LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) PUSAT KETERSEDIAAN DAN KERAWANAN PANGAN TAHUN 2011
BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
RINGKASAN EKSEKUTIF Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menyelenggarakan fungsinya antara lain : 1) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan akses pangan; 2) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan akses pangan; 3) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian dan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; 4) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan; 5) Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan ketersediaan pangan; 6) Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan ketersediaan pangan; 7) Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketersediaan dan akses pangan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan Badan Ketahanan Pangan, maka Visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010-2014 “Responsif, aspiratif, inovatif, dan mampu memobilisasi sumberdaya dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan” Guna mencapai visi tersebut, disusun Misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sebagai berikut: 1) Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif melalui partisipasi pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten) dalam upaya peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan, 2) Membangun partisipasi masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan, 3) Menyiapkan analisis yang akurat dan bahan rumusan kebijakan yang tepat tentang ketersediaan, akses dan kerawanan pangan, 4) Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan. Pada tahun 2011 program dan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan masih mengacu kepada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan strategis dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah: 1) Melakukan pengkajian dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan, 2) Melakukan pemantauan dan pemantapan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan dan 3) memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya. Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, melalui peningkatan kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan ditunjukkan oleh indikator: (1) Jumlah provinsi yang menindaklanjuti i
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang menyusun peta sebanyak 18 provinsi; (3) Jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras sebanyak 5 instansi; (4) Jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi; (5) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 400 kabupaten; (6) Jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2011 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2011 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten dan (7) Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 paket. Dari hasil evaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun 2011 dapat diketahui nilai kinerja pada tahun 2011 secara umum, kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selama tahun 2011 telah berjalan lebih baik dari tahuntahun sebelumnya, yang tampak dari hasil pengukuran kinerja dengan sasaran meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan, yang ditetapkan melalui 7 indikator berikut: 1. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan, dengan capaian 100% atau 33 provinsi telah melakukan analisis. 2. Jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi dan apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA), dengan capaian 100% atau 33 provinsi. 3.
Laporan hasil kajian angka konsumsi dan cadangan beras nasional, dengan capaian 100%
4. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis SKPG dan melakukan intervensi penanganan daerah rawan pangan, dengan capaian 87,88% atau 29 provinsi yang melaksanakan dari target 33 provinsi. 5. Jumlah Kabupaten/Kota yang menerapkan SKPG, dengan capaian 57,50% atau 230 kabupaten dari target sebanyak 400 kabupaten. 6. Jumlah desa rawan pangan yang melaksanakan Demapan, dengan capaian 100% atau 2561 desa. 7. Jumlah model akses pangan, dengan capaian 100% atau 2 laporan kegiatan.
ii
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 211 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 9.334.700 milyar, yang dialokasikan pada 5 kegiatan yang meliputi : pengembangan ketersediaan dan penanganan daerah rawan pangan, penanganan daerah rawan pangan, tersedianya bahan rumusan kebijakan ketahanan pangan, tersedianya bahan rumusan kebijakan akses pangan serta laporan kegiatan dan pembinaan. sampai akhir tahun 2011, anggaran tersebut telah terealisasi Rp.8,7 milyar atau 94 persen, dari total anggaran Rp. 9,3 milyar kegiatan yang paling terbesar pada sub kegiatan kebijakan ketahanan pangan dimana kegiatan ini adanya kajian perberasan sehingga total anggarannya mencapai Rp. 4,2 milyar sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada penanganan daerah rawan pangan sebesar 89 persen. Adapun rincian capaian Rencana Kerja Tahunan 2011 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Desa Mandiri Pangan (Demapan) a. Input barupa bansos yang disalurkan untuk pelaksana Desa Mapan Reguler dan Replikasi TA. 2006 s/d 2011 sebesar Rp. 44.230.000.000 serta dana pembinaan/pendampingan yang dialokasikan melalui dana Tugas Pembantuan (TP) dan dan Dekonsentrasi. Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2011, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.878.000.000 dengan realisasi capaian sebesar 90 %. b. Output kegiatan Desa Mandiri Pangan adalah jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibina sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten/kota atau terealisasi 99,53 persen dari target 2.573 desa, terdiri dari: (a) 262 desa Tahap Persiapan; (b) 466 desa Tahap Penumbuhan; (c) 359 desa Tahap Pengembangan; (d) 221 desa Tahap Kemandirian; (e) 939 desa Replikasi; dan (f) 314 desa sudah mandiri. Serta jumlah kelembagaan ketahanan pangan yang telah terbentuk sebanyak 3 kelompok kelembagaan, terdiri dari: (a) TPD (Tim Pangan Desa); (b) LKD (Lembaga Keuangan Desa); dan (c) Kelompok Afinitas. Keseluruhannya dibentuk di 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 propinsi. c. Outcomes yang dihasilkan jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 825 desa atau terealisasi 99,87 persen, terdiri dari: (1) 221 desa Mapan Tahun Anggaran 2008, (2) 354 desa Mapan Tahun Anggaran 2007; dan (2) 250 desa Mapan Tahun Anggaran 2006. d. Benefits yang dihasilkan, jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan sebanyak 898.250 KK miskin dari sasaran 255.000 KK miskin.
iii
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) a. Input kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan berupa alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta; Alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%); Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%). b.
Output kegiatan PDRP telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang mengalami rawan pangan dari hasil analisis SKPG dan penanganan rawan pangan karena bencana di 29 provinsi 230 kabupaten.
3. Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan a.
Input Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan anggaran sebesar Rp. 500,35 juta atau terealisasi 98,22 persen dari target alokasi 509,40 juta.
b.
Outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau terealisasi 100 persen.
c.
Outcome kegiatan ini adalah jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.
d.
Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi.
4. Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) a.
Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 690,495 juta atau 87,63% dari total anggaran.
b.
output Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan berupa (1) Jumlah Provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA tahun 2011 di 18 Provinsi sebanyak 18 buah atau terealisasi 100 persen.
iv
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 c.
Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 18 provinsi atau terealisasi 100% dari target 18 provinsi.
d.
Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi.
5. Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional a. Input Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional menggunakan anggaran sebesar Rp 2,83 milyar atau 94,95% dari total anggaran Rp 2,98 milyar. b. Output yang dihasilkan berupa tersedianya angka konsumsi beras nasional per kapita dan angka cadangan beras di pemerintah, industri, jasa akomodasi dan penyedia makanan dan minuman serta masyarakat atau terealisasi 100 persen. c. Outcomenya antara lain jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi. d. Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi. Sedang impact yang didapatkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi. 6.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) a.
Input Kegiatan Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi menggunakan anggaran sebesar Rp. 466,45 juta atau terealisasi 80,36 persen dari total anggaran sebesar Rp. 580,44 juta.
b.
Output yang dihasilkan adalah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang menerapkan
SKPG sebanyak 230
kabupaten/kota. c.
Outcome berupa provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota.
d.
Benefit yang dihasilkan, kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota. Impact yang didapatkan adalah penurunan jumlah kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota.
v
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 7.
Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan a.
Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan menggunakan inputs anggaran senilai Rp.301.389.950,- atau terealisasi 99 % dari total dari total anggaran Rp.305.000.000,-
b.
Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi model pengembangan akses pangan serta laporan pertemuan dengan narasumber: identifikasi model akses pangan sebanyak 2 laporan.
c.
Outcomes yang diharapkan, tersedianya berbagai bahan referensi model pengembangan akses pangan di 24 provinsi.
d.
Benefits yang diharapkan, tersedianya informasi model pengembangan akses pangan di beberapa provinsi sebagai bahan rumusan kebijakan pengembangan model akses pangan masyarakat
8.
Apresiasi Pengembangan Akses Pangan a. Kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan inputs anggaran senilai Rp.108.243.100,atau terealisasi 98 % dari total dari total anggaran Rp.110.750.000 b. Outputs yang diharapkan, informasi kondisi, permasalahan akses pangan dan upaya yang dilakukan daerah dalam penanganan masalah akses pangan serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi c. Outcomes yang diharapkan, diperolehnya persamaan persepsi antara pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan akses pangan d. Benefits yang diharapkan, tersedianya rumusan dan persamaan persepsi terkait kegiatan akses pangan
Dari hasil kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan terlihat ada beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam melakukan program kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2011, untuk itu diupayakan peningkatan kinerja ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi dengan pendekatan antara lain: 1) Untuk pelaksanaan kegiatan Demapan, disarankan agar pelaksana kegiatan dapat: (a) meningkatkan koordinasi oleh propinsi, dan pembinaan pendamping oleh kabupaten; (b) mengintensifkan pendampingan: kelompok afinitas, LKD, dan TPD di masing-masing lokasi; (c) mengembangkan kegiatan oleh desa inti bagi desa plasma di sekitarnya; dan (d) menyarankan daerah untuk meningkatkan sinergitas kegiatan di
vi
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 lokasi Demapan, guna mengurangi kerawanan pangan dan mempercepat pembangunan di pedesaan, 2) Mendorong pemerintah daerah agar melaksanakan kegiatan analisis ketersediaan pangan; 3) Meningkatkan sosialisasi kegiatan ke daerah sesuai Pedoman Teknis yang ditetapkan; 4) Meningkatkan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; 5) Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia; 6) Meningkatkan koordinasi dan sinergitas di bidang ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan.
vii
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN EKSEKUTIF
i
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK KATA PENGANTAR
ix x
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tugas Pokok dan Fungsi
1 1 1
II
RENCANA KINERJA A. Visi B. Misi C. Rencana Strategis 1. Tujuan Strategis 2. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama 3. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran D. Rencana Kinerja Tahun 2011 1. Sasaran Kinerja Tahun 2011 2. Program Kerja Tahun 2011
4 4 4 4 4 5 5 6 6 7
III
AKUNTABILITAS KINERJA A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 E. Akuntabilitas Keuangan
13 13 13 13 35 35
IV
PENUTUP A. Tinjauan Umum B. Permasalahan, Kendala Utama, dan Upaya Perbaikan
37 37 41
BAB
LAMPIRAN
viii
43
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK Tabel/Grafik 3.1. Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2011 3.2. Data Perkembangan Alokasi Bansos Desa Mandiri Pangan 3.3 Rumah Tangga Miskin Penerima Manfaat TA.2006 s/d 2011 3.4 Perkembangan Lokasi Mapan 3.5 Perkembangan Jumlah Lokasi dan Kelompok Afinitas Desa Mapan Tahun 2006 – 2011 3.6 Kabupaten/Kota yang Telah Melaksanakan Intervensi PDRP Tahun 2011 3.7 Akuntabilitas Keuangan
ix
Halaman 14 15 16 16 17 21 35
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai pertanggung jawaban atas pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan selama menjalankan tugas-tugas kedinasan dan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar prestasi yang telah dicapai. Melalui LAKIP ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada semua pihak yang berkepentingan mengenai kinerja Pusat ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang telah dicapai dalam Tahun 2011. Terkait dengan hal itu diharapkan adanya masukan-masukan sebagai umpan balik yang bermanfaat dan alternatif pemecahan masalah-masalah yang dihadapi, yang semuanya mengarah pada peningkatan kinerja aparat. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sepenuhnya sempurna, karena itu saran konstruktif untuk pelaksanaan tugas dimasa mendatang sangat diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi peningkatan kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan.
Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Dr. Ir. Tjuk Eko Hari Basuki, M.St NIP 19580216 198103 1001
x
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan merupakan salah satu Unit Kerja Eselon II di lingkungan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. Sebagai suatu instansi pemerintah, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai kewajiban untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melalui laporan akuntabilitas. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan pengelolaan sumberdaya, pelaksanaan kebijakan, dan program dengan menyusun laporan akuntabilitas melalui proses penyusunan rencana strategis, rencana kinerja, dan pengukuran kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penyelenggara negara dan pemerintah harus mampu menampilkan akuntabilitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga terjadi sinkronisasi antara perencanaan ideal yang dicanangkan dengan keluaran dan manfaat yang dihasilkan. Untuk itu, disusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 sebagai: (1) pertanggungjawaban Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan kepada Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam melaksanakan program dan kegiatannya selama tahun 2011; (2) bahan untuk mengevaluasi kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011; (3) untuk mengetahui tingkat pencapaian atau keberhasilan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan berikut permasalahan dan penyelesaian permasalahan dan sebagai masukan serta perbaikan kinerja Pusat di masa datang. 1. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 61/Kpts/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan pemantauan dan pemantapan ketersediaan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menyelenggarakan fungsi: 1.
1
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan akses pangan;
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 2.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan akses pangan;
3.
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian dan pemantauan, pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;
4.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan;
5.
Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan ketersediaan pangan;
6.
Penyiapan perumusan kebijakan teknis pengembangan ketersediaan pangan;
7.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketersediaan dan akses pangan serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan pangan
Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah dibantu oleh tiga bidang yang terdiri dari: 1. Bidang Ketersediaan Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Ketersediaan Pangan dan Subbidang Sumberdaya Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi serta analisis ketersediaan pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi sumberdaya pangan. 2. Bidang Akses Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Akses Pangan dan Subbidang Pengembangan Akses Pangan yang mempunyai tugas melakukan (a) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi analisis akses pangan; (b) penyiapan bahan pengkajian, penyusunan kebijakan, pengembangan, pemantapan, pemantauan dan evaluasi pengembangan akses pangan. 3. Bidang Kerawanan Pangan terdiri dari Subbidang Analisis Kerawanan Pangan dan Subbidang Penanggulangan Kerawanan Pangan dengan tugas melaksanakan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi pencegahan kerawanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan. Fungsi dari bidang ini adalah untuk: (a) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pencegahan kerawanan pangan; (b) penyiapan penyusunan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan, evaluasi dan pemantapan penanggulangan kerawanan pangan. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada Tahun Anggaran 2011 telah berupaya mengoptimalkan tugas dan fungsinya melalui dukungan sumberdaya manusia baik personil teknis maupun non teknis. Adapun dukungan sarana/prasarana lainnya berupa biaya, data/informasi, alat pengolah data/komputer, dana
2
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 khususnya dalam melaksanakan pemantauan, pengkajian, dan perumusan kebijakan ketahanan pangan. Data pendukung yang terkait diantaranya adalah data statistik (penduduk, statistik pertanian, konsumsi/Susenas, status gizi, kemiskinan, industri, ekspor/impor, stok pangan, dan lain-lain) secara series, serta data primer dan sekunder dari instansi terkait yang ada di pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten/kota).
3
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB II RENCANA KINERJA A. Visi Mengacu visi, misi, arah, dan kebijakan Badan Ketahanan Pangan, maka Visi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010-2014 “Responsif, aspiratif, inovatif, dan mampu memobilisasi sumberdaya dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan”
B. Misi Guna mencapai visi tersebut, disusun Misi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian sebagai berikut: 1. Membangun koordinasi yang sinergi dan efektif melalui partisipasi pemerintah daerah (provinsi
dan
kabupaten)
dalam
upaya
peningkatan
ketersediaan,
akses
dan
penanggulangan kerawanan pangan. 2. Membangun partisipasi masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan 3. Menyiapkan analisis yang akurat dan bahan rumusan kebijakan yang tepat tentang ketersediaan, akses dan kerawanan pangan 4. Membangun model-model pengembangan ketersediaan, akses dan penanggulangan kerawanan pangan secara partisipatif dan transparan. C. Rencana Strategis 1. Tujuan Strategis Tahun 2011 merupakan tahun kedua dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 – 2014, sehingga walaupun visi dan misinya telah disesuaikan dengan perubahan lingkungan strategis; tujuan, sasaran, program dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2011 ini masih mengacu pada program dan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan yang tercantum pada Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 – 2014. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan strategis dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah: 1) Melakukan pengkajian dan menyiapkan bahan perumusan kebijakan dalam ketersediaan, akses dan penanganan kerawanan pangan, 2) Melakukan pemantauan dan pemantapan ketersediaan, akses dan penanganan 4
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 kerawanan pangan dan 3) memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya. 2. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama Berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, melalui peningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan ditunjukkan oleh indikator: (1) Jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang menyusun peta sebanyak 18 provinsi; (3) Jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras sebanyak 5 instansi; (4) Jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi; (5) Jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 400 kabupaten; (6) Jumlah desa yang masuk tahap kemandirian pada tahun 2011 sebanyak 2.561 desa, berasal dari lokasi yang dibangun pada tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten, dan lokasi yang dibangun pada tahun 2007 sebanyak 604 desa di 181 kabupaten; tahun 2008 sebanyak 825 desa di 202 kabupaten; tahun 2009 sebanyak 1.184 desa di 276 kabupaten; tahun 2010 sebanyak 1.885 desa di 378 kabupaten; tahun 2011 sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten dan (7) Jumlah alternatif pengembangan akses pangan masyarakat sebanyak 2 paket. 3. Cara Pencapaian Tujuan dan Sasaran a. Kebijakan Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan dan kerawanan pangan diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan akses pangan secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah serta menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis.
b. Program Program yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan pada tahun 2010–2014 sesuai dengan program Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Pada tahun 2010 yang merupakan masa peralihan, dengan program kerja Peningkatan Ketahanan Pangan,
5
Program
Peningkatan
Kesejahteraan
Petani,
dan
Program
Penerapan
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Kepemerintahan yang Baik. Dalam rangka mencapai sasaran program Badan Ketahanan Pangan tersebut, sasaran program yang hendak dicapai oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan adalah pengembangan model-model peningkatan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan. Hal ini dilakukan dengan menggerakkan berbagai komponen masyarakat dan pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat untuk memobilisasi, memanfaatkan, dan mengelola aset setempat (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, sumberdaya fisik/teknologi, serta sumberdaya sosial) untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga dan masyarakat.
D. Rencana Kinerja Tahun 2011 Rencana kinerja yang direncanakan pada tahun 2011 merupakan implementasi rencana jangka menengah ke dalam rencana kerja jangka pendek, yang mencakup tujuan dan sasaran kegiatan beserta indikator kinerja berikut. 1. Sasaran Kinerja Tahun 2011 Berdasarkan visi, misi dan tujuan strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang masih mengacu pada Renstra Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2010 - 2015, serta mengakomodasi berbagai perubahan yang terjadi di lingkup Badan Ketahanan Pangan, disusun sasaran strategis Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 yang hendak dicapai, yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan rawan pangan. Kegiatan prioritas terdiri dari : a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan. b. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP), adalah kegiatan yang dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan terjadinya bencana rawan pangan kronis dan transien. Penanganan kerawanan pangan kronis dilakukan dengan penerapan instrumen Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis, pemetaan, investigasi dan intervensi. Sedangkan untuk penanganan kerawanan pangan transien dilakukan melalui investigasi dan intervensi. c. Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA). Tujuan dari penyusunan FSVA adalah untuk
6
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan program, penentuan sasaran/lokasi, penanganan kerawanan pangan dan gizi di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. d. Analisis ketersediaan, rawan pangan, dan akses pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersediaan, rawan pangan dan akses pangan, antara lain melalui pemantauan ketersediaan pangan, sinkronisasi sub sektor dan lintas sektor, penyusunan NBM, penyusunan dan analisis sumberdaya pangan, monitoring dan analisis situasi akses pangan, pengembangan akses pangan, penyebarluasan informasi ketersediaan, kerawanan dan akses pangan. e. Apresiasi aparat untuk peningkatan ketersediaan pangan, adalah rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemampuan dalam metode pengumpulan, pengolahan, dan analisis data serta evaluasi kegiatan dalam pelaksanaan pemantauan ketersediaan pangan, penanggulangan rawan pangan dan pengembangan akses pangan bagi aparat di daerah dan pusat. 2. Kegiatan Yang Dilaksanakan Dalam Program Kerja Tahun 2011 Program Kerja tahun 2011 yang telah disusun dan ditetapkan, merupakan implementasi dari Visi dan Misi dengan tetap mengacu pada Tugas Pokok Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, BKP Kementerian Pertanian. Berbagai kegiatan dan indikator kinerja kegiatan yang dilaksanakan selama tahun 2011 sebagai berikut: a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan (Demapan) 1) Desa Mandiri Pangan Pengembangan Desa Mandiri Pangan dilaksanakan dengan memfasilitasi desa rawan pangan menjadi Desa Mandiri Pangan melalui proses pemberdayaan selama kurun waktu empat tahun secara berkesinambungan melalui 4 tahapan: Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian. Dalam rangka mendorong gerakan kemandirian pangan di masyarakat, desa yang telah dibina selama 4 (empat) tahun dan sudah mandiri, dijadikan Desa Inti, untuk membina 3 (tiga) desa rawan pangan yang ada disekitarnya sebagai Desa Replikasi Demapan dengan model Sekolah Lapangan (SL). Bagi desa yang belum mandiri, akan dibina oleh provinsi dan kabupaten hingga mencapai kemandirian pada tahun berikutnya dan menjadi Desa Inti. Melalui penggunaan inputs anggaran, diharapkan dapat dihasilkan outputs: a). Jumlah desa mandiri pangan yang ditargetkan akan dibina sebanyak 2561 desa, terdiri dari: (1) 838 desa tahap persiapan; (2) 829 desa tahap penumbuhan; (3) 359
7
