LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
IKHTISAR EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009. DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode 2007-2009. Namun demikian, ulasan evaluasi kebijakan umum kinerja pengelolaan utang tetap diupayakan sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi. Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian indikator kinerja yang tercantum dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi Indikator Kinerja Utama dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi. Ikhtisar capaian keberhasilan sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang periode 2007-2009 dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut: 1.
Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
2.
Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
3.
Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
4.
Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
5.
Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru.
6.
Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7.
Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 20072009, dapat tercapai dengan baik.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman i
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
8.
Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
9.
Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN.
10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 20072009, dapat tercapai dengan baik. 12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel. 13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Berbagai keberhasilan kinerja sasaran strategis yang telah dicapai akan dipertahankan oleh DJPU bahkan ditingkatkan dan untuk beberapa kegiatan yang terkait dengan pencapaian indikator kinerja yang belum terlaksana/terdapat permasalahan (pending matters) diupayakan agar dapat dilaksanakan/diselesaikan masalahnya. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja DJPU pada periode berikutnya.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman ii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DAFTAR ISI Hal. IKHTISAR EKSEKUTIF..................................................................................................
i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................
iii
PENDAHULUAN ................................................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................................
1
B. Tugas dan Fungsi, Organisasi, serta Sumber Daya Manusia......................
1
C. Sistematika Penyajian LAKIP........................................................................
6
RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA ....................................
7
A. Alur Pikir .........................................................................................................
7
B. Peran Strategis DJPU..................................................................................... C. Rencana Strategis 2007-2009........................................................................
8 9
D. Program Pengelolaan dan Pembiayaa Utang................................................
15
E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) ..................................................................
16
F. Balanced Scorecard (BSC) ............................................................................ G. Rencana Kinerja Versi BSC...........................................................................
17 18
PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS.................................................
21
A. Pengelolaan Utang.........................................................................................
21
B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009......................................................... C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009..........................................................
23 25
D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009..........................................
26
E. Pengukuran Sasaran...................................................................................... F. Pending Matters..............................................................................................
30 89
G. Akuntabilitas Keuangan..................................................................................
93
PENUTUP ..........................................................................................................
95
A. Kesimpulan ……………………………………….............................................
95
B. Saran..............................................................................................................
98
I.
II.
III.
IV.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman iii
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Hal. DAFTAR GAMBAR Gambar Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.................
4
DAFTAR BAGAN Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP ……………………………………………….
7
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Komposisi Pegawai Menurut Golongan………………………………….
5
Grafik 2. Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II…………………………….
5
Grafik 3. Komposisi Pegawai Menurut Jabatan……………………………………
6
Grafik 4. Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin……………………………. Grafik 5. Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009…………………………
6 24
Grafik 6. Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009………………………………….
28
DAFTAR TABEL Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009…………………………………………. Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009………………………………………………………………….. Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA 2005 – 2009………………….
25 29 39
Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, 2007-2009…………………………………………………………………. Tabel 5 Debt Switching dan Buy back SBN………………………………………
47
Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap………………………
52
Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun 2009…………………………….
93
52
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2009
2.
Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman iv
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009. DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode 2007-2009. Namun demikian, ulasan atas evaluasi berdasarkan kebijakan umum kinerja pengelolaan utang diupayakan tetap sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi. B. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia 1. Tugas dan Fungsi Pada tahun 2008, DJPU mengalami perubahan dalam struktur organisasi, yaitu berupa penajaman dan penambahan tugas dan fungsi berkaitan dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan adanya pengembangan instrumen pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.01/2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara. Perubahan struktur organisasi yang diakibatkan penajaman dan penambahan tugas dan fungsi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: a. Direktorat Surat Berharga Negara yang semula berfungsi sebagai front office untuk Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) diubah menjadi front office khusus untuk SUN; DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 1
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b. Reposisi Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah dari middle office menjadi front office berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN); c. Penambahan tugas dan fungsi pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri; d. Penambahan tugas dan fungsi pemantauan risiko gagal bayar (default) atas penyediaan anggaran utang kontinjensi melalui dana jaminan pemerintah. Sehubungan
dengan
hal
tersebut,
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan kemudian diganti dengan PMK Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. PMK ini mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 31 Desember 2008 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 149/PMK.07/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Berdasarkan PMK Nomor 100/PMK.01/2008, tugas DJPU adalah : Menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen di bidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi: a.
Perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang pengelolaan utang dan hibah;
b.
Pelaksanaan kebijakan dibidang pengelolaan utang dan hibah;
c.
Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengelolaan utang dan hibah;
d.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pengelolaan utang dan hibah;
e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 2
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2. Organisasi DJPU terdiri dari 6 unit Eselon II, dengan susunan sebagai berikut: a. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal; b. Direktorat Pinjaman dan Hibah mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan kebijakan dan standarisasi pengelolaan pinjaman dan hibah berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; c. Direktorat Surat Utang Negara mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan pengelolaan portofolio, pengembangan pasar, analisis keuangan dan pasar SUN, serta merumuskan peraturan dan kebijakan operasional SUN berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal; d. Direktorat Pembiayaan Syariah mempunyai tugas merumuskan kebijakan pengelolaan pembiayaan syariah yang meliputi penerbitan, penjualan, pembelian kembali, dan penukaran SBSN, perencanaan dan pengembangan instrumen pembiayaan syariah, pemantauan dan analisis perkembangan pasar keuangan, serta penyiapan peraturan dan dokumen hukum, baik yang diterbitkan secara langsung
oleh
Pemerintah
maupun
melalui
Perusahaan
Penerbit
SBSN,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; e. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang mempunyai tugas merumuskan, merekomendasikan, dan mengevaluasi strategi pengelolaan utang, menyusun rencana pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui utang dan hibah, mengkaji pengelolaan utang, merekomendasikan struktur portofolio utang yang optimal, mengelola risiko utang, merumuskan kebijakan dan strategi peningkatan peringkat kredit, mengkoordinasikan pengelolaan strategi utang dengan lembaga terkait, merumuskan strategi pengembangan instrumen utang, memantau risiko dan kewajiban kontinjensi, memantau, merekomendasikan dan mengevaluasi kepatuhan terhadap prosedur standar pengelolaan utang, kode etik, peraturan perundangan, dan perjanjian yang terkait dengan pengelolaan utang;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 3
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
f.
Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai tugas merumuskan kebijakan monitoring dan evaluasi, verifikasi dan administrasi, penyelesaian pembayaran kewajiban, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan, pengembangan sistem informasi utang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal terkait dengan pinjaman, hibah, dan instrumen pembiayaan syariah. Struktur organisasi DJPU disajikan sebagai berikut: Gambar Struktur Organisasi DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 4
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
3. Sumber Daya Manusia Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2009, komposisi pegawai DJPU adalah sebagai berikut: Grafik 1 Komposisi Pegawai Menurut Golongan
Grafik 2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II
60 100
Jumlah Pegawai
50
80
40
60
30
40
20
20
10
0
East West North
1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr
0 IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a Golongan Pegawai
No.
Golongan Pegawai
Jumlah Pegawai
1
IV/d
2
1
Sekretariat Direktorat Jenderal
63
2
IV/c
3
2
Dit Pinjaman dan Hibah
58
3
IV/b
6
3
Dit Surat Utang Negara
43
4
IV/a
18
4
Dit Pembiayaan Syariah
35
5
Dit Strategi dan Portofolio Utang
35
6
Dit Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen JUMLAH
78
5
III/d
35
6
III/c
55
7
III/b
43
8
III/a
57
9
II/d
44
10
II/c
40
11
II/b
8
12
II/a JUMLAH
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
No.
Unit Eselon II
Jumlah Pegawai
312
1 312
Halaman 5
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Grafik 3 Komposisi Pegawai Menurut Jabatan
No. 1 2 3 4 5
Jabatan Pegawai Eselon I Eselon II Eselon III Eselon IV Pelaksana JUMLAH
Jumlah Pegawai 1 5 23 77 206 312
Grafik 4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin
No.
Jenis Kelamin Pegawai
1 2
Laki-laki Perempuan JUMLAH
Jumlah Pegawai 250 62 312
C. Sistematika Penyajian LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU sampai dengan tahun 2009. Sedangkan capaian kinerja (performance results) tahun 2009 akan diperbandingkan dengan rencana kinerja (performance plans) tahun 2009 sebagai tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dalam tahun tersebut. Analisis
atas
capaian
kinerja
terhadap
rencana
kinerja
ini
memungkinkan
teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP adalah sebagai berikut: Bab I
– Pendahuluan, menyajikan
latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur
organisasi. Bab II – Rencana Strategis dan Rencana Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun 2007-2009 dan rencana kinerja tahunan 2007-2009. Bab III – Pengukuran, Evaluasi, dan Analisis, menyajikan hasil pengukuran sasaran, evaluasi, dan analisis kinerja terhadap pencapaian sasaran. Bab IV – Penutup, menyajikan simpulan dan saran. Lampiran-lampiran DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 6
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA A. Alur Pikir Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP
LANDASAN UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SPPN; Inpres 7 Tahun 1999 tentang AKIP; Renstra Departemen Keuangan Tahun 2004-2009
TUGAS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG Menyelenggarakan sebagian tugas pokok dibidang pengelolaan utang dan hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
RENSTRA DJPU TAHUN 2007-2009 Visi Misi Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Program Kegiatan Pokok
RKT DAN PK DJPU TAHUN 2009
LAKIP DJPU TAHUN 2009
Umpan Balik
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 7
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
B. Peran strategis DJPU Sebagai organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang, DJPU berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya, melalui peran serta setiap pegawai DJPU yang memiliki profesionalisme, integritas dan komitmen yang tinggi atas pencapaian kinerja yang ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategisnya. Peran strategis DJPU digambarkan sebagai berikut; 1. Memenuhi sebagian pembiayaan defisit APBN yang berasal dari sumber pembiayaan melalui utang Selain pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan defisit APBN. Selain untuk memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang berasal dari potofolio pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), DJPU juga melaksanakan kegiatan yang meliputi penerbitan/pengadaan utang dan pengembangan instrumen pembiayaan utang, serta pengembangan pasar SBN. Pembiayaan melalui utang dilakukan dengan cara mencari sumber pembiayaan yang berbiaya rendah dan menguntungkan negara dengan mempertimbangkan struktur portofolio utang yang optimal, biaya dan risiko yang dapat ditolerir, dan pemilihan instrumen utang yang tepat. 2. Mengelola utang negara; Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan
untuk
mencapai
kondisi
keuangan
negara
yang
sehat
dan
mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan. Kesalahan di dalam pengelolaan utang akan berdampak negatif terhadap perekonomian, antara lain ketidakmampuan dalam membayar kewajiban utang, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya
penurunan
peringkat
utang
(sovereign
credit
rating),
terganggunya
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan, bahkan gagal bayar (default).
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 8
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang sampai dengan 31 Desember 2009 mencapai Rp 1.590,66 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai sifat dapat menimbulkan kewajiban dan dikhawatirkan akan mengurangi pilihan dan keleluasaan pemerintah dikemudian hari untuk melakukan kebijakan pembangunannya sebagai akibat dari penumpukan beban fiskal pembayaran utang. C. Rencana Strategis 2007-2009 Renstra DJPU tahun 2007-2009 memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU, yang mengacu pada Renstra Departemen Keuangan tahun 2004-2009. Renstra tersebut disusun melalui suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan manajerial, dengan memanfaatkan sebanyakbanyaknya pengetahuan antisipatif melalui analisis lingkungan internal dan eksternal, mengorganisasikan
usaha-usaha
pelaksanaan
pencapaian
sasaran,
melakukan
pengelolaan risiko, dan mengukur hasilnya sebagai umpan balik dalam mengevaluasi kinerja di masa akan datang. Dalam Renstra DJPU tahun 2007-2009 telah ditetapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU sebagai berikut: 1. Visi dan Misi a.
Visi ”Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai Standar Internasional”
b.
Misi Dalam rangka pencapaian Visi di atas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan Misi sebagai berikut: 1) Mewujudkan pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel; 2) Mewujudkan pengelolaan Surat Berharga Negara yang profesional dan akuntabel; 3) Mewujudkan
pengelolaan
strategi
dan
portofolio
utang
yang
mampu
meminimalkan biaya pada profil risiko yang dapat diterima; DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 9
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
4) Mewujudkan suatu kebijakan pembiayaan syariah yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah; 5) Mewujudkan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pengelolaan utang yang tepat, akurat, profesional dan bertanggung jawab serta menyediakan informasi tentang utang kepada para pengambil keputusan secara akurat dan tepat waktu. c.
Tujuan Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, 1 sampai 5 tahun kedepan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan DJPU adalah sebagai berikut: 1) Mengoptimalkan pengelolaan utang, baik yang berasal dari SBN (government securities) maupun pinjaman (official loan) sebagai alternatif pembiayaan defisit APBN, agar
diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan pada
tingkat risiko yang dapat ditolerir; 2) Membantu
kelancaran
tugas
pimpinan
dan
fungsi
manajemen
dalam
penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan; 3) Mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara efisien dan efektif serta terpadu; 4) Meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan. d.
Sasaran Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara nyata dalam jangka waktu tahunan, semesteran atau bulanan. Sasaran harus bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, dan menantang namun dapat dicapai, berorientasi pada hasil, dan dapat dicapai dalam periode 1 tahun mendatang. Berdasarkan hal tersebut di atas, sasaran DJPU yang telah ditetapkan pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 10
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1) Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang; 2) Terwujudnya
pengamanan
rencana
penyerapan
pinjaman
luar
negeri
(disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek; 3) Terlaksananya pengelolaan Portofolio SBN; 4) Berkembangnya Pasar dan infrastruktur pendukung SBN; 5) Tersedianya strategi pengelolaan utang dengan struktur portofolio yang optimal, tingkat risiko yang terkendali, dan tingkat biaya yang dapat diterima; 6) Terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah sebagai alternatif instrumen pembiayaan APBN; 7) Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang secara efektif dan efisien; 8) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal; 9) Meningkatnya pelayanan kepegawaian; 10) Meningkatnya kualitas perencanaan program dan keuangan, pengelolaan keuangan, dan laporan keuangan direktorat jenderal; 11) Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan pemeliharaan sarana gedung, peralatan, dan kendaraan dinas direktorat jenderal; 12) Meningkatnya kapasitas/kualitas SDM; 13) Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal. e.
Strategi Strategi pengelolaan utang ditetapkan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang, melalui: a) Mengupayakan pencapaian target maksimum tambahan bersih utang (pinjaman & penerbitan SBN) +1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB); b) Memprioritaskan
penerbitan SBN di pasar domestik untuk kepentingan
pembiayan defisit dan pembayaran kembali utang (refinancing). DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 11
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2) Pengembangan Pasar Domestik SBN, melalui: a) Diversifikasi instrumen utang dan perluasan basis investor; b) Mengembangkan infrastruktur pasar dalam rangka mendukung efisiensi pasar. 3) Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri yang efektif, melalui: a) Membiayai proyek yang cost recovery; b) Memperbaiki project readiness criteria; c) Membiayai proyek dalam rangka Millenium Development Goals (MDGs). 4) Pengelolaan Portofolio SBN yang credible, melalui: a) Menerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and 20 years); b) Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif dalam rangka memperpanjang jatuh tempo; c) Melakukan pembelian kembali (buy back) untuk mengurangi outstanding dan mendukung stabilitas pasar. 2. Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2009 adalah sebagai berikut: a.
Mempercepat proses penyusunan draft RUU, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;
b.
Mempercepat proses penyusunan draft RPP, serta mengusulkan penetapan hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;
c.
Menyusun dan mereviu peraturan dan dokumen hukum yang berkaitan dengan pengelolaan SBN:
d.
Melakukan penyusunan ketentuan antara lain tentang pembayaran utang luar negeri, utang dalam negeri, subsidi, dan pembayaran kepada surveyor;
e.
Melakukan optimalisasi, efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman luar negeri;
f.
Meningkatkan sistem penatausahaan pinjaman luar negeri secara tertib dan teratur;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 12
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
g.
Melakukan pengendalian intern (sisdur dan kelembagaan) administrasi pinjaman luar negeri yang lebih intensif;
h.
Menyusun peraturan mengenai penyaluran dan pengelolaan pinjaman;
i.
Mengkaji komposisi penerbitan SBN dalam rupiah dan mata uang asing dengan mempertimbangkan aspek biaya dan risiko bagi pemerintah;
j.
Melakukan penerbitan SBN secara regular;
k.
Mengurangi stok utang melalui pembelian kembali obligasi negara sebelum jatuh tempo;
l.
Meningkatkan durasi portofolio SBN melalui program pertukaran (debt switching);
m.
Memperbaiki likuiditas obligasi negara di pasar sekunder;
n.
Membangun kepercayaan pasar dan daya tarik SBN;
o.
Menerbitkan SBN yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar sekunder;
p.
Meningkatkan frekuensi komunikasi dengan otoritas moneter dalam bentuk pertukaran informasi dan dialog, serta menyelaraskan SBN program dengan kebijakan moneter;
q.
Mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengembangan pasar yang aktif dan likuid;
r.
Mengembangkan komunikasi yang baik dengan para pelaku pasar SBN untuk mendapatkan informasi pasar yang akurat;
s.
Memantau perdagangan SBN di pasar sekunder untuk mengetahui seri SBN yang diminati pelaku pasar;
t.
Meningkatkan kerjasama dengan investor institusi dan regulator pasar keuangan untuk memperluas basis investor;
u.
Mengembangkan kerjasama yang baik dengan Bank Indonesia selaku pelaksana kliring, setelmen, dan registrasi;
v.
Mengoptimalkan akses pasar informasi melalui penyedia jasa informasi keuangan seperti Bloomberg, PIPU, dll;
w.
Menerbitkan berita triwulanan;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 13
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
x.
Menyelenggarakan kegiatan sosialisasi SBN ke berbagai kalangan;
y.
Menyeimbangkan profil jatuh tempo obligasi negara;
z.
Meningkatkan tertib administrasi pembayaran pinjaman luar negeri;
aa.
Menyempurnakan sistem pengadministrasian pinjaman yang efektif dan efisien;
bb.
Menyempurnakan pelaksanaan pengadministrasian dan penagihan pinjaman;
cc.
Melakukan penyelesaian dokumen perjanjian pinjaman secara tepat waktu;
dd.
Meningkatnya kualitas monitoring dan evaluasi pendanaan proyek yang dibiayai PHLN, serta pelaksanaan replenishment oleh Executing Agency (EA);
ee.
Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia dan unit terkait intern Departemen Keuangan dalam proses pembayaran bunga dan pokok SBN;
ff.
Meningkatkan
koordinasi
dalam
rangka
penataan
kelembagaan
dan
ketatalaksanaan direktorat jenderal; gg.
Menerapkan prinsip-prinsip good governance;
hh.
Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekrutmen pegawai;
ii.
Melaksanakan penempatan pegawai sesuai kebutuhan unit;
jj.
Menyelenggarakan kajian pola mutasi kepegawaian;
kk.
Menyusun standar kompetensi jabatan;
ll.
Mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai program pelatihan;
mm. Mengembangkan aplikasi sistem informasi kepegawaian; nn.
Menyelenggarakan pertemuan rutin dengan unit terkait dalam rangka koordinasi pembinaan kepegawaian;
oo.
Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana kerja anggaran, dan pelaksanaannya;
pp.
Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan tunjangan;
qq.
Melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal;
rr.
Meningkatkan sarana dan prasarana di lingkungan direktorat jenderal.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 14
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
D. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 1. Program Pokok: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan: a. Menyusun peraturan di bidang pengelolaan PHLN; b. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN; c. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan pembiayaan syariah; d. Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan stretgi dan portofolio utang; e. Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah; f.
Melaksanakan pengelolaan portofolio SUN;
g. Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN; h. Mengelola strategi dan portofolio utang; i.
Mengelola kebijakan pembiayaan syariah;
j.
Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang.
