 perlakuan yaitu varietas kacang tanah (Hypoma 1, Hypoma 2, Jerapah dan Talam 1) yang ditumpangsarikan dengan jagung Sukmaraga. Masing masing perlakuan diulang 5 kali. Petani kooperator sebanyak 5 orang berperan sebagai ulangan. Luas plot pengkajian berukuran 1.000-1.250 m2. Amelioran yang diberikan adalah: pupuk kandang 5 ton/ha dan kapur pertanian (dolomit) 0.5-1.0 ton/ha. Untuk pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Cara pemberian kapur pada larikan barisan tanaman pada setiap kali tanam dapat mengurangi dosis pemberiannya menjadi antara 500-1000 kg/ha. Selain kapur pemakaian dolomit CaMg atau (CO3)2 juga dapat menjawab permasalahan di atas. Keuntungannya adalah selain adanya unsur Ca juga terdapat unsur Mg yang sangat dibutuhkan tanaman untuk pembentukan khlorofil. Kacang tanah ditambahkan pupuk Urea 100 kg/ha, SP36 75 kg dan KCl 75 kg/ha. Untuk tanaman jagung ditambahkan pupuk urea 300 kg/ha, SP-36 100 kg dan KCl 100 kg/ha.
Pelaksanaan Pelaksanaan Kegiatan adalah sebagai berikut: (1). Pupuk kandang dan kapur diaplikasikan bersamaan dengan waktu olah tanah atau pada saat tanam (2). Kacang tanah ditanam 7-10 hari lebih dulu dari jagung. Strip-Intrecropping diaplikasikan dalam percobaan lapang ini. Dua jalur jagung diikuti dengan 8 jalur kacang tanah. Jarak tanam untuk kacang tanah adalah 40 x 15, sedangkan jagung 40 x 40. (3) pupuk diberikan sesuai dosis. Semua pupuk kacang tanah diberikan pada saat tanaman berumur 10-15 hari, dalam alur 5 – 7 cm dari baris tanaman kemudian ditutup tanah. Untuk jagung, semua dosis P dan K, serta 1/3 dosis N diberikan pada saat tanaman berumur 10-15 hari, 2/3 dosis N pada umur 35-40 hari.
8
Plot tumpangsari jagung dan kacang tanah X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X
X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X X X X X X
X X X
X X X X
X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X
X X X
X X X X
X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X
X X X
X X X
X X X X
X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X X X X X X X X √ √ X
X X X
Keterangan: X = kacang tanah (40 x 15 cm) √ = jagung ( 40 x 40 cm) Parameter yang diukur 1. Dominansi jenis gulma pada saat sebelum pembersihan lahan, penyiangan 1 dan 2, serta setelah panen. 2. Parameter tanaman Jagung dan kacang tanah yang diamati adalah komponen pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, jumlah cabang/tan), komponen hasil (jagung : tinggi tongkol, panjang tongkol, lingkar tongkol, jumlah biji/tongkol, berat 1000 biji, hasil t/ha kacang tanah: jumlah polong/tan, jumlah biji/polong, jumlah biji/tanaman, berat 100 biji, hasil t/ha). 3. Sifat fisik dan kimia tanah pada saat sebelum tanam, pada saat tanaman umur 1, 2, 3 bulan dan setelah panen meliputi analisa unsur makro dan mikro tanah (N, P, K, Ca, Mg, Na, C-Organik, pH, P dan K Potensial, Tekstur, Al-dd dan H-dd) 4. Perkembangan OPT yang akan diamati meliputi hama dan penyakit pada tanaman jagung dan kacang tanah. Pengamatan dilakukan secara periodik. Hama utama kacang tanah dan jagung yang diamati diantaranya adalah penggerek batang dan hama pengisap polong. Penyakit utama yang diamati adalah penyakit layu dan bulai untuk tanaman jagung. 5. Land Equivalent Ratio (LER) dihitung dengan penentuan hasil relatif dari tiap tanaman yang ditumpangsarikan dengan hasil tanaman tersebut secara monokultur (Whigham dan Bharati, 1983)
9
Ia Ib LER= --- + ----Sa Sb (I = intercrop yield; S= sole-crop yield; a dan b= component crop) 6. Analisis usaha tani yang akan diamati meliputi: produksi (hasil) diukur dari setiap petak perlakuan, harga jenis input produksi, harga output, jumlah produk sampingan, harga produk sampingan. Analisis Data Data pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai yang terkumpul akan dianalisis dengan analisis of variant (ANOVA) dan uji lanjut dengan Least Significant Different (LSD) (Gomez dan Gomez, 1984). Data farm record keeping ditabulasi dan dianalisis dengan analisis finansial sederhana B/C ataupun R/C ratio.
12. RENCANA OPERASIONAL No.
Kegiatan 1
1.
2.
3. 4.
Persiapan: Desk study/pengumpulan data sekunder Penyempurnaan proposal Pelaksanaan: Hunting dan pemantapan lokasi Sosialisasi Penentuan kooperator Penerapan teknologi Pengamatan Pengolahan data Pelaporan
2
3
4
5
Bulan 6 7 8
9
10
X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X
X
X
X
X
11
12
X X X
X
X X
X
X X X
X
X
X X X X
X
10
14. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan umbi umbian. 2011.Laporan Tahun 2011 Penelitian Aneka Kacang dan Umbi. Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan umbi umbian. Malang Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Teknologi produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta BPS. 2001. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu.2013.Sasaran Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Tahun 2014 Kabupaten Kota Se Provinsi Bengkulu.Bengkulu Hidayat, A dan Mulyani. A 2002. Lahan kering untuk pertanian dalam buku teknologi pengelolaan lahan kering menuju pertanian produktif dan ramah lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor Idjudin, A.Abas dan Marwanto, S. 2008. Reformasi pengelolaan lahan kering untuk mendukung swasembada pangan. I Wayan Suastika,I. Wayan, Ratmini, NP.S, T Turmalan. 1997. Budidaya kedelai di lahan pasang surut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Koesrini dan William. E. 2009. Penampilan Genotipe Kedelai dengan Dua Perlakuan Kapur di Lahan Pasang Surut Bergambut. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Vol 28 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.2000.Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Prasetyo.B.H dan D.A.Suriadikarta.2006. Karakteristik, Potensi, Teknologi Pengelolaan Tanah Ulitisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia.Jurnal Litbang Pertanian.25(2):39-47. Nursyamsi, D 2003. Penelitian Kesuburan Tanah Oxisol untuk Jagung. J. Tanah. Tropika. No 17 : 53–65. Whigham.D.K and M.P.Bharati. 1983.Soybean Sole Cropping and Intercropping in Temperate and Subtropical Environments.Proceedings of A Symposium. 26 September – 1 October 1983.Japan.hal.37-47. Zuchri.A.2007.Optimalisasi Hasil Tanaman Kacang Tanah Dan Jagung Dalam Tumpangsari Melalui Pengaturan Baris Tanam dan Peromposan Daun Jagung.Jurnal Embryo.4(2):156-163.
11
8.
LEMBAR PENGESAHAN Penanggung Jawab ROPP
Dr. Wahyu Wibawa, MP NIP. 19690427 199803 1 001 MENYETUJUI Penanggung Jawab RPTP
Ketua Kelji Budidaya
Dr. Wahyu Wibawa, MP NIP. 19690427 199803 1 001
Drs. Afrizon, M.Si NIP. 19620415 199303 1 001
MENGETAHUI : Kepala BPTP Bengkulu
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
12