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 desa tahap pengembangan; (4) 221 desa tahap kemandirian; (5) 576 desa replikasi; (6) 123 desa sudah mandiri; dan (7) 5 desa dalam proses kemandirian; b). Jumlah lembaga ketahanan pangan desa yang terbentuk di setiap Desa Mapan diharapkan sebanyak minimal 3 lembaga: Tim Pangan Desa (TPD), Lembaga Keuangan Desa (LKD), dan Kelompok Afinitas. c). Dengan dimanfaatkannya outputs, diharapkan dapat dihasilkan outcomes berupa jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 354 desa, terdiri dari: (i) Desa mapan TA.2008 sebanyak 142 desa; Desa Mapan TA. 2007 sebanyak 116 desa; dan (ii) Desa Mapan TA. 2006 sebanyak 250 desa. d). Benefits yang diharapkan, 40.600 jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan tahun 2011 sebanyak 90.222 jiwa e). Impacts berupa menurunnya penduduk yang mengalami rawan pangan di Desa Mapan sebesar 100 persen dari anggota kelompok akhir afinitas. 2)
Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)
a). Untuk melaksanakan kegiatan ini, dialokasikan inputs anggaran senilai Rp.13,95 milyar oleh 19 orang pelaksana kegiatan di pusat, penggunaan sarana dan prasarana komputer 6 unit, serta Pedoman Teknis sebanyak 2 paket. b). Outputs yang diharapkan: Jumlah kabupaten yang melakukan intervensi sebanyak 400 kabupaten; c). Outcomes yang diharapkan: i. Jumlah kabupaten yang mempunyai informasi kerawanan pangan sebanyak 400 kabupaten; ii. Jumlah kabupaten yang mendapatkan intervensi sebanyak 400 kabupaten. d). Benefits yang diharapkan, terealisasinya dana PDRP Kabupaten dan Provinsi sebanyak 400 kabupaten dan 33 provinsi. e). Impacts yang akan diraih: Jumlah penurunan kabupaten rawan pangan sebanyak 400 kabupaten; dan
b. Pengembangan Akses Pangan 1). Identifikasi Akses Pangan Kegiatan identifikasi akses pangan dilakukan untuk mengklarifikasi, mengidentifikasi kondisi akses pangan serta faktor penyebab terjadinya permasalahan rendahnya akses
8
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 pangan di 16 provinsi yang mengalami permasalahan akses pangan berdasarkan hasil analisis akses pangan tahun sebelumnya, dimana kegiatan tersebut: a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 209,74 juta, b) Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi akses pangan c) Outcomes yang diharapkan, tersedia data dan informasi permasalahan akses pangan di 16 provinsi d) Benefits yang diharapkan, tersedianya data dan informasi sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam mengatasi permasalahan akses pangan di daerah e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan meningkatnya akses pangan di suatu wilayah 2). Analisis Situasi Akses Pangan Analisis situasi akses pangan menggambarkan situasi/kondisi akses pangan di suatu wilayah dengan penggabungan/komposit beberapa indikator, adapun kegiatan ini meliputi: a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 196,95 juta, b) Outputs yang diharapkan, laporan dan CD analisis situasi akses pangan yang mencakup 33 provinsi sebanyak 250 eksemplar serta bahan publikasi (booklet 500 eksemplar dan leaflet 5.000 eksemplar) c) Outcomes yang diharapkan, jumlah instansi yang memanfaatkan hasil analisis identifikasi akses pangan 33 provinsi d) Benefits yang diharapkan, tersedianya data dan informasi akses pangan di 33 provinsi e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan tersedianya data/informasi permasalahan akses pangan di 33 provinsi sebagai bahan pengambilan kebijakan 3). Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran bentuk kegiatan dan intervensi yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan akses pangan, (2) memperoleh bahan rumusan kebijakan pengembangan akses pangan sesuai dengan permasalahan dan karakteristik wilayahnya, adapun kegiatan ini: a) Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 301,38 juta,
9
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 b) Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi model pengembangan akses pangan serta laporan pertemuan dengan narasumber: identifikasi model akses pangan sebanyak 2 laporan. c) Outcomes yang diharapkan, tersedianya berbagai bahan referensi model pengembangan akses pangan di 24 provinsi. d) Benefits yang diharapkan, tersedianya informasi model pengembangan akses pangan di beberapa provinsi sebagai bahan rumusan kebijakan pengembangan model akses pangan masyarakat e) Dengan demikian, impacts yang diharapkan meningkatnya bahan referensi tentang model pengembangan akses pangan di beberapa wilayah. 4). Apresiasi Pengembangan Akses Pangan Tujuan utama dari kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan adalah untuk memberikan informasi kebijakan pengembangan akses pangan kepada daerah agar diperoleh persamaan persepsi antara pusat dan daerah berkaitan dengan kegiatan akses pangan, adapun kegiatan ini: a)
Menggunakan inputs anggaran senilai Rp. 108,24 juta,
b)
Outputs yang diharapkan, informasi kondisi, permasalahan akses pangan dan upaya yang dilakukan daerah dalam penanganan masalah akses pangan serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi
c)
Outcomes yang diharapkan, diperolehnya persamaan persepsi antara pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan akses pangan
d)
Benefits yang diharapkan, tersedianya rumusan dan persamaan persepsi terkait kegiatan akses pangan
e)
Dengan demikian, impacts yang diharapkan, yaitu meningkatnya akses pangan berdasarkan potensi wilayah.
2. Ketersediaan Pangan 1) Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan a). Menggunakan input anggaran senilai Rp. 509,4 juta. b). Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.
10
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 c). Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi. d). Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi. e). Dengan demikian, impact yang diharapkan tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi. 2) Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability) a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 788 juta. b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi serta jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi. c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang menyusun peta (FSVA) sebanyak 18 provinsi d) Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi. e) Impact yang diharapkan adalah jumlah provinsi yang melakukan intervensi kerawanan pangan di 33 provinsi. 3) Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 2,98 milyar. b) Output yang diharapkan, tersedianya angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 1 unit. c) Outcome yang diharapkan, jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi. d) Benefit yang diharapkan, tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi. e) Impact yang diharapkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi. 4) Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
11
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 a) Menggunakan input anggaran senilai Rp. 580,44 juta. b) Output yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 400 kabupaten/kota. c) Outcome yang diharapkan, jumlah provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 33 provinsi serta jumlah kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan
rawan
pangan
berdasarkan
analisis
SKPG
sebanyak
400
kabupaten/kota. d) Benefit
yang
diharapkan,
jumlah
kabupaten/kota
yang
telah
dapat
mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 400 kabupaten/kota. e) Impact yang diharapkan adalah jumlah penurunan kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 400 kabupaten/kota.
12
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Gambaran Umum Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 Secara umum, pengukuran capaian kinerja pada Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dilakukan dengan cara membandingkan antara target dan realisasi masing-masing indikator kinerja. Selain membandingkan dengan realisasinya, indikator kinerja sasaran dan kegiatan juga dapat diukur melalui perbandingan dengan capaian kinerja tahun-tahun sebelumnya atau capaian kinerja dari suatu kegiatan sejenis yang pernah dilakukan oleh instansi atau unit kerja pertanian lainnya. Secara ringkas, sasaran-sasaran strategis tahun 2011 yang ditargetkan telah dapat tercapai, walaupun realisasi dari sasaran tersebut masih belum seluruhnya 100 persen. Realisasi pencapaian sasaran strategis tersebut kemudian dievaluasi dan dianalisis, dan dijadikan sebagai perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran pada tahuntahun berikutnya. B. Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2011 Tahun 2011 merupakan tahun transisi dari Program Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010 – 2014. Dengan mengacu kepada Rencana Strategis (Renstra) dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dan mengikuti perubahan kebijakan dan lingkungan strategis di lingkup Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian selama tahun 2011, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan telah menetapkan satu sasaran yang akan diukur. Sasaran tersebut diukur dengan menggunakan 7 (tujuh) indikator kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. C. Pengukuran Kinerja Kegiatan dan Analisis Capaian Kinerja Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat dilaksanakan melalui satu program, dan pencapaian setiap sasaran dilaksanakan oleh beberapa kegiatan. Namun demikian, kegiatan yang dilaporkan untuk mencapai setiap sasaran dibatasi, hanya pada kegiatan yang bersifat strategis. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2011 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut:
13
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 a). Bidang Kerawanan Pangan 1. Desa Mandiri Pangan (Demapan) Kegiatan Desa Mandiri Pangan (Desa Mapan) merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan, dengan karakteristik: kualitas sumberdaya masyarakat rendah, sumber daya modal terbatas, akses teknologi rendah, dan infrastruktur perdesaan terbatas. Komponen kegiatan Desa Mapan meliputi: (1) pemberdayaan masyarakat; (2) penguatan kelembagaan; (3) pengembangan Sistem Ketahanan Pangan; dan (4) integrasi program dan kegiatan lintas sektor dalam menjalin dukungan pengembangan sarana prasarana perdesaan. Selama 5 tahun pelaksanaan kegiatan Desa Mapan sejak tahun 2006 hingga 2011, telah berhasil dibangun 2.851 Desa Mapan atau 111,8 persen dari rencana sebanyak 2.550 desa, tersebar di 399 kabupaten/kota pada 33 provinsi, terdiri dari: (1) Desa Inti/Reguler 1.912 desa atau 6 desa lebih banyak dari rencana 1.906 desa; dan (2) desa replikasi 939 desa atau 37,94 persen dari rencana 1.906 desa, yang dibina oleh desa inti/reguler yang dibangun pada tahun 2006, 2007, dan 2008. Relisasi desa replikasi masih rendah, karena desa replikasi tahun 2008 belum terlaksana pada tahun 2011, seperti Tabel berikut. Tabel : Perkembangan Jumlah Lokasi Kegiatan Desa Mapan Tahun 2006-2011 Uraian Tahun 2006: Reguler Replikasi Tahun 2007: Reguler Replikasi Tahun 2008: Reguler Replikasi Tahun 2009 Reguler Tahun 2010 Reguler Tahun 2011: Reguler Total: Reguler Replikasi
30 30 30 32 32 32 32 32 32
Rencana Kabupaten Kota 122 122 122 58 58 58 21 21 21
Desa/ Kelurahan 1.000 250 750 1.416 354 1.062 884 221 663
33
74
33 33 33 33 33
Propinsi
30 30 30 32 32 32 32 32 0
Realisasi Kabupaten Kota 122 122 122 58 58 58 21 21 0
Desa/ Kelurahan 985 250 735 561 354 207 221 221 0
349
33
74
359
107
470
33
106
466
18 400 400 201
262 4.381 1.906 2.475
33 33 33 33
18 399 399 180
262 2.851 1.912 939
Propinsi
Kegiatan Pengembangan Demapan yang dilaksanakan oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan menggunakan dana APBN, yang dialokasikan sebesar Rp. 100 juta (seratus juta) untuk 14
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 desa baru, dan Rp. 25 juta (dua puluh lima juta) untuk desa replikasi. Kegiatan dilaksanakan oleh 410 unit kerja ketahanan pangan kabupaten/kota, pada 33 provinsi.
Data Perkembangan Alokasi Bansos Desa Mandiri Pangan
Inputs tersebut digunakan untuk menghasilkan outputs yaitu: (1) Jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibina sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten/kota atau terealisasi 99,53 persen dari target 2.573 desa, terdiri dari: (a) 262 desa Tahap Persiapan; (b) 466 desa Tahap Penumbuhan; (c) 359 desa Tahap Pengembangan; (d) 221 desa Tahap Kemandirian; (e) 939 desa Replikasi; dan (f) 314 desa sudah mandiri;. (2) Jumlah kelembagaan ketahanan pangan yang telah terbentuk sebanyak 3 kelompok kelembagaan, terdiri dari: (a) TPD (Tim Pangan Desa); (b) LKD (Lembaga Keuangan Desa); dan (c) Kelompok Afinitas. Keseluruhannya dibentuk di 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 propinsi. Dengan demikian, outcomes yang dihasilkan jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 825 desa atau terealisasi 99,87 persen, terdiri dari: (1) 221 desa Mapan Tahun Anggaran 2008, (2) 354 desa Mapan Tahun Anggaran 2007; dan (2) 250 desa Mapan Tahun Anggaran 2006.