2. Program Penunjang Terdapat tiga program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, dengan rincian sebagai berikut: a. Penerapan kepemerintahan yang baik Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, yaitu: 1) Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan; 2) Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; 3) Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan; 4) Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan; 5) Menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan perkantoran.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 15
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b. Pengelolaan sumber daya manusia aparatur dengan kegiatan menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; dan c. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dengan kegiatan melaksanakan pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana. E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Pada setiap awal tahun, DJPU menyusun dokumen perencanaan kinerja berupa RKT sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban kinerja di akhir periode evaluasi. RKT memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan dengan informasi yang dimuat dalam RKT mencakup berbagai kegiatan, indikator kinerja inputs, outputs, dan outcomes. RKT dibuat berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai sub sistem baru pada waktu itu dalam melaksanakan ketentuan Inpres 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/2009 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama Di Lingkungan Departemen Keuangan, sejak tahun 2008 telah diperkenalkan dan diimplementasikan sistem manajemen kinerja dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard (BSC) di lingkungan Departemen Keuangan. Berdasarkan ketentuan tersebut
dan
sesuai
surat
Menteri
Keuangan
Nomor
S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010 serta sejalan dengan arahan pejabat dari Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam beberapa rapat kerja bersama di Departemen Keuangan, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian Indikator Kinerja yang tercantum dalam RKT Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi IKU sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 16
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
F. Balanced Scorecard (BSC) Dengan dimulainya program reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan maka dimulai juga manajemen kinerja Depkeu berbasis Balanced Scorecard (BSC). Pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Departemen Keuangan (Depkeu) secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan. Keputusan tersebut mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan peta strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan target, serta pelaporan capaian kinerja triwulanan kepada Menteri Keuangan. Konsep BSC dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Dengan menggunakan
metodologi
BSC,
setiap
unit
eselon
I
secara
hirarkis
(cascade)
menyelenggarakan penyusunan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators/ KPI), yang diharapkan dapat mencerminkan keberhasilan organisasi dalam rangka memenuhi harapan pemangku kepentingan (stakeholders), meningkatkan kinerja operasional, mengetahui tingkat keefektifan organisasi/kepemimpinan dalam mengelola sumber daya yang dimilki, dan sekaligus mengetahui hasil-hasil kinerja pengelolaan keuangan. Atas pencapaian realisasi target IKU kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pencapaian sasaran dan tujuan strategis organisasi. Cascading BSC Depkeu diturunkan (cascaded) ke seluruh unit organisasi yang ada di bawahnya. BSC Depkeu ini disebut Depkeu-Wide sedangkan setelah dicascade ke unit organisasi di bawahnya yaitu ke eselon I disebut Depkeu-One, ke eselon II disebut DepkeuTwo, ke eselon III disebut Depkeu-Three, ke eselon IV disebut Depkeu-Four, dan kelevel pelaksana disebut Depkeu-Five. BSC dalam implementasinya menjadi suatu sistem manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengevaluasi prestasi kerja tidak hanya dilihat dari segi finansial tetapi juga mengkomunikasikan Visi, Strategi, Kinerja Organisasi agar sesuai dengan harapan Stakeholder.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 17
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
G. Rencana Kinerja Versi BSC
VISI: Menjadi pengelola utang pemerintah yang memiliki sumber daya manusia yang profesional dan tata kelola organisasi yang sesuai standar internasional TUJUAN STRATEGIS: 1. Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN; 2. Mendukung upaya financial market deepening untuk meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar keuangan. Pembiayaan yang aman bagi kesinambunga n fiskal (1 IKU)
Kreditor, Investor, Donor
Learning and Growth Perspective
Internal Perspective
Customer Perspective
Financial Perspective (Stakeholder Perspective)
PETA STRATEGI DJPU TAHUN 2009
Transparansi (1 IKU)
Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif (1 IKU)
Kredibilitas (1 IKU)
Akuntabilitas (1 IKU)
Melaksanakan pembayaran kewajiban secara tepat (1 IKU)
Mengelola portofolio utang (3 IKU)
SDM Merekrut dan mengembangkan SDM yg berintegritas dan berkompetensi tinggi (2 IKU)
Membina hubungan dengan kreditor dan investor (2 IKU)
Menyusun landasan hukum dan peraturan (1 IKU)
Organisasi Mengembangk an organisasi yg handal dan modern (1 IKU)
Mewujudkan good governance (2 IKU)
Melakukan monitoring & evaluasi (1 IKU)
Informasi Membangun sistem informasi yang terintegrasi (1 IKU)
Peta strategi DJPU menerapkan 4 perspektif, yaitu Stakeholders, Customers, Internal Process, dan Learning and Growth. Dari Peta Strategi tahun 2009 tersebut, terdapat 14 Sasaran Strategis (SS) DJPU yang ingin diwujudkan dengan 19 IKU yang ditetapkan. Target kinerja berdasarkan implementasi BSC di tahun 2009 adalah sebagaimana tabel berikut. Perspektif
IKU
Strategic Objectives 1.
Stakeholders
2.
Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal
1
Transparansi
2
Customers
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
F1
Pemenuhan target pembiayaan melalui utang (Realisasi Penerbitan SBN Bruto)
C1
Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang
Baseline (Realisasi 2008)
Target 2009
93.50%
100.00%
Rp126,244 triliun
Rp173.698 triliun
273
380
Halaman 18
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Perspektif
Internal Drivers
Baseline (Realisasi 2008)
Target 2009
83%
100.00%
100.00%
100.00%
3.
Akuntabilitas
3
C .2
Opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang
4.
Kredibilitas
4
C3
Pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran
5.
Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif
5
D1
Efektifitas instrumen pembiayaan baru
0.00%
100.00%
6.
Mengelola portofolio utang
6
D 2.1
Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang
5.84%
6.59%
8
D 2.2
Pencapaian target effective cost
n.a
100.00%
9
D 2.3
Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan
n.a.
100.00%
100.00%
100.00%
42
50
154,72%
165.00%
7.
Melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan
10
D3
Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan
8.
Membina hubungan dengan kreditor dan investor
11
D 4.1
Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang
12
D 4.2
Partisipasi investor dalam penerbitan SBN
13
D5
Tersedianya Peraturan dan Keputusan yang mendukung pengelolaan utang
12
16
10. Melakukan monitoring & evaluasi
14
D6
% penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif
29.29%
29.29%
11. Merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi
15
LG 1.1
% karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik
60.00%
65.00%
16
LG 1.2
Jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang
0
0
9.
Learning and Growth
IKU
Strategic Objectives
Menyusun landasan hukum dan peraturan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 19
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Perspektif
IKU
Strategic Objectives
Baseline (Realisasi 2008)
Target 2009
12. Mengembangkan organisasi yg handal dan modern
17
LG 2
% penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat
95.00%
100.00%
13. Mewujudkan good governance
18
LG 3.1
% rekomendasi audit Itjen dan BPK yang telah ditindaklanjuti
100.00%
100.00%
19
LG 3.2
Tingkat Kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur
100.00%
100.00%
19
LG 4
Sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana
90.00%
90.00%
14. Membangun sistem informasi yang terintegrasi
Dalam melakukan pembahasan pengukuran, evaluasi, dan analisis LAKIP DJPU Tahun 2009, yaitu pada BAB III, untuk pengelolaan utang secara umum mengacu kepada indikator kinerja yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, sedangkan untuk mengukur kinerja secara khusus dalam periode 2007-2009 mengacu kepada SS dan IKU yang telah ditetapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 20
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
BAB III PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS A. Pengelolaan Utang Utang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu Pinjaman dan SBN. 1.
Pengelolaan Pinjaman Pinjaman berdasarkan postur APBN terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek. Pinjaman Proyek adalah pinjaman yang dilakukan untuk membiayai kegiatan tertentu (proyek), yang pencairan pinjamannya sangat tergantung pada realisasi pelaksanaan proyek. Sedangkan Pinjaman Program adalah bentuk pinjaman tunai yang pencairannya berdasarkan persyaratan atau pemenuhan kondisi tertentu. Pinjaman Program dimanfaatkan terutama untuk pembiayaan APBN secara umum. Untuk menjaga adanya good governance dalam pengelolaan pembiayaan melalui pinjaman, telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Aturan ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam PP tersebut diatur bahwa pinjaman luar negeri dilakukan dengan mempertimbangkan adanya: (a) kebutuhan pembiayaan, (b) kemampuan penyerapan, (c) kemampuan membayar kembali, dan (d) risiko yang akan ditanggung Pemerintah. Selain instrumen pinjaman luar negeri, dalam periode ini juga dikembangkan instrumen pembiayaan melalui Pinjaman Dalam Negeri. Pinjaman tersebut dapat berasal dari BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tatacara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Instrumen pembiayaan melalui pinjaman dalam negeri merupakan instrumen alternatif dan akan dimanfaatkan apabila menurut analisis biaya dan risiko layak untuk dilakukan, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian yang memungkinkan pemberi pinjaman melakukan transaksi pinjam-meminjam pada Pemerintah tanpa meninggalkan tujuan penempatan dana dari pihak pemberi pinjaman. Akan tetapi sampai dengan akhir tahun 2009, instrumen tersebut belum digunakan, mengingat aturan pelaksanaannya sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 21
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2.
Pengelolaan SBN Instrumen SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. Sedangkan SBSN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Penerbitan SBN selain digunakan untuk membiayai defisit APBN, juga digunakan untuk menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam 1 (satu) tahun anggaran dan pengelolaan portofolio utang negara. SBN dapat diterbitkan dalam jangka pendek, sampai dengan satu tahun maupun jangka panjang. SBN yang diterbitkan dalam jangka pendek pada prinsipnya merupakan instrumen pengelolaan kas Pemerintah dalam hal terjadi cash mismatch. Dari sisi nilai tukar yang digunakan, SBN dapat diterbitkan dalam mata uang domestik maupun dalam mata uang asing (valas). Dari sisi sifatnya SBN dapat menjadi instrumen yang tradable (dapat diperdagangkan) maupun non-tradable (tidak dapat diperdagangkan). Sedangkan dari cara penerbitannya dapat dilakukan dalam 2 cara sebagai berikut (1) melalui mekanisme lelang maupun (2) melalui mekanisme non lelang baik melalui mekanisme bookbuilding, penempatan langsung (private placement), dan transaksi langsung. Besaran jumlah penerbitan SBN neto setiap tahunnya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR yang pembahasannya dilakukan secara tidak terpisah dari pembahasan APBN. SBN neto merupakan selisih antara jumlah SBN yang diterbitkan dengan SBN yang jatuh tempo dan/atau dibeli kembali. Konsep neto dibutuhkan oleh pengelola utang untuk mendapatkan fleksibilitas dalam pengelolaan utang, dengan memanfaatkan momentum pasar yang ada, baik untuk kepentingan pemenuhan target pembiayaan maupun dalam rangka pengelolaan portofolio dan risiko utang. Pemenuhan kebutuhan pembiayaan melalui pengelolaan SBN dilakukan dengan mengacu pada strategi yang ditetapkan. Strategi dimaksud mencakup strategi pengelolaan SBN di pasar perdana maupun pasar sekunder, yang meliputi antara lain penerbitan SBN secara reguler di pasar domestik, pengembangan instrumen, pelaksanaan buyback dalam rangka pengelolaan portofolio dan stabilisasi pasar SBN.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 22
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009 Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berada pada level yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain didorong oleh peran belanja pemerintah yang dipenuhi dari penerimaan negara dan sumber-sumber pembiayaan. Peningkatan belanja pemerintah yang tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan negara mendorong peningkatan defisit APBN. Hal ini terlihat pada peningkatan belanja pemerintah yang mencapai hampir dua kali lipat yaitu dari sebesar Rp509,63 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp956,38 triliun pada tahun 2009 yang memberikan konsekuensi terjadinya peningkatan defisit dari Rp14,41 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp87,43 triliun pada tahun 2009. Peningkatan defisit yang cukup besar tersebut memerlukan ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai sehingga tujuan kebijakan fiskal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai. Dalam periode 2005-2009, kebijakan keuangan negara lebih diarahkan untuk menjaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan dan memenuhi agenda pembangunan. Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja negara yang cukup ekspansif, baik belanja modal, subsidi maupun belanja sosial yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagai konsekuensinya APBN pada periode tersebut memiliki defisit yang relatif tinggi dibanding periode sebelumnya, dan tingginya defisit ini membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang harus dipenuhi. Pemenuhan pembiayaan atas realisasi defisit periode 2005–2009 dilakukan melalui sumber utang dan nonutang. Kedua sumber tersebut dapat bersifat penerimaan, dalam arti terdapat aliran masuk (inflow) ke APBN tahun bersangkutan yang dapat memberikan tambahan kemampuan bagi Pemerintah untuk memenuhi belanja negara maupun untuk membiayai pengeluaran pembiayaan sendiri, dan dapat bersifat pengeluaran, dalam arti adanya aliran keluar (outflow) dari APBN yang digunakan antara lain untuk membayar kewajiban utang, investasi atau penyertaan negara (bukan belanja modal), atau untuk membayar komitmen pemerintah lainnya seperti adanya kebijakan untuk memberikan penjaminan. Kebijakan dalam memanfaatkan setiap sumber pembiayaan tersebut dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan efisiensi biaya, kemampuan penyediaan dana, dan dampaknya pada masa yang akan datang.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 23
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Untuk memenuhi defisit tersebut, maka kebijakan yang diambil oleh Pemerintah terfokus pada pencarian sumber pembiayaan, dengan memperhitungkan kapasitas sumber pembiayaan dan pemilihan kombinasi yang seimbang diantara pilihan alternatif sumber yang tersedia, dengan tetap memperhatikan sustainability-nya dalam jangka panjang, dan trade-off biaya dan risiko dari pemilihan alternatif dimaksud. Secara keseluruhan pembiayaan utang dan nonutang periode 2005–2009 dapat terlihat pada grafik 1 berikut: Grafik 5 Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009 (triliun rupiah)
SBN - neto Pinjaman Luar Negeri - neto Lainnya (Nonutang) - neto Defisit APBN % Defisit terhadap GDP (RHS)
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
2005+ 22.6 (10.3) (1.2) 14.4 0.5
2006+ 36.0 (26.6) 20.0 29.1 0.9
2007+ 57.2 (23.9) 9.1 49.8 1.3
+
2008 85.9 (13.2) 16.5 4.1 0.1
++
2009 99.3 (12.7) 43.2 129.8 2.4
Halaman 24
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009 Pembiayaan melalui utang dianggap merupakan sumber pembiayaan yang dapat berkesinambungan
(sustainable)
mengingat
adanya
konsep
pembiayaan
kembali
(refinancing), serta lazim dilakukan oleh hampir seluruh negara. Dalam periode 2005-2009 terdapat pola yang konsisten dalam pembiayaan APBN Indonesia, dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp14,55 triliun pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp88,40 triliun pada tahun 2009. Dari sisi instrumen utang, terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan SBN neto yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan, juga digunakan untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman luar negeri dan investasi pemerintah serta penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto meningkat dari Rp22,57 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp99,47 triliun pada tahun 2009. Sementara pinjaman luar negeri menunjukkan penurunan selama periode tersebut dengan rata-rata penurunan sekitar Rp15,83 triliun pertahun. Data pembiayaan utang periode 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009 (Triliun Rupiah) 2005 KETERANGAN
2006
2007
2008
Realisasi (LKPP)
2009 Realisasi Sementara
A
Surat Berharga Negara (neto)
22.57
35.99
57.17
85.92
99.47
B
Pinjaman (neto)
(8.02)
(23.01)
(23.85)
(13.22)
(11.07)
I
29.09
29.67
34.07
50.22
56.96
(37.11)
(52.68)
(57.92)
(63.44)
(68.03)
14.55
12.98
33.32
72.70
88.40
II
Penarikan Pinjaman Luar Negeri Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri
Total Pembiayaan Utang
Keterangan: Pinjaman neto tidak memperhitungkan pengeluaran pembiayaan dalam rangka penerusan pinjaman
Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akan membawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi tersebut antara lain:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 25
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1. Adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaran bunga atas utang. 2. APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadap dinamika pasar. 3. Kebutuhan refinancing utang semakin meningkat yang harus diimbangi dengan upaya peningkatan kapasitas pasar SBN, sebagai instrumen utama dalam pembiayaan. 4. Perlunya pengelolaan kas yang makin baik agar setiap utang yang dilakukan tidak menimbulkan biaya yang berlebihan akibat adanya dana tunai yang idle. Oleh karena itu, dalam pengelolaan utang diperlukan penerapan disiplin fiskal secara konsisten agar penggunaan dari setiap utang tersebut dapat dialokasikan pada sektor yang produktif dan dilaksanakan secara efisien untuk mencapai efektivitas yang tinggi dari pembiayaan melalui utang. Disamping itu, dalam pengelolaan utang juga menuntut adanya disiplin pasar yang tinggi agar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara hati-hati, cepat, tepat, dan efisien dengan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governance principles). D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009 Untuk lebih mengendalikan beban utang agar dapat memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta untuk menjaga agar penyusunan APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam PP tersebut diatur bahwa besarnya jumlah kumulatif defisit dari APBN dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun bersangkutan dan besarnya jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat
dan daerah
dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB tahun bersangkutan. Perbandingan antara besarnya total pinjaman Pemerintah dengan PDB tahun yang bersangkutan disebut Debt to GDP ratio. Selain itu, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, disebutkan bahwa dalam jangka menengah, pedoman umum pengelolaan utang Negara mengacu pada Peraturan Presiden DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 26
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009, dimana dalam Perpres tersebut diatur bahwa peningkatan pengelolaan pinjaman luar negeri Pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. Untuk pinjaman dalam negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta melalui penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Dengan demikian, rasio stok pinjaman terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap menjadi lebih rendah dari 40% PDB pada tahun 2009. Dari dua ketentuan tersebut, terdapat tiga ukuran yang mencerminkan keberhasilan kinerja pengelolaan utang yaitu: 1. Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari PDB. 2. Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. 3. Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Berkaitan dengan ketentuan dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005, pada grafik 6 terlihat bahwa rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa instrumen Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005 dan menjadi sekitar 30 persen pada akhir tahun 2009.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 27
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Grafik 6 Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009
Catatan : RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri)
Pada grafik 6 di atas terlihat bahwa sejak tahun 2006 rasio utang terhadap PDB telah berada dalam posisi di bawah 40 persen, dan rasio tersebut cenderung menurun selama periode 2005-2009. Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh Pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri. Selain itu, pada grafik 6 terlihat pula bahwa perkembangan stok (outstanding) utang luar negeri secara relatif terhadap PDB menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Sedangkan
perkembangan
stok
utang
luar
negeri
secara
absolut/nominal
menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang dalam mata uang US dollar akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan SBN neto dalam periode 2005-2009 yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut dilakukan terutama
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 28
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik. Perkembangan stok utang luar negeri berdasarkan mata uang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009
2005 Mata Uang Asli USD JPY EUR Mata Uang Lain
2006
2007
2008
2009
26.4
27.5
28.4
32.8
37.1
3,184.4
3,066.0
2,941.9
2,820.5
2,713.8
8.1 7.8 7.2 6.7 5.9 -------------------------- Beragam Mata Uang --------------------------
Equivalent dalam Rupiah USD JPY EUR Mata Uang Lain Total
259.9 265.6 94.4 34.4 654.4
248.1 232.4 92.6 36.1 609.2
267.1 244.4 98.9 41.4 651.8
358.6 341.9 104.2 48.2 852.9
348.7 276.0 79.8 48.9 753.4
Untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik, Pemerintah membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB. Realisasi tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode 2005–2009 masingmasing adalah sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata tambahan bersih utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68 persen dari PDB.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 29
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
E. Pengukuran Sasaran 1. Sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target pembiayaan melalui utang Pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan Pinjaman Program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari Pinjaman Program, tidak termasuk Pinjaman Proyek karena sifat Pinjaman Program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Dalam memenuhi target
pembiayaan
melalui utang, realisasi
penerbitan
SBN/pengadaan Pinjaman Program dilakukan dengan menggunakan konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Pencapaian IKU ini menuju capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. a.
Pemenuhan target pembiayaan melalui utang pada tahun 2009 ditargetkan sebesar Rp175,12 triliun (100%) dengan capaian realisasi sebesar Rp173,12 triliun (98.86%), yang terdiri dari: 1) Penarikan Pinjaman Program ditargetkan sebesar Rp30,32 triliun (ekuivalen USD2.994 juta) dengan realisasi sebesar Rp28,57 triliun (ekuivalen USD2.944 juta). Jumlah realisasi tersebut merupakan jumlah keseluruhan kegiatan pengelolaan Pinjaman Program di tahun 2009 berasal dari 10 perjanjian. Sumber pinjaman berasal dari Bank Dunia sebesar USD1.544 juta, Asian Development Bank (ADB) sebesar USD500 juta,
Japan International
Cooperation Agency (JICA) sebesar USD600 juta, dan Pemerintah Perancis sebesar USD300 juta. Pada Pinjaman Program yang bersumber dari Bank Dunia, terjadi perubahan target dari semula sebesar USD1.594 juta menjadi USD1.544 juta. Perubahan target tersebut ditetapkan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi APBN-P 2009 tanggal 16 Oktober 2009.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 30
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2) Pembiayaan melalui SBN ditargetkan secara neto sebesar Rp99,256 triliun atau secara gross sebesar Rp144,548 triliun. Adapun realisasi penerbitan SBN secara neto Rp99,256 triliun atau secara gross sebesar Rp144,558 triliun, yang terdiri dari realisasi penerbitan SUN gross sebesar Rp128,007 triliun dan realisasi penerbitan SBSN gross sebesar Rp16,550 triliun. Realisasi SBN neto melampaui target yang ditetapkan karena pembukuan accrued interest sebesar Rp185,8 miliar diperhitungkan sebagai bagian dari realisasi SBN neto. Jumlah realisasi penerbitan SUN sebesar Rp128,007 triliun merupakan jumlah keseluruhan kegiatan penerbitan SUN di tahun 2009 yang berasal dari: a) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang rupiah sampai dengan 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp88,236 triliun. Jumlah penerbitan tersebut terdiri dari penerbitan Obligasi Negara (ON) sebesar Rp54,5 triliun, penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp24,7 triliun, penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI006 sebesar Rp8,54 triliun dan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp500 miliar. b) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang asing denominasi USD sampai dengan 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp36,075 triliun (ekuivalen USD3 miliar), sedangkan realisasi penerbitan SUN mata uang asing denominasi Yen (Samurai Bond/Shibosai) adalah sebesar Rp3,695 triliun (ekuivalen JPY35,00 miliar atau USD350 juta). Jumlah realisasi penerbitan SBSN tahun 2009 sebesar Rp16,55 triliun, dengan rincian sebagai berikut: a) Penerbitan Sukuk Ritel dengan nilai nominal Rp5,56 triliun; b) Penerbitan SBSN Valas sebesar Rp7,03 triliun (ekuivalen USD650); c) Private placement SDHI dengan nilai nominal Rp2,69 triliun; dan d) Penerbitan SBSN reguler (IFR) dengan cara lelang sebesar Rp 1,28 triliun. Masih rendahnya realisasi penerbitan SBSN tahun 2009, yaitu hanya mencapai Rp16,55 triliun, antara lain disebabkan karena terlambatnya persetujuan DPR atas penggunaan BMN sebagai aset SBSN, sehingga mengakibatkan penundaan program penerbitan yang sudah direncanakan. Selain itu, tingginya DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 31
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
ekspektasi imbal-hasil (yield) yang diinginkan oleh investor menyebabkan pelaksanaan penerbitan tidak memberikan hasil yang optimal. Dengan demikian, target pemenuhan pembiayaan APBN melalui utang di tahun 2009 relatif dapat terpenuhi. b. Selama periode 2007-2008, pemenuhan target pembiayaan melalui utang dirinci sebagai berikut: 1) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2008 sebesar Rp156,35 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang rupiah sebesar Rp82,23 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD sebesar Rp39,32 triliun (ekuivalen USD4,2 miliar), penerbitan SBSN gross dalam mata uang rupiah Rp4,70 triliun dan melalui pengadaan Pinjaman Program sebesar Rp30,10 triliun (ekuivalen USD2,77 miliar). 2) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2007 sebesar Rp119,57 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang rupiah sebesar Rp86,38 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD sebesar Rp13,58 triliun (ekuivalen USD1,5 miliar), dan melalui pengadaan Pinjaman Program sebesar Rp19.61 triliun (ekuivalen USD2,11 miliar). c. Beberapa tantangan dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang, antara lain: 1)
potensi pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan karena masih terbatasnya perkembangan industri pasar keuangan domestik;
2)
penerbitan obligasi valas berpotensi meningkatkan risiko nilai tukar, akan tetapi obligasi valas tetap dibutuhkan karena menjadi alternatif untuk menghindari crowding out effect;
3)
target penerbitan SBN yang terlalu besar dan tidak diimbangi dengan pertumbuhan pasar domestik, dapat mendorong naiknya imbal hasil yang diminta investor;
4)
ketersediaan pinjaman lunak yang disediakan oleh pemberi pinjaman semakin terbatas.
