MELANGKAH UNTUK UU 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH (PERPEKTIF MEMBAGI URUSAN) Oleh :Hening Nurcahya, AP.MM,Bagian Pemerintahan
Merangkai irama langkah dalam pancaroba setelah UU 23 tahun 2014, merupakan massa yang strategik dan monumental. Hal tersebut bisa dijelaskan karena massa itu merupakan massa peralihan dalam arti implementasi aturan dan implementasi praktis di tingkat pelaksanaan. Lebih rinci dijelaskan bahwa berbicara tentang landasan sosiologis, historis dan filosofis yang mengarahkan bergeraknya UU 32 tahun 2004 ke UU 23 tahun 2014 adalah bahwa semangat yang baru akan membenahi yang telah usang dalam perspektif pertimbangan dinamika sosial, sejarah dan filsafat ilmunya. Hal ini jelas dalam konsideran menimbang, dan mengingatnya. Penyelenggara negara sangat faham tentang urusan-urusan yang selama ini di atur dalam pemerintahan kita bahwa ada 3 urusan besar yakni urusan absolut, konkuren dan pemerintahan umum. Dan inilah yang diatur pula dalam UU 23 tahun 2014
Urusan absolut merupakan urusan yang mutlak di urus oleh pemerintah pusat dan tidak di delegasikan
ke Gubernur maupun ke Bupati
yakni pertahanan, keamanan, agama, yustisi, politik luar negeri, dan moneter. Sedangkan Urusan pemerintahan umum adalah urusan presiden
dalam
rangka menjalankan 3 aspek yang tertera pada gambar di atas yang dapat dilimpahkan ke gubernur bupati/walikota wilayah kerja administrasi bahkan juga hingga ditingkat bawah seperti halnya kecamatan. Jika di konstruksikan urusan -urusan tersebut seperti di bawah ini.
Sedangkan urusan kongkuren adalah urusan yang dibagi antara pemerintah (pusat), propinsi, dan kabupaten /kota yang dalam nomenklatur UU 32 tahun 2004 ada dua peristilahan yakni urusan wajib pelayanan dasar dan ini;
bukan
pelayanan
dasar
dan
urusan
pilihan
sebagai
berikut
AMANAH STRATEGIS YANG TERSURAT DAN TERSIRAT
Pasca di undangkannya UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pada
tanggal
2
Oktober
2014
dalam
perspektif
urusan,
banyak
mengamanahkan kepada kabupaten untuk menyiapkan langkah-langkah untuk revisi peraturan daerah tentang urusan. mengingat apa yang dilakukan akan menjadi pintu masuknya program dan kegiatan di dalam SKPD yang selama ini diwadahi dalam istilah yang lazim di pendengaran kita apa yang dinamakan APBD. Hal ini didukung karena dalam lampiran UU 23 sudah mengatur detil urusan mana yang dilakukan oleh pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Meskipun dipasalnya tidak di perintahkan secara nyata daerah untuk menuangkan dalam regulasi tetapi banyak keperluan
yang
mendorong sperti kepentingan penganggaran, perencanaan maupun kegiatan -kegiatan yang berkaitan dengan aspek manajemen pemerintahan lainnya. Pertimbangan yang menguatkan untuk segera cepat melangkah adalah sesuai amanah UU 23 tahun 2014 yang diatur dalam pasal 21 adalah bahwa
akan segera di bentuk peraturan pemerintah yang mengatur substansi cara melaksanakan urusan, tata cara penetapan Perda secara umum, daerah otonom khusus, berciri kepulauan, Perangkat Daerah (berkaitan dengan pemetaan), Personil, Perencanaan, Pendanaann, Monev, Pengalihan urusan pemerintahan, Urusan pemerintahan sisa, sehingga tidak lagi merubah pembagian pada masing -masing tingkatan baik di level pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Kita fahami bersama bahwa terdapat 11 (sebelas) urusan yang dengan diundangkannya UU 23 ini beralih
seperti pengelolaan pendidikan
menengah, pengelolaan terminal penumpang A, dan B, pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan di hutan lindung dan produksi, pemberdayaan masyarakat sehingga urusan yang ada di i bidang kehutanan, penyuluhan hutan propinsi, metrologi, pengelolaan KB, pengawas tenaga kerja, penyuluhan perikanan nasional, dan penyediaan dana untuk kelompok tidak mampu kabupaten semakin ramping, namun dalam pasal 15 ayat 3 dan 4 mengakomodir urusan- urusan yang secara riil dilaksanakan di SKPD tetapi sepanjang masih dalam koridor rincian urusan yang ada dalam undang undang akan di tuangkan dalam peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Bagian pemerintahan telah mempersiapkan tim untuk merumuskan kebijakan sebagai langkah awal mengambil peran dalam proses penataan sistem birokrasi yang responsible. Karena langkah ini akan segera ditindaklanjuti dengan penataan sistem yang lain seperti kelembagaan, penganggaran bahkan pengalihan p3d (prasarana, personil, penganggaran, dan dokumen sebagai implikasi UU 23 yang mengamanahkan dalam jangka waktu 2 (dua)tahun segera terwujud dan membumi. Oleh karena itu diharapkan SKPD untuk segera memposisikan diri dengan segera agar tidak kehilangan momentum yang berharga ini karena penyelenggara negara semakin cepat menggerakkan roda dan manajemen pemrintahan ini secara efektif dan efisien.