Hal ini telah memberikan benefits, jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan sebanyak 898.250 KK miskin dari sasaran 255.000 KK miskin. 15
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, seiring dengan perkembangan tahapan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan, kegiatan Demapan telah berkembang. Sampai dengan tahun 2011, pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan melalui Demapan telah meliputi sekitar 11.404 kelompok masyarakat yang tersebar di 2.851desa pada 399 kabupaten/kota rawan pangan di 33 propinsi yang dibangun secara bertahap dengan rincian sebagai berikut:
(1) Tahun 2006 sebanyak 250 desa di 122 kabupaten pada 30 propinsi, pada tahun 2009 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, dan dijadikan Desa Inti dalam Gerakan Kemandirian Pangan (Gema Pangan) untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya menjadi Desa Replikasi; (2) Tahun 2007 sebanyak 354 desa di 58 kabupaten pada 32 propinsi, pada tahun 2010 sudah masuk dalam tahap Kemandirian, untuk selanjutnya dijadikan Desa Inti untuk melaksanakan Gema Pangan; (3) Tahun 2008 sebanyak 221 desa di 21 kabupaten pada 32 propinsi, sudah masuk dalam tahap kemandirian; (4) Tahun 2009 sebanyak 349 desa di 74 kabupaten pada 33 propinsi, masuk dalam tahap Pengembangan; dan 16
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 (5) Tahun 2010 sebanyak 829 desa di 350 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap penumbuhan; (6) Tahun 2011 sebanyak 838 desa di 399 kabupaten pada 33 provinsi, sudah masuk dalam tahap persiapan;
Tabel .Perkembangan Jumlah Lokasi dan Kelompok Afinitas Deda Mapan Tahun 2006 – 2011 Lokasi Tahun
Posisi Tahap Pembangunan
Provinsi
Kabupaten
Jumlah KK Kelompok Afinitas KK Miskin Desa
KK
KK
%
Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.000)
2006
Gerakan
30
122
250
459.869
240.097
52,21
25.000.000
2007
Gerakan
32
180
354
467.514
242.825
51,94
35.400.000
2008
Kemandirian
32
201
221
61.232
31.326
51,16
22.100.000
2009
Pengembangan
33
275
349
61.082
27.922
45,71
34.900.000
2010
Penumbuhan
33
350
829
92.272
41.970
45,48
50.890.000
Persiapan
33
399
838
90.222
2011
44.230.000
Jumlah
Sumber : Laporan Akhir Desa Mapan Tahun 2011
Untuk mempermudah pembinaan melalui pemberdayaan, maka di setiap Desa Mapan dibentuk 3 hingga 4 kelompok afinitas yang memiliki anggota 15-20 KK perkelompok, termasuk minimal 30 persen diantaranya dari KK miskin. Sampai pertengan tahun 2011, telah dibina sekitar 175.000 KK dalam 10.000 kelompok afinitas, termasuk 38 persen atau 66.500 KK miskin. Bila setiap KK memiliki 5 orang angota rumah tangga, maka melalui Desa Mapan telah dibina 875.000 jiwa, termasuk 332.500 jiwa miskin di perdesaan. Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2011, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.878.000.000 dengan realisasi capaian sebesar 90 %. Adapun kegiatannya meliputi : 1. Pertemuan Teknis Data Base Desa Mapan, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan aparat dalam penyusunan database desa mapan. Output capaian dari kegiatan ini : Database Desa sasaran dan kelompok sasaran Desa Mapan 2011, sebanyak 226 desa baru dan 576 desa replikasi. 2. Workshop Evaluasi Kemandirian, bertujuannya untuk
: (1) menetukan tingkat kemandirian dan (2) menyusun rencana kegiatan Desa Inti dan Replikasi Output capaian hasil evaluasi kemandirian dari 246 Desa dapat dikualifikasinya : Kualifikasi Tinggi ;37,8 %; Kualifikasi Sedang ; 56,1%; Kualifikasi Rendah : 6,1%. Sedangan pengembangan gerakan kemandirian telah ditetapkan 314 desa inti dan 939 desa replikasi.
17
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 3. Pertemuan Konsolidasi di Maluku, bertujuan untuk : (1) mengkonsolidasikan
pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Provinsi Maluku, (2) menghimpun berbagai kendala dan permasalahan serta masukan dalam kegiatan Desa Mapan di Provinsi Maluku dan tindak lanjut kegiatan 2012. Output pertemuan, dihasilkannya evaluasi pelaksanaan dan rumusan hasil konsolidasi untuk rencana perbaikan kinerja pelaksanaan kegiatan Desa Mapan. 4.
Pertemuan Teknis Pokja Kemandirian, bertujuan untuk : (1) melakukan konsolidasi dan koordinasi kerjasama lintas sektor dan sub sektor terkait di pusat (2) memperoleh masukan untuk revisi SK Mentan No: 596/Kpts/OT.160/10/ 2006 tentang Pembentukan Pokja Desa Mapan. Output yang dihasilkan : (1) rencana kerjasama lintas sektor terkait di pusat, provinsi dan kabupaten/kota, (2) komitmen daerah dalam kegiatan Gerakan Kemandirian Pangan, (3) rencana revisi SK Pokja Desa Mapan sesuai dengan Tupoksi dan ruang lingkup masing-masing kelembagaan.
5.
Kerjasama Pengembangan Desa Mandiri Pangan dengan PT Agriranch Domba, bertujuan untuk : (1) menjalin kerjasama dengan institusi/lembaga terkait, (2) mengembangan produksi dan jaringan pemasaran usaha produktif kelompok. Output kegiatan berupa : komitmen dan perjanjian kerjasama kelompok dengan pengusaha (mitra usaha).
6.
Workshop Kajian Wilayah Kepulauan, bertujuan : (1) menentukan model penanganan ketahanan pangan dan penyempurnaan kegiatan Desa Mandiri Pangan di wilayah Kepulauan, (2) membuat rekomendasi sebagai bahan kebijakan untuk penanganan rawan pangan dan penentuan cadangan pangan pada kondisi darurat di wilayah Kepulauan. Output : (1) model Penanganan ketahanan pangan dan rekomendasi kebijakan penanganan rawan pangan wil. Kepulauan (Propinsi NTT, Maluku, Kepri dan Babel).
7.
Workshop Kajian Wilayah Papua dan Papua Barat, bertujuan : (1) menyusun model penanganan ketahanan pangan dan penyempurnaan kegiatan Desa Mandiri Pangan di wilayah Papua dan Papua Barat. (2) membuat rekomendasi sebagai bahan kebijakan untuk penanganan rawan pangan dan penentuan cadangan pangan pada kondisi darurat di wilayah Papua dan Papua Barat. Output : Model Penanganan ketahanan pangan dan rekomendasi kebijakan penanganan rawan pangan wilayah Kepulauan.
8.
Workshop Evaluasi Akhir Desa Mandiri Pangan, bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Desa Mapan TA. 2011 dan rencana tindak lanjut tahun depan.
18
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Outputnya berupa rumusan hasil evaluasi kegiatan dan perbaikan kegiatan Desa Mapan 2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) Kerawanan Pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat atau rumah tangga, pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Penanganan kerawanan pangan meliputi pencegahan rawan pangan dan penanggulangan rawan pangan. Pencegahan dan penanggulangan rawan pangan dilakukan dengan menggunakan instrumen SKPG. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) adalah suatu sistem pendeteksian dan pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi yang berjalan terus menerus. Informasi yang dihasilkan menjadi dasar perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi program, dan kegiatan penanggulangan rawan pangan dan gizi. Kerawanan pangan diakibatkan beberapa permasalahan yaitu : a) tidak adanya akses secara fisik maupun ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, b) tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumahtangga, dan c) tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, beragam, aman, dan terjangkau. Kondisi rawan pangan dibedakan menjadi dua, yaitu : rawan pangan kronis dan rawan pangan transien. Rawan pangan kronis adalah ketidakmampuan rumahtangga untuk memenuhi standar minimum kebutuhan pangan anggotanya pada periode yang lama karena keterbatasan kepemilikan lahan, asset produktif dan kekurangan pendapatan. Rawan pangan kronis berhubungan erat dengan kemiskinan yang disebabkan antara lain oleh tidak adanya akses terhadap lahan atau aset produktif lainnya, pekerjaan, penyakit maupun adanya hambatan sosial. Kondisi rawan pangan kronis dapat diketahui melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Output dari SKPG berupa prakiraan kemungkinan kejadian kerawanan pangan dan peta situasi pangan dan gizi. Hasil kegiatan SKPG berupa situasi pangan dan gizi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui wilayah yang mengalami kerawanan pangan kronis. Rawan pangan kronis dapat dibedakan dalam tiga kondisi yaitu kronis tinggi, kronis sedang, dan kronis rendah sesuai dengan output SKPG. Rawan pangan transien adalah suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan sementara, yang disebabkan oleh perbuatan manusia (penebangan liar yang menyebabkan banjir atau karena konflik sosial), maupun karena alam berupa berbagai musibah yang
19
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 tidak dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang, tsunami). Rawan pangan transien dibedakan menjadi 2 (dua) kondisi yaitu transien berat dan transien ringan. Kegagalan panen akibat kekeringan, serangan hama, penyakit ternak, musim angin barat, krisis ekonomi serta konflik sosial yang berkepanjangan merupakan penyebab umum terjadinya rawan pangan transien. Kejadian rawan pangan transien membutuhkan penanganan yang segera untuk mencegah dampak yang lebih luas. Oleh sebab itu diperlukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan jenis intervensi, sasaran penerima, metode pelaksanaan intervensi dan sebagainya. Intervensi penanganan rawan pangan 2011 diberikan dalam bentuk penyaluran bantuan sosial (bansos) yang dialokasi pada dana Tugas Pembantuan (TP) Propinsi dan Kabupaten serta bansos di Pusat. Alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta. Kelompok tersebut yaitu: (1) Kelompok Tani Sido Makmur, Dusun Gempol, Desa Jumoyo; (2) Kelompok Tani Dadi Subur, Dusun Trayem, Desa Sirahan; (3) Kelompok Tani Dadi Makmur, Dusun Ngemplak, Desa Sirahan; (4) Kelompok Tani Margo Santoso, Dusun Seloiring RT 05/RW 04, Kelurahan Jumoyo; (5) Kelompok Tani Dadi Tentrem, Dusun Gemampan, Kelurahan Sirahan; dan (6) Kelompok Tani Dadi Rahayu, Dusun Gedolan, Kelurahan Sirahan. Pencairan dana bansos pusat ini berdasar surat Sekda Magelang No. 520/72/60/2011 tentang permohonan alokasi dana PDRP transien untuk membantu korban banjir lahar dingin gunung merapi. Selanjutnya sejumlah Rp 250 juta untuk penghematan (50%) dan pengalihan untuk penggunaan lain sebesar Rp 100 juta (20%). Berdasarkan laporan dari propinsi yang diterima oleh Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sampai dengan Januari 2012, alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%). Untuk dana dekonsentrasi, dana terserap 78,56 % dari Rp 7,35 milyar. Propinsi yang dalam pencairannya 100% ada 15 propinsi, yaitu Jawa Tengah, DIY, Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, NTT, Papua, Maluku Utara, Banten, dan Sulawesi Barat. Propinsi yang tidak mencairkan ada 3 yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kepulauan Riau, sedangkan propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan adalah Papua Barat. Dana ini dimanfaatkan untuk bahan pangan, sarana produksi dan food for work.