d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 32
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1)
bekerjasama dengan lembaga terkait dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN;
2)
mengembangkan strategi pengelolaan risiko utang melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management dengan Bank Indonesia (natural hedging);
3)
meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga baik domestik dan internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif;
4)
target pembiayaan APBN melalui SBN perlu ditetapkan secara realistis dengan mempertimbangkan daya serap pasar dan pengelolaan portofolio dan risiko utang;
5)
meningkatkan fleksibilitas pembiayaan utang melalui penerapan konsep utang neto.
e. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 2. Sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang IKU ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi terkait pengelolaan utang kepada publik secara transparan dalam rangka menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan utang yang transparan. Ketersediaan informasi pengelolaan utang adalah jumlah publikasi atau diseminasi data dan informasi utang kepada publik melalui berbagai media (cetak/elektronik) dalam satu tahun. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. a. Indikator transparansi pengelolaan utang di tahun 2009 ditargetkan sebesar 380 set dengan realisasi sebesar 489 set. 1)
Terkait dengan pengelolaan SUN, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa pelaksanaan kegiatan press release terkait dengan penerbitan SUN ditargetkan sebesar 32 frekuensi dengan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 33
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
realisasi sebesar 66 frekuensi. Kegiatan yang dilakukan melebihi target yang telah direncanakan, karena terdapat tambahan press release seperti penyediaan informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi melalui metode private placement dan transaksi SUN secara langsung yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam target. Kegiatan press release juga dilakukan dalam rangka menginformasikan perkembangan rating (upgrade ratings) dari rating agency. Dilakukan pula, kegiatan penyediaan bahan publikasi dan informasi pasar SUN yang ditargetkan sebesar 12 frekuensi dengan realisasi sebesar 12 frekuensi. Selain itu terdapat pula kegiatan publikasi dalam pengelolaan SUN. Tahun 2009, publikasi ditargetkan sebanyak 284 frekuensi terdiri dari publikasi melalui website sebanyak 280 frekuensi dan publikasi peraturan 4 frekuensi. Realisasi selama tahun 2009 sebanyak 373 frekuensi terdiri dari publikasi website sebanyak 366 frekuensi dan publikasi peraturan 7 frekuensi. Kegiatan publikasi dan informasi dalam rangka pengelolaan SUN berupa: a) Penyusunan/penyediaan
bahan
publikasi
untuk
penyelenggaraan
sosialisasi dan pre-marketing Obligasi Negara Ritel (ORI). b) Penyusunan/penyediaan bahan publikasi dalam rangka penyelenggaraan konferensi pers terkait: (1) hasil regular issuance maupun buyback/debtswitch;dan (2) penerbitan ORI. c) Publikasi dalam bentuk slide presentasi mengenai perkembangan SUN dalam ”Government Debt Securities Management”, yang ditampilkan pada Website DJPU secara mingguan. d) Penyusunan bahan Recent Economic Development, Joint Publication ”External Debt Statistic of Indonesia”, dan Buku Saku Perkembangan Utang Negara. e) Publikasi melalui media elektronik misalnya penyelenggaraan talk show di radio dalam rangka pre-marketing ORI;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 34
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
f) Publikasi berupa pencetakan brosur, standing banner, stiker, dan spanduk dalam rangka sosialisasi SUN dan marketing ORI. 2)
Terkait dengan pengelolaan SBSN, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa kegiatan press release lelang SBSN, seleksi Agen Penjual Sukuk Ritel, dan Konsultan Hukum yang ditargetkan sebesar 11 frekuensi dengan realisasi sebesar 13 frekuensi.
3)
Terkait dengan pengelolaan strategi dan portofolio utang ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa diseminasi strategi pengelolaan utang yang dilakukan sebesar 1 frekuensi.
4)
Terkait dengan pengelolaan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang, ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa laporan pengelolaan utang yang ditargetkan sebesar 36 laporan dengan realisasi sebesar 36 laporan yang terdiri dari dua jenis laporan bulanan yaitu Laporan Buku Saku dan Stock Transaction Report (24 laporan) dan tiga jenis laporan triwulanan yaitu laporan Central Government Debt Statistical Table (CGDST), Laporan Posisi Pinjaman Luar Negeri dan Laporan Perkembangan Pinjaman Luar Negeri (12 laporan). Selain itu juga dilakukan publikasi terhadap laporan keuangan pengelolaan utang.
b. Selama periode 2007-2008, penyediaan informasi kepada publik mengenai pengelolaan utang antara lain berupa kegiatan penerbitan berita triwulan, press release seperti informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi baik melalui lelang, penjualan SUN valas dan ORI, termasuk press release dalam rangka menginformasikan
perkembangan
rating
(upgrade
ratings)
dari
lembaga
pemeringkat (rating agency) dan publikasi mengenai data statistik utang. c. Tantangan yang dihadapi dalam penyajian informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang antara lain: 1)
Beragamnya kebutuhan informasi yang harus disediakan oleh pemerintah disesuaikan dengan kebutuhan dari stakeholders pengelolaan utang.
2)
Validitas data pinjaman sangat tergantung pada hasil rekonsiliasi antara pengelola utang dan pengelola kas, serta konfirmasi dari pemberi pinjaman
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 35
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan data yang up to date dan valid belum dapat diperoleh secara tepat waktu. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1)
Penyediaan informasi kepada stakeholders dalam rangka transparansi pengelolaan utang, tetap dilakukan secara berkala, tepat waktu, dan berkesinambungan disertai pula dengan peningkatan kualitas penyajian dan materi informasi;
2)
Peningkatan koordinasi dengan pihak terkait, untuk selalu menyajikan data/informasi kepada stakeholders secara up to date;
3)
Melakukan rekonsiliasi data utang dengan pihak-pihak terkait secara regular, baik eksternal Departemen Keuangan (Bank Indonesia dan pemberi pinjaman) maupun internal Departemen Keuangan (DJPU, dan Ditjen PBN c.q. Dit PKN dan KPPN) dalam upaya pengintegrasian data utang.
e. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 20072009, dapat tercapai dengan baik. 3. Sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang adalah opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) terhadap Laporan Keuangan atas bagian anggaran pengelolaan utang yang dikelola DJPU. Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (WTP/unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (WDP/qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. a.
Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2009 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2008, yang dijelaskan sebagai berikut:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 36
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Target untuk tahun 2009 berupa opini BPK atas LK BA pengelolaan utang tahun 2008, yaitu sebesar 100% (WTP) dengan realisasi sebesar 100% (WTP), dimana LK BA pengelolaan utang Tahun 2008 yang terdiri dari Laporan Keuangan BA 061, (Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) mendapatkan opini WTP dari BPK. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai opini WTP atas LK BA Pengelolaan Utang adalah: 1)
Melakukan perbaikan database utang melalui rekonsiliasi data posisi utang dan
data
pembayaran
utang
dengan
Bank
Indonesia
dan
Ditjen
Perbendaharaan c.q. Dit. Pengelolaan Kas Negara; 2)
Melakukan penyempurnaan aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) dan Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH) yang diperlukan dalam rangka menyusun laporan keuangan terkait pengelolaan utang dan hibah.
3)
Menerapkan SAP dalam transaksi, pengolahan, dan penyusunan laporan keuangan pengelolaan utang;
4)
Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 40/PMK.05/2009 tentang SIKUBAH;
5)
Melakukan rekonsiliasi data hibah dengan Kementerian/Lembaga dan Kuasa BUN;
6)
Melakukan harmonisasi peraturan mengenai penggunaan dokumen sumber pencatatan hibah.
b.
Selama periode 2007-2008, opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang adalah sebagai berikut: 1)
Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2008 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2007 yang terdiri dari Laporan Keuangan : a) Laporan Keuangan BA 061 (Pembayaran Cicilan Bunga Utang) dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) yang mendapat opini WTP.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 37
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b) Laporan Keuangan BA 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri) yang mendapat opini Disclaimer. 2)
Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2007 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2006 dan merupakan laporan keuangan pertama yang disusun berdasarkan implementasi SAP dan Sistem Akuntansi Keuangan, yang terdiri Laporan Keuangan BA 061 (Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri), kesemuanya mendapat opini disclaimer
c.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang antara lain: Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat terkait dengan pengelolaan utang dalam 5 tahun ke depan diharapkan dapat dipertahankan pada level tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sedangkan untuk pengelolaan hibah diupayakan ditingkatkan dalam tahun pertama mendapat opini Wajar Dengan Pengeculian (WDP) dan untuk tahun-tahun selanjutnya akan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Walaupun telah mendapatkan opini WTP dari BPK atas LKPP terkait pengelolaan utang, masih terdapat permasalahan sebagai berikut: 1)
Aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) yang belum sempurna;
2)
Perbedaan ketentuan pengakuan utang yang berasal
dari pinjaman
luar
negeri; 3) d.
Rekonsiliasi pinjaman luar negeri masih belum didukung oleh sistem aplikasi.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Penyempurnaan Aplikasi Sistem Akuntansi Utang dan Hibah; 2) Harmonisasi ketentuan/kebijakan terkait pengelolaan utang dan hibah; 3) Opini BPK atas LKPP Pengelolaan hibah: Pada tahun 2008, Opini BPK atas LKPP Pengelolaan hibah adalah opini yang pertama kali dilaporkan dan memperoleh opini Disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat). Terkait dengan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 38
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan PMK No.40/PMK.05/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah pada tanggal 27 Februari 2009. 4) Sosialisasi ketentuan terkait pengelolaan hibah kepada kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. e.
Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
4. Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. IKU ini dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas pengelolaan utang melalui pembayaran kewajiban pokok utang, bunga, dan biaya utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga dapat menghindari kerugian negara. Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian pembayaran pokok, bunga dan biaya atas pinjaman luar negeri dan Surat Berharga Negara (Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara). Pencapaian IKU ini diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. Perkembangan realisasi pembayaran utang antara Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini. Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA 2005 - 2009 (dalam triliun rupiah)
No. 1
Jenis Pengeluaran Pokok dan buyback SBN 2 Cicilan pokok utang luar negeri 3 Bunga utang dalam negeri 4 Bunga utang luar negeri Jumlah
TA 2005
TA 2006
TA 2007
TA 2008
TA 2009*)
24,456
25,060
59,686
46,779
49,067
37,112
52,681
57,923
63,469
68,031
42,600
54,908
57.727
58,925
62,699
22,600
24,174
20,910
28,09
30,114
126,768
156,824
196,246
197,782
209,911
Ket : *) unaudited DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 39
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a. Pada tahun 2009 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, dilaksanakan dengan realisasi sebesar 99,99999998% atau terdapat denda sebesar 0.000000019%. Pada tahun tersebut terdapat denda atas keterlambatan pembayaran biaya pinjaman luar negeri kepada Uni Credit Bank Austria. Hal ini disebabkan karena tagihan pembayaran yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 31 Maret 2009 diterima pada tanggal 13 April 2009 yang kemudian diterbitkan Surat Permintaan Pembayaran (SPM) pada tanggal 15 April 2009. Denda sebesar EUR2,8 ekuivalen Rp40.023,00 (0.000000019%) dari total pembayaran pokok, bunga dan biaya lainnya sebesar Rp209.930.928.008.810. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan: 1) pembayaran
pokok
dan
pembelian
kembali
SUN
sebesar
Rp49.066.788.007.901; 2) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp68.031.113.857.047; 3) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp74.283.245.489.644; 4) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp18.529.451.626.635. b. Selama periode 2007-2008, indikator pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran dijelaskan sebagai berikut: 1)
Pada tahun 2008 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan: a) pembayaran
pokok
dan
pembelian
kembali
SUN
sebesar
Rp46.779.041.977.082; b) pembayaran
cicilan
pokok
utang
luar
negeri
sebesar
Rp63.469.341.575.482; c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp58.925.182.165.257; d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp28.608.634.396.865. 2)
Pada tahun 2007 pembayaran utang telah dilakukan secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 40
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a) pembayaran
pokok
dan
pembelian
kembali
SUN
sebesar
Rp59.686.063.547.598 b) pembayaran
cicilan
pokok
utang
luar
negeri
sebesar
Rp57.922.520.692.823; c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp57.727.428.456.134; d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp20.909.624.785.967. c. Beberapa tantangan dalam pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, antara lain: 1)
Terdapat tagihan (Notice of Payment/NOP) dari pemberi pinjaman yang belum diterima hingga mendekati tanggal tempo pinjaman yang bersangkutan.
2)
Terdapat data penarikan (Notice of Disbursement) pinjaman luar negeri dari pemberi pinjaman yang diterima tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap data outstanding pinjaman luar negeri
3)
Masalah dokumentasi copy Loan Agreement dan Grant Agreement dan filing system yang masih dalam proses penataan
d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: 1)
Menerbitkan NOP Pengganti untuk tagihan yang telah mendekati jatuh tempo tetapi masih belum diterima.
2)
Mengembangkan sistem informasi alat kendali SPM untuk memonitor proses pelaksanaan pembayaran utang.
3)
Penatausahaan pinjaman yang tepat waktu Penatausahaan
pinjaman
yang
dilakukan
meliputi
pengadministrasian
dokumen perjanjian, dokumen penarikan, penerbitan nomor registrasi dan pengarsipan dokumen terkait pinjaman secara tepat waktu. 4)
Verifikasi dokumen tagihan secara tepat waktu; Verifikasi dokumen tagihan atau Notice of Payment (NoP) dilakukan terhadap seluruh dokumen tagihan pembayaran kewajiban utang dan dokumen lainnya terkait lainnya untuk menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban utang
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 41
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, serta untuk menghindari terjadinya kerugian negara. Keberhasilan verifikasi dokumen tagihan dilakukan dengan mengukur persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu. 5)
Melakukan komunikasi dengan pemberi pinjaman terkait tagihan-tagihan yang belum diterima.
6)
Melakukan
rekonsiliasi
data
pembayaran
utang
dengan
Ditjen
Perbendaharaan dan Bank Indonesia, rekonsiliasi posisi utang dengan pemberi pinjaman dan Bank Indonesia untuk meningkatkan validitas data utang. 7)
Melakukan penataan dokumentasi/kearsipan atas copy Loan Agreement dan Grant Agreement telah dilakukan melalui penataan arsip dokumen Loan Agreement dan Grant Agreement yang meliputi 4.564 copy dokumen, yang terdiri dari : 256 active loan, 1.774 fully disbursed, 2.488 fully paid, 46 cancelled loan dan 953 grant agreement.
8)
Melakukan modernisasi filing system, yaitu dengan melakukan pengalihmediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan aplikasi e-document yang berbasis web, yang telah dilakukan terhadap 2.054 loan agreement dan 636 grant agreement, serta telah di-upload ke aplikasi edocument.
e. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 5. Sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru IKU ini
dimaksudkan untuk
meningkatkan fleksibilitas Pemerintah dalam
pembiayaan fiskal sehingga dapat meningkatkan kapasitas sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pembiayaan dari instrumen pembiayaan tertentu. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 42
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a.
Pada tahun 2009 efektifitas instrumen pembiayaan baru ditargetkan sebesar 100% (Rp14,1 triliun) dengan realisasi 139.91% (Rp19,295 triliun). Realisasi tersebut terdiri: 1)
Instrumen SUN baru yang diterbitkan sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar 100% (Rp4,195 triliun), yang terdiri dari SUN yang diterbitkan dengan cara private placement yaitu SPN dengan seri SPNNT20090430 pada bulan Februari 2009 untuk Pemda DKI Jakarta sebesar Rp500 M, serta Samurai Bond yang diterbitkan pada bulan Juli 2009 sebesar ¥35 M (ekuivalen Rp3,695 T dengan kurs Rp105,58/¥);
2)
Instrumen SBSN baru sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar 151% (Rp15,1 triliun), terdiri dari penerbitan SBSN dengan instrumen baru pada triwulan I tahun 2009 sebesar Rp5,5 triliun berupa Sukuk Ritel, serta pada triwulan II tahun 2009 sebesar Rp9,6 triliun berupa SBSN Valas Rp7 triliun, SBSN SDHI-A Rp1,5 triliun, SDHI-B Rp850 miliar, dan SDHI-C Rp336 miliar.
b.
Selama periode 2007-2008, dilaksanakan pengembangan dan penerbitan instrumen pembiayaan baru, yaitu: 1)
Pada tahun 2008, Instrumen SBN baru yang diterbitkan SBSN melalui metode bookbuilding menggunakan struktur ijarah sale and lease back seri IFR0001 dan IFR0002 dengan total nominal penerbitan sebesar Rp4,78 triliun. Selain itu juga telah dikembangkan instrumen utang baru, yaitu: a) Sukuk Ritel, SBSN Valas, dan SBSN SDHI; b) SUN valas di luar mata uang dollar US, seperti Samurai Bond, proses penerbitan Samurai Bond relatif berbeda dengan penerbitan SUN valas yang denominasi dollar yang selama ini telah dilakukan terutama karena Samurai Bond tersebut memiliki garansi dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan diterbitkan melalui private placement.
2)
Pada tahun 2007, Instrumen SBN baru yang diterbitkan yaitu: a) SPN sebesar Rp4,168 triliun dari 3 kali penerbitan. b) Zero Coupon Bond sebanyak 3 seri zero coupon bond, dengan total outstanding sebesar Rp10,50 triliun.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 43
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Selain melaksanakan penerbitan instrumen pembiayaan baru tersebut, pada tahun 2007 Pemerintah juga melakukan kajian mengenai instrumen SUKUK atau ON berbasis syariah c.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru antara lain: 1)
Pengembangan Instrumen Pembiayaan Surat Negara Pengembangan instrumen baru jenis Surat Utang Negara di periode 20102014 masih dalam proses pengkajian untuk dilakukan pengembangan lebih lanjut.
2)
Pengembangan Instrumen Pembiayaan Syariah Pengembangan instrumen baru dan metode penerbitan SBSN terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas Pemerintah dalam melakukan penerbitan SBSN. Keberhasilan portofolio SBSN yang optimal dan efektif melalui persentase pemenuhan struktur portofolio SBSN sesuai dengan strategi, persentase pencapaian target effective cost, serta persentase ketersediaan underlying asset sesuai target.
d.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Melanjutkan pengembangan instrumen SUN dengan membuka peluang penerbitan
instrumen
baru
sesuai
kebutuhan
investor
dengan
mempertimbangkan faktor risiko dan biaya yang dihadapi Pemerintah dan melakukan kajian, evaluasi dan/atau inovasi atas instrumen SUN yang sudah ada; 2) Sedangkan instrumen baru SBSN untuk pembiayaan proyek (project financing) dengan akad istishna’ atau musyarakah sampai dengan saat ini masih dalam proses finalisasi desain instrumen, penerbitan fatwa MUI serta penyusunan Rancangan
Peraturan
Pemerintah
tentang
Tata
Cara
Pembiayaan
Proyek/Kegiatan APBN Melalui Penerbitan SBSN. e.
Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam rangka
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 44
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
memperdalam pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan
pengembangan
maupun
penerbitan
instrumen
baru
untuk
memperluas pasar SBN, dan apabila memungkinkan, instrumen baru tersebut akan diterbitkan. 6. Sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan indikator: a.
Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban bunga terhadap rata-rata
outstanding utang yang semakin rendah dan
menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah efisien. Penurunan beban utang dapat dilakukan antara lain melalui pemilihan jenis/instrumen utang baru dan restrukturisasi utang yang telah ada. Pemilihan jenis/instrumen utang baru antara lain dengan meminimalkan penerbitan SBN dengan diskon dan/atau bunga yang tinggi, serta mengutamakan pengadaan pinjaman luar negeri baru yang bersifat lunak. Sedangkan restrukturisasi dilakukan melalui program debtswitch/buyback SBN dan restrukturisasi jenis bunga pinjaman luar negeri. Perkembangan target dan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang periode 2005-2009 adalah sebagai berikut: 1)
Pada tahun 2009 rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang ditargetkan sebesar 6,59% dengan realisasi sebesar 5,75%.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 45
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Target beban bunga utang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp110,6 triliun dengan realisasi sebesar Rp92,7 triliun. Perkiraaan rata-rata posisi utang pada tahun 2009
adalah sebesar Rp1.679,4 triliun dengan realisasi sebesar
Rp1.613,4 triliun. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pencapaian realisasi rasio yang lebih rendah dari target di tahun 2009 terutama disebabkan karena adanya penghematan beban bunga akibat: a) kebijakan front loading yang market adaptive dilakukan untuk mengurangi tekanan di pasar domestik, sehingga pada semester kedua pemerintah memiliki keleluasaan dalam memilih instrumen untuk mendapatkan biaya utang yang relatif rendah; b) biaya yang dikeluarkan untuk debt switching lebih rendah dari target; c) restrukturisasi pinjaman luar negeri; dan d) penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan tingkat bunga acuan untuk pinjaman luar negeri dan SBN Variable Rate. 2)
Pada periode 2007–2008, perkembangan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama periode 2007–2009 dapat dilihat pada tabel 4.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 46
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, 2007-2009
triliun rupiah 2005 No
Uraian
Target APBN-P
1 Pembayaran Bunga Utang 2 Rata-rata Outstanding Utang 3 Rasio
2006 LKPP
Target APBN-P
2007 LKPP
Target APBN-P
2008 LKPP
Target APBN-P
2009 LKPP
Target Realisasi IKU
61.0
65.2
82.5
79.1
83.6
79.6
94.8
87.5
110.6
92.7
1,308.1
1,306.4
1,323.5
1,307.7
1,325.2
1,345.8
1,441.7
1,513.1
1,679.4
1,613.4
4.66%
4.99%
6.23%
6.05%
6.31%
5.91%
6.57%
5.78%
6.59%
5.75%
Kurs tengah BI akhir tahun (Rp/US$1)
9,830
9,020
9,419
10,950
9,400
Pada periode 2007–2008, penurunan rasio beban utang terhadap rata-rata outstanding utang disebabkan karena peningkatan beban utang yang relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan rata-rata outstanding utang. 3)
Beberapa tantangan dalam penurunan Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, antara lain: a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis sehingga mempengaruhi antara lain:
(1) Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN baru yang diterbitkan;
(2) Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang yen dan US dollar yang sangat volatile. Pergerakan nilai tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang valas maupun outstanding utang valas.
(3) Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi outstanding utang. b) Realisasi penarikan Pinjaman Proyek tidak ditentukan oleh Kementerian Keuangan,
tetapi
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ditentukan
oleh
pelaksana
kegiatan
yaitu
Halaman 47
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan Pinjaman Proyek berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman. 4)
Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan nilai tukar dan yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang. b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness criteria dan penyusunan proyeksi penarikan Pinjaman Proyek.
5)
Indikator Kinerja Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
b.
Pencapaian target effective cost Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/menarik utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/menarik utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan 1)
Pada tahun 2009, indikator effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 80,80%. Pencapaian effective cost yang lebih rendah dari target di tahun 2009 disebabkan karena beberapa faktor sebagai berikut yaitu, membaiknya kondisi perekonomian, strategi penerbitan yang digunakan, dan pemilihan instrumen utang yang diterbitkan telah memberi dampak menekan biaya utang (cost of fund) utang secara keseluruhan, sehingga berada di bawah target batas maksimum yang ditetapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 48
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) perumusan rencana portofolio utang yang efektif untuk membiayai kebutuhan pembiayaan tahunan; dan b) penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman secara selektif. 2)
Pada periode 2007–2008, perkembangan effective cost dijelaskan sebagai berikut: Target Indikator kinerja effective cost pengelolaan utang dapat tercapai, disebabkan oleh turunnya tingkat bunga, yang memberi dampak terhadap menurunnya suku bunga pinjaman luar negeri.
3)
Tantangan yang dihadapi dalam
rangka pencapaian target indikator
pencapaian target effective cost. Effective cost merupakan cerminan dari biaya utang. Pemerintah berupaya mendapatkan tingkat biaya utang yang wajar dengan tidak melebihi target yang telah ditetapkan serta memperhatikan kondisi pasar keuangan. 4)
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Penerbitan SBN secara selektif dengan mengoptimalkan potensi sumber pembiayaan domestik melalui penerbitan SBN Rupiah. b) Pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan
prioritas,
memberikan
terms &
conditions
yang
wajar
(favourable) bagi Pemerintah dan tanpa agenda politik dari kreditor; 5)
Indikator Kinerja pencapaian target effective cost, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
c.
Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan Struktur portofolio utang yang optimal merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 49
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1)
Pada tahun 2009, indikator terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 87,40%. Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi yang telah ditetapkan, dimana pencapaian struktur tersebut melalui penerbitan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Hal ini disebabkan: a) Penerbitan Shibosai sebesar JPY35 miliar yang lebih kecil dari rencana sebesar JPY100 miliar. b) Penguatan kurs rupiah terhadap valuta asing. c) Tidak banyaknya permintaan atas floating debt di tengah situasi penurunan suku bunga. d) Rendahnya permintaan akan short term debt pada kondisi tingkat bunga yang rendah Secara keseluruhan risiko portofolio utang lebih rendah dari yang ditargetkan dengan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan. Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan: a) Restrukturisasi utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback), dan; b) Pengurangan Utang melalui Skema debt switching/debt swap;
2)
Pada periode 2007–2008, perkembangan struktur portofolio utang dijelaskan sebagai berikut: Dalam rangka pengelolaan portofolio, pemerintah telah melakukan Debt Switching melalui mekanisme pasar untuk pertama kalinya dilakukan pada tahun 2005 yaitu dengan menukar SBN yang mempunyai jatuh tempo jangka pendek dengan SBN dengan jatuh tempo yang lebih panjang. Switching dilakukan dalam rangka mengurangi risiko pembiayaan kembali terutama untuk jangka pendek, sampai dengan tiga tahun ke depan. Dalam melakukan switching, pemerintah akan mempertimbangkan kondisi pasar dan minat
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 50
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
pelaku pasar untuk berpartisipasi. Hal ini dimaksudkan agar tujuan switching dapat dicapai dan dilakukan pada biaya yang wajar. Buyback dilakukan oleh pemerintah untuk beberapa tujuan diantaranya mengurangi refinancing risk dengan mengurangi outstanding dari SBN yang jatuh tempo pendek (1-2 tahun) dan menjaga stabilitas pasar ketika pasar surat utang mengalami kelesuan. Sejak tahun 2004, jumlah pembelian kembali yang pernah dilakukan mencapai Rp12,354 triliun. Masih rendahnya pembelian kembali yang dilakukan karena keterbatasan sumber dana tunai pemerintah untuk operasi tersebut. Secara ideal, dalam konsep utang neto, seharusnya pemerintah dapat melakukan buyback terutama untuk stabilitas pasar dengan cara menerbitkan jumlah yang cukup besar ketika pasar cukup tinggi, dan melakukan stabilitas pasar ketika terdapat kecenderungan kelesuan pasar. Baik debt switching maupun buyback bertujuan untuk pengembangan pasar dan peningkatan likuiditas yang dilakukan dengan menerbitkan obligasi yang dapat menjadi benchmark dan aktif ditransaksikan (on the run) dengan obligasi yang tidak aktif (off the run).
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 51
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Tabel 5
Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap Country
Debt Swap
1
2
Germany Debt Swap I
Italy
USA
Project
Cancelation
Title
Amount
Commitment
Realization
3
4
5
6
Learning Resources Centres
EUR
12.8 EUR
25.6 EUR
25.6
Debt Swap II
Junior Education in Eastern Region of Indonesia
EUR
11.5 EUR
23.0 EUR
0.0
Debt Swap IIIa
Financial Assistance for Environmental Investements of Micro and Small Enterprises
EUR
6.3 EUR
12.5 EUR
0.0
Debt Swap IIIb
Strengthening the Development of National Parks EUR in Fragile Ecosystem
12.5 EUR
25.0 EUR
0.0
Debt Swap IV
School Recontruction & Rehabilitation in EUR Earthquake Area in Yogyakarta and Central Java
10.0 EUR
20.0 EUR
0.0
Debt Swap V
Debt2Health
EUR
25.0 EUR
50.0 EUR
10.0
Debt Swap I
Housing and Setlement
EUR
5.7 EUR
5.7 EUR
3.9
USD
24.2 USD
24.2 USD
16.6
USD
20.0 USD
22.0 USD
0.0
EUR
161.8 EUR
39.5
USD
46.2 USD
16.6
Debt Development Swap Tropical Forest Conservation Act/TFCA
TOTAL
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 52
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Pemerintah melakukan Debt Swap dengan berbagai negara sehingga memperoleh pengurangan utang sebesar EUR 161.80 juta dan USD 46.20 juta. 3) Tantangan
yang
dihadapi
dalam
rangka
pencapaian
target
indikator
terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan antara lain: Dalam mengelola utang Pemerintah, diperlukan upaya untuk mengurangi biaya yang cenderung meningkat dan memitigasi risiko yang cukup tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan penerapan lindung nilai (hedging) dalam rangka meningkatkan kepastian besarnya pembayaran kewajiban utang dan mewujudkan struktur portofolio utang yang optimal. Dalam perspektif pengelolaan risiko secara luas, penerapan hedging dapat dilakukan melalui natural hedging dan melalui pemanfaatan instrumen derivatif yang tersedia di pasar keuangan. Sampai dengan akhir tahun 2009, hedging yang telah dilakukan adalah natural hedging, yaitu dengan: a) Menerbitkan surat berharga valuta asing atau melakukan pinjaman luar negeri tunai (pinjaman program) dalam mata uang yang sesuai dengan mata uang yang digunakan untuk membayar kewajiban; b) Melakukan restrukturisasi pinjaman terutama dengan menyederhanakan nilai tukar referensi (untuk utang dalam currency SDR) agar risiko nilai tukar lebih mudah diperhitungkan; c) Melakukan transaksi debt switch dan cash buyback untuk mengendalikan risiko refinancing dengan mengurangi tekanan fiskal pada tahun-tahun tertentu. Sedangkan penggunaan
instrumen derivatif dalam rangka hedging belum
dilaksanakan, terutama karena masih belum tersedianya peraturan perundangundangan yang mendukung pelaksanaan transaksi instrumen derivatif.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 53
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: Dalam periode tahun 2004-2009 telah dilakukan beberapa kegiatan dalam rangka persiapan implementasi hedging dengan menggunakan instrumen derivatif yaitu: a) Melakukan kajian
terhadap aspek infrastruktur. Dari hasil kajian ini
teridentifikasi beberapa kondisi yang perlu dipenuhi/ dipersiapkan sebelum Pemerintah mengimplementasikan transaksi tersebut, diantaranya adalah : i.
Landasan legal dari transaksi dalam rangka menjaga governance dari perspektif kebijakan. Sampai saat ini aturan perundangan yang secara ekplisit memberikan kewenangan pada Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan utang adalah Pasal 7 ayat (2) huruf l Undang-undang
Nomor
1
tahun
2004.
Namun
operasional
pengelolaan utang (termasuk pengelolaan portofolio dan risiko) dan jenis instrumen kebijakan yang dapat digunakan tidak secara eksplisit tersirat dalam peraturan tersebut; ii.
Guidelines yang menjadi alat untuk menjaga governance dari perspektif operasional pelaksanaan pengelolaan lindung nilai melalui instrumen
derivatif.
Aspek
governance
diperlukan
karena
berdasarkan masukan dari pelaku pasar maupun perusahaan yang telah menggunakan instrumen derivatif dalam lindung nilai, transaksi hedging dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan/ motivasi yang bisa saling bertolak belakang, yaitu antara spekulasi dan proteksi; b) Melakukan
penyusunan
draft
peraturan
sebagai
landasan
hukum
penggunaan instrumen derivatif; c) Melakukan persiapan dalam hal-hal berikut: i.
Formulasi tujuan dan rekomendasi terkait dengan instrumen kontrak yang dapat dilakukan (apakah swap, forward atau option) untuk tujuan yang telah ditentukan;
ii.
Bisnis
proses
yang
dibutuhkan meliputi
formulasi
kebijakan,
rekomendasi
transaksi, approval transaksi, pricing metodologi,
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG
Halaman 54
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
analisis pricing, eksekusi, dan monitoring transaksi serta setelmen transaksi termasuk didalamnya level of authority; iii.
Pemilihan
dan
penunjukkan
counterparty
hedging,
termasuk
memahami kapasitas dan posisi masing-masing pelaku; iv.
Perlakuan akuntansi dan penganggaran, termasuk perlakuan belanja yang diperlukan dalam transaksi hedging seperti pembayaran premi pada transaksi option dan mekanisme netting (cash inflow dan cash outflow) pada transaksi swap dan forward.
5) Indikator Kinerja terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. d.
Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7. Sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan. Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan merupakan alat ukur tingkat penyelesaian pembayaran kewajiban utang pemerintah berdasarkan tagihan dari kreditor dan investor terhadap seluruh pembayaran kewajiban utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. a.
Pada tahun 2009, indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 99,41%. Pencapaian yang lebih rendah dari target disebabkan karena dari 3.712 SPM yang diterbitkan sampai dengan Q4, terdapat 22 SPM diterbitkan berdasarkan NOP Pengganti. Realisasi penerbitan SPM berdasarkan Notice of Payment (NOP) Pengganti disebabkan surat permintaan NOP I dan II (Reminder I dan II) yang dikirimkan kepada kreditor tidak mendapat respon. Sedangkan NOP yang diperlukan sebagai
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 55
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
dasar penerbitan SPM harus diterima 10 hari sebelum tanggal jatuh tempo belum diterima, sehingga perlu diterbitkan NOP Pengganti. Kegiatan-kegiatan
yang
dilakukan untuk mendukung tercapainya
sasaran
pelaksanaan pembayaran sesuai tagihan, sebagai berikut: 1)
memperbaiki database utang untuk menyakini validitas data;
2)
memperketat kontrol jadual pembayaran;
3)
melakukan komunikasi baik melalui surat atau email kepada kreditor sedini mungkin;
4)
melakukan rekonsiliasi data posisi utang dengan Bank Indonesia dan kreditor;
5)
melakukan rekonsiliasi data pembayaran dengan DJPB dan Bank Indonesia;
6)
melakukan pengiriman surat permintaan tagihan (reminder I dan reminder II) kepada kreditor terhadap tagihan-tagihan yang telah mendekati tanggal jatuh tempo.
b.
Perkembangan pelaksanaan pembayaran utang sesuai tagihan tahun 2007 sampai dengan 2008, sebagai berikut: 1)
Tahun 2008 jumlah SPM yang diterbitkan sebanyak 3.603 SPM dengan 29 SPM diterbitkan berdasarkan NoP Pengganti. Sehingga realisasi tingkat ketepatan pembayaran berdasarkan tagihan pada tahun 2008 sebesar 99,20%.
2)
Tahun 2007 jumlah SPM yang diterbitkan sebanyak 3.252 SPM yang diterbitkan berdasarkan tagihan yang diterima dan telah diverifikasi. Pada tahun ini belum ada mekanisme penerbitan NoP Pengganti atas tagihantagihan yang telah mendekati tanggal jatuh tempo. Upaya yang telah dilakukan dalam mengantisipasi terhadap tagihan-tagihan yang belum diterima tersebut dengan melakukan komunikasi melalui surat atau email kepada lender dan melakukan update data skedul pembayaran.
c.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan antara lain:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 56
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1) Ketepatan pembayaran kewajiban utang dilaksanakan dengan mengacu antara lain: ketentuan pada Loan Agreement, Terms and conditions, tagihan atau Notice of Payment (NoP) dan dokumen penarikan atau Notice of Disbursement (NoD). 2) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, seperti DJPB, Bank Indonesia, maupun lender dan donor dalam rangka peningkatan akurasi data utang dan hibah. d.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: Untuk mencapai sasaran strategis tersebut dilaksanakan beberapa upaya, yaitu : 1) Melakukan penataan dokumentasi/kearsipan atas copy Loan Agreement dan Grant Agreement telah dilakukan melalui penataan arsip dokumen Loan Agreement dan Grant Agreement yang meliputi 4.564 copy dokumen, yang terdiri dari : 256 active loan, 1.774 fully disbursed, 2.488 fully paid, 46 cancelled loan dan 953 grant agreement. 2) Melakukan modernisasi filing system, yaitu dengan melakukan pengalihmediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan aplikasi e-document yang berbasis web, yang telah dilakukan terhadap 2.054 loan agreement dan 636 grant agreement, serta telah di-upload ke aplikasi edocument. 3) Penyediaan data outstanding utang yang akurat Data utang mengandung informasi tentang data posisi utang (debt outstanding position) dari masing-masing kreditor. Untuk meningkatkan akurasi data utang maka dilakukan rekonsiliasi data utang melalui pengiriman konfirmasi data utang ke masing-masing kreditor secara periodik. Data utang yang akurat diukur melalui persentase konfirmasi data outstanding utang kepada lender. 4) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, seperti Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bank Indonesia, maupun lender dan donor dalam rangka peningkatan akurasi data utang. 5) Melakukan updating database utang atas hasil rekonsiliasi data posisi utang dan data pembayaran utang.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 57
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
e.
Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
8. Sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan
investor, dengan
indikator: a.
Peningkatan
pemahaman
masyarakat
dan
pelaku
ekonomi
akan
fungsi
pengelolaan utang Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang adalah jumlah masyarakat dan pelaku ekonomi yang mengikuti sosialisasi, investor gathering, dealer meeting tentang pengelolaan utang Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1)
Pada tahun 2009 peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang ditargetkan sebesar 50 frekuensi dengan realisasi sebesar 59 frekuensi. a) Berkaitan
dengan
pelaksanaan
pengelolaan
pinjaman,
kegiatan
peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang berupa sosialisasi kepada stakeholders mengenai PMK No. 40 tahun 2008 tentang Sistem Akuntansi Hibah dan informasi umum mengenai pinjaman. b) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SUN, kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang meliputi : 1). Pelaksanaan sosialisasi SUN dari yang ditargetkan sebanyak 7 frekuensi telah dicapai sebanyak 9 frekuensi. Pelaksanaan melebihi target yang telah direncanakan disebabkan karena adanya tambahan permintaan dari universitas di luar universitas yang telah direncanakan untuk dilakukan sosialisasi pada tahun tersebut.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 58
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2). Sasaran dari pelaksanaan sosialisasi ini adalah kelompok masyarakat yang memiliki pendidikan yang memadai, mempunyai interaksi sosial yang relatif besar, dan mempunyai prospek untuk mengkomunikasikan dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh pada kelompok yang lebih luas. 3). Penyelenggaraan dealer/analyst meeting, pertemuan dengan para analis/dealer telah berjalan sebanyak 4 kali dari 9 kali pertemuan yang direncanakan. Realisasi yang kurang dari target diakibatkan oleh padatnya jadwal kegiatan pengelolaan utang seperti Penerbitan Obligasi
Internasional
dan
penerbitan
ORI.
Namun
demikian,
rendahnya frekuensi pertemuan tidak berarti mengurangi kualitas dari program kegiatan ini, karena pada beberapa kesempatan pertemuan yang diselenggarakan oleh para analis dan dealer dapat dihadiri oleh perwakilan unit pengelola utang. 4). Penyelenggaraan Investor gathering dalam tahun 2009 ditargetkan sebanyak 3 frekuensi dengan realisasi sebanyak 6 frekuensi. Pencapaian realisasi melebihi target disebabkan karena terdapat tambahan kegiatan kerjasama dengan beberapa investment bank dalam rangka menyampaikan perkembangan terkini pengelolaan SUN dan untuk meningkatkan komunikasi yang lebih aktif dan intensif. 5). Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan instansi maupun pelaku pasar baik domestik maupun internasional dalam tahun 2009 ditargetkan sebanyak 5 frekuensi dengan realisasi sebesar 19 frekuensi. Hal ini disebabkan beberapa kegiatan di forum internasional yang bukan merupakan kegiatan rutin sehingga tidak ditargetkan, dapat dilaksanakan. Kegiatan tersebut dilaksanakan mengingat adanya kebutuhan dalam rangka pengembangan pasar SUN dan untuk memperdalam pasar Surat Utang di ASEAN dan terutama pasar surat utang dalam negeri, serta upaya meningkatkan komunikasi dengan pelaku pasar internasional sekaligus sharing informasi antara issuer maupun investor. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 59
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a) Koordinasi Investor Relation Unit (IRU) sebesar 1 frekuensi. b) Partisipasi dalam Forum Asian Bond Market Initiatives (ABMI) sebesar 6 frekuensi. c) Pertemuan dalam Forum Internasional sebanyak 9 frekuensi. d) Kegiatan koordinasi dan kerjasama peningkatan rating sebesar 5 frekuensi. 6). Pelaksanakan kegiatan sosialisasi dalam rangka penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) atau pre-marketing ORI dalam rangka mendukung pengembangan pasar SUN khususnya publikasi mengenai Obligasi Negara Ritel. Pre-marketing ORI dalam tahun 2009 ditargetkan sebanyak 12 lokasi dengan realisasi sampai dengan 31 Desember 2009 sebanyak 12 lokasi. c) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SBSN, kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang yaitu sosialisasi SBSN (premarketing dan investor gathering) direncanakan dilaksanakan sebanyak 16 frekuensi dengan realisasi sebesar 17 frekuensi. Realisasi yang melebihi target disebabkan karena penambahan lokasi kegiatan. Adapun lokasi pelaksanaan sosialisasi terbagi secara merata untuk wilayah Indonesia bagian Timur, Tengah, dan Barat, dengan target peserta sosialisasi adalah, akademisi, instansi vertikal Departemen Keuangan, Pemda, MUI, Ormas, Perbankan, Asuransi, Dana Pensiun, serta masyarakat umum. 2)
Selama periode 2007-2008, kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dijelaskan sebagai berikut: a) Berkaitan
dengan
pelaksanaan
pengelolaan
pinjaman,
kegiatan
peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang meliputi: (1) Tahun 2008, dilaksanakan seminar internal yang ditargetkan sebanyak 4 frekuensi dengan realisasi sebanyak 3 frekuensi (75%) karena keterbatasan waktu. (2) Tahun 2007, dilaksanakan sosialisasi PP Nomor 2 tahun 2006 tentang Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 60
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sebesar 4 frekuensi dengan sasaran pemberi pinjaman, Kementerian/Lembaga, dan Pemerintah Daerah. b) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SBN, kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang meliputi : (1) Pelaksanaan sosialisasi SBN Penyelenggaraan sosialisasi tentang SUN sebanyak 25 frekuensi di berbagai kota besar di Indonesia, sosialisasi dalam rangka penyiapan RUU SBSN dilakukan sebanyak 4 frekuensi dan sosialisasi tentang SBSN di 5 kota besar di Indonesia, sosialisasi dalam rangka pengenalan produk ORI (pre marketing) di 32 kota di Indonesia, dan sosialisasi mengenai SUN yang dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi guna meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan SUN di kalangan akademisi sebanyak 7 frekuensi. (2) Penyelenggaraan dealer/analyst meeting; Kegiatan dealer/analyst meeting dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan ekonomi makro dan pasar keuangan terkini baik lokal maupun global dengan para pelaku pasar (dealer) dan analis
pasar.