20
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%). Berdasarkan laporan propinsi, alokasi dana TP kabupaten/kota, dari 400 kabupaten/kota sebagai target intervensi PDRP, hanya 230 kabupaten/kota yang mencairkan dana bansos PDRP. Pemanfaatannya untuk pengadaan bahan pangan, modal kerja, food for work dan sarana produksi. Sehingga masih terdapat 170 kabupaten/kota yang belum melaporkan pemanfaatan dana bansos PDRP. Propinsi yang tidak melaporkan sampai batas waktu yang ditentukan ada 2 (dua), yaitu Sulawesi Barat dan Papua Barat. Pencairan dana TP PDRP ini rendah karena sebagian daerah tidak melakukan analisis SKPG dan wilayahnya tidak mengalami bencana transien. Daerah yang tidak melakukan SKPG dan/atau tidak mengalami bencana transien tidak mencairkan dana PDRP. Sehingga realisasi dana bansos PDRP di tingkat pusat dan daerah (Dekonsentasi di Propinsi dan TP di Kabupaten) sebesar 65,39% (Rp 11.672.330.168,00) dari alokasi anggaran sebesar Rp 17.850.000.000,00. Kabupaten/Kota Yang Telah Melaksanakan Intervensi PDRP Tahun 2011 No
21
Propinsi
Pagu Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten)
1
DIY
350.000.000
2
Sulut
500.000.000
3
Kalbar
525.000.000
4
Maluku
500.000.000
5
Malut
400.000.000
6
Jatim
1.075.000.000
7
Sumbar
8
Jateng
1.025.000.000
9
Aceh
700.000.000
10
Babel
300.000.000
11
Kalsel
425.000.000
12
Jabar
825.000.000
13
Sultara
400.000.000
14
Gorontalo
275.000.000
15
Lampung
500.000.000
16
Kalteng
500.000.000
17
Sumsel
500.000.000
18
NTB
500.000.000
750.000.000
Realisasi Bansos (Dekonsentrasi, TP Propinsi, TP Kabupaten) 349.847.500 499.201.815 450.000.000 475.000.000 375.000.000 877.768.602 650.000.000 999.132.870 574.950.000 246.979.240 268.750.000 350.000.000 300.000.000 200.081.253 289.970.000 250.000.000 249.289.200 372.830.000
Intervensi Dana TP di Kab/Kota
Pemanfaatan Dana Bansos
Target
Realisasi
4
4
Bhn pgn, saprodi
10
10
Bhn pgn, saprodi
13
12
Bhn pgn, saprodi, modal kerja, food for work
8
7
Bhn pgn, saprodi
6
5
Bhn pgn, saprodi
33
26
Bhn pgn, modal kerja
18
14
Bhn pgn
31
30
Bhn pgn, saprodi
18
13
Bhn pgn, saprodi, food for work
6
4
Bhn pgn
11
7
23
14
10
6
Bhn pgn, saprodi
5
3
Bhn pgn
10
6
Bhn pgn
14
8
Bhn pgn, saprodi
14
8
Bhn pgn
10
6
Bhn pgn, saprodi
Bhn pgn, non pgn, food for work Bhn pgn, modal kerja, food for work
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
19
Kaltim
425.000.000
20
NTT
775.000.000
21
Sumut
825.000.000
22
Jambi
400.000.000
23
Sulteng
500.000.000
24
Papua
900.000.000
25
Sulsel
825.000.000
26
Kep. Riau
175.000.000
27
Bengkulu
500.000.000
28
Papua barat
575.000.000
29
DKI Jakarta
75.000.000
30
Riau
425.000.000
31
Bali
250.000.000
32
Banten
375.000.000
33
Sulbar
275.000.000
Total
17.350.000.000
219.021.750 550.000.000 525.085.353 275.000.000 324.985.000 650.000.000 375.000.000 25.000.000 146.625.500 25.000.000 0 139.431.600 88.930.485 249.450.000 150.000.000 11.522.330.168
9
5
Bhn pgn, non pgn
19
10
Bhn pgn, saprodi, food for work
23
12
Bhn pgn, saprodi
10
5
saprodi
10
3
Bhn pgn, saprodi
14
4
Bhn pgn, saprodi
23
5
Bhn pgn, saprodi, modal kerja, food for work
5
1
Bhn pgn
10
2
Bhn pgn, saprodi
7
1
Tidak ada laporan kabupaten, propinsi
1
0
tidak mencairkan
11
0
tidak mencairkan
4
0
tidak mencairkan
5
0
tidak mencairkan
5
0
tidak melaporkan
400
230
Kurang optimalnya pencairan dana bansos PDRP pada tahun 2011disebabkan oleh: 1. Pencairan dana bansos tidak sesuai RUK; 2. Mekanisme pencairan dana bansos yang mengharuskan membentuk kelompok dengan jumlah min 10 dalam satu wilayah, dan pembukaan rekening baru kelompok, hal ini dianggap terlalu ribet; 3. SKPG dan PDRP ditangani dua bidang yang berbeda, sehingga dalam pelaksanaan PDRP kurang koordinatif; 4. Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan memanfaatkan hasil analisis SKPG; 5. Tidak adanya anggaran daerah untuk melakukan monitoring dan evaluasi di daerahnya; 6. Tingginya tingkat mutasi aparat. Guna mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, telah dilakukan beberapa upaya pemecahan masalah antara lain: 1. Pada surat perjanjian kerjasama di pedoman pelaksanaan PDRP 2012 ditambah pasal yang memberikan sanksi tegas untuk pencairan bansos yang tidak sesuai dengan RUK; 2. Mekanisme pencairan dana bansos PDRP disederhanakan: 22
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 a) Tidak harus membentuk kelompok, tetapi cukup ada perwakilan sasaran penerima manfaat dari 5KK yang tersebar di berbagai desa dalam satu kecamatan atau tersebar di beberapa kabupaten dalam 1 propinsi; b) rekening tidak harus membuat baru, tetapi dapat menggunakan rekening salah satu wakil dari sasaran penerima manfaat; 3. Menggabungkan kegiatan SKPG dan PDRP pada satu bidang; 4. Meningkatkan sosialisasi ke daerah sesuai Pedoman Pelaksanaan yang ditetapkan; 5. Mengusulkan adanya anggaran untuk melakukan monitoring dan evaluasi PDRP di propinsi dan kabupaten/kota 6. Sisa Bansos PDRP dikembalikan ke Kas Negara sebagai sisa belanja pembangunan tahun 2011; 7. Melanjutkan kegiatan pada TA. 2012 berdasarkan rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi kegiatan PDRP. Kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Bidang Kerawanan Pangan yaitu (1) Pertemuan awal Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan; (2) Workshop PDRP; (3) Pertemuan Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan; (4) Workshop lanjutan Kerawanan Pangan Daerah Perkotaan b). Bidang Ketersediaan Pangan 1.
Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan Dalam melakukan perencanaan ketersediaan diperlukan berbagai metode analisis ketersediaan pangan. Selama ini kegiatan analisis ketersediaan pangan dilakukan dengan menggunakan metode dan angka konversi yang berbeda – beda, sehingga perlu penyamaan persepsi terutama bagi aparat Badan/Kantor Ketahanan Pangan yang baru terbentuk di tingkat Kabupaten/Kota. Kegiatan Apresiasi Ketersediaan Pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparat di pusat dan daerah dalam melakukan analisis ketersediaan pangan wilayah. Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan input anggaran sebesar Rp. 500,35 juta atau terealisasi 98,22 persen dari target alokasi 509,40 juta. Inputs tersebut digunakan untuk menghasilkan outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau terealisasi 100 persen. Dengan tersedianya output tersebut, dihasilkan outcome jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi. Hal ini telah memberikan
23
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 benefits, tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi. Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan dilaksanakan di 3 wilayah, yaitu di Provinsi Yogyakarta, Batam dan Bali pada bulan Maret 2011 dan diikuti oleh 139 orang peserta. Materi yang diberikan dalam apresiasi ini terdiri dari: a.
Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM);
b.
Aplikasi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH);
c.
Analisis Pola Panen Bulanan;
d.
Analisis Prognosa Ketersediaan Pangan Menjelang Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN).
Dengan fasilitator berasal dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Secara umum kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan telah dapat dilaksanakan dengan baik. Akan tetapi masih ditemui beberapa permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan, antara lain: - Aparat yang menangani analisis ketersediaan pangan di daerah sering berganti-ganti karena cukup tingginya frekuensi mutasi aparat di daerah. Oleh karena itu, apresiasi ini perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. - Data-data yang seharusnya dibawa dan digunakan untuk berlatih tidak lengkap karena aparat di daerah sulit mendapatkan data di lapangan, seperti data stok pangan, data ekspor impor pangan dan data pangan yang diolah untuk industri non makanan. Hal ini menyebabkan hasil latihan analisis ketersediaan pangan belum maksimal. - Beberapa aparat daerah yang hadir kurang dapat mengoperasikan komputer/laptop sehingga sulit untuk mengikuti pelatihan. - Materi yang disampaikan dalam apresiasi cukup banyak, sedangkan waktu apresiasi terbatas. Oleh karena itu, waktu apresiasi perlu ditambah. 2.
Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) Berdasarkan Inpres No. 1 tahun 2010, penyusunan FSVA tahun 2010 di 14 provinsi dan tahun 2011 di 18 provinsi. Empat belas provinsi yang menyusun FSVA di tahun 2010 adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Jambi, Bengkulu, Lampung, Sumatera Selatan,
24
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Maluku. Sedang 18 provinsi yang menyusun FSVA dengan breakdown kecamatan pada tahun 2011 adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kep. Riau, Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Kegiatan penyusunan FSVA bertujuan untuk: 1) Meningkatkan pemahaman petugas pelaksana tentang pentingnya informasi ketahanan dan kerentanan pangan; 2) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam penyusunan peta ketahanan dan kerawanan pangan (FSVA) kabupaten; 3) Meningkatkan kemampuan petugas pelaksana dalam pemanfaatan data/indikator peta ketahanan dan kerawanan pangan untuk menyusun rencana program peningkatan ketahanan pangan dan penanggulangan kerawanan pangan dan gizi. Total anggaran untuk kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan dan Penyusunan FSVA sebesar Rp. 788 juta. Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 690,495 juta atau 87,63% dari total anggaran. Kegiatan penyusunan FSVA
menghasilkan output berupa (1)
Jumlah Provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA tahun 2011 di 18 Provinsi sebanyak 18 buah atau terealisasi 100 persen.
Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 18 provinsi atau terealisasi 100% dari target 18 provinsi. Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi. Kegiatan FSVA meliputi: a.
Pertemuan Review Data dan Meteodologi FSVA Pertemuan review data dan metodologi FSVA diikuti peserta dari 28 provinsi yang menyusun FSVA, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Riau, Kep. Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur,
25
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk melatih para petugas yang menangani FSVA agar lebih lancar dalam menyusun peta.
Hasil dari pertemuan review data dan metodologi FSVA adalah sebagai berikut : 1) Materi yang disampaikan dalam pertemuan ini adalah penjelasan umum FSVA, penjelasan SAE, perhitungan dan analisis data FSVA, penjelasan PCA, latihan penyusunan FSVA (indikator individu, indikator komposit, dan pemetaan pemekaran wilayah). 2) Kendala yang ditemui pada pertemuan ini adalah belum semua provinsi melakukan pengumpulan data FSVA dan melakukan validasi terhadap data hasil SAE. 3) Tindak lanjut dalam pertemuan ini adalah :
b.
-
Perlu koordinasi lintas sektor untuk mendapatkan data FSVA.
-
Provinsi segera melakukan validasi terhadap data hasil SAE.
Pertemuan Validasi Data dan Penyusunan FSVA Pertemuan validasi data dan penyusunan FSVA dilaksanakan di Yogyakarta dan dihadiri oleh peserta dari 16 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kep. Riau, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk melihat keakurasian data yang terukur, dan digunakan sebagai indikator untuk penyusunan FSVA Provinsi.
Hasil dari pertemuan validasi data dan penyusunan FSVA adalah sebagai berikut: 1) Data yang digunakan dalam menyusun FSVA bersumber dari data SAE dan hasil pengumpulan data ditingkat provinsi dan kabupaten. 2) Dari 15 provinsi yang hadir, 7 provinsi yaitu Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan Sulawesi Utara telah melakukan validasi data FSVA. 3) Dari 15 provinsi, 12 provinsi telah mengumpulkan data ketersediaan. 26
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 4) Ketersediaan data underweight bervariasi antar provinsi dan kabupaten, karena tidak semua kabupaten melakukan survey pemantauan status gizi. Provinsi yang telah melakukan survey PSG adalah D.I Yogyakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. 5) Provinsi dapat menggunakan data terbaru yang telah diterbitkan dengan catatan data tersebut lengkap disetiap kecamatan dan definisi serta metodologi pengumpulan data yang digunakan sama dengan yang terdapat pada indikator FSVA. 6) Materi yang disampaikan dalam pertemuan ini mengenai cara pembuatan peta, penyusunan kerentanan terhadap kerawanan pangan kronis berdasarkan analisis ketahanan pangan komposit serta penyusunan laporan peta ketahanan dan kerentanan pangan. 7) Rencana tindak lanjut di tingkat daerah adalah sebagai berikut: - Provinsi yang belum melakukan validasi data SAE diharapkan melakukan validasi dan mengirim hasilnya ke pusat. - BKP Provinsi akan berupaya maksimal untuk mengumpulkan dan melengkapi data FSVA Provinsi dalam upaya menghasilkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan berupaya data : Produksi serealia (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar), jumlah penduduk, data pemantauan status gizi, data – data kerentanan pangan transien berupa luas daerah puso, bencana alam dan fluktuasi curah hujan 10 tahun terakhir dan rata – rata 30 tahun. - Bagi provinsi yang telah melakukan validasi data SAE dan melengkapi data lainnya dilanjutkan dengan penyusunan peta individu dan peta komposit serta menyusun laporan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan. 8) Rencana tindak lanjut di tingkat pusat adalah sebagai berikut : - Tim asistensi melakukan penyempurnaan data SAE yang telah divalidasi oleh provinsi dan menyampaikan kembali hasilnya ke BKP provinsi. - Tim asistensi melakukan bimbingan teknis kepada provinsi yang memerlukan dalam rangka finalisasi FSVA. - Tim asistensi melakukan penyempurnaan draft laporan FSVA yang telah disusun oleh provinsi dan menyampaikan kembali hasilnya kepada provinsi untuk finalisasi lebih lanjut.
27
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 c.
Pembinaan FSVA Pembinaan FSVA dilaksanakan di 6 provinsi, yaitu Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Jambi, Jayapura dan Sulawesi Utara. Berikut ini hasil – hasil dari pembinaan FSVA di 6 provinsi : 1) Sulawesi Barat : Provinsi ini harus mencari data produksi dan underweight sampai tingkat kecamatan di BPS. Perlu adanya pemantauan yang intensif terhadap provinsi Sulawesi Barat supaya bisa melengkapi data dan bisa menyusun FSVA sesuai dengan waktu yang telah ditentukan 2) Sulawesi Tengah : kecamatan yang masuk dalam prioritas 1 ada 10 kecamatan, prioritas 2 ada 18 kecamatan, prioritas 3 ada 29 kecamatan, prioritas 4 ada 12 kecamatan, prioritas 5 ada 18 kecamatan dan prioritas 6 ada 54 kecamatan. 3) Bengkulu : permasalahan yang dihadapi aparat dalam penyusunan peta adalah sulit atau tidak ada data tingkat desa, lemahnya koordinasi dengan instansi terkait, kurangnya SDM yang terlatih dan seringnya mutasi aparat yang sudah terlatih di daerah. 4) Jambi : hasil komposit dari penyusunan FSVA provinsi Jambi adalah prioritas 1 ada 14 kecamatan, prioritas 2 ada 11 kecamatan, prioritas 3 ada 19 kecamatan, prioritaas 4 ada 34 kecamatan, prioritas 5 ada 23 kecamatan, dan prioritas 6 ada 5 kecamatan. Secara umum penyebab kerentanan pangan di provinsi Jambi adalah akses listrik, perempuan buta huruf, akses jalan, kemiskinan dan underweight. 5) Jayapura : validasi data dilakukan dengan cara mengirim hasil SAE ke kabupaten – kabupaten kemudian menunggu feedback dari kabupaten, jika tidak ada feedback berarti kabupaten sudah sepakat dengan SAE yang telah dikirim. Provinsi Papua harus mencari data produksi sama tingkat kecamatan di BPS. Penyusunan peta kasar dimulai dari indikator akses terhadap panagn dan pemanfaatan pangan karena datanya telah tersedia di SAE. Perlu adanya pemantauan yang intensif terhadap provinsi Papua supaya bisa melengkapi data dan bisa menyusun FSVA. 6) Sulawesi Utara : hasil analisis komposit dengan PCA dan Cluster Analysis, dari 130 kecamatan. Prioritas 1 ada 24 kecamatan (18,46%), Prioritas 2 ada 23 kecamatan (17,69%),prioritas 3 ada 33 kecamatan (25,38%), prioritas 4 ada 13 kecamatan (10%), prioritas 5 ada 11 kecamatan (8,46%), dan prioritas 6 ada 26 kecamatan (20%).
28
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 3. Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional bertujuan untuk mengetahui tingkat permintaan beras pada berbagai tingkat konsumen baik di rumahtangga maupun di luar rumahtangga dan mengetahui tingkat ketersediaan cadangan (stok) pangan di rumahtangga dan di luar rumahtangga. Kajian dilakukan pada 100 kabupaten di 11 provinsi terpilih, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional menggunakan input anggaran sebesar Rp 2,83 milyar atau 94,95% dari total anggaran Rp 2,98 milyar. Output yang dihasilkan berupa tersedianya angka konsumsi beras nasional per kapita dan angka cadangan beras di pemerintah, industri, jasa akomodasi dan penyedia makanan dan minuman serta masyarakat atau terealisasi 100 persen.
Dengan tersedianya output tersebut, dihasilkan outcome jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi.. Hal ini telah memberikan benefits, tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi. Sedang impact yang didapatkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi.
Kajian dilakukan dalam bentuk Desk Study dan survey lapangan. Sampel yang disurvey antara lain hotel, warung makan/kedai, dan restaurant. Metodologi perhitungan konsumsi beras melalui (1) Pengumpulan data primer konsumsi beras pada usaha akomodasi dan usaha jasa penyediaan makan minum melalui survey lapangan; (2) Menggunakan data sekunder konsumsi beras, antara lain hasil Susenas, Survey Industri Mikro dan Kecil (IMK), dan Survey Industri Besar Sedang (IBS); dan (3) Menggunakan data sekunder cadangan (stok) beras dari hasil beberapa survey yang dilakukan oleh instansi/lembaga lain.
Hasil kegiatan kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional meliputi: a.
29
Hasil Kajian Konsumsi Beras Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Kajian konsumsi beras ini baru mampu menyajikan angka nasional dan tidak dirancang untuk menghasilkan angka konsumsi untuk angka setiap provinsi. Hal ini disebabkan jumlah sampel yang akan disurvei hanya merepresentasikan nasional, bukan representasi untuk masing-masing provinsi, meskipun sampelsampel tersebut berada di provinsi tertentu. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan dana. Dari hasil kajian disimpulkan bahwa angka konsumsi beras per kapita pada tahun 2011 sebesar 113,72 kg. b.
Hasil Kajian Cadangan Beras Data cadangan pangan, khususnya beras, yang ada selama ini hanya cadangan pangan pemerintah yang ada di Bulog. Data penyediaan cadangan pangan di tingkat rumah tangga dan industri yang berbahan baku beras, masih bersifat perkiraan. Kajian cadangan beras ini dilakukan untuk memperoleh angka cadangan beras di pemerintah, industri, jasa akomodasi dan penyedia makanan dan minuman serta masyarakat. Hasil kajian tersebut adalah sebagai berikut: Total stok di masyarakat pada bulan Maret tahun 2011 sebesar 4.074.908 ton, yang terdiri dari total stok rumah tangga 1.132.695 ton, Industri 994.404 ton, pedagang 1.911.590 ton, dan usaha penyedia makanan: hotel 330 ton, restoran 466 ton, dan lainnya 30.423 ton. Total stok yang ada di Bulog sebesar 1.359.884 ton. Sehingga perkiraan total stok/cadangan beras nasional pada bulan Maret tahun 2011 adalah 5.434.792 ton yang merupakan jumlah dari total stok di masyarakat dengan total stok di Bulog.
4. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) Upaya antisipasi dan peningkatan kewaspadaan terhadap kerawanan pangan secara dini, dilakukan dengan instrumen SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) dengan pengumpulan data, peramalan, analisis situasi pangan, pemetaan, dan intervensi. Berbagai komponen yang ada dalam SKPG sangat strategis untuk mengantisipasi dan mewaspadai kemungkinan terjadinya kerawanan pangan.
Kegiatan SKPG bertujuan untuk: 1) Menyediakan data dan informasi tentang keadaan pangan dan gizi secara rutin yang digunakan pengambilan keputusan pemerintah diberbagai tingkat administrasi yang berkaitan dengan penyusunan prioritas dan pengaturan sumberdaya dan dana dalam memenuhi kebutuhan program pangan dan 30
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 gizi, 2) Menghasilkan benchmark setiap indikator yang digunakan dalam menentukan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Kegiatan ini menggunakan input anggaran sebesar Rp. 466,45 juta atau terealisasi 80,36 persen dari total anggaran sebesar Rp. 580,44 juta. Output yang dihasilkan adalah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota. Dengan output tersebut dihasilkan outcome berupa provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota. Benefit yang dihasilkan, kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota. Impact yang didapatkan adalah penurunan jumlah kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota.
Kegiatan SKPG berupa Pertemuan Teknis SKPG. Pertemuan teknis SKPG dilakukan di dua wilayah, yaitu Barat dilaksanakan di Provinsi Sumatera Barat dan Timur dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Selatan. Pertemuan teknis SKPG wilayah barat dihadiri oleh peserta dari 13 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kep. Riau, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Sedang Pertemuan teknis SKPG wilayah timur dihadiri oleh peserta dari 13 provinsi dari 15 provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Hasil pemaparan, diskusi dan pembahasan selama pertemuan adalah sebagai berikut : - Pelaporan data belum dilakukan secara rutin, sehingga analisis SKPG tidak bisa dilakukan setiap bulan. - Mutasi pejabat dan atau petugas pelaksana kegiatan SKPG yang sangat dinamis di daerah. - Keterbatasan SDM ditingkat daerah. - Pelaksanaan SKPG diperkotaan belum bisa dilaksanakan karena belum tersedia indikator di tingkat perkotaan.