Kegiatan
ini
lebih
intensif
dilakukan
sejak
dilaksanakannya Sistem Dealer Utama dalam pengelolaan SUN pada tahun 2007. Pertemuan tersebut juga sering menyertakan pihak regulator di bidang pasar modal dan moneter serta SRO. (3) Penyelenggaraan investor gathering; Kegiatan pertemuan dengan investor berupa Investor gathering secara rutin dilakukan dan umumnya dilaksanakan pada akhir tahun berkenaan. Hal ini dimaksudkan selain untuk mensosialisasikan strategi dan kebijakan pengelolaan SBN tahun berikutnya kepada stakeholder, juga untuk mendapatkan masukan yang berarti dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan SBN. (4) Penyelenggaraan kerjasama kelembagaan baik domestik maupun internasional;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 61
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
(a) Koordinasi secara rutin dilakukan dengan unit/instansi terkait dengan pengelolaan SUN seperti Bapepam dan Lembaga Keuangan, Bank Indonesia, dan Bursa Efek Surabaya, dengan total kegiatan sebanyak 6 kali. (b) Dalam rangka peningkatan kerjasama internasional, pada tahun 2007 dilakukan kegiatan aktif mengikuti pertemuan ABMI Task Forces Meeting di Chiang May, Thailand; dan ASEAN Finance Deputy Minister Meeting di Cijian, China. 3)
Tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan kegiatan dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang antara lain: a) Penyebarluasan informasi terkait pengelolaan utang kepada masyarakat luas belum optimal dalam menjangkau investor di luar ibukota propinsi terutama di wilayah timur Indonesia. b) Masih belum dioptimalkannya penggunaan sarana informasi baik melalui media
cetak
maupun elektronik
untuk
meningkatkan
pemahaman
masyarakat tentang pengelolaan utang. c) Kondisi dan perkembangan pasar keuangan baik secara regional dan internasional yang dinamis menuntut keahlian dalam merespon informasi dan dinamika pasar tersebut. 4)
Langkah yang diambil adalah: a) Terus berupaya meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait pengelolaan utang, antara lain dengan perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat, khususnya wilayah yang belum dijangkau pelaksanaan sosialisasi. b) Mengoptimalkan penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang secara geografis sulit dijangkau untuk melakukan sosialisasi tentang pengelolaan utang.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 62
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
c) Meningkatkan kerjasama dan partisipasi secara aktif dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan baik dalam forum regional maupun internasional. 5)
Indikator kinerja tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
b.
Partisipasi investor dalam penerbitan SBN Partisipasi investor dalam penerbitan SBN adalah persentase jumlah nominal penawaran/bid yang masuk dalam setiap transaksi SBN terhadap target nominal indikatif yang direncanakan dalam setiap pelaksanaan transaksi SBN. Partisipasi investor baik individu maupun institusi dalam pelaksanaan transaksi SBN di Pasar perdana dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan untuk mendukung upaya pengembangan pasar SBN Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2009 partisipasi investor dalam penerbitan SBN ditargetkan sebesar 180% dari target indikatif penerbitan SBN sebesar Rp147,78 Triliun dengan realisasi sebesar 250.45% (Rp370,12 Triliun). Pencapaian yang melampaui target disebabkan karena jenis SBN yang ditawarkan sesuai dengan permintaan investor. Selain itu, hal ini didukung juga dengan pemulihan kondisi perekonomian global dan domestik, yang ditandai dengan laju inflasi yang terkendali pada tingkat yang relatif rendah, tingkat bunga yang terus menurun, dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dengan kecenderungan menguat. Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a) Pemantauan dan analisis terhadap kinerja dan potensi pasar SUN, pasar uang dan derivatif. Pasar SUN domestik maupun global sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik faktor ekonomi, keuangan, hingga politik sehingga pemutakhiran informasi kondisi pasar melalui berbagai media data dan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 63
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
informasi baik cetak maupun media elektronik sangat diperlukan dalam mendukung kinerja pengelolaan portofolio SUN. Media elektronik yang dapat digunakan antara lain, bloomberg, reuters, dan internet. Selain itu, dapat juga memanfaatkan sumber data yang disediakan oleh SRO (IDX dan Bank Indonesia). Dalam hal pemantauan dan analisis terhadap kinerja dan potensi pasar SUN yang akan dilakukan yaitu penyiapan informasi berupa kuotasi harga dan yield SUN, kuotasi Crisis Management Protocol (CMP), market up-date, dan kepemilikan SBN di pasar sekunder. b) Monitoring dan evaluasi kewajiban/kinerja Dealer Utama; Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi kewajiban Dealer Utama diberlakukan sejak tahun 2007, kegiatan ini untuk mendorong keaktifan para Dealer Utama untuk berpartisipasi dalam penerbitan SUN, mengingat salah satu kewajiban Dealer Utama berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Dealer Utama adalah Dealer Utama diwajibkan untuk menyampaikan penawaran pembelian dalam setiap lelang SUN di pasar perdana. Selain itu, Dealer utama juga diwajibkan untuk melakukan aktivitas dalam lelang SUN di pasar perdana yang paling sedikit memenangkan 2,00% dari total target indikatif atau yang dimenangkan (mana yang paling kecil) selama kurun waktu 3 bulanan (Triwulan I s.d. IV). c) penyelenggaraan Pre Marketing SBN ritel; Pelaksanaan kegiatan Pre Marketing ORI yang dilakukan sejak tahun 2006, mampu mendorong partisipasi investor dalam penjualan ORI, hal ini dapat dilihat dari besarnya minat calon investor yang hadir pada setiap kegiatan Pre Marketing ORI. Selain itu, meningkatnya jumlah investor dari ORI001-ORI006 yang berpartisipasi dan makin besarnya nilai investasi dalam ORI. Hal ini menunjukkan pula bahwa ORI sudah mulai dikenal masyarakat sebagai salah satu pilihan investasi yang menguntungkan. d) penyelenggaraan riset pasar SBN; Penyelenggaraan riset pasar keuangan dan SBN, yang dilakukan sejak tahun 2007, mampu mendorong partisipasi investor dalam penerbitan DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 64
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
SBN, hal ini dapat dilihat dari permintaan SBN yang meningkat pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun tujuannya dilakukan riset adalah untuk mengetahui secara komprehensif mengenai variabel yang berpengaruh terhadap pengelolaan SBN, termasuk variabel ekonomi makro dan keuangan, mengetahui secara komprehensif mengenai hubungan perkembangan pasar keuangan domestik, regional, dan global dengan
pasar
SBN,
memahami
secara
komprehensif
bagaimana
mengembangkan pasar derivatif yang berkaitan dengan pengembangan pasar SBN di dalam negeri sehingga dengan dilakukannya riset pasar dan keuangan SBN ini dapat memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang terkait dengan pengelolaan utang khususnya pengelolaan SBN. 2) Perkembangan indikator partisipasi investor dalam penerbitan SBN dalam periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: a) Tahun 2008 realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBN (berupa SUN dan SBSN) sebesar 154,72% (Rp248,421 triliun) dari target indikatif
penerbitan
sebesar 100 % (Rp160,563 triliun). Tingkat partisipasi investor dalam rangka penerbitan SUN tahun 2008 adalah sebesar 152,54% dihitung dari rasio jumlah penawaran/bid yang masuk sebesar Rp240,351 triliun dengan target indikatif penerbitan SUN tahun 2008 sebesar Rp157,563 triliun meliputi seluruh penerbitan SUN baik melalui lelang maupun non lelang yang terdiri dari SUN domestik, dan SUN valas termasuk ORI. Realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBSN tahun 2008 adalah sebesar 269%. Angka tersebut merupakan realisasi yang dihitung berdasarkan dari jumlah penawaran yang masuk terhadap target indikatif penerbitan SBSN domestik seri IFR-0001 & IFR-0002, yang dilaksanakan dengan cara bookbuilding pada bulan Agustus 2008. Total penawaran yang masuk adalah sebesar Rp8,07 triliun, terdiri dari IFR-0001 sebesar Rp4,839 triliun dan IFR-0002 sebesar Rp3,231 triliun, sedangkan jumlah target indikatif untuk penerbitan kedua seri SBSN tersebut adalah sebesar Rp3 triliun.
b) Tahun 2007, realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBN (berupa SUN, SBSN belum ada penerbitan) adalah sebesar 236,31% (Rp252,569 triliun) dari target nominal indikatif penerbitan SUN tahun 2007 sebesar Rp106,880 triliun meliputi seluruh penerbitan SUN baik melalui lelang DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 65
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
maupun non lelang yang terdiri dari SUN domestik dan SUN valas termasuk ORI. 3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator partisipasi investor dalam penerbitan SBN antara lain: a) Belum optimalnya koordinasi dengan pelaku pasar, SRO's, otoritas moneter, otoritas pasar modal, otoritas perpajakan termasuk dengan lembaga rating, sehingga mempengaruhi kinerja pengelolaan utang negara (sovereign debts), dan likuiditas pasar; b) Masih
kurangnya
komunikasi
dan
publikasi
informasi
mengenai
pengelolaan SUN kepada masyarakat; c) Masih terbatasnya perkembangan industri kelompok investor SUN domestik khususnya dana pensiun dan asuransi; d) Kondisi pasar SUN yang bergerak secara dinamis dan instrumen SUN yang terus berkembang menuntut dilakukannya penyusunan peraturan baru atau review atas peraturan yang ada; e) Pasar SUN yang relatif belum berkembang memerlukan peran serta aktif pelaku pasar dan pengawasan yang berkesinambungan; f)
Kemampuan untuk mengolah informasi pasar keuangan yang dapat mempengaruhi pengelolaan SUN masih terbatas baik dari sisi SDM maupun infrastruktur yang digunakan.
g) Rendahnya
partisipasi
investor
khususnya
investor
syariah
pada
penerbitan SBSN khususnya pada penerbitan dengan cara lelang; 4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas; b) Pengelolaan portofolio SUN yang optimal dan efektif; c) Pengembangan pasar SUN yang dalam, aktif, dan likuid; d) Pelaksanaan analisis keuangan dan pasar SUN yang berkualitas; e) Monitoring dan evaluasi yang efektif dalam mendukung pengelolaan SUN.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 66
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
f)
Mengembangkan
metode
penerbitan
yang
lebih
fleksibel
untuk
mengakomodasi perubahan target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi pasar keuangan; g) Mengembangkan basis investor dengan membuka peluang penerbitan SBSN
valas
dalam
berbagai
mata
uang
kuat
dunia
dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang melekat pada masingmasing mata uang, dan meningkatkan kualitas investor SBSN valas melalui penjatahan pemenang secara selektif. h) Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan pasar perdana SBSN melalui peningkatan kualitas jadwal lelang dan metode penerbitan SBSN serta peningkatan kualitas penetapan benchmark series SBSN yang dapat mendorong pengembangan pasar sekunder SBSN; i)
Melanjutkan pengembangan dan memperkuat basis investor, khususnya investor yang memiliki horison investasi jangka panjang;
j)
Menerbitkan
SBSN
valas
secara
terukur,
sebagai
pelengkap
(complementary sources) untuk membiayai kewajiban valas, membuat benchmark, dan menghindari crowding-out di pasar domestik; 5) Indikator kinerja partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Namun demikian, peningkatan partisipasi investor dalam penerbitan SBN masih perlu terus terutama untuk pasar SBN di dalam negeri, sehingga tercipta basis investor yang mampu meningkatkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional melalui pengembangan pasar domestik yang efisien dan stabil. c.
Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 67
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
9. Sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan dengan indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang. Tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang bertujuan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengelolaan utang. Indikator ini diukur berdasarkan tersusunnya rancangan Peraturan dan Keputusan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan atau yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam rangka mendukung pengelolaan utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. a.
Pada tahun 2009 indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang ditargetkan sebesar 16 set dengan realisasi sebesar 22 set. Terdiri 1 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), 7 Peraturan Menteri Keuangan (PMK), 6 Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK), 5 Keputusan Menteri Keuangan (KMK), 2 Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen), dan 1 Rancangan Kepdirjen . Selain itu, pada tahun 2009 juga dilaksanakan penyusunan: 1) Draft Rancangan Undang-Undang Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Penyusunan RUU PHLN pada awal tahun 2009 direncanakan dihentikan, dengan pertimbangan bahwa pengaturan pinjaman luar negeri sudah cukup melalui PP No. 2 Tahun 2006. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ternyata ada tuntutan dari legislatif agar Pemerintah menyusun draft RUU mengenai pinjaman luar negeri. Untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut, maka penyusunan draft RUU dilanjutkan kembali dengan melaksanakan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders terutama dari kalangan akademisi mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang. 2) Draft PMK tentang Seleksi Calon Pemberi Pinjaman Dalam Negeri. Draft tersebut telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan pada bulan Desember 2009.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 68
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b.
Perkembangan indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang dalam periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: 1) Pada tahun 2008, realisasi tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang sebanyak 13 buah. Terdiri 1 UU, 1 RUU, 4 PP, 1 RPP, 7 PMK, 14 KMK, 2 Perdirjen, dan 1 Kepdirjen. Selain itu, pada tahun 2008 juga telah dilakukan kajian terhadap 3 RPP dan 3 RPMK. 2) Pada tahun 2007, realisasi tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang sebanyak 13 buah. Terdiri 2 RUU, 3 RPP, 5 PMK, 2 RPMK, dan 1 Perdirjen. Selain itu, pada tahun 2007 juga telah dilakukan kajian terhadap peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
c.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang antara lain: 1) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka koordinasi
antara
Kementerian
Keuangan,
Bappenas
dan
Kementerian/Lembaga pelaksana proyek yang dibiayai pinjaman dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek yang dibiayai pinjaman, sehingga mempengaruhi kinerja pengelolaan pinjaman; 2) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka efisiensi dan efektivitas pemanfaatan pinjaman luar negeri yang berdampak pada meningkatnya beban commitment fee karena keterlambatan pemenuhan persyaratan pencairan pinjaman oleh pelaksana pinjaman (executing agency) dan keterlambatan dalam implementasi proyek. Rendahnya penyerapan dana pinjaman
tersebut
akan
berpotensi
menambah
biaya
utang
secara
keseluruhan. 3) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka pengelolaan hibah. 4) Belum adanya kerangka hukum dan administrasi untuk melakukan hedging dalam pengelolaan risiko portofolio utang; DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 69
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
5) Masih perlu dilakukannya perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN agar tercipta tingkat pengelolaan yang lebih berkualitas; 6) Lambatnya proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN; d.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan pengelolaan pinjaman perlu disiapkan peraturan-peraturan pelaksanaan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 atau peraturan penggantinya dan peraturan lain yang masih memerlukan rincian sebagai panduan dan acuan pelaksanaan. 2) Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 40/PMK.05/2009 tentang SIKUBAH; 3) Melakukan harmonisasi peraturan mengenai penggunaan dokumen sumber pencatatan hibah. 4) Menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk transaksi hedging dalam rangka memastikan biaya utang dan pengelolaan risiko portofolio utang. 5) Melakukan kegiatan penyediaan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas dan dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan transaksi SUN. Untuk mengukur keberhasilan perumusan Peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas, adalah dengan menghitung jumlah peraturan dan keputusan yang disusun dalam rangka mendukung pengelolaan SUN. 6) Melakukan kegiatan yang diperlukan dalam rangka menyediakan landasan hukum penerbitan SBSN serta pemberian kepastian hukum bagi investor dan masyarakat terkait instrumen SBSN. Dengan penjelasan, penerbitan SBSN memiliki karakteristik khusus yang memerlukan adanya underlying asset pada setiap transaksi serta struktur akad yang harus sesuai dengan prinsip syariah, sehingga diperlukan adanya penyusunan dokumen hukum yang memadai dan optimal. Kegiatan tersebut antara lain menyusun peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan SBSN, menyusun fatwa dan opini syariah
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 70
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
SBSN, menyusun dokumen hukum dalam rangka penerbitan SBSN sesuai kebutuhan dan rencana. e. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN. 10. Sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator % penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif. Progress Variant (PV) adalah pengukuran kinerja pinjaman yang menunjukkan perbandingan antara disbursement ratio dengan elapsed time ratio. Disbursement ratio adalah perbandingan antara total penarikan pinjaman dengan total komitmen pinjaman. Elapsed time ratio adalah perbandingan antara waktu yang telah terlewati dalam masa disbursement period dengan disbursement period yang tersedia (avalability period). Avalability period adalah periode waktu antara pinjaman mulai berlaku efektif (Loan Effectiveness) sampai dengan masa berakhirnya penarikan pinjaman (Loan Closing Date). Indikator ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyerapan pinjaman. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang kurang dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. a. Pada tahun 2009 indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif ditargetkan sebesar ≤ 29,29% dengan realisasi sebesar 26,76%, dimana terdapat 36 pinjaman yang masuk kategori berisiko dari 136 pinjaman yang aktif.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 71
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, adalah: 1)
Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pinjaman dan/atau hibah luar negeri dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan dan kondisi dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
2)
Melakukan analisis masalah dan pemberian rekomendasi.
3)
Memberikan solusi yang tepat dalam penyelesaian masalah untuk mewujudkan penurunan persentase progress variant pinjaman yang masuk dalam kategori berisiko (at risk).
b. Perkembangan indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif dalam periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: 1)
Tahun 2008 % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif sebesar 29,29%, dimana terdapat 53 pinjaman yang masuk kategori berisiko dari 180 pinjaman yang aktif.
2)
Tahun 2007 % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif sebesar 30,89%, dimana terdapat 59 pinjaman yang masuk kategori berisiko dari 191 pinjaman yang aktif.
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif
adalah dengan melakukan penurunan progress variant
terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif akan meningkatkan kinerja penyerapan pinjaman luar negeri secara optimal dan tepat waktu. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 72
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1) Melakukan
on site visit ke lokasi kegiatan proyek
guna mengenai
permasalahan di lapangan dan memberika rekomendasi action plan dalam rangka percepatan penyerapan dan pelaksanaan kegiatan 2) Mengirimkan surat pemberitahuan secara rutin kepada Front Office (Direktorat Pinjaman dan Hibah) sebagai peringatan awal antara lain mengenai pinjaman yang akan mengalami closing date, pinjaman yang belum efektif, dan sisa undisbursed loan guna mengetahui status terakhir pinjaman. 3) Mengirimkan surat pemberitahuan kepada K/L terhadap proyek-proyek yang masuk dalam kategori berisiko secara rutin sebagai bahan evaluasi. e. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator % penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 11. Sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator: a. Persentase karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik Indikator persentase karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi
jabatan
tematik
bertujuan
untuk
menyediakan
pejabat
yang
mempunyai kompetensi sesuai jabatannya dalam rangka meningkatkan dan mengamankan keuangan dan kekayaan negara. Variabel kompetensi jabatan berdasarkan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ/Standard kemampuan, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang dibutuhkan oleh seorang pejabat untuk dapat melaksanakan tugas jabatannya dengan baik). Sedangkan variabel jabatan tematik adalah jabatan yang sangat berperan dalam pencapaian kinerja yang ditentukan oleh Unit Eselon I. Indikator ini hanya mengukur untuk pejabat eselon IV, mengingat pejabat eselon I, II, dan III diukur oleh Sekretariat Jenderal. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 73
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
1) Pada tahun 2009 indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik ditargetkan sebesar 65% dengan realisasi sebesar 80%. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik, adalah sebagai berikut: a) pelaksanaan diklat kompetensi; b) pelaksanaan assesment center. 2) Perkembangan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dalam periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: Tahun 2008, data menggunakan hasil pengukuran tahun 2007, karena periode pelaksanaan assesment dilaksanakan pada tahun 2009, yaitu dua tahun sejak dilakukannya pengukuran di tahun 2007. Sedangkan di tahun 2007, berdasarkan pengukuran dengan SKJ pejabat eselon IV yang memenuhi standar kompetensi terdapat hasil pengukuran sebesar 92% dengan job person match sebesar 70%. 3) Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik adalah pengelompokan jabatan tersebut ke dalam kriteria jabatan tematik. Sampai dengan berakhirnya tahun 2009, pengelompokan jabatan tersebut belum ada penetapannya di lingkungan DJPU, mengingat semua jabatan ternyata terkait dengan pencapaian keberhasilan Indikator Kinerja Utama. Kendala yang terjadi dalam proses penetapan jabatan tematik sudah disampaikan dalam rapat persiapan verifikasi Depkeu-One dengan Pushaka dan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan pada awal Agustus 2009, dimana disepakati perlu mengkoordinasikan hal tersebut dengan Biro SDM Setjen Departemen Keuangan untuk melihat kembali definisi jabatan tematik. Dalam beberapa kegiatan pelaporan kepada pimpinan, jabatan tematik bagi DJPU diberlakukan untuk semua jabatan struktural.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 74
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Sehingga, pada tahun 2009 pengukuran indikator kinerja ini di DJPU diberlakukan terhadap semua jabatan Eselon IV. 4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut untuk tahun 2010, sesuai kesepakatan seluruh pejabat pengelola IKU unit Eselon I di lingkungan Departemen Keuangan, indikator ini diubah menjadi “persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya”, tidak dikaitkan lagi dengan jabatan tematik. Sehingga diharapkan, proses pengukurannya menjadi lebih sesuai kenyataan. 5) Pencapaian indikator kinerja % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik, walaupun terdapat hambatan berupa permasalahan pengelompokan jabatan tematik yang belum disepakati oleh pengelola IKU di lingkungan Departemen Keuangan pada tahun tersebut. b. Jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang Indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang bertujuan untuk menegakkan kepatuhan terhadap kode etik, menjaga integritas tinggi pegawai, dan peningkatan good governance. Kasus pelanggaran berat/penyalahgunaan wewenang adalah penyimpangan yang dilakukan pegawai berdasarkan Laporan Hasil Audit Inspektorat Jenderal dan Rekomendasi Majelis Kode Etik tiap-tiap unit eselon I. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang kurang dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2009 indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang ditargetkan sebanyak 0 pegawai dengan realisasi sebanyak 1 pegawai terkait kasus pelanggaran terhadap PP Nomor 10 Tahun 1974. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencegah adanya pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, adalah sebagai berikut: DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 75
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a) Menyusun peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan Kode Etik di Lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. b) Melakukan sosialisasi peraturan tentang kode etik serta peraturan lainnya yang menyangkut disiplin pegawai. 2) Perkembangan indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang dalam periode 2007-2008 adalah tidak terdapat pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang. 3) Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang
adalah
penyimpangan
yang
dilakukan
pegawai
yang
mengakibatkan terjadinya kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang sangat sulit diprediksi, karena sangat tergantung kepada perilaku individu masing-masing pegawai. 4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-01/PM.8/2007 tentang Kode Etik di Lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-02/PM.8/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor-01/PM.8/2007. Peraturan tersebut dikemas dalam bentuk buku saku dan telah dibagikan kepada seluruh pegawai untuk dipedomani. b) Melakukan sosialisasi peraturan tentang kode etik serta peraturan lainnya yang menyangkut disiplin pegawai. c) Melakukan sosialisasi Instruksi Menteri Keuangan Nomor: 01/IMK.01/2009 tanggal 9 Januari 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penegakan Disiplin PNS di Lingkungan Departemen Keuangan kepada seluruh pegawai. d) Melakukan monitoring pelaksanaan kode etik. e) Melakukan pembinaan kepada pegawai terutama yang dilakukan oleh atasan langsung secara lebih intensif. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 76
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
5) Pencapaian indikator kinerja jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-2009, belum dapat tercapai dengan baik, karena masih terdapat 1 orang pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin. c. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 12. Sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator
persentase
penyelesaian
SOP
terhadap
SOP
yang
harus
diperbaharui/dibuat. Indikator persentase penyelesaian Standard Operating and Procedures (SOP) terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat bertujuan untuk menunjukan janji pelayanan kepada stakeholder dan untuk menunjang terwujudnya organisasi modern. SOP merupakan pedoman/petunjuk bagi para aparatur (pejabat/pegawai) dalam melaksanakan tugas (pelayanan) dan bagi para pengguna jasa pelayanan (pelanggan) untuk mengetahui/memahami akan suatu prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. a. Tahun
2009,
persentase
penyelesaian
SOP
terhadap
SOP
yang
harus
diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU ditargetkan sebesar 100% (196 SOP) dengan realisasi sebesar 100% (196 SOP), terdiri dari 111 SOP Administratif dan 85 SOP Teknis. SOP tersebut telah ditetapkan dengan Kepdirjen Nomor Kep105/PU/2009 tanggal 15 Oktober 2009. Keberhasilan sasaran ini didukung dengan kegiatan: 1) Penyusunan SOP SOP yang telah dibuat oleh DJPU terdiri atas dua jenis yaitu: SOP Administratif dan SOP Teknis. SOP Administratif merupakan SOP yang ditujukan untuk unit DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 77
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Sekretariat DJPU sedangkan SOP Teknis adalah SOP untuk unit direktorat teknis pada DJPU. 2) Pelaksanaan rapat kerja dalam penyusunan SOP Rapat kerja secara intensif dengan melibatkan perwakilan dari para direktorat di lingkungan DJPU dan pejabat dari Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan, Sekretariat Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan. b. Perkembangan pencapaian indikator persentase penyelesaian Standard Operating and Procedures (SOP) terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat selama periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: 1) Tahun 2008, target SOP yang dibangun/diperbaharui
adalah sebanyak 20
SOP (100%), dengan realisasi sampai akhir tahun 2008 baru tersusun 19 SOP (95%), untuk 1 SOP yaitu SOP Penanganan krisis Pasar SUN sedang dalam pembahasan. SOP yang dibangun/diperbaharui tersebut belum mendapat penetapan di tahun 2008, namun karena kepentingan mendesak dan sesuai arahan biro organta SOP tersebut telah diberlakukan di lingkungan DJPU. SOP tersebut kemudian menjadi bagian dari kelompok SOP yang ditetapkan dengan Kepdirjen Nomor Kep-105/PU/2009 tanggal 15 Oktober 2009. 2) Sedangkan di tahun 2007, realisasi penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU sebesar 90 SOP (100% dari target)
yang telah ditetapkan dengan Kepdirjen Nomor Kep-36/PU/2007
tanggal 11 September 2007. c. Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU antara lain: 1) Penyempurnaan SOP masih terus dilakukan berkaitan dengan adanya kebutuhan stakeholders dan penataan organisasi. 2) Beberapa SOP yang telah dibuat masih harus disingkronisasikan dengan dokumen uraian jabatan, karena SOP berkaitan dengan kewenangan tugas jabatan dalam pengambilan keputusan tertentu atau melakukan suatu kegiatan. 3) Untuk SOP bagi jabatan tertentu seperti Kepala Subag Tata Usaha direktorat perlu untuk dilakukan standariasasi. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 78
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
4) Standar waktu yang tercantum dalam SOP masih perlu dikaji lebih lanjut, agar tercipta suatu janji layanan yang lebih mendekati waktu normal pelaksanaan kegiatan, sehingga tingkat kepuasan terhadap layanan yang diberikan dapat lebih ditingkatkan. d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Melakukan identifikasi SOP yang masih harus dibuat; 2) Melakukan sinkronisasi antara uraian jabatan, SOP, dan ABK agar keterkaitan antara ketiga dokumen tersebut serta arahan pada kewenangan pelaksanaan setiap kegiatan menjadi lebih jelas dan waktu pelaksanaan kegiatannya lebih terukur. 3) Melakukan standarisasi SOP bidang Tata Usaha; 4) Melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait, yaitu Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan serta unit Eselon II di lingkungan DJPU, dalam mempercepat penyelesaian SOP. e. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel. 13. Sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator: a. Persentase Rekomendasi Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
yang telah Ditindaklanjuti, adalah indikator
kinerja yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan/pembinaan atas pelaksanaan tugas administratif pengelolaan utang dengan obyek pemeriksaan terhadap Bagian Anggaran 15. 1) Tahun 2009 % rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 0%, hal ini disebabkan sampai dengan akhir tahun 2009 tidak terdapat DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 79
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
rekomendasi yang diterima dari Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan mapun eksternal auditor lainnya yang perlu ditindaklanjuti. 2) Perkembangan pencapaian indikator Persentase Rekomendasi Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah Ditindaklanjuti selama periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: a) Tahun 2008, rekomendasi audit diperoleh dari dua unit pengawas fungsional, yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan, yang dapat ditindak lanjuti secara 100%. Karena, semua tanggapan yang diberikan DJPU dianggap dapat diterima oleh unit pengawas fungsional. Rekomendasi dan tanggapan yang diberikan dirinci
sebagai
berikut: i.
Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor ST-580/IJ/2008 tanggal 06 Februari 2008, yang melakukan audit terhadap pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa (Belanja Modal) DIPA Tahun Anggaran 2007 pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
ii.
Badan Pemeriksa Keuangan dengan surat Nomor 17/TIM5/BPK/3/2008 tanggal 18 April 2008 yang menyampaikan temuan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Tingkat Eselon I Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
iii.
Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor ST-525/IJ/2008 tanggal 12 Agustus 2008, yang melakukan audit terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
b) Tahun 2007, rekomendasi audit diperoleh dari Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, yang dapat ditindak lanjuti secara 100%. Karena, semua tanggapan yang diberikan DJPU dianggap dapat diterima oleh unit pengawas fungsional. Rekomendasi yang diberikan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor ST-1010/IJ/2007 tanggal 17 Desember 2007, yang melakukan audit terhadap pelaksanaan kegiatan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 80
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
Pengadaan Barang dan Jasa (Belanja Modal) DIPA Tahun Anggaran 2007 pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pencapaian target indiktaor kinerja ini didukung oleh kegiatan-kegiatan penyusunan tanggapan laporan hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional yang telah dilakukan dan rapat-rapat pembahasan permasalahan secara intensif dengan menjunjung tinggi pelaksanaan kode etik dari masingmasing pihak. 3) Tantangan yang dihadapi dalam melakukan pencapaian target Indikator kinerja persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti adalah dalam pembahasan setiap permasalahan masih perlu melakukan penyamaan persepsi terhadap peraturan pelaksanaan kegiatan
pengadaan
barang
dan
jasa
dan
masih
terbatasnya
jumlah
pegawai/pejabat di lingkungan DJPU yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa. 4) Upaya yang dilakukan antara lain melakukan peningkatan koordinasi di internal DJPU dalam melakukan proses pengadaan barang dan jasa agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mengirim pegawai/pejabat untuk mengikuti diklat pengadaan barang dan jasa. 5) Indikator kinerja persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, rekomendasi yang telah diberikan oleh Tim Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU tetap perlu dicermati untuk senantiasa dilaksanakan secara konsisten sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. b. Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur 1) Tahun 2009 % tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%,
hal ini
disebabkan Sampai dengan akhir tahun 2009 tidak terindikasi adanya pelanggaran terhadap prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kegiatan yang
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 81
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
sedang dilaksanakan adalah assessment kepatuhan pelaksanaan SOP pada unit di lingkungan DJPU. Pencapaian target indikator kinerja ini didukung oleh kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan monitoring kepatuhan untuk seluruh kegiatan pengelolaan utang yang terdapat di DJPU, baik monitoring kepatuhan terhadap peraturan, prosedur standar, kode etik, dan kebijakan pimpinan. 2) Perkembangan pencapaian indikator Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur selama periode 2007-2008 adalah sebagai berikut: a) Pada tahun 2008 telah dilakukan evaluasi Kepatuhan terhadap Pelaksanaan Kegiatan di Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (Direktorat EAS). Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan output, terdapat kegiatan-kegiatan di SOP yang bukan merupakan kegiatan reguler dari unit kerja. Untuk itu, dilakukan pengelompokan output terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Adapun pengelompokan output menjadi: i.
Kegiatan inti, yaitu kegiatan-kegiatan yang merupakan tugas pokok ;
ii.
Kegiatan lain-lain, yaitu tugas-tugas khusus dari Direktur pada saat-saat tertentu.
Hasil evaluasi kepatuhan terhadap pelaksanaan tugas untuk menghasilkan kegiatan inti di Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen menunjukkan bahwa dari 10 (sepuluh) Standard Operating Procedure (SOP) menghasilkan 100 (seratus) output dan 81 (delapan puluh satu) output atau 81% output dilakukan
sedangkan 19 (sembilan belas) output atau 19% output tidak
dilakukan. b) Tahun 2007 merupakan tahun awal berdirinya unit kepatuhan pada level seksi di Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pada tahun awal kegiatan dan dengan jumlah pegawai belum optimal, telah dilakukan pelaksanaan pilot project kegiatan kepatuhan. Kegiatan tersebut dilakukan pada salah satu Sub Direktorat di Direktorat EAS. Pilot Project tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan evaluasi kepatuhan untuk keseluruhan SOP yang terdapat di Direktorat EAS pada tahun 2008.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 82
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator kinerja persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur adalah pelaksanaan monitoring kepatuhan masih belum dapat dilaksanakan secara optimal untuk seluruh kegiatan pengelolaan utang yang terdapat di DJPU. 4) Kendala yang ada lebih kepada sumberdaya manusia yang melaksanakan kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan jumlah pegawai dan kemampuan pegawai dalam melakukan monitoring kepatuhan dimaksud. 5) Indikator kinerja persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih perlu dilakukan pembenahan dalam melakukan monitoring kepatuhan baik dari jumlah sumber daya manusia, peningkatan pemahaman atas obyek kegiatan yang berpotensi melanggar kode etik, maupun peningkatan alat ukur dalam penilaian kepatuhan dan pelanggaran. c. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK
yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang
sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 14. Sasaran Strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana. Perkembangan penyelesaian sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, sebagai berikut : a. Tahun 2009 sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana ditargetkan sebesar 90% dengan realisasi sesuai dengan target, yaitu sebesar 90%, meliputi : 1) Dashboard eksekutif DJPU, merupakan sistem aplikasi baru yang berfungsi untuk menampilkan informasi- informasi penting dalam format tabel, grafik, dan simulasi yang diperoleh dari berbagai sumber data : Badan Kebijakan Fiskal, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Dealer Utama, Bloomberg, dsb. Informasi yang dihasilkan meliputi :
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 83
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a)
indikator utama
b)
sistem peringatan dini
c)
indikator pasar
d)
indikator makro dan fiskal
e)
indikator risiko dan portofolio
f)
statistik utang pemerintah
2) Standard report dan adhoc report, merupakan sistem aplikasi baru yang berfungsi untuk mengotomasi laporan-laporan yang diproduksi DJPU baik yang bersifat reguler maupun sewaktu-waktu. Laporan yang dihasilkan meliputi : a)
Government Securities Summary
b)
Crisis Management Protocol
c)
Market Update
d)
Quarterly Statistic Bulletin
e)
Buku Saku
3) Portal intranet, merupakan sistem aplikasi baru yang berfungsi sebagai portal untuk mengakses seluruh sistem aplikasi yang terkait dengan fungsi pengelolaan utang. 4) Sistem Aplikasi Surat Perintah Membayar/SASPEM (pengembangan), meliputi penambahan fitur untuk : a)
Pencetakan SPM SBSN
b)
Proyeksi kebutuhan kas
c)
Outstanding confirmation letter
d)
Debt outstanding position
e)
Data alamat bayar
f)
Rekening KUN untuk mata uang JPY
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 84
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b. Tahun 2008, pembangunan dan pengembangan sistem aplikasi TIK meliputi : 1) Penyusunan IT strategy DJPU sebagai dokumen cetak biru pengembangan sistem informasi DJPU beberapa tahun mendatang. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari tahun 2007 dan dilaksanakan bekerjasama dengan konsultan TAMF. a) Kondisi sistem yang ada saat ini b) Kondisi sistem ideal/ yang diharapkan sesuai dengan requirement dari masing-masing unit dan proses bisnis debt management office yang berlaku internasional c) Mengidentifikasi gap antara kondisi saat ini dan kondisi ideal d) Penentuan prioritas pengembangan sistem, time frame dan anggaran yang diperlukan 2) Aplikasi PMON, meliputi penambahan fitur untuk : a) Implementasi Bagan Akun Standar b) Pencatatan seri SBSN c) Perbaikan sistem pelaporan 3) Decision Support System (DSS), meliputi penambahan fitur untuk : a) Issuance seri VR b) Modul upload data issuance ke aplikasi PMON c) Penyempurnaan kriteria perhitungan penentuan pemenang lelang/ allotment. 4) SASPEM, meliputi penambahan fitur untuk : a) Implementasi Bagan Akun Standar b) Perbaikan sistem pelaporan 5) Loan Management System modul monitoring, sistem aplikasi baru, untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja pinjaman dan hibah pemerintah sejak loan dinyatakan efektif hingga closing date/ closing account.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 85
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
6) Payment Alert System, merupakan sistem aplikasi baru; untuk pemantauan kewajiban pembayaran pinjaman yang akan jatuh tempo sejak dari tagihan lender, skedul kewajiban, dan progress penyelesaiannya 7) E-Loan, sistem aplikasi baru untuk pengarsipan naskah pinjaman dan hibah secara elektronik Tahun 2008 realisasi penyelesaian pembangunan sistem aplikasi baru dan pengembangan mencapai 90 persen sesuai dengan target yang direncanakan. c. Tahun 2007 pembangunan dan pengembangan sistem aplikasi TIK terdiri dari: 1) Penyusunan IT strategy DJPU, meliputi: a)
Mapping infrastruktur jaringan,
b)
Sistem operasi,
c)
Database,
d)
Sistem aplikasi dan perangkat lunak lainnya
e)
Kapasitas SDM
2) Upgrade ke DMFAS versi 5.3 3) Pengembangan aplikasi PMON, meliputi: a)
Perhitungan accrued interest
b)
Pencatatan seri SBSN
c)
Perbaikan sistem pelaporan
4) Pengembangan aplikasi Decision Support System (DSS), meliputi : a)
issuance seri baru : (zero coupon dan variable rate) dan
b)
switching (many to many, many to one, dan switching semua seri)
5) Pengembangan Sistem Aplikasi Surat Perintah Membayar (SASPEM), dalam rangka memperbaiki sistem pelaporan 6) Pengadaan hardware dan instalasi jaringan server, switch hub, dan instalasi jaringan, meliputi :
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 86
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a)
Pengadaan dan instalasi server
b)
Instalasi jaringan untuk menghubungkan Gedung Utama dengan Gedung Perbendaharaan IV
c)
Instalasi jaringan yang menghubungkan semua ruangan di Gedung Perbendaharaan IV
d. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator kinerja sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, antara lain: 1) Masih perlu dilakukan evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) terkait pemberian layanan teknologi informasi, belum adanya service catalog TI, belum adanya SLA (Service Level Agreement) yang merupakan kesepakatan antara penyedia layanan dan pengguna layanan mengenai tingkat (mutu) layanan. 2) Perlu membangun sistem deteksi dini terhadap kemungkinan gangguan server yang terjadi. 3) Belum adanya data center yang berfungsi sebagai pusat data di lingkungan DJPU. 4) Belum adanya standard tata kelola IT. 5) Belum adanya upaya yang terstruktur dalam mengatasi dampak risiko/bencana yang berpotensi mengganggu kelangsungan aktivitas DJPU. e. Upaya yang dilakukan dalam pencapaian target indikator kinerja sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, antara lain: 1) Melakukan evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) terkait pemberian layanan teknologi informasi, menyusun service catalog TI, menyusun SLA (Service Level Agreement) yang merupakan kesepakatan antara penyedia layanan dan pengguna layanan mengenai tingkat (mutu) layanan; 2) Membangun aplikasi early warning system server dan proxy DJPU, yang merupakan deteksi dini terhadap kemungkinan gangguan server yang terjadi;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 87
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
3) Membangun data center
yang berfungsi sebagai pusat data di lingkungan
DJPU. Data Center merupakan fasilitas yang digunakan untuk penempatan kumpulan server atau sistem komputer dan sistem penyimpanan data yang dikondisikan dengan pengaturan catu daya dan udara, pencegahan bahaya kebakaran, dan dilengkapi pula dengan sistem pengamanan fisik.
Layanan
utama data center terdiri atas lima komponen, yaitu: Business continuance infrastructure, Data center security, Application optimization, Internet protocol address (IP), dan Storage (Penyimpanan); 4) Melaksanakan penerapan standard tata kelola IT yang mengacu kepada "Implementation Methodology Best Practices", serta keterpaduan aspek organisasi termasuk manajemen perubahan (change management), proses bisnis, teknologi dan manajemen proyek TI yang sesuai. Namun sebelum itu, perlu pemahaman terlebih dahulu terhadap methodology best practices di bidang IT, yang pada umumnya didasarkan pada kerangka IT Service Management (ITSM) dan IT Project Management (ITPM); 5) Membuat rencana pemulihan bencana (Disaster Recovery Plan) yang teruji dalam mengatasi dampak risiko/bencana yang berpotensi mengganggu kelangsungan aktivitas DJPU sebagaimana ketentuan
Diktum
260/KMK.01/2009
Kedelapan tentang
Keputusan
Kebijakan
telah diamanatkan dalam Menteri
Pengelolaan
Keuangan TIK
di
Nomor
lingkungan
Departemen Keuangan. Namun demikian, perlu terlebih dahulu meningkatkan pemahaman mengenai rencana pemulihan bencana (Disaster Recovery Plan) yang pada umumnya mengacu kepada Information Security Management System (ISMS) atau sering disebut IT Security Policy yang menggunakan standar ISO/IEC 27001:2005. f.
Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 88
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
F.
Pending Matters Disamping sasaran strategis yang tersebut di atas, terdapat beberapa kegiatan yang terkait dengan sasaran tersebut yang hingga akhir tahun 2009 belum sepenuhnya dapat terselesaikan (pending matters) yaitu: 1.
Penyusunan Undang-undang tentang Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Sampai dengan akhir tahun 2009, rencana pengajuan dan pembahasan RUU Pinjaman dan Hibah Luar Negeri kepada DPR tidak terlaksana berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2005-2009. Selama proses pembahasan tahun 2009, Tim Kerja telah melakukan beberapa perubahan ketentuan/pasal dalam Naskah Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman dan Hibah Luar Negeri. Pembahasan dan perubahan pada RUU tersebut salah satunya adalah perubahan ruang lingkup (skema) dan judul RUU yang semula RUU Pinjaman dan Hibah Luar Negeri menjadi RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (PLNP). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa hibah luar negeri cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah. Mengingat RUU PLNP tidak masuk dalam Prolegnas 2010-2015, maka proses RUU PLNP selanjutnya akan diproses dengan mengikuti ketentuan pada Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Rancangan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden. Persetujuan dan pengesahan RUU PLNP ditargetkan dapat diselesaikan pada tahun 2011.
2.
Penyusunan
Peraturan
Pelaksanaan
bagi
Peraturan
Pemerintah
tentang
Pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri Peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman dalam negeri telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Dengan ditetapkannya PP tersebut, maka telah tersedia landasan hukum dalam rangka pengadaan pinjaman dalam negeri oleh pemerintah. Namun untuk pengadaan pinjaman dalam negeri masih diperlukan tiga peraturan pelaksanaan, yaitu: a.
Rancangan Peraturan Pelaksanaan tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman Dalam Negeri, sedang disusun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan;
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 89
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
b.
Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Seleksi Penyedia Pinjaman Dalam Negeri telah disusun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan sedang dalam tahap finalisasi di Sekretariat Jenderal.
c.
Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tatacara Penerusan Pinjaman Dalam Negeri kepada BUMN, BUMD dan Pemerintah Daerah, akan disusun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
3.
Pengembangan Instrumen Pembiayaan Syariah Dengan adanya pengembangan instrumen baru yang berupa Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk, telah diterbitkan 4 jenis instrumen SBSN dengan menggunakan 2 jenis akad yaitu: a.
SBSN seri IFR dengan akad Ijarah sale and lease back
b.
SBSN seri SR dengan akad Ijarah sale and lease back
c.
SBSN seri SRI dengan akad Ijarah sale and lease back
d.
SBSN seri SDHI dengan akad Ijarah Al khadamat Sedangkan SBSN untuk pembiayaan proyek (project financing) dengan akad
istishna’ atau musyarakah sampai dengan saat ini masih dalam proses finalisasi desain instrumen, penerbitan fatwa MUI serta penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan APBN Melalui Penerbitan SBSN. 4.
Penggunaan Instrumen Derivatif dalam Pengelolaan Utang Dalam mengelola utang Pemerintah, diperlukan upaya untuk mengurangi biaya yang cenderung meningkat dan memitigasi risiko yang cukup tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan penerapan lindung nilai (hedging) dalam rangka meningkatkan kepastian besarnya pembayaran kewajiban utang dan mewujudkan struktur portofolio utang yang optimal. Dalam perspektif pengelolaan risiko secara luas, penerapan hedging dapat dilakukan melalui natural hedging dan melalui pemanfaatan instrumen derivatif yang tersedia di pasar keuangan. Sampai dengan akhir tahun 2009, hedging yang telah dilakukan adalah natural hedging dengan:
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 90
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
a.
Menerbitkan surat berharga valuta asing atau melakukan pinjaman luar negeri tunai (pinjaman program) dalam mata uang yang sesuai dengan mata uang yang digunakan untuk membayar kewajiban;
b.
Melakukan restrukturisasi pinjaman terutama dengan menyederhanakan nilai tukar referensi (untuk utang dalam currency SDR) agar risiko nilai tukar lebih mudah diperhitungkan;
c.
Melakukan transaksi debt switch dan cash buyback untuk mengendalikan risiko refinancing dengan mengurangi tekanan fiscal pada tahun-tahun tertentu. Sedangkan penggunaan
instrumen derivatif dalam rangka hedging belum
dilaksanakan, terutama karena masih belum tersedianya peraturan perundangundangan yang mendukung pelaksanaan transaksi instrumen derivatif. Namun demikian, sejak tahun 2004 hingga 2009, telah dilakukan beberapa kegiatan dalam rangka persiapan implementasi hedging dengan menggunakan instrumen derivatif yaitu: a.
Melakukan kajian terhadap aspek infrastruktur. Dari hasil kajian ini teridentifikasi beberapa kondisi yang perlu dipenuhi/ dipersiapkan sebelum Pemerintah mengimplementasikan transaksi tersebut, diantaranya adalah : 1). Landasan legal dari transaksi dalam rangka menjaga governance dari perspektif kebijakan. Sampai saat ini aturan perundangan yang secara ekplisit memberikan kewenangan pada Menteri Keuangan untuk melakukan pengelolaan utang adalah Pasal 7 ayat (2) huruf l Undang-undang Nomor 1 tahun 2004. Namun bagaimana operasional pengelolaan utang (termasuk pengelolaan portofolio dan risiko) dapat diselenggarakan, dan instrumen kebijakan apa yang dapat digunakan tidak secara eksplisit tersirat dalam perundangan tersebut; 2). Guidelines yang menjadi alat untuk menjaga governance dari perspektif operasional pelaksanaan pengelolaan lindung nilai melalui instrumen derivatif. Aspek governance diperlukan karena berdasarkan masukan dari pelaku pasar maupun perusahaan yang telah menggunakan instrumen derivatif dalam lindung nilai, transaksi hedging dapat dimanfaatkan untuk
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 91
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
berbagai tujuan/ motivasi yang bisa saling bertolak belakang (spekulasi vs. proteksi). b.
Melakukan penyusunan draft peraturan sebagai landasan hukum penggunaan instrumen derivatif;
c.
Menyusun guidelines dan secara paralel mempersiapkan: 1). Formulasi tujuan dan rekomendasi terkait dengan instrumen kontrak yang dapat dilakukan (apakah swap, forward atau option) untuk tujuan yang telah ditentukan; 2). Bisnis proses yang dibutuhkan meliputi formulasi kebijakan, rekomendasi transaksi, approval transaksi, pricing metodologi, analisis pricing, eksekusi, dan monitoring transaksi serta setelmen transaksi termasuk didalamnya level of authority; 3). Pemilihan dan penunjukkan counterparty hedging, termasuk memahami kapasitas dan posisi masing-masing pelaku; 4). Perlakuan akuntansi dan penganggaran, termasuk perlakuan belanja yang diperlukan dalam transaksi hedging seperti pembayaran premi pada transaksi option dan mekanisme netting (cash inflow dan cash outflow) pada transaksi swap dan forward.
d.
Memperdalam pemahaman mengenai dokumen kontrak baik ISDA maupun Long Confirmation (dalam hal transaksi bilateral), pricing untuk transaksi dan lain-lain. Hal ini dilakukan melalui review dokumen ISDA dalam kegiatan workshop dengan narasumber dari konsultan hukum lokal yang memahami dokumen ISDA dan memahami sistem hukum serta peraturan yang berlaku di Indonesia.
5.
Penyediaan Gedung Kantor yang Dapat Menampung Seluruh Pegawai dalam Satu Lokasi Penyediaan gedung kantor yang dapat menampung seluruh pegawai dalam satu lokasi belum dapat tersedia. Lokasi gedung kantor masih terpisah yaitu sebagian pegawai menempati Gedung A.A. Maramis II dan sebagian lagi menempati Gedung Prijadi Praptosuhardio II milik Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Rencana pengadaan gedung yang dapat menampung para pegawai DJPU dalam satu lokasi
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 92
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
akan segera diusulkan kepada Menteri Keuangan c.q. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. G. Akuntabilitas Keuangan Alokasi Pagu Anggaran tahun 2009 yang disediakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada DJPU adalah sebesar
Rp. 83.770.898.000
sedangkan realisasinya sebesar Rp. 71.893.535.774 dengan perincian per program dan kegiatan sebagai berikut : Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun 2009 No.
PROGRAM/KEGIATAN
1 PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK
PAGU
REALISASI
%
35.038.385.000
28.790.109.714 82,17
- Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan
16.332.305.000
11.745.448.778 71,92
- Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran
11.476.550.000
9.954.544.118 86,74
- Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan
2.140.418.000
2.122.392.318 99,16
- Pengembangan SDM dan Administrasi Kepegaw aian
1.030.950.000
982.788.900 95,33
- Peningkatan Tatalaksana dan SDM
2.857.062.000
2.802.730.600 98,10
- Penyelenggaraan Pembinaan Teknis Administrasi
1.201.100.000
1.182.205.000 98,43
3.387.575.000
2.912.302.736 85,97
3.387.575.000
2.912.302.736 85,97
4.879.700.000
4.269.177.265 87,49
4.879.700.000
4.269.177.265 87,49
40.465.238.000
35.921.946.059 88,77
- Penyusunan Peraturan Per-UU-an tentang Pengelolaan Utang
8.934.640.000
7.355.133.250 82,32
- Pengelolaan Pinjaman dan Hibah
4.964.732.000
3.608.138.150 72,68
- Pengelolaan Surat Utang Negara
10.809.324.000
10.282.131.837 95,12
2 PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR - Pengembangan Kapasitas/Kualitas SDM Aparatur 3 PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA APARATUR NEGARA - Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana 4 PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN UTANG
- Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang
4.585.398.000
4.292.372.760 93,61
- Pengelolaan Pembiayaan Syariah
5.500.000.000
5.251.952.074
95,49
- Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang
5.671.144.000
5.132.217.988
90,50
83.770.898.000
71.893.535.774
85,82
J UM L A H
Capaian realisasi anggaran sebesar Rp. 71.893.535.774 (85,82 %) antara lain disebabkan: 1. Penundaan pembahasan Rancangan Undang-undang PHLN dengan DPR dan Unit-Unit terkait. DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 93
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2. DJPU sebagai unit baru belum mempunyai gedung kantor untuk ruang kerja yang memadai sesuai kebutuhan dan saat ini dua unit eselon 2 masih menempati gedung kantor Ditjen Perbendaharaan. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana perkantoran dan pemenuhan kebutuhan jumlah pegawai sesuai
dengan yang telah direncanakan, sedangkan pembiayaannya telah
dialokasikan pada DIPA Tahun Anggaran 2009. 3. Beberapa diklat yang telah direncanakan tidak jadi dilaksanakan karena diklat tersebut telah diselenggarakan oleh BPPK dan penggantian sebagian lokasi pelaksanaan diklat yang semula akan dilaksanakan di luar kota, namun karena beberapa hal diklat dilaksanakan di dalam kota. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, telah menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran 15 untuk Tahun Anggaran 2007, 2008 dan 2009. Laporan Keuangan tersebut terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Atas Laporan Keuangan tahun 2007 dan 2008 telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai pemeriksa ekternal maupun Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan sebagai pemeriksa internal. Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan kepada Kementerian Keuangan. Direktorat Jenderal Pengelolaan utang, salah satu eselon I dari Kementerian Keuangan diaudit sebagai bagian dari Kementerian Keuangan. Dari audit yang dilakukan kepada unit-unit eselon I tidak diberikan opini karena opini Badan Pemeriksa Keuangan hanya diberikan kepada Kementerian dan Lembaga. Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Bagian Anggaran 15 tahun Anggaran 2007 dan 2008 oleh Badan Pemeriksa Keuangan tidak terdapat catatan yang harus diperbaiki yang menjadi temuan ditingkat Kementerian. Penilaian oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dapat diyakini dan ditelusuri kebenarannya. Dengan demikian terhadap anggaran yang dikelola Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah dipertatanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 94
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
BAB IV PENUTUP A.
Kesimpulan Kinerja pengelolaan utang pada akhir tahun 2009, dengan menggunakan indikator kinerja
sebagaimana
tercantum
dalam
Keputusan
Menteri
Keuangan
Nomor
447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009, telah dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan dengan penjelasan sebagai berikut: 1.
Jumlah kumulatif pinjaman (utang) pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari PDB.
2.
Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut.
3.
Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Perkembangan keberhasilan pencapaian kinerja selama tahun 2005-2009 dari tiga
ukuran tersebut adalah (i) rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa instrumen Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005 dan menjadi 30 persen pada akhir tahun 2009; (ii) perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang dalam mata uang US dollar akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan SBN neto dalam periode 2005-2009 yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut dilakukan terutama untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik; (iii) untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik, Pemerintah membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB. Realisasi tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode 2005–2009 masing-masing adalah sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata tambahan bersih utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68 persen dari PDB. Sedangkan, capaian kinerja DJPU, periode 2007-2009, terkait dengan pencapaian sasaran strategis dengan menggunakan metodologi BSC adalah sebagai berikut: 1.
Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 95
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
2.
Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
3.
Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
4.
Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
5.
Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru.
6.
Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7.
Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 20072009, dapat tercapai dengan baik.
8.
Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan
investor,
dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 9.
Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 96
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN. 10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 20072009, dapat tercapai dengan baik. 12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel. 13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. 14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 97
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
B.
Saran Berbagai keberhasilan kinerja yang telah dicapai di atas kiranya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Sementara untuk beberapa program/kegiatan yang capaian kinerjanya belum mencapai target sebagaimana direncanakan akan ditingkatkan kinerjanya pada tahun-tahun mendatang. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan baik kepada Pimpinan DJPU maupun seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada periode berikutnya dalam rangka lebih memberikan manfaat kepada masyarakat maupun kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelola utang.
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 98
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2009 2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 99
PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG TAHUN ANGGARAN 2009 Kegiatan No
Program
(1)
(2)
1
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
1.1.1
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah jenis unit entitas
115.00 8,943,640.00 6.00 80.00 6.00
115.00 7,355,133.00 6.00 80.00 6.00
100.00 82.24 100.00 100.00 100.00
buah buah buah
1.00 1.00 1.00
1.00 0.00 1.00
100.00 0.00 100.00
Outcomes: Terselesaikannya penyusunan Undang-Undang dan Peraturan Pendukung lainnya tentang PHLN
persen
100.00
66.67
66.67
Inputs: a. SDM b. Peraturan c. Peralatan d. Data
orang buah unit entitas
40.00 11.00 40.00 12.00
40.00 15.00 40.00 12.00
100.00 136.36 100.00 100.00
peraturan
3.00
9.00
300.00
dokumen
57.00
66.00
115.79
persen
100.00
100.00
100.00
Menyusun peraturan di bidang pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. RUU tentang PHLN sampai tingkat Panitia antar Departemen b. RPP tentang PHLN c. RPP tentang Hibah Luar Negeri
1.2.1
Persentase Pencapaian Target
Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN
Outputs : a. Peraturan terkait transaksi SUN b. Dokumen hukum pelaksanaan transaksi SUN Outcomes: Terselenggaranya penyusunan peraturan dan kebijakan operasional untuk mendukung pengelolaan portofolio dan pengembangan pasar SUN
1
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Uraian
1.3.1
(3) Menyusun peraturan terkait pengelolaan pembiayaan syariah
Rencana
Realisasi
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah paket unit entitas
30.00 766,850.00 11.00 10.00 11.00
37.00 753,807.24 11.00 10.00 11.00
123.33 98.30 100.00 100.00 100.00
buah dokumen
4.00 50.00
9.00 40.00
225.00 80.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah berkas unit berkas
34.00 806,040.00 12.00 35.00 12.00
35.00 794,051.00 45.00 35.00 12.00
102.94 98.51 375.00 100.00 100.00
RPP
1.00
1.00
100.00
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: RPP tentang Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Outcomes: Terselesaikannya penyusunan peraturan perundangan-undangan yang mendukung dan pengelolaan portofolio utang
2.1.1
Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah
(9)
Satuan
Outcomes: Tersedianya peraturan dan dokumen yang memadai dalam rangka pengelolaan pembiayaan syariah Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan strategi dan pengelolaan portofolio utang
Keterangan
Indikator Kinerja
Outputs: a. Peraturan terkait pembiayaan syariah b. Dokumen hukum terkait transaksi SBSN
1.4.1
Persentase Pencapaian Target
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Loan agreement/grant agreement b. Laporan misi, appraisal, pemantauan, dan supervisi proyek yang dibiayai proyek c. Laporan hasil evaluasi kesiapan proyek d. Buku manual PHLN
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah paket unit entitas
66.00 4,964,732.00 6.00 80.00 6.00
66.00 3,608,138.00 6.00 80.00 6.00
100.00 72.68 100.00 100.00 100.00
buah
20.00
69.00
345.00
laporan laporan buku
48.00 20.00 1.00
12.00 20.00 1.00
25.00 100.00 100.00
telah disampaikan ke depkumhan
2
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah jenis unit entitas
40.00 10,809,324.00 11.00 40.00 12.00
40.00 10,282,131.84 15.00 40.00 12.00
100.00 95.12 136.36 100.00 100.00
frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah data
22.00 36,400.00 22.00 24,000.00 6.00 2,284.15 3.00 500.00 2.00 5,500.00 2.00 14,100.00 240.00
22.00 54,500.00 21.00 24,700.00 6.00 11,456.00 1.00 10.00 1.00 8,536.73 2.00 39,770.43 233.00
100.00 149.73 95.45 102.92 100.00 501.54 33.33 2.00 50.00 155.21 100.00 282.06 97.08
laporan instrumen
5.00 2.00
19.00 2.00
380.00 100.00
lokasi peserta kegiatan peserta kegiatan peserta
7.00 1,050.00 3.00 450.00 9.00 270.00
9.00 1,300.00 6.00 500.00 4.00 200.00
128.57 123.81 200.00 111.11 44.44 74.07
dokumen lokasi peserta laporan
32.00 12.00 1,800.00 3.00
62.00 12.00 900.00 3.00
193.75 100.00 50.00 100.00
Outcomes: Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman dan hibah 3.1.1
Persentase Pencapaian Target
Melaksanakan pengelolaan Surat Utang Negara (SUN)
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. 1) SUN dalam mata uang rupiah melalui metode lelang: a) Obligasi Negara b) Surat Perbendaharaan Negara c) Buyback/debtswitch
b. c.
d. e.
2) SUN secara langsung melalui Dealing Room : 3) Obligasi Negara Ritel (ORI) 4) SUN Valas di pasar perdana internasional Kuotasi harga Dealer Utama Laporan koordinasi dan kerjasama dengan instansi maupun pelaku pasar baik domestik maupun internasional Instrumen SUN (pengembangan) Pelayanan kepada publik dan investor: 1) Sosialisasi dan publikasi SUN 2) Investor gathering 3) Dealer/analyst meeting
4) Siaran pers dan pengumuman hasil transaksi SUN kepada publik f. Pre Marketing ORI g. Laporan riset pasar keuangan dan SUN
3
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
persen
100.00
100.00
100.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah paket unit entitas
30.00 4,733,150.00 11.00 10.00 11.00
37.00 4,498,144.83 11.00 10.00 11.00
123.33 95.03 100.00 100.00 100.00
triliun rupiah laporan laporan
20.00 1.00 1.00
16.30 1.00 1.00
81.50 100.00 100.00
laporan
3.00
66.00
2,200.00
laporan
1.00
1.00
100.00
laporan
1.00
1.00
100.00
laporan paket lokasi orang lokasi orang lokasi lokasi orang
1.00 6.00 6.00 900.00 2.00 200.00 1.00 5.00 1,000.00
1.00 13.00 10.00 1,000.00 2.00 200.00 0.00 5.00 14,295.00
100.00 216.67 166.67 111.11 100.00 100.00 0.00 100.00 1,429.50
persen
100.00
90.00
90.00
persen
100.00
100.00
100.00
Outcomes: a. Terlaksananya transaksi dalam rangka pengelolaan portofolio SUN b. Terlaksananya kegiatan pengembangan pasar dan infrastruktur pelaksanaan transaksi SUN 3.2.1
Persentase Pencapaian Target
Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Nominal SBSN b. Rekomendasi Identifikasi BMN c. Rekomendasi Komite Syariah SBSN d. Laporan pemantauan dan analisis keuangan dan pasar SBSN e. Laporan hasil kajian pengembangan instrumen pembiayaan syariah f. Laporan hasil kajian pengembangan infrastrutur pasar SBSN g. Laporan hasil kajian penyiapan proyek sebagai underlying transaksi SBSN h. Publikasi SBSN i. Sosialisasi SBSN j.
Investor gathering/analyst meeting
k. Penyelenggaraan Non-Deal Roadshow l. Pre Marketing SBSN Ritel m. Jumlah investor Sukuk Ritel Outcomes: a. Terselenggaranya pengelolaan pembiayaan syariah b. Terlaksananya pengembangan pasar SBSN
4
Kegiatan No
Program
(1)
(2) 5.1.1
Persentase Pencapaian Target
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3) Mengelola strategi dan portofolio utang
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah berkas unit berkas
34.00 3,779,358.00 12.00 35.00 12.00
35.00 3,498,321.76 45.00 35.00 12.00
102.94 92.56 375.00 100.00 100.00
berkas
1.00
0.00
0.00
berkas
1.00
1.00
100.00
berkas
1.00
1.00
100.00
laporan berkas
1.00 1.00
1.00 1.00
100.00 100.00
laporan
1.00
1.00
100.00
laporan
1.00
0.00
0.00
laporan
1.00
1.00
100.00
persen
100.00
80.00
80.00
persen
100.00
100.00
100.00
persen
100.00
50.00
50.00
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Rumusan strategi dan kebijakan utang jangka menengah dan jangka panjang b. Rumusan rencana kebutuhan pembiayaan melalui utang dalam rangka APBN c. Rumusan rencana portofolio utang untuk membiayai kebutuhan anggaran tahunan (annual financing plan ) d. Laporan hasil monitoring dan analisis kinerja dan risiko portofolio utang e. Rumusan batas maksimum pinjaman f. Laporan hasil monitoring potensi kewajiban kontinjensi g. Laporan dan rekomendasi terkait pelaksanaan kepatuhan terhadap peraturan perundangan, prosedur standar, dan kode etik h. Laporan dan rekomendasi terkait pengelolaan risiko operasional Outcomes: a. Tersedianya strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang mendukung pencapaian struktur portofolio yang optimal, serta tingkat risiko yang terkendali, dan dengan biaya yang dapat diterima b. Tersedianya rekomendasi kebijakan di bidang pengelolaan kewajiban kontinjensi yang optimal dan mendukung tercapanya ketahanan fiskal c. Telaksananya kegiatan pengelolaan utang yang sesuai dengan peraturan perundangan, prosedur operasional, dan kode etik
5
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Uraian (3) 6.1.1 Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang
Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan
(9)
Satuan
Rencana
Realisasi
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah jenis unit entitas
80.00 5,671,144.00 5.00 33.00 12.00
79.00 5,132,217.00 5.00 33.00 12.00
98.75 90.50 100.00 100.00 100.00
miliar rupiah miliar rupiah
26,400.00 25,700.00
20,815.08 28,607.98
78.85 111.32
miliar rupiah miliar rupiah miliar rupiah miliar rupiah laporan laporan paket
71,875.11 68,238.60 69,031.70 38,863.00 36.00 10.00 3.00
49,066.79 62,641.88 68,031.11 30,191.15 36.00 10.00 3.00
68.27 91.80 98.55 77.69 100.00 100.00 100.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah paket unit berkas
9.00 2,857,062.00 4.00 8.00 11.00
9.00 2,802,730.60 4.00 8.00 11.00
100.00 98.10 100.00 100.00 100.00
dokumen dokumen dokumen
5.00 3.00 4.00
5.00 3.00 6.00
100.00 100.00 150.00
laporan
1.00
1.00
100.00
persen
100.00
100.00
100.00
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
Outcomes: Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang yang tepat, akurat, profesional, dan bertanggungjawab Penerapan 7.1.1 Kepemerintahan Yang Baik
Keterangan
Indikator Kinerja
Outputs: a. Nilai efektif penarikan PHLN 1) Pinjaman Program 2) Pinjaman Proyek b. Nilai Pembayaran Utang 1) Cicilan Pokok Utang DN 2) Bunga Utang DN 3) Cicilan Pokok Utang LN 4) Bunga Utang LN c. Laporan utang d. Laporan hasil monitoring dan evaluasi proyek yang dibiayai PHLN e. Sistem informasi utang (pengembangan)
7
Persentase Pencapaian Target
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a Dokumen organisasi b. Dokumen ketatalaksanaan c. Dokumen pelaporan kinerja d. Laporan rapat-rapat koordinasi/kerja/ dinas/pimpinan/kelompok kerja/konsultasi Outcomes: Terlaksananya penataan dan penyempurnaan organisasi dan ketatalaksanaan
6
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Uraian
8.1.1
(3) Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian
Rencana
Realisasi
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah paket unit berkas
14.00 1,030,950.00 3.00 5.00 1.00
12.00 982,788.00 3.00 5.00 1.00
114.29 104.67 100.00 100.00 100.00
dokumen persen orang
10.00 100.00 186.00
10.00 100.00 50.00
100.00 100.00 26.88
unit laporan laporan
1.00 1.00 1.00
1.00 1.00 1.00
100.00 100.00 100.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah jenis unit berkas
10.00 2,140,418.00 10.00 10.00 3.00
11.00 2,112,392.00 10.00 10.00 3.00
110.00 98.69 100.00 100.00 100.00
dokumen SPM ribu rupiah laporan
3.00 1,843.00 83,770,898.00 3.00
3.00 1,843.00 71,893,535.00 3.00
100.00 100.00 85.82 100.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah jenis unit pegawai
11.00 16,332,305.00 10.00 15.00 325.00
11.00 11,745,448.00 10.00 15.00 371.00
100.00 71.92 100.00 100.00 114.15
ribu rupiah frekuensi ribu rupiah frekuensi ribu rupiah frekuensi
14,537,459.00 13.00 1,260,270.00 12.00 534,576.00 12.00
10,641,446.00 13.00 630,975.00 12.00 473,027.00 12.00
73.20 100.00 50.07 100.00 88.49 100.00
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Dokumen penganggaran b. Dokumen perbendaharaan c. Laporan keuangan Outcomes: Terselenggaranya administrasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan
9.2.1
Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Gaji b. Uang makan c. lembur
(9)
Satuan
Outcomes: Terlaksannya administrasi kepegawaian Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan
Keterangan
Indikator Kinerja
Outputs: a. Dokumen kepegawaian b. Tingkat koordinasi internal c. Assesment Centre d. Sistem informasi manajemen kepegawaian e. Laporan pelaksanaan baperjakat f. Laporan monitoring kode etik
9.1.1
Persentase Pencapaian Target
7
Kegiatan No
Program
(1)
(2)
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah paket unit berkas
16.00 12,677,650.00 5.00 20.00 5.00
17.00 9,954,543.15 5.00 20.00 5.00
106.25 121.48 100.00 100.00 100.00
unit frekuensi unit unit unit unit paket laporan
1.00 250.00 2.00 10.00 49.00 500.00 3.00 2.00
1.00 120.00 2.00 10.00 49.00 500.00 3.00 2.00
100.00 48.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
persen
100.00
100.00
100.00
orang ribu rupiah jenis unit berkas
14.00 3,387,575.00 3.00 5.00 1.00
12.00 2,917,302.00 3.00 5.00 1.00
114.29 113.88 100.00 100.00 100.00
frekuensi orang frekuensi orang frekuensi orang frekuensi orang
4.00 120.00 4.00 260.00 4.00 160.00 56.00 270.00
4.00 156.00 4.00 100.00 4.00 634.00 48.00 947.00
100.00 130.00 100.00 38.46 100.00 396.25 85.71 350.74
frekuensi
6.00
6.00
100.00
persen
100.00
100.00
100.00
Outcomes: Terselenggaranya pembayaran gaji/honorarium dan tunjangan 10.1.1 Menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan perkantoran
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Perpustakaan b. Pertemuan/jamuan delegasi/misi/tamu c. Gedung kantor (Perawatan) d. Kendaraan operasional R-2 (Perawatan) e. Kendaraan operasional R-4 (Perawatan) f. Peralatan dan Mesin (Pemeliharaan) g. Internet, bloomberg, reuters h. Laporan Simak-BMN Outcomes: Terselenggaranya operasional dan pemeliharaan perkantoran
11 Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur
Persentase Pencapaian Target
11.1.1 Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Training b. Workshop c. Seminar/Sosialisasi d. Diklat teknis e. Laporan evaluasi pemantauan penyelenggaraan diklat Outcomes: Terselenggaranya pelatihan pegawai secara teratur
8
Kegiatan No
Program
(1) (2) 12 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara
Persentase Pencapaian Target
Keterangan
(9)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Rencana
Realisasi
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
orang ribu rupiah paket unit entitas
7.00 4,879,700.00 5.00 7.00 2.00
7.00 4,269,177.00 5.00 7.00 2.00
100.00 87.49 100.00 100.00 100.00
paket
5.00
1.00
20.00
paket unit unit unit unit unit
1.00 1.00 4.00 79.00 1.00 2.00
1.00 1.00 4.00 79.00 1.00 2.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
persen
100.00
100.00
100.00
12.1.1 Melaksanakan pembangunan/pengadaan/ peningkatan sarana dan prasarana
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Perlengkapan sarana gedung b. Peralatan dan mesin 1) Electronic filling system 2) UPS 3) Server 4) Komputer dekstop 5) Lemari arsip modern (roll o pack) 6) Mesin Fotocopy Outcomes: Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
9
RENCANA KINERJA TAHUNAN DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG TAHUN ANGGARAN 2009 Visi
:
Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai dengan Standar Internasional Kegiatan
Sasaran No
(1) 1
Program Uraian
Indikator
Target
(2)
(3)
(4)
Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang
1.1
Terselesaikannya penyusunan Undang-Undang dan Peraturan Pendukung lainnya tentang PHLN
100%
(5) Pengelolaan 1.1.1 dan Pembiayaan Utang
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(6)
(7)
(8)
(9)
orang ribu rupiah jenis unit entitas
115 8,943,640 6 80 6
buah buah buah
1 1 1
Outcomes: Terselesaikannya penyusunan Undang-Undang dan Peraturan Pendukung lainnya tentang PHLN
persen
100
Inputs: a. SDM b. Peraturan c. Peralatan d. Data
orang buah unit entitas
40 11 40 12
peraturan
3
dokumen
57
persen
100
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
orang ribu rupiah paket unit entitas
30 670,725 11 10 11
Outputs: a. Peraturan terkait pembiayaan syariah b. Dokumen hukum terkait transaksi SBSN
buah dokumen
4 50
Menyusun peraturan di bidang pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. RUU tentang PHLN sampai tingkat Panitia antar Departemen b. RPP tentang PHLN c. RPP tentang Hibah Luar Negeri
1.2
Terselenggaranya penyusunan peraturan dan kebijakan operasional untuk mendukung pengelolaan portofolio dan pengembangan pasar SUN
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
1.2.1
Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN
100%
Outputs : a. Peraturan terkait transaksi SUN b. Dokumen hukum pelaksanaan transaksi SUN Outcomes: Terselenggaranya penyusunan peraturan dan kebijakan operasional untuk mendukung pengelolaan portofolio dan pengembangan pasar SUN 1.3
Tersedianya peraturan dan dokumen yang memadai dalam rangka pengelolaan pembiayaan syariah
100%
Pengelolaan 1.3.1 dan Pembiayaan Utang
Menyusun peraturan terkait pengelolaan pembiayaan syariah
Keterangan
(10)
1
Kegiatan
Sasaran No
(1)
Program Uraian
Indikator
Target
(2)
(3)
(4)
(5)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(6)
(7)
(8)
(9)
persen
100
orang ribu rupiah berkas unit berkas
34 1,147,525 12 35 12
Outputs: RPP tentang Pengadaan Pinjaman Luar Negeri
RPP
1
Outcomes: Terselesaikannya penyusunan peraturan perundangan-undangan yang mendukung dan pengelolaan portofolio utang
persen
100
orang ribu rupiah paket unit entitas
66 4,964,732 6 80 6
Outcomes: Tersedianya peraturan dan dokumen yang memadai dalam rangka pengelolaan pembiayaan syariah 1.4
2
Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri (dishbursment) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek
2.1
Terselesaikannya penyusunan peraturan perundangan-undangan yang mendukung dan pengelolaan portofolio utang
Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman dan hibah
100%
100%
Pengelolaan 1.4.1 dan Pembiayaan Utang
Pengelolaan 2.1.1 dan Pembiayaan Utang
Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan strategi dan pengelolaan portofolio utang
Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Loan agreement/grant agreement b. Laporan misi, appraisal, pemantauan, dan supervisi proyek yang dibiayai proyek c. Laporan hasil evaluasi kesiapan proyek d. Buku manual PHLN
buah
20
laporan laporan buku
48 20 1
Outcomes: Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman dan hibah
persen
100
Keterangan
(10)
2
Kegiatan
Sasaran No
Program Uraian
Indikator
(1) (2) 3 Terlaksananya 3.1 pengelolaan Portofolio SBN 4
Berkembangnya Pasar dan infrastruktur pendukung SBN
4.1
(3) Terlaksananya transaksi dalam rangka pengelolaan portofolio SUN Terlaksananya kegiatan pengembangan pasar dan infrastruktur pelaksanaan transaksi SUN
Target (4) 100%
100%
(5) Pengelolaan 3.1.1 dan Pembiayaan Utang
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(6) Melaksanakan pengelolaan Surat Utang Negara (SUN)
(7)
(8)
(9)
orang ribu rupiah jenis unit entitas
40
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. 1) SUN dalam mata uang rupiah melalui metode lelang: a) Obligasi Negara b) Surat Perbendaharaan Negara c) Buyback/debtswitch
b. c.
d. e.
2) SUN secara langsung melalui Dealing Room : 3) Obligasi Negara Ritel (ORI) 4) SUN Valas di pasar perdana internasional Kuotasi harga Dealer Utama Laporan koordinasi dan kerjasama dengan instansi maupun pelaku pasar baik domestik maupun internasional Instrumen SUN (pengembangan) Pelayanan kepada publik dan investor: 1) Sosialisasi dan publikasi SUN 2) Investor gathering 3) Dealer/analyst meeting
4) Siaran pers dan pengumuman hasil transaksi SUN kepada publik f. Pre Marketing ORI g. Laporan riset pasar keuangan dan SUN Outcomes: a. Terlaksananya transaksi dalam rangka pengelolaan portofolio SUN b. Terlaksananya kegiatan pengembangan pasar dan infrastruktur pelaksanaan transaksi SUN
Keterangan
(10)
10,809,324
5 40 12
frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah frekuensi milyar rupiah data
22 36,400 22 24,000 6 2,284 3 500 2 5,500 2 14,100 240
laporan instrumen
5 2
lokasi peserta kegiatan peserta kegiatan peserta
7 1,050 3 450 9 270
dokumen lokasi peserta laporan
32 12 1,800 3
persen
100
persen
100
3
Kegiatan
Sasaran No
Program Uraian
(1)
Indikator
(2) 3.2
4.2
Target
(3) Terselenggaranya pengelolaan pembiayaan syariah
100%
Terlaksananya pengembangan pasar SBSN
100%
(4)
(5) Pengelolaan 3.2.1 dan Pembiayaan Utang
Uraian (6) Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(7)
(8)
(9)
orang ribu rupiah paket unit entitas
30 4,829,275 11 10 11
triliun rupiah laporan laporan
20.00 1 1
laporan
3
laporan
1
laporan
1
laporan paket lokasi orang lokasi orang lokasi lokasi orang
1 6 6 900 2 200 1 5 1000
persen
100
persen
100
orang ribu rupiah berkas unit berkas
34 3,437,873 12 35 12
berkas
1
berkas
1
berkas
1
laporan berkas
1 1
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Nominal SBSN b. Rekomendasi Identifikasi BMN c. Rekomendasi Komite Syariah SBSN d. Laporan pemantauan dan analisis keuangan dan pasar SBSN e. Laporan hasil kajian pengembangan instrumen pembiayaan syariah f. Laporan hasil kajian pengembangan infrastrutur pasar SBSN g. Laporan hasil kajian penyiapan proyek sebagai underlying transaksi SBSN h. Publikasi SBSN i. Sosialisasi SBSN j.
Investor gathering/analyst meeting
k. Penyelenggaraan Non-Deal Roadshow l. Pre Marketing SBSN Ritel m. Jumlah investor Sukuk Ritel Outcomes: a. Terselenggaranya pengelolaan pembiayaan syariah b. Terlaksananya pengembangan pasar SBSN 5
Tersedianya strategi pengelolaan utang dengan struktur portofolio yang optimal, tingkat risiko yang terkendali, dan tingkat biaya yang dapat diterima
5.1
5.2
5.3
Tersedianya strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang mendukung pencapaian struktur portofolio yang optimal, serta tingkat risiko yang terkendali, dan dengan biaya yang dapat diterima Tersedianya rekomendasi kebijakan di bidang pengelolaan kewajiban kontinjensi yang optimal dan mendukung tercapanya ketahanan fiskal Telaksananya kegiatan pengelolaan utang yang sesuai dengan peraturan perundangan, prosedur operasional, dan kode etik
Pengelolaan 5.1.1 dan Pembiayaan Utang 100%
100%
100%
Mengelola strategi dan portofolio utang
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Rumusan strategi dan kebijakan utang jangka menengah dan jangka panjang b. Rumusan rencana kebutuhan pembiayaan melalui utang dalam rangka APBN c. Rumusan rencana portofolio utang untuk membiayai kebutuhan anggaran tahunan (annual financing plan ) d. Laporan hasil monitoring dan analisis kinerja dan risiko portofolio utang e. Rumusan batas maksimum pinjaman
Keterangan
(10)
4
Kegiatan
Sasaran No
(1)
Program Uraian
Indikator
Target
(2)
(3)
(4)
(5)
Uraian (6)
Indikator Kinerja (7) f. Laporan hasil monitoring potensi kewajiban kontinjensi g. Laporan dan rekomendasi terkait pelaksanaan kepatuhan terhadap peraturan perundangan, prosedur standar, dan kode etik h. Laporan dan rekomendasi terkait pengelolaan risiko operasional Outcomes: a. Tersedianya strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang mendukung pencapaian struktur portofolio yang optimal, serta tingkat risiko yang terkendali, dan dengan biaya yang dapat diterima b. Tersedianya rekomendasi kebijakan di bidang pengelolaan kewajiban kontinjensi yang optimal dan mendukung tercapanya ketahanan fiskal c. Telaksananya kegiatan pengelolaan utang yang sesuai dengan peraturan perundangan, prosedur operasional, dan kode etik
6
Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang secara efektif dan efisien
6.1
Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang yang tepat, akurat, profesional, dan bertanggungjawab
100%
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
6.1.1 Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Nilai efektif penarikan PHLN 1) Pinjaman Program 2) Pinjaman Proyek b. Nilai Pembayaran Utang 1) Cicilan Pokok Utang DN 2) Bunga Utang DN 3) Cicilan Pokok Utang LN 4) Bunga Utang LN c. Laporan utang d. Laporan hasil monitoring dan evaluasi proyek yang dibiayai PHLN e. Sistem informasi utang (pengembangan) Outcomes: Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang yang tepat, akurat, profesional, dan bertanggungjawab
Satuan
Target
(8)
(9)
laporan
1
laporan
1
laporan
1
persen
100
persen
100
persen
100
orang ribu rupiah jenis unit entitas
80 5,671,144 5 33 12
miliar rupiah miliar rupiah
26,400.00 25,700.00
miliar rupiah miliar rupiah miliar rupiah miliar rupiah laporan
73,051.17 69,340.00 61,609.20 32,317.79 3
laporan paket
10 3
persen
100
Keterangan
(10)
5
Kegiatan
Sasaran No
Program Uraian
(1) (2) 7 Meningkatnya kualitas organisasi dan ketatalaksanaan direktorat jenderal
Indikator
7.1
(3) Terlaksananya penataan dan penyempurnaan organisasi dan ketatalaksanaan
Target (4)
100%
(5) Penerapan 7.1.1 Kepemerintahan Yang Baik
Uraian (6) Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(7)
(8)
(9)
orang ribu rupiah paket unit berkas
9 2,857,062 4 8 11
dokumen dokumen dokumen
5 3 4
laporan
1
persen
100
orang ribu rupiah paket unit berkas
14 1,030,950 3 5 1
dokumen persen orang
10 100 186
unit laporan laporan
1 1 1
persen
100
orang ribu rupiah jenis unit berkas
10 2,140,418 1 10 PM
dokumen SPM ribu rupiah laporan
3 PM 83,770,898.00 3
persen
100
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a Dokumen organisasi b. Dokumen ketatalaksanaan c. Dokumen pelaporan kinerja d. Laporan rapat-rapat koordinasi/kerja/ dinas/pimpinan/kelompok kerja/konsultasi Outcomes: Terlaksananya penataan dan penyempurnaan organisasi dan ketatalaksanaan
8
Meningkatnya pelayanan kepegawaian
8.1
Terlaksannya administrasi kepegawaian
100%
Penerapan 8.1.1 Kepemerintahan Yang Baik
Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Dokumen kepegawaian b. Tingkat koordinasi internal c. Assesment Centre d. Sistem informasi manajemen kepegawaian e. Laporan pelaksanaan baperjakat f. Laporan monitoring kode etik Outcomes: Terlaksannya administrasi kepegawaian
9
Meningkatnya kualitas perencanaan program dan keuangan, pengelolaan keuangan, dan laporan keuangan Direktorat Jenderal;
9.1
Terselenggaranya administrasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan
100%
Penerapan 9.1.1 Kepemerintahan Yang Baik
Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Dokumen penganggaran b. Dokumen perbendaharaan c. Laporan keuangan Outcomes: Terselenggaranya administrasi keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan
Keterangan
(10)
6
Kegiatan
Sasaran No
Program Uraian
(1)
Indikator
(2) 9.2
(3) Terselenggaranya pembayaran gaji/honorarium dan tunjangan
Target (4) 100%
(5) Penerapan 9.2.1 Kepemerintahan Yang Baik
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(6) Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan
(7)
(8)
(9)
orang ribu rupiah jenis unit pegawai
16 16,332,305 10 15 325
ribu rupiah frekuensi ribu rupiah frekuensi
15,302,705 13 1,029,600 12
persen
100
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Gaji b. Uang makan
Outcomes: Terselenggaranya pembayaran gaji/honorarium dan tunjangan 10 Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan pemeliharaan sarana gedung, peralatan, dan kendaraaan dinas Direktorat Jenderal
10.1 Terselenggaranya operasional dan pemeliharaan perkantoran
100%
Penerapan 10.1.1 Menyelenggarakan operasional dan Kepemerintahan pemeliharaan perkantoran Yang Baik
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Perpustakaan b. Pertemuan/jamuan delegasi/misi/tamu c. Gedung kantor (Perawatan) d. Kendaraan operasional R-2 (Perawatan) e. Kendaraan operasional R-4 (Perawatan) f. Peralatan dan Mesin (Pemeliharaan) g. Internet, bloomberg, reuters h. Laporan Simak-BMN Outcomes: Terselenggaranya operasional dan pemeliharaan perkantoran
11 Meningkatnya kapasitas/ kualitas SDM
11.1 Terselenggaranya pelatihan pegawai secara teratur
100%
Pengelolaan 11.1.1 Menyelenggarakan pengembangan Sumber Daya SDM dan administrasi kepegawaian Manusia Aparatur
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data
Keterangan
(10)
Bag. Umum & D orang ribu rupiah paket unit berkas
16 12,677,650 5 20 5
unit frekuensi unit unit unit unit paket laporan
1 250 2 10 49 500 3 2
persen
100
orang ribu rupiah jenis unit berkas
14 3,387,575 3 5 1
7
Kegiatan
Sasaran No
(1)
Program Uraian
Indikator
Target
(2)
(3)
(4)
(5)
Uraian
Indikator Kinerja
Satuan
Target
(6)
(7)
(8)
(9)
frekuensi orang frekuensi orang frekuensi orang frekuensi orang
4 120 4 260 4 160 56 270
frekuensi
6
persen
100
Outputs: a. Training b. Workshop c. Seminar/Sosialisasi d. Diklat teknis e. Laporan evaluasi pemantauan penyelenggaraan diklat Outcomes: Terselenggaranya pelatihan pegawai secara teratur 12 Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal
12.1 Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
100%
Peningkatan 12.1.1 Melaksanakan Sarana dan pembangunan/pengadaan/ Prasarana peningkatan sarana dan prasarana Aparatur Negara
Inputs: a. SDM b. Dana c. Peraturan d. Peralatan e. Data Outputs: a. Perlengkapan sarana gedung b. Peralatan dan mesin 1) Electronic filling system 2) UPS 3) Server 4) Komputer dekstop 5) Lemari arsip modern (roll o pack) 6) Mesin Fotocopy Outcomes: Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai
Keterangan
(10)
Bag. Umum & D orang ribu rupiah paket unit entitas
7 4,879,700 5 7 2
paket
5
paket unit unit unit unit unit
1 1 4 79 1 2
persen
100
8