31
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 - Cut off point untuk indikator N/D pada aspek pemanfaatan pangan bulanan dinilai terlalu tinggi, hal ini menyebabkan daerah menjadi rawan pangan. - Indikator SKPG masih dinilai terlalu banyak, sehingga data yang dibutuhkan tidak terakomodir. - Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dalam hal arus informasi data yang dibutuhkan dalam menganalisa SKPG. - Perbedaan penggunaan sumber data, indikator kemiskinan yang termasuk dalam aspek akses terhadap pangan. - Keterbatasan dukungan anggaran APBD untuk pelaksanaan SKPG kurang tersedia.
c). Bidang Akses Pangan 1) Identifikasi Akses Pangan Kegiatan identifikasi akses pangan dilakukan untuk mengklarifikasi, mengidentifikasi kondisi akses pangan serta faktor penyebab terjadinya permasalahan rendahnya akses pangan di 16 provinsi yang mengalami permasalahan akses pangan berdasarkan hasil analisis akses pangan tahun sebelumnya. Identifikasi akses pangan tersebut dilakukan dengan menggunakan kuisioner. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, permasalahan rendahnya akses pangan di 16 provinsi terpilih disebabkan oleh: a) Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat dan tingginya persentase kemiskinan pada daerah akses pangannya rendah (> 35 %), b) Populasi penduduk yang sangat tinggi, dibarengi juga oleh tingginya tingkat urbanisasi, pengangguran, pengemis dan gelandangan dan kriminalitas c) Harga yang sangat fluktuatif dan cenderung meningkat berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat yang cenderung rendah Berdasarkan ketiga permasalahan tersebut berdampak langsung terhadap rendahnya rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan pokok (beras, jagung, ubi jalar dan ubi kayu). Provinsi dan kabupaten yang mengalami permasalahan rendahnya akses pangan berdasarkan faktor penyebab rendahnya ratio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan pokok meliputi Provinsi DIY (Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Sleman dan Kota Yogyakarta), Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Sidoarjo, Kota Kediri, Blitar, Malang, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Madiun, Surabaya, Batu), Provinsi Jawa Barat (Kota
32
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok dan Cimahi), Sulawesi Selatan (Kabupaten Selayar dan Kota Makasar), Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Labuan Batu, Deli Serdang, Kota Medan dan Binjai) serta Provinsi Gorontalo (Kota Gorontalo). Adapun permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan identifikasi akses pangan yaitu kurangnya koordinasi lintas sektor dalam penyediaan data akses pangan. Kegiatan ini menggunakan inputs anggaran sebesar Rp. 209.747.500 atau 99 % dari target Rp.212.000.000. 2) Analisis Situasi Akses Pangan Kegiatan analisis situasi akses pangan bertujuan untuk (a) mengidentifikasi titik-titik akses pangan rendah berdasarkan indikator yang ditetapkan; (b) mengidentifikasi penyebab terjadinya akses pangan rendah di wilayah; dan (c) melakukan analisis situasi akses pangan. Ouput kegiatan analisis situasi akses pangan meliputi : (1) Sebanyak 77 kabupaten/kota (16,35 %) dari 471 kabupaten/kota di 33 provinsi menunjukkan akses pangan rendah/prioritas khusus, sedangkan 394 kabupaten/kota (83,65 %) menunjukkan kondisi akses pangan baik atau tidak perlu penanganan khusus. (2) Adapun penyebab rendahnya akses pangan di tiap wilayah berbeda-beda, namun secara garis besar penyebab rendahnya akses pangan adalah sebagai berikut: Rendahnya infrastruktur wilayah (jaringan transportasi) sehingga menghambat arus pergerakan orang dan barang, khususnya di daerah kepulauan maupun daerah terpencil sehingga mengakibatkan mahalnya kebutuhan pokok. Masih tingginya % penduduk yang tidak tamat SD sehingga secara tidak langsung dapat menghambat kesempatan mendapatkan pekerjaan dan pendapatan, sehingga mempengaruhi kemampuan daya beli. Rendanya ratio konsumsi ketersediaan pangan pokok (beras, jagung, ubi kayu dan ubi jalar) di beberapa wilayah, khususnya di wilayah yang tidak surplus/defisit pangan. Tingginya angka kemiskinan khususnya didaerah-daerah dengan keterbatasan sumber daya alam Masih rendahnya lapangan pekerjaan sehingga terjadi keterbatasan penghasilan Adapun rekomendasi terkait penanganan permasalahan rendahnya akses pangan, meliputi: (a) pembangunan dan peningkatan kondisi infrastruktur wilayah, (b) penyediaan pendidikan yang murah dan berkualitas bagi masyarakat miskin khususnya, (c) menciptakan iklim usaha yang kondusif agar tercipta/terbuka lapangan pekerjaan baru, sehingga meningkatan pendapatan masyarakat dan daya belinya, (d) memberi kemudahan terkait akses terhadap permodalan, informasi dan factor produksi, dan (e) membangun pertanian yang terintegrasi.
33
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 Kegiatan ini menggunakan inputs anggaran sebesar Rp. 196.954.800 atau 95 % dari target Rp. 206.250.000. 3) Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan bertujuan untuk (1) memperoleh gambaran bentuk kegiatan dan intervensi yang dilakukan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan akses pangan, (2) memperoleh bahan rumusan kebijakan pengembangan akses pangan sesuai dengan permasalahan dan karakteristik wilayahnya. Dari hasil konsultasi dengan narasumber dan identifikasi di beberapa provinsi dihasilkan/diperoleh beberapa model kegiatan/intervensi dalam penanganan akses pangan yang dapat dijadikan rekomendasi dalam merumuskan pengembangan akses pangan adalah sebagai berikut: a. Pemberdayaan dan fasilitasi masyarakat dalam memperoleh akses terhadap permodalan, informasi dan faktor-faktor produksi, b. Bantuan dana talangan penyelenggaraan kios
pengadaan
raskin
bagi
KK
miskin
dengan
sistem
c. Peningkatan akses pangan di daerah urban d. Fasilitas kelembagaan akses pangan melalui bantuan sosial e. Bantuan formal dari pemerintah, swasta, organisasi dan unsure-unsur masyarakat liannya, f. Membangun kerjasama antar komunitas, g. Melakukan “Creating” sinergi dengan kelembagaan kerjasama kemitraan, dan h. Mengembangkan infrastruktur pengikat kawasan, diantaranya prasarana untuk penguatan produksi dan prasarana untuk penguatan daya beli sehingga dapat menguatkan akses suatu kawasan Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan menggunakan inputs anggaran sebesar Rp. 301.389.950 atau 99 % dari target Rp. 305.000.000,-
4) Apresiasi Pengembangan Akses Pangan Tujuan utama dari kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan adalah untuk memberikan informasi kebijakan pengembangan akses pangan kepada daerah agar diperoleh persamaan persepsi antara pusat dan daerah berkaitan dengan kegiatan akses pangan, sedangkan tujuan khusus pertemuan ini adalah: 1. Mensosialisasikan kebijakan (road map) akses pangan,
34
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 2. Mengetahui situasi, kondisi, permasalahan, serta upaya yang dilakukan daerah dalam mengatasi masalah akses pangan, 3. Menggali potensi peningkatan akses pangan berdasarkan potensi wilayah. Ouput dari kegiatan apresiasi tersebut meliputi Road Map kegiatan akses pangan Tahun 2012 serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi. Kegiatan apresiasi pengembangan akses pangan menggunakan inputs anggaran sebesar Rp. 108.243.100 atau 98 % dari target Rp. 110.750.000,-.
D. Evaluasi Kinerja Tahun 2011 Berdasarkan hasil evaluasi kinerja sasaran dan kegiatan, dilakukan pula evaluasi kinerja secara umum guna memberikan penjelasan tentang berbagai hal yang mendukung keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kegiatan melalui: 1. Analisis efisiensi kegiatan dengan membandingkan antara output dengan input, baik untuk rencana maupun realisasi; 2. Pengukuran/penentuan efektivitas kegiatan yang menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat, atau dampak. Keberhasilan kinerja kegiatan berdasarkan hasil evaluasi dan pengukuran kinerja kegiatan tersebut, kemudian dianalisis dengan cara (dapat dilihat pada lampiran) 1.
Indikator kinerja utama
2.
Penetapan Kinerja
3.
Rencana Kerja Tahunan
4.
Pengukuran kinerja Kegiatan
E. Akuntabilitas Keuangan Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 211 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 9.334.700 milyar No
1
Uraian Pengembangan ketersediaan dan penanganan
Alokasi
Realisasi
(Rp)
%
(Rp)
1,878,000
100
1,873,182
Sisa Anggaran %
(Rp)
%
90
4,818
10
daerah rawan pangan 2
Penanganan Daerah Rawan Pangan
1,368,440
100
1,156,947
85
211,493
15
3
Tersedianya Bahan Rumusan Kebijakan
4,287,900
100
4,041,428
94
246,472
6
35
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
No
Uraian
Alokasi
Realisasi
(Rp)
%
(Rp)
1,011,600
100
948,186
Laporan kegiatan dan pembinaan
788,760
100
701,984
Total
9,334,700
Sisa Anggaran %
(Rp)
%
94
63,414
6
89
86,776
10
Ketahanan Pangan 4
Tersedianya Bahan Rumusan Kebijakan Akses Pangan
5
8,721,727
612,973
Sampai akhir tahun 2011, anggaran tersebut telah terealisasi Rp.8,7 milyar atau 94 persen, dari total anggaran Rp. 9,3 Milyar kegiatan yang paling terbesar pada subkegiatan kebijakan ketahanan pangan dimana kegiatan ini adanya kajian perberasan sehingga total anggarannya mencapai Rp. 4,2 milyar sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada penanganan daerah rawan pangan sebesar 89 persen. Dalam hal akuntabilitas keuangan, laporan baru dapat menginformasikan realisasi penyerapan anggaran, dan belum dapat menginformasikan adanya efisiensi penggunaan sumberdaya. Hal ini diakibatkan oleh sistem penganggaran yang belum sepenuhnya berbasis kinerja, sehingga salah satu komponen untuk mengukur efisiensi, yaitu standar analisis biaya belum ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
36
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
BAB IV PENUTUP A. Tinjauan Umum Dari hasil Pengukuran Kinerja menunjukkan, bahwa sebagian besar indikator kinerja kegiatan telah memiliki benefits, sedangkan impacts baru sebagian kecilnya karena sebagian besar kegiatan masih memerlukan waktu untuk klarifikasi. Secara umum, kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan selama tahun 2011 telah berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, yang tampak dari hasil pengukuran kinerja dengan sasaran meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan, yang ditetapkan melalui 7 indikator berikut: 1. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan, dengan capaian 100% atau 33 provinsi telah melakukan analisis. 2. Jumlah provinsi yang mengikuti sosialisasi dan apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA), dengan capaian 100% atau 33 provinsi. 3.
Laporan hasil kajian angka konsumsi dan cadangan beras nasional, dengan capaian 100%
4. Jumlah Provinsi yang melakukan analisis SKPG dan melakukan intervensi penanganan daerah rawan pangan, dengan capaian 87,88% atau 29 provinsi yang melaksanakan dari target 33 provinsi. 5. Jumlah Kabupaten/Kota yang menerapkan SKPG, dengan capaian 57,50% atau 230 kabupaten dari target sebanyak 400 kabupaten. 6. Jumlah desa rawan pangan yang melaksanakan Demapan, dengan capaian 100% atau 2561 desa. 7. Jumlah model akses pangan, dengan capaian 100% atau 2 laporan kegiatan.
Guna mendukung pelaksanaan kegiatan di Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan TA. 211 telah dialokasikan anggaran melalui Satker BKP Kementerian Pertanian untuk alokasi anggaran Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan sebesar Rp. 9.334.700 milyar, yang dialokasikan pada 5 kegiatan yang meliputi : Pengembangan ketersediaan dan penanganan daerah rawan pangan, Penanganan Daerah Rawan Pangan, Tersedianya Bahan Rumusan Kebijakan Ketahanan Pangan, Tersedianya Bahan Rumusan Kebijakan Akses Pangan serta Laporan kegiatan dan pembinaan. Sampai akhir tahun 2011, anggaran tersebut telah terealisasi Rp.8,7 milyar atau 94 persen, dari total anggaran Rp. 9,3 Milyar kegiatan yang paling terbesar pada subkegiatan kebijakan ketahanan pangan dimana kegiatan ini adanya kajian perberasan
37
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 sehingga total anggarannya mencapai Rp. 4,2 milyar sedangkan penyerapan yang paling terkecil pada penanganan daerah rawan pangan sebesar 89 persen. Adapun rincian capaian Rencana Kerja Tahunan 2011 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Desa Mandiri Pangan (Demapan) a. Input barupa bansos yang disalurkan untuk pelaksana Desa Mapan Reguler dan Replikasi TA. 2006 s/d 2011 sebesar Rp. 44.230.000.000 serta dana pembinaan/pendampingan yang dialokasikan melalui dana Tugas Pembantuan (TP) dan dan Dekonsentrasi. Dukungan pelaksanaan kegiatan Desa Mapan di Pusat tahun anggaran 2011, telah dialokasikan dana sebesar Rp. 1.878.000.000 dengan realisasi capaian sebesar 90 %. b. Output kegiatan Desa Mandiri Pangan adalah jumlah Desa Mandiri Pangan yang dibina sebanyak 2.561 desa di 399 kabupaten/kota atau terealisasi 99,53 persen dari target 2.573 desa, terdiri dari: (a) 262 desa Tahap Persiapan; (b) 466 desa Tahap Penumbuhan; (c) 359 desa Tahap Pengembangan; (d) 221 desa Tahap Kemandirian; (e) 939 desa Replikasi; dan (f) 314 desa sudah mandiri. Serta jumlah kelembagaan ketahanan pangan yang telah terbentuk sebanyak 3 kelompok kelembagaan, terdiri dari: (a) TPD (Tim Pangan Desa); (b) LKD (Lembaga Keuangan Desa); dan (c) Kelompok Afinitas. Keseluruhannya dibentuk di 2.851 desa di 399 kabupaten/kota pada 33 propinsi. c. Outcomes yang dihasilkan jumlah desa yang telah mencapai kemandirian sebanyak 825 desa atau terealisasi 99,87 persen, terdiri dari: (1) 221 desa Mapan Tahun Anggaran 2008, (2) 354 desa Mapan Tahun Anggaran 2007; dan (2) 250 desa Mapan Tahun Anggaran 2006. d. Benefits yang dihasilkan, jumlah KK miskin yang tertangani melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan sebanyak 898.250 KK miskin dari sasaran 255.000 KK miskin.
2. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP) a.
38
Input kegiatan Penanganan Daerah Rawan Pangan berupa alokasi dana PDRP di Pusat sebesar Rp 500 juta, telah dicairkan Rp 150 juta (30%), untuk pemanfaatan kegiatan padat karya pembersihan lahan dan saluran irigasi, untuk 6 kelompok di Kecamatan Salam dengan masing-masing kelompok tani Rp 25 juta; Alokasi dana PDRP di 33 Propinsi (dana Dekonsentrasi) sebesar Rp 17.350 Juta, telah dicairkan Rp 11.522.330.168 (66,41%); Alokasi dana TP PDRP di 400 kabupaten sebesar Rp 10.000.000.000,00 telah dicairkan Rp 5.748.207.680,00 (57,48%). Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 b.
3.
Output kegiatan PDRP telah memberikan manfaat bagi masyarakat yang mengalami rawan pangan dari hasil analisis SKPG dan penanganan rawan pangan karena bencana di 29 provinsi 230 kabupaten.
Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan a.
Input Kegiatan Apresiasi Analisis Ketersediaan Pangan menggunakan anggaran sebesar Rp. 500,35 juta atau terealisasi 98,22 persen dari target alokasi 509,40 juta.
b.
Outputs, yaitu jumlah provinsi yang melakukan analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi atau terealisasi 100 persen.
c.
Outcome kegiatan ini adalah jumlah provinsi yang menindaklanjuti hasil analisis ketersediaan pangan sebanyak 33 provinsi.
d.
Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan ketersediaan pangan di 33 provinsi dan impacts, tersedianya pangan sesuai kebutuhan di 33 provinsi.
4.
Penyusunan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas) a.
Inputs yang digunakan untuk kegiatan penyusunan FSVA berupa anggaran sebesar Rp. 690,495 juta atau 87,63% dari total anggaran.
b.
output Kegiatan penyusunan FSVA menghasilkan berupa (1) Jumlah Provinsi yang mengikuti sosialisasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi; (2) Jumlah provinsi yang mengikuti apresiasi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) sebanyak 33 provinsi dan (3) Laporan FSVA tahun 2011 di 18 Provinsi sebanyak 18 buah atau terealisasi 100 persen.
c.
Outcome kegiatan adalah provinsi yang menyusun FSVA sebanyak 18 provinsi atau terealisasi 100% dari target 18 provinsi.
d.
Benefit yang didapatkan berupa tersedianya bahan untuk penyusunan kebijakan penanganan kerawanan pangan dan gizi di 33 provinsi.
5.
Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional a. Input Kajian Konsumsi dan Cadangan Beras Nasional menggunakan anggaran sebesar Rp 2,83 milyar atau 94,95% dari total anggaran Rp 2,98 milyar.
39
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 b. Output yang dihasilkan berupa tersedianya angka konsumsi beras nasional per kapita dan angka cadangan beras di pemerintah, industri, jasa akomodasi dan penyedia makanan dan minuman serta masyarakat atau terealisasi 100 persen. c. Outcomenya antara lain jumlah instansi yang memanfaatkan angka konsumsi dan cadangan beras nasional sebanyak 5 instansi. d. Benefits yang dicapai adalah tersedianya bahan kebijakan ketersediaan dan cadangan beras di 33 provinsi. Sedang impact yang didapatkan adalah tersedianya kebutuhan beras sesuai kebutuhan di 33 provinsi.
6.
Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) a.
Input Kegiatan Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi menggunakan anggaran sebesar Rp. 466,45 juta atau terealisasi 80,36 persen dari total anggaran sebesar Rp. 580,44 juta.
b.
Output yang dihasilkan adalah provinsi yang melakukan analisis SKPG dan intervensi sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang menerapkan SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota.
c.
Outcome berupa provinsi yang melakukan penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG dan melakukan intervensi rawan pangan transien sebanyak 29 provinsi serta kabupaten/kota yang melakukan intervensi penanganan rawan pangan berdasarkan analisis SKPG sebanyak 230 kabupaten/kota.
d.
Benefit yang dihasilkan, kabupaten/kota yang telah dapat mencegah/mengatasi terjadinya rawan pangan sebanyak
230 kabupaten/kota. Impact yang didapatkan
adalah penurunan jumlah kabupaten/kota yang mengalami rawan pangan sebanyak 230 kabupaten/kota.
(8) Identifikasi Model Pengembangan Akses Pangan a.
Kegiatan identifikasi model pengembangan akses pangan menggunakan inputs anggaran senilai Rp.301.389.950,- atau terealisasi 99 % dari total dari total anggaran Rp.305.000.000,-
b. Outputs yang diharapkan, laporan identifikasi model pengembangan akses pangan serta laporan pertemuan dengan narasumber: identifikasi model akses pangan sebanyak 2 laporan.
40
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 c.
Outcomes
yang
diharapkan,
tersedianya
berbagai
bahan
referensi
model
pengembangan akses pangan di 24 provinsi. d. Benefits yang diharapkan, tersedianya informasi model pengembangan akses pangan di beberapa provinsi sebagai bahan rumusan kebijakan pengembangan model akses pangan masyarakat
(9) Apresiasi Kebijakan Pengembangan Akses Pangan. a. Kegiatan
apresiasi
pengembangan
akses
pangan
inputs
anggaran
senilai
Rp.108.243.100,- atau terealisasi 98 % dari total dari total anggaran Rp.110.750.000 b. Outputs yang diharapkan, informasi kondisi, permasalahan akses pangan dan upaya yang dilakukan daerah dalam penanganan masalah akses pangan serta rumusan bahan kebijakan peningkatan aksesibilitas pangan berdasarkan spesifik lokasi yang diikuti oleh 68 orang pejabat yang menangani akses pangan dari 32 provinsi c. Outcomes yang diharapkan, diperolehnya persamaan persepsi antara pusat dan daerah yang berkaitan dengan kegiatan akses pangan d. Benefits yang diharapkan, tersedianya rumusan dan persamaan persepsi terkait kegiatan akses pangan
B. Permasalahan, Kendala Utama, dan Upaya Perbaikan Dari hasil evaluasi kinerja berbagai kegiatan jangka pendek tahunan kegiatan Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, ditemui beberapa permasalahan dan kendala utama dalam pelaksanaan kegiatan selama tahun 2011 sebagai berikut: 1. Di Desa Mandiri Pangan: (a) jumlah kumulatif desa sasaran pada DIPA 2011 sebanyak 1.748 desa, namun sebanyak 4 desa mengundurkan diri karena tidak sesuai dengan syarat; (b) jumlah KK miskin hasil DDRT tidak semua menjadi anggota kelompok afinitas, karena alokasi anggaran terbatas; (c) koordinasi oleh propinsi dalam DKP bagi kabupaten pelaksana kegiatan belum optimal; (d) pembinaan pandamping masih belum optimal; (e) pendampingan kelompok oleh petugas belum optimal; dan (f) kurangnya dukungan daerah dalam keterpaduan/sinergitas kegiatan untuk mempercepat pembangunan di lokasi demapan. 2. Permasalahan dalam pelaksanaan Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP): (a) dana bansos hanya dapat dicairkan untuk bantuan atau intervensi penanggulangan rawan pangan transien bagi masyarakat yang terkena bencana alam, sehingga Dana Bansos PDRP tidak dapat dimanfaatkan jika tidak terjadi bencana alam; (b) dana bansos hanya dapat dicairkan 41
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011 untuk mengantisipasi terjadinya rawan pangan berdasarkan hasil analisis SKPG. Namun, sebagian besar propinsi dan kabupaten/kota tidak melakukan analisis SKPG; dan (c) adanya perbedaan pesepsi/pemahaman daerah terhadap penggunaan Bansos PDRP. 3. Kegiatan yang terkait dengan data dan informasi, penyediaan data/informasi tersebut merupakan tantangan bagi Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan untuk menghasilkan analisis yang akurat, karena data dan informasi sering dianggap bukan kegiatan prioritas bagi pemerintah daerah, sehingga sering mengalami kesulitan dalam memperoleh data. 4. Tidak adanya dukungan anggaran untuk pelaksanaan pembinaan, monitoring dan evaluasi menyebabkan petugas Kabupaten/Kota jarang melakukan kunjungan lapangan ke kelompok sasaran. 5. Tingginya mobilitas pegawai pemerintah daerah, sangat mempengaruhi kinerja institusi di daerah. Oleh karena itu, kemampuan aparat daerah dalam melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan perlu diperhatikan. Terkait dengan berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam kinerja Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan tahun 2011, maka dalam upaya peningkatan kinerja ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi dengan pendekatan antara lain: 1. Untuk pelaksanaan kegiatan Demapan, disarankan agar pelaksana kegiatan dapat: (a) meningkatkan koordinasi oleh propinsi, dan pembinaan pendamping oleh kabupaten; (b) mengintensifkan pendampingan: kelompok afinitas, LKD, dan TPD di masing-masing lokasi; (c) mengembangkan kegiatan oleh desa inti bagi desa plasma di sekitarnya; dan (d) menyarankan daerah untuk meningkatkan sinergitas kegiatan di lokasi Demapan, guna mengurangi kerawanan pangan dan mempercepat pembangunan di pedesaan. 2. Mendorong pemerintah daerah agar melaksanakan kegiatan analisis ketersediaan pangan; 3. Meningkatkan sosialisasi kegiatan ke daerah sesuai Pedoman Teknis yang ditetapkan; 4. Meningkatkan pembinaan, pemantauan dan evaluasi; 5. Meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia; 6. Meningkatkan koordinasi dan sinergitas di bidang ketersediaan dan akses pangan serta penanganan kerawanan pangan.
42
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2011
LAMPIRAN
43